ANALISIS KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI BIOINSEKTISIDA Bacillus thuringiensis subsp. aizaway DI BOGOR, JAWA BARAT



ANALISIS KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI BIOINSEKTISIDA Bacillus thuringiensis subsp. aizaway
DI BOGOR, JAWA BARAT



SKRIPSI





BARTOLOMEUS BAGUS PRABA KUNCARA
F34063256




 












FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Feasibility Analysis for Establishment of Bioinsectisida Bacillus thuringiensis subsp. aizawai Industry
in  Bogor, West Java.

Bartolomeus Bagus Praba Kuncara
Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology,
Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, Bogor, West Java,
Indonesia
Phone 085693184564, e-mail : avatarnbagus@yahoo.co.id

ABSTRACT
             
One type of bioinsecticide is Bacillus thuringiensis subsp aizaway (Bta) that can be used to eradicate pests Crocidolomia pavonana and Spodoptera litura. Indonesia has not had a productive bioinsectiside local industry that produce it. The objective of this research was to analyze the feasibility of Bta industry establishment and the development strategy. The points of this research are market and marketing, legal, technical and technological, management, environment, finance, and development strategy. For the market and marketing aspects, the industry has been feasible for commercial production in market volume 145,2 kg dried Bta/year. On the technical and technological aspects, subdistrict Cileungsi and Gunung Putri is prosperous area for factory location. In the aspect of management, organization form by lines and with Top-Bottom management structure. On environmental aspects, the industry must build a primary treatment for sewage pools. On the legal aspect, industrial legality form is enclosed corporation with small-SIUP. On the financial aspect,  the industry get NPV value Rp259.028.602. IRR is 16%, PbP is 10,71 years, Net B/C is 1,518, and Break Event Point is 75,33 kg dried Bta/ year. Result of sensitivity analyze, industry is  sensitive by price and cost change. In the aspect of development strategy, Bionic model giving help determine a strategy, choosing a location, determine the weight scale production, institutional strategies, and financial simulations.


Keywords : bioinsecticide, bacillus thuringiensis subsp aizaway, feasibility analysis



















Bartolomeus Bagus Praba Kuncara F34063256 Feasibility Analysis for Establishment of Bioinsectisida Bacillus thuringiensis subsp. aizawai Industry in  Bogor, West Java. Under directions of  Prof. Dr.Ir. Marimin, MSc and Dr.Ir.Mulyorini, MSi.2011
 


SUMMARY
               
One of bioinsecticida were developed from Bacillus thuringiensis. Bioinsektisida is divided into several types and one of it’s the Bacillus thuringiensis subsp aizaway that can be used to eradicate pests armyworm ( Croccidolomia pavonana and Spodoptera litura). This product has been developed since 1963 in Europe, but until now Indonesia has not had a productive bioinsecticide local industry.
 The objectives of this research was to get a feasibility judgment of bioinsecide Bacillus thuringiensis industry establishment and to analyze the development strategy. Depend on it, people can get information about description of implementation this industry. Main subject of this research is Bacillus thuringiensis susbsp aizaway by production with substrat from tofu waste and liquid tofu waste. Points of this research are market and marketing aspect, legal aspect, technical and technological aspect, management aspect, environment aspect, finance aspect, and development strategy aspect.
Market and marketing aspects: Bioinsecticide market in Indonesia is a slice of the total imported pesticides. The import volume of insecticide Indonesia is + 8.3 thousand tonnes / year. Bogor into local markets and marketing area with a market volume 145,2 kg dried Bta / year. The market is influenced by consumer behavior as much as 43%. In legal aspects: Form of industrial institution is Corporation enclosed with small SIUP.
Technical and technological aspects: The Right area for industrial development in the area of Bogor is a subdistrict and district Cileungsi Gunung Putri. Tofu waste and liquid tofu waste as raw material can be obtained on the area of West Bogor, North Bogor, and South Bogor. Market share of Bta product is 17% with volume 145,2 kg dried Bta/ year or 12,1 kg dried Bta/ month. One running production need 3 days. With 21 work days/month, average of production is 1,73 kg  dried Bta/ 3 days. Bioyield from running production is 1,81% that need  0,24 liters substrat for first propagation, 9,6 liters substrat for second propagation, and 95,58 liters substrat for main fermentation.
Management aspect: The form of organization is an organization by lines and with the management structure top to bottom. Line the organization scheme is a scheme where there is a coordination center. All staff responsible for plant managers. Furthermore, the plant manager responsible for the board of directors. The board of directors with directors and commissioners act in determining the strategic planning.
Environmental aspects: The Industry need to build a primary treatment for sewage pools which include a equalization and sterilization pool, coagulation and flocculation pool, filtration pool, and pools of liquid and solid waste container. For non-production waste is managed with good sanitation.
Financial aspect: The Capacity of industry is 12,1 kg dried Bta/ month. Invetment in zero year is Rp 1.524.426.000. On fisrt and second year, need capital Rp780.613.200. On third year, need capital Rp 414.146.600. Price of product is Rp5.465. 641 that equal with Rp 546.564 for other proct with  10% of concentration. NPV is Rp259.028.602. IRR is 16%,  PbP is 10,71 years, BEP is 75,33 kg dried Bta. Nilai B/C ratio is 1,518. So, the planning of establisment is feasible
Result of sensitivity analyze, industry is  sensitive by price and cost change. of development strategy, prospective developers can take advantage of Bionic model to help determine a strategy, choosing a location, determine the weight scale production, institutional strategies, and financial calculations.









Bartolomeus Bagus Praba Kuncara F34063256 Analisis Kelayakan Pendirian Industri Bioinsektisida Bacillus thuringiensis subsp. aizawai di Bogor, Jawa Barat. Di bawah bimbingan Prof. Dr.Ir. Marimin, MSc dan Dr.Ir.Mulyorini, MSi.2011
 

RINGKASAN

Salah satu bioinsektisida yang saat ini berkembang adalah bioinsektisida yang dikembangkan dari Bacillus thuringiensis. Bioinsektisida ini terbagi dalam beberapa jenis dan salah satu jenisnya adalah Bacillus thuringiensis subsp aizaway  yang dapat digunakan untuk membasmi hama ulat Grayak (Spodoptera litura). Produk ini sudah dikembangkan sejak tahun 1963 di Eropa, namun hingga saat ini Indonesia belum memiliki industri bioinsektisida yang berproduksi lokal.
Penelitian ini bertujuan melakukan analisis kelayakan pendirian industri bioinsektisida di daerah Bogor-Jawa Barat dan secara khusus bertujuan menganalisis strategi pengembangan investasi dan operasi dari rencana pendirian industri bionsektisida Bacillus thuringiensis subsp aizaway. Manfaat yang ingin dicapai adalah memperoleh deskripsi implementasi pendirian industri bioinsektisida Bacillus thuringiensis subsp aizaway secara kontinu dan komersial yang nantinya dapat digunakan oleh  pihak-pihak yang memerlukan. Jenis material yang diteliti adalah bioinsektisida yang dihasilkan oleh Bacillus thuringiensis subsp. aizawai (Bta) dengan  substrat limbah onggok tahu dan limbah cair tahu. Bioinsektisida yang dihasilkan, digunakan untuk membasmi hama Spodoptera litura/ ulat grayak yang menyerang tanaman hortikultura, serealia, dan tanaman pangan  lainnya. Penelitian yang dilakukan mencakup aspek pasar dan pemasaran, aspek legal dan yuridis, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen, aspek lingkungan, dan aspek finansial.
Aspek pasar dan pemasaran: Pasar bioinsektisida di Indonesia merupakan irisan dari total impor pestisida. Volume impor insektisida Indonesia adalah + 8,3 ribu ton/ tahun. Bogor menjadi pasar dan area pemasaran lokal dengan volume pasar 145,2 Bta /tahun. Pasar dipengaruhi oleh perilaku konsumen sebesar 43 %.
Aspek legal: Untuk legalitas industri dipilih bentuk Badan Usaha Berbadan Hukum dengan bentuk perseroran terbatas tertutup dengan SIUP kecil.
Aspek teknis dan teknologis diperoleh informasi: Area yang tepat untuk pembangunan industri pada area Bogor adalah kecamatan Cileungsi dan kecamatan Gunung Putri. Bahan baku limbah cair tahu dan ampas tahu dapat diperoleh pada area Bogor Barat, Bogor Utara, dan Bogor Selatan. Pangsa pasar untuk produk baru adalah 17% with dengan volume pasar  145,2 kg Bta kering/ tahun atau 12,1 kg  Bta kering/ bulan. Untuk satu kali produksi membutuhkan waktu 3 hari. Dengan waktu 21 hari kerja/ bulan, rataan produksi yang harus dipenuhi adalah   1,73 kg  Bta kering/ 3hari. Rendemen produksi adalah 1,81% yang membutuhkan  0,24 liter substrat propagasi I, 9,6 liter substrat propagation II,dan 95,58 liter substrat fermentasi utama.
Aspek manajemen: Organisasi yang dibentuk adalah organisasi dengan struktur garis dan dengan manajemen Atas-Bawah. Skema oganisasi garis merupakan skema dimana terdapat satu pusat koordinasi. Semua staff bertanggung jawab terhadap manajer pabrik. Selanjutnya manajer pabrik bertanggung jawab terhadap dewan direksi. Dewan direksi bersama direktur dan komisaris bertindak menentukan perencanaan strategis.
Aspek lingkungan; Industri harus memperhatikan limbah produksi yang banyak mengandung bahan organik. Perlu dibangun kolam primary treatment untuk limbah yang meliputi kolam equalisasi dan sterilisasi, kolam koagulasi dan flokulasi, kolam filtrasi, dan kolam penampung limbah cair dan padat. Untuk limbah non produksi dikelola dengan pembangunan sanitasi yang baik.
Aspek finanSial: Kapasitas produksi industri adalah 12,1 kg Bta kering / month. Investasi yang dibutuhkan pada tahun ke-nol adalah Rp 1.524.426.000. Pada tahun pertama dan kedua dibutuhkan modal Rp780.613.200. Pada tahun ketiga hingga tahun keduabelas dibuthkan dana Rp414.146.600. Harga jiual produk bioinsektisida Bta adalah  Rp5.465. 641 yang setara dengan Rp546.564 dengan produk lain yang memiliki konsentrasi 10%. NPV yang diperoleh selama 12 tahun proyek berjalan adalah Rp259.028.602. Nilai IRR 17%, Nilai PbP 10,71 years. Nilai BEP 75,33 kg Bta kering . Nilai B/C ratio 1,518. Berdasar perhitungan analisa kelayakan, maka diketahui bahwa industria bioinsektisida Bacillus thuringiensis subsp.aizaway adalah layak.
Aspek strategi pengembangan: Calon pengembang dapat memanfaatkan model Bionic untuk membantu menentukan strategi, memilih lokasi, menentukan neraca massa produksi, strategi kelembagaan, dan perhitungan keuangan.

































ANALISIS  KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI BIOINSEKTISIDA Bacillus thuringiensis subsp. aizawai DI BOGOR, JAWA BARAT



SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor



Oleh :

Bartolomeus Bagus Praba Kuncara

F34063256















FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul Skripsi   : Analisis Kelayakan Pendirian Industri Bioinsektisida
Bacillus  thuringiensis subsp.aizaway di Bogor, Jawa Barat
Nama              :           Bartolomeus Bagus Praba Kuncara
NIM                :           F34063256




Menyetujui,




Prof.Dr.Ir.Marimin,MSc                                    Dr.Ir.Mulyorini Rahayuningsih,MSi
NIP. 19610905 198609 1 001                                       NIP. 19640810 198803 2 002
                                                 






Mengetahui,
Ketua Departemen




Prof.Dr.Ir.Nastiti Siswi Indrasti
NIP. 19621009 198903 2 001








Tanggal Lulus : 26 Januari  2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “Analisa Kelayakan Pendirian Industri Bioinsektisida Bacillus thuringiensis subsp.aizaway di Bogor-Jawa Barat” merupakan hasil karya penulis dengan arahan dari dosen pembimbing akademik, dan belum duajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari  2011
Yang membuat pernyataan,



Bartolomeus Bagus Praba Kuncara
F34063256
























© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor,
sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,
fotokopi, microfilm, dan sebagainya




















BIODATA PENULIS

BBags.jpgBartolomeus Bagus Praba Kuncara  lahir di kabupaten Malang-Jawa Timur pada tanggal 26 Februari 1989. Penulis merupakan anak keenam dari 10 bersaudara dengan ayah bermama Pdt. Jakub S.H (Alm) dan ibu bernama Pdm. Priskilla D.T. Tahun 2000 menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Sukosari 01, tahun 2003 menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 01 Kasembon, dan  tahun  2006 menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 01 Pare. Pada tahun 2006 juga, penulis melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Tahun 2007 hingga 2010 menyelesaikan pendidikan S1 di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.
Tahun 2009, Penulis melakukan Praktek Lapang (PL) di PT. Amanah Prima Indonesia (PT.AMI)- Tangerang yang merupakan perusahaan produsen jus buah. Materi Praktek Lapang adalah mempelajari aspek transportasi pada rantai pasok bahan baku PT.AMI. Tahun 2008, Penulis memperoleh pembiayaan penuh pada Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat dan Kewirausahaan. Selama masa studi, Penulis aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK IPB) pada bidang pelayanan anak dan beberapa kepanitiaan  yang diadakan PMK. Tahun 2011 penulis menyelesaikan studi S1 dengan materi penelitian perencanaan pendirian industri bioinsektisida.





















KATA PENGANTAR

Ucapan syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa yang telah memampukan Penulis untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kelayakan Pendirian Industri Bioinsektisida Bacillus thuringiensis subsp.aizaway di Bogor-Jawa Barat” ini. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian penulis sebagai persyaratan memperoleh gelar sarjana.
Bioinsektisida merupakan produk “hijau” yang digunakan untuk mengembangkan pertanian organik.  Pada beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman, industri bioinsektida sudah dalam kategori maju, sedangkan Indonesia belum memiliki  industri ini. Penelitian yang penulis lakukan bertujuan memberikan informasi keilmuan  kepada  masyarakat akademik maupun non-akademik mengenai aspek-aspek  yang harus dipersiapkan jika ingin mendirikan industri yang relatif baru ini. Analisis kelayakan yang dilakukan mencakup tujuh (7) aspek yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen dan organisasi, aspek lingkungan, aspek legal dan yuridis, aspek finansial, dan aspek strategi pengembangan industri.
Bogor merupakan contoh daerah yang dikembangkan dengan prinsip agroindustri dan agrowisata. Pertanian organik akan semakin meningkatkan nilai tambah komoditi pertanian daerah Bogor. Pengkajian Bogor sebagai pilihan tempat industri yang baru merupakan hal berprospektif baik kedepannya.
Hasil penelitian ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada  :
1. Keluarga Jakub Sukirdjan, Papi, Mami dan mas Alex yang berjuang untuk kuliah saya
2. Prof. Dr.Ir.Marimin, MSc yang penuh perhatian menerima penulis sebagai anak bimbing.
3. Dr.Ir. Mulyorini, MSi yang dengan sabar memberi kesempatan penulis untuk ambil bagian dalam proyek bioinsektisida
4. Dr Eng.Taufik Djatna, STP.MSi yang telah menguji dan memberi masukan-masukan bermanfaat
5. Keluarga Komisi Pelayanan Anak PMK IPB, atas semua kebersamaannya
6. Keluarga Bara 3-53A, Chandra, Bensa, Herbeth, dan Herman, atas semua pengalaman yang telah dilewati
7. Pdt Daniel S.K dan Keluarga GBI Ciomas atas semua kepercayaannya dalam pelayanan gereja
8. Keluarga TIN 43, Erlin, Sarfat, dan Syahrun atas semua kepeduliannya
9. Dan kepada semua pihak yang telah turut andil dalam perkembangan saya selama kuliah.
Penulis memahami bahwa hasil penelitian ini memerlukan pengkajian lebih lanjut baik dalam hal materi, esensi, maupun penulisan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan dari pembaca. Saran dan masukkan dapat disampaikan kepada penulis. Bagi pembaca, diharapkan dapat menelaah dan mengembangkan hasil penelitian ini ke dalam bentuk aplikasi atau penyempurnaan penelitian Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat.


                                                                                Bogor, Januari  2011


                                                                                Penulis



DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Pengesahan.................................................................................................................................... vi
Daftar Isi.......................................................................................................................................................... xi
Daftar Tabel................................................................................................................................................. xiii
Daftar Gambar............................................................................................................................................ xiv
Daftar Lampiran......................................................................................................................................... xvi
Daftar Istilah............................................................................................................................................... xvii
I. Pendahuluan................................................................................................................................................. 1
   A. Latar Belakang......................................................................................................................................... 1
   B. Tujuan dan Manfaat ............................................................................................................................. 3
   C. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................................................................... 3
II. Tinjauan Pustaka...................................................................................................................................... 5
   A. Produk Bioinsektisida.............................................................................................................................. 5
   B  Studi Kelayakan...................................................................................................................................... 8
         B.1. Pengertian dan Ruang Lingkp Proyek........................................................................................ 8
         B.2. Pengertian dan Aspek Kajian Studi Kelayakan..................................................................... 10
  C. Penelitian Terdahulu.............................................................................................................................. 27
          C.1. Kajian Produksi Bioinsektisida Bacillus thuringiensis var. israelensis .......................... 27
          C.2. Pengembangan Produksi Bioinsektisida Bacillus thuringiensis var.israelensis ...…….28
          C.3. Produksi Bioinsektisida dari Bacillus thuringiensis subsp.aizaway ................................. 28
          C.4. Formulasi dan Pendugaan Umur Simpan Bacillus thuringiensis subsp.aizaway ......... 28
          C.5. Kajian Pra Rancang Bangun Indutri Intermediate Minyak Pala.......................... ...…….28
  D. Posisi Penelitian....................................................................................................................................... 29
III. Metodologi.............................................................................................................................................. 30
   A. Kerangka Pemikiran............................................................................................................................. 30
    B. Tata Laksana........................................................................................................................................ 31
         B.1. Penelitian Pendahuluan............................................................................................................... 31
         B.2. Penelitian Utama.......................................................................................................................... 34
IV. Analisis Pra Kelayakan Industri Bioinsektisida............................................................................ 41
    A. Aspek Pasar........................................................................................................................................... 41
      A.1. Pasar Bioinsektisda di Indonesia.................................................................................................. 41
      A.2. Perilaku Konsumen Bioinsektisida ............................................................................................. 41
   B. Aspek Teknis.......................................................................................................................................... 42
      B.1. Keadaan Umum Daerah Bogor................................................................................................... 42
      B.2. Calon Lokasi Potensial................................................................................................................... 44     
      B.3. Karakteristik dan Ketersediaan Bahan Baku........................................................................... 45
      B.4. Pengembangan Produk Bta........................................................................................................... 47  
    C. Aspek Finansial..................................................................................................................................... 49  
   D. Jaringan Kerja Pra Kelayakan............................................................................................................ 49
V. Analisis Kelayakan Industri Bioinsektisida..................................................................................... 52
    A. Aspek Pasar dan Pemasaran.............................................................................................................. 52
        A.1. Identifikasi Pasar........................................................................................................................... 52
        A.2. Pemasaran Bioinsektisida............................................................................................................ 53  
        A.3. Jaringan Kerja Kelayakan Pasar dan Pemasaran.................................................................. 57
    B. Aspek Legal dan Yuridis...................................................................................................................... 58       
         B.1. Tahapan Pendaftaran Badan Usaha....................................................................................... 58  
         B.2. Jaringan Kerja Kelayakan Legal dan Yuridis......................................................................... 59
    C. Aspek Teknis dan Teknologis............................................................................................................. 60
        C.1. Penggandaan Skala Untuk Skala Industri................................................................................ 60
        C.2. Penerapan Teknologi Proses dan Peralatan............................................................................. 60
        C.3. Lokasi Industri............................................................................................................................... 64
        C.4. Layout Pabrik................................................................................................................................ 64
        C.5. Jaringan Kerja Kelayakan Teknis dan Teknologis................................................................. 67
   D. Aspek Lingkungan................................................................................................................................. 68
         D.1 Jenis-Jenis Limbah........................................................................................................................ 68
         D.2 Pengelolaan Limbah..................................................................................................................... 68       
         D.3. Jaringan Kerja Kelayakan Lingkungan................................................................................... 70
   E. Aspek Manajemen................................................................................................................................ 71
         E.1. Perencanaan.................................................................................................................................. 71
         E.2  Pengorganisasian.......................................................................................................................... 72  
         E.3. Pelaksanaan Tugas dan Komando Organisasi....................................................................... 73
         E.4  Pengendalain................................................................................................................................. 75       
         E.5. Jaringan Kerja Kelayakan Manajemen.................................................................................. 76
   F. Aspek Finansial....................................................................................................................................... 77
        F.1. Alokasi Kebutuhan........................................................................................................................ 77
        F.2. Parameter Kelayakan................................................................................................................... 80
        F.3. Analisa Sensitivitas........................................................................................................................ 80       
        F.4. Jaringan Kerja Kelayakan Finansial.......................................................................................... 81
   G. Aspek Strategi Pengembangan Industri............................................................................................. 82
        G.1. Submodel Strategi Pengembangan............................................................................................ 82
        G.2. Jaringan Kerja Strategi Pengembangan.................................................................................... 93
  H. Implikasi Manajerial............................................................................................................................. 94
V. Kesimpulan dan Saran............................................................................................................................ 96
   A. Kesimpulan............................................................................................................................................. 96
   B. Saran........................................................................................................................................................ 97
Daftar Pustaka............................................................................................................................................... 98
Lampiran...................................................................................................................................................... 105













DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Klasifikasi gen Cry Bt...................................................................................................................... 5
Tabel 2. Tipe patogenitas Bt.......................................................................................................................... 6
Tabel 3. Produk-produk Bta........................................................................................................................... 6
Tabel 4. Data Impor dan Produksi Insektisida di Indonesia................................................................... 7
Tabel 5. Materi dalam Studi Kelayakan................................................................................................... 11
Tabel 6. Keterkaitan Aktivitas Penelitian Pendahuluan........................................................................ 32
Tabel 7. Keterkaitan Aktivitas Analisis Pra Kelayakan......................................................................... 33
Tabel 8. Keterkaitan Aktivitas Analisis Kelayakan Pasar dan Pemasaran....................................... 34
Tabel 9. Keterkaitan Aktivitas Analisis Kelayakan Legal dan Yuridis............................................... 35
Tabel 10. Keterkaitan Aktivitas Analisis Kelayakan Teknis dan Teknologis.................................... 36
Tabel 11. Keterkaitan Aktivitas Analisis Kelayakan Lingkungan....................................................... 36
Tabel 12. Keterkaitan Aktivitas Analisis Kelayakan Manajemen...................................................... 37
Tabel 13. Keterkaitan Aktivitas Analisis Kelayakan Finansial............................................................ 38
Tabel 14. Keterkaitan Aktivitas Analisis Strategi Pengembangan....................................................... 40
Tabel 15. Jumlah Ekspor Impor Insektisida Untuk Indonesia............................................................. 41
Tabel 16. Data umum Kabupaten dan Kota Bogor............................................................................... 42
Tabel 17. Kadar proksimat substrat untuk bakteri................................................................................. 45
Tabel 18. Kandungan Proksimat Ampas Tahu dan Limbah Cair Tahu............................................ 46
Tabel 19. Produksi Tahu di Kota Bogor.................................................................................................... 47
Tabel 20. Alokasi Sumber Daya Pendahuluan........................................................................................ 50
Tabel 21. Alokasi Sumber Daya Pra Kelayakan..................................................................................... 50
Tabel 22. Kondisi Penduduk dan Ekonomi Provinsi di Pulau Jawa.................................................... 53
Tabel 23. Penggunaan Insektisida di Kabupaten Bogor Tahun 2009-2010...................................... 54
Tabel 24. Alokasi Sumber Daya Kelayakan Pasar dan Pemasaran................................................... 57
Tabel 25. Alokasi Sumber Daya Kelayakan Legal dan Yuridis........................................................... 59
Tabel 26. Hasil prioritas lokasi industri...................................................................................................... 64
Tabel 27. Kebutuhan Luasan Ruang Pabrik............................................................................................ 66
Tabel 28. Alokasi Sumber Daya Kelayakan Teknis dan Teknologis.................................................. 67
Tabel 29. Alokasi Sumber Daya Kelayakan Lingkungan..................................................................... 70
Tabel 30. Komposisi SDM industri bioinsektisida................................................................................... 73
Tabel 31. Bagan Pengendalian Gantt........................................................................................................ 76
Tabel 32. Alokasi Sumber Daya Kelayakan Manajemen.................................................................... 76
Tabel 33. Biaya Investasi............................................................................................................................ 78
Tabel 34. Alokasi Penggunaan Dana Tahun  ke-1 dan 2...................................................................... 79
Tabel 35. Alokasi Penggunaan Dana Tahun ke-3 hingga ke-12.......................................................... 79
Tabel 36. Net Present Value Industri bioinsektisida............................................................................... 80
Tabel 37. Hasil analisa sensitivitas............................................................................................................. 81
Tabel 38. Alokasi Sumber Daya Kelayakan Finansial.......................................................................... 81
Tabel 39. Prioritas  model PHA Industri Bioinsektisida yang  Sustainable........................................ 84
Tabel 40. Nilai dasar dari neraca massa................................................................................................... 88
Tabel 41. Prioritas model PHA Kelembagaan  yang Efektif................................................................. 90
Tabel 42. Alokasi Sumber Daya Kelayakan Strategi Pengembangan................................................ 93


DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Siklus Pembangunan Proyek..................................................................................................... 1
Gambar 2. Sel Bacillus thuringiensis.......................................................................................................... 5
Gambar 3. Kristal δ-endotoksin perbesaran 6400x................................................................................... 5
Gambar 4. Sporulasi Bakteri.......................................................................................................................... 5
Gambar 5. Larva Spodoptera litura............................................................................................................ 7
Gambar 6. Ulat Spodoptera litura dewasa................................................................................................. 7
Gambar 7. Larva ulat Croccidolomia binotalis.......................................................................................... 8
Gambar 8. Ngengat Crocidolomia pavonana dewasa............................................................................. 8
Gambar 9. Kerusakan pada kubis................................................................................................................ 8
Gambar 10. Hubungan Cakupan, Waktu dan Biaya Proyek................................................................. 9
Gambar 11. Pola Aliran barang industri bioinsektisida.......................................................................... 15
Gambar 12. Pola-pola aliran barang.......................................................................................................... 15
Gambar 13. Siklus Hidup Produk............................................................................................................... 22
Gambar 14. Proses Produksi Bioinsektisida secara umum.................................................................... 23
Gambar 15. Contoh Diagram PHA............................................................................................................ 25
Gambar 16. Struktur dasar SPK................................................................................................................. 27
Gambar 17. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Penelitian.................................................................... 30
Gambar 18. Jaringan Kerja Penelitian Pendahuluan.............................................................................. 32
Gambar 19. Jaringan Kerja Aktivitas Analisis Pra Kelayakan............................................................ 33
Gambar 20. Jaringan Kerja Aktivitas Analisis Kelayakan Pasar dan Pemasaran........................... 34
Gambar 21. Jaringan Kerja Analisis Aspek Kelayakan Legal dan Yuridis........................................ 35
Gambar 22. Jaringan Kerja Analisis Aspek Kelayakan Teknis dan Teknologis............................... 36
Gambar 23. Jaringan Kerja Analisis Aspek Kelayakan Lingkungan.................................................. 37
Gambar 24. Jaringan Kerja Analisis Aspek Kelayakan Manajemen................................................. 37
Gambar 25. Jaringan Kerja Analisis Aspek Kelayakan Finansial....................................................... 38
Gambar 26. Konfigurasi model Penunjang Keputusan Bioinsektisida............................................... 39
Gambar 27. Jaringan Kerja Analisis Aspek Strategi Pengembangan.................................................. 40
Gambar 28. Model PHA Pasar Bioinsektisida yang nyata.................................................................... 42
Gambar 29. Area Kabupaten Bogor 1:1.000.000................................................................................... 44
Gambar 30. Bogor Selatan 1: 1.000.000.................................................................................................. 45
Gambar 31. Area Leuwikopo, Darmaga-Bogor, 1: 0,6096................................................................... 45
Gambar 32. Neraca Massa Pembuatan Tahu......................................................................................... 46
Gambar 33. Diagram alir proses produksi bioinsektisida Skala Laboratorium................................. 47
Gambar 34. Neraca massa produksi skala Laboratorium..................................................................... 48
Gambar 35. Skema bioreaktor skala laboratorium................................................................................ 49
Gambar 36. Jaringan kerja pendahulan dengan alokasi waktu........................................................... 50
Gambar 37. Jaringan kerja pra kelayakan dengan alokasi waktu...................................................... 51
Gambar 38. Cerug pasar Bta dalam pasar insektisida........................................................................... 52
Gambar 39. Produk bioinsektisida Bta dalam kemasan plastik metalized........................................ 55
Gambar 40. Bauran Pemasaran....................................................................................................................... 55
Gambar 41. Skema Distribusi Pasar Insektisida di Indonesia............................................................... 57
Gambar 42. Jaringan kerja kelayakan pasar dan pemasaran dengan alokasi waktu..................... 57
Gambar 43. Jaringan kerja kelayakan legal dan yuridis dengan alokasi waktu............................... 59
Gambar 44. Inkubator kocok 2 liter.......................................................................................................... 61
Gambar 45. Bioreaktor 13 lter.................................................................................................................... 62
Gambar 46. Bioreaktor 130 liter................................................................................................................. 62
Gambar 47. Pensentrifuse 8 liter................................................................................................................. 63
Gambar 48. Tray Dryer................................................................................................................................ 63
Gambar 49. Mesin Pengemas  .................................................................................................................... 63
Gambar 50. Mesin Boiler  ........................................................................................................................... 63
Gambar 51. Diagram Alir proses produksi................................................................................................ 65
Gambar 52. Denah Pabrik skala 1:20....................................................................................................... 66
Gambar 53. Jaringan kerja kelayakan teknis dan teknologis dengan alokasi waktu...................... 67
Gambar 54. Skema bak-bak penanganan limbah.................................................................................. 70
Gambar 55. Jaringan kerja kelayakan lingkungan dengan alokasi waktu........................................ 71
Gambar 56. WBS industri Bta berdasarkan peran.................................................................................. 72
Gambar 57. Skema organisasi Industri Bioinsektisida........................................................................... 72
Gambar 58. Jaringan kerja kelayakan manajemen dengan alokasi waktu...................................... 76
Gambar 59. Jaringan kerja kelayakan finansial dengan alokasi waktu............................................. 82
Gambar 60. Tampilan Antar Muka Bionic.............................................................................................. 83
Gambar 61. Tampilan Antar Muka Bionic (Home)............................................................................... 83
Gambar 62. Sub Model industri bioinsektisida yang sustainable........................................................ 84
Gambar 63. Tampilan Antar Muka Sub model Strategi Industri......................................................... 85
Gambar 64. Tampilan Antar Muka Sub model Strategi Industri dengan bagan PHA..................... 86
Gambar 65. Tampilan Antar Muka Sub model Strategi Industri dengan Expert Choice................ 86
Gambar 66. Tampilan antar muka sub model Pemilihan Lokasi Industri......................................... 88
Gambar 67. Tampilan antar muka Submodel Perlakuan proses......................................................... 89
Gambar 68. Submodel PHA kelembagaan industri bioinsektisida yang efektif............................... 89
Gambar 69. Kelembagaan LPPO (Lembaga Pengembang Pertanian Organik)................................ 90
Gambar 70. Tampilan Antar Muka Submodel Kelembagaan............................................................. 91
Gambar 71. Tampilan Antar Muka Submodel Kelembagaan dengan diagram PHA..................... 91
Gambar 72. Tampilan Antar muka Submodel Kelembagaan dengan Expert Choice.................... 91
Gambar 73. Tampilan Antar muka Submodel Finansial....................................................................... 92
Gambar 74. Tampilan antar muka Submodel Finansial dengan Excel.............................................. 92
Gambar 75. Tampilan antar muka Submodel Finansial Excel............................................................ 92
Gambar 76. Jaringan kerja kelayakan manajemen dengan alokasi waktu...................................... 93
Gambar 77. Implikasi Manajerial.............................................................................................................. 95













DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran. 1. Neraca massa produksi bioinsektisida skala Industri.................................................. 106
Lampiran. 2. Potensi Produk Bioinsektisida Skala Laboratorium..................................................... 108
Lampiran. 3. Penggandaan Skala............................................................................................................ 109
Lampiran. 4. Grafik Hubungan Bilangan Reynold dengan Bilangan Tenaga................................ 117
Lampiran. 5. Grafik Perbandingan Tenaga Pengaduk Dengan Bilangan Aerasi............................ 118
Lampiran. 6. Perhitungan Pemilihan Lokasi.......................................................................................... 119
Lampiran. 7. Petunjuk Pengalikasian Program..................................................................................... 121
Lampiran. 8. Perhitungan Finansial......................................................................................................... 130
Lampiran. 9. Daftar Bunga Pinjaman Bank......................................................................................... 137
Lampiran. 10. Hasil Kuisioner PHA........................................................................................................ 139





























DAFTAR ISTILAH

Ampas tahu                          Limbah padat sisa produksi tahu.
Bargaining position             Posisi tawar-menawar dalam negoisasi.
Bioinsektisida                        Salah satu jenis biopestisida yang digunakan untuk membasmi insekta (serangga).
Bionic                                    Perangkat lunak yang dibangun untuk membantu calon pengembang industri dalam menentukan strategi pengembangan industri bioinsektisida.
Biopestisida                          Pestisida yang dihasilkan secara alami oleh hewan atau mikroorganisme. Pemanfaatannya dengan mengekstrak kristal pestisidanya atau menggunakan secara langsung biomassa dari penghasil pestisida.
Bioreaktor/ Fementor         Alat produksi berbasis microbial yang digunakan untuk proses fermentasi dengan kelengkapan alat untuk mengatur kondisi aerasi dan agitasi.
BEP                                        Break Event Point, nilai minimum produksi untuk mendapat titik impas dimana pemasukan sama dengan pengeluaran.
Bt                                            Bacillus thuringiensis, bakteri penghasil kristal insektisida.
Bta                                          Bacillus thuringisensis subsp.aizaway, salah satu strain Bt yang menghasilkan Kristal insektisida spesifik toksik terhadapa serangga ordo Lepidoptera.
Cerug pasar                          Merupakan bagian dari pasar yang terkelompok-kelompok.
Diagram Gantt                     Diagram untuk perencanaan pelaksanaan proyek dan pengalokasian sumber daya
Idle                                         Keadaan dimana sumberdaya yang ada lebih dari kebutuhan
IRR                                        Internal Rate of Return, tingkat suku bunga yang akan menyamakan jumlah nilai sekarang dari penerimaan yang diharapkan diterima dengan jumlah nilai sekarang dari pengeluaran untuk invetasi
Kelembagaan                      Suatu ikatan sosial yang dapat berbentuk norma, adat, atau institusi resmi yang dibentuk oleh suatu kelompok sosial tertentu.
Limbah cair tahu                 Limbah cair produksi tahu. Kaya akan kandungan bahan organik.
Loyal                                     Sikap setia konsumen terhadap suatu produk
MARR                                   Minimum Atractive Rate of Return, nilai minimum suku bunga yang berlaku di perbankan
Market share                        Pangsa pasar, merupakan volume pasar yang dapat diambil dalam suatu persaingan pasar.
Metode Bayes                      Merupakan satu indeks teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal.
MPE                                      Metode Perbandingan Eksponensial, Salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternative keputusan dengan criteria jamak berdasarkan perbandingan indeks kerja.
Net B/C                                Perbandingan antar besarnya keuntungan bersih dengan biaya yang dikeluarkan.
NPV                                       Net Present Value, merupakan nilai diskonto maanfaat bersih yang diperoleh selama proyek berjalan pada nilai MARR.
OPT                                        Organisme Pengganggu Tanaman, lebih dikenal dengan istilah Hama.
Pasar                                      Pihak yang membeli dan berpotensi untuk membeli suatu produk.
PbP                                         Payback Periode, periode dapat diperolehnya kembali modal.
PHA                                       Proses Hierarki Analitik, Metode permulaan pengkajian yang digunakan dalam proses pengembilan keputusan suatu masalah disederhanakan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan keputusan yang efektif atas masalah tersebut.
Scale up                                 Proses translasi volume produksi skala laboratorium menjadi skala pilot/industri.
Sustainable                           Berkelanjutan dan memperoleh keuntungan.
Sustainable performance  Kemampuan untuk terus melakukan kegiatan industri dan memperoleh `            keuntungan secara berkelanjutan.
Trace element                      Elemen kelumit yang dibutuhkan untuk melengkapi kebutuhan proksimat mikroba dalam substrat, umumnya digunakan satuan part per million (ppm).

 
I.            PENDAHULUAN

A.          Latar Belakang
Proses pembangunan suatu proyek terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap pra investasi, tahap investasi, dan tahap operasional. Ketiga tahapan tersebut merupakan tahapan yang bersifat linier sirkular dimana tahapan berjalan berurutan menjadi suatu siklus (Gambar 1). Tahapan pra investasi merupakan kegiatan pertama dan yang mutlak diperlukan untuk mengawali pembangunan suatu proyek. Kegiatan-kegiatan pada tahap investasi dan operasional direncanakan pada tahapan ini (UNIDO 1991).
Perencanaan jenis-jenis kegiatan dalam tahap investasi dan operasional disebut sebagai studi pra kelayakan dan studi kelayakan. Studi pra kelayakan berisi kegiatan analisis pendahuluan mengenai pasar, teknis, dan finansial. Informasi yang diperoleh digunakan untuk melakukan studi kelayakan yang mencakup pasar, teknik, jadwal dan biaya, finansial ekonomi, serta Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Perencanaan tersebut dicantumkan dalam suatu pelaporan hasil analisis (Soeharto 2002). 




 















Gambar 1. Siklus pembangunan proyek (UNIDO 1991 dengan penyesuaian)

Analisis kelayakan pendirian industri bioinsektisida Bacillus thuringiensis subp.aizaway di Bogor, Jawa Barat merupakan analisis yang mencakup studi pra kelayakan dan studi kelayakan dari rencana pendirian industri bioinsektisida tersebut. Analisis ini mutlak dibutuhkan guna melanjutkan kegiatan proyek pada tahapan investasi dan operasional. Namun kegiatan analisis tersebut diawali kegiatan identifikasi peluang melalui pengembangan produk bioinsektisida. Produk tersebut merupakan insektisida alami yang diproduksi dari hasil metabolisme  mikroba (bakteri/ virus/ fungi/ protozoa),  tumbuhan, hewan, dan atau secara langsung menggunakan biomassa organisme tertentu (Glare et al 2000).
Pengembangan industri berbasis mikroba selalu menggunakan hasil pengembangan produk pada skala laboratorium sebagai dasar justifikasi. Hal ini disebabkan oleh adanya sifat ketidakstabilan bakteri tersebut. Bakteri dapat berubah karakter atau mati ketika lingkungan hidupnya berubah. Diperlukan pengaturan suasana lingkungan yang meliputi kondisi pH, aerasi dan agitasi fermentor, serta sterilitas lingkungan dan fermentor dalam proses produksinya. Jika pengembangan produk dilakukan dalam skala besar secara langsung, peluang kerugian akan lebih besar. Untuk memperoleh kondisi terbaik produksi pada skala industri, umumnya dilakukan translasi volume dengan perhitungan penggandaan skala (Mc Neil dan Harvey 2008).
Sarfat dan Susanto (2010) telah mengembangkan produk bioinsektisida berupa kristal protein hasil metabolisme Bacillus thuringiensis subsp.aizaway (selanjutnya disebut Bta). Produk bersifat spesifik untuk serangga ordo lepidoptera dan diptera, diantaranya Crocidolomia pavonana (ulat Kubis) dan Spodoptera litura  (ulat Grayak).  Produk dikembangkan dengan menggunakan bahan baku substrat berupa limbah cair tahu (80%) dan ampas tahu (20%). Pada skala laboratoriun melalui metode fermentasi cair diperoleh rendemen kering produk sebesar 1,81% dengan tingkat toksisitas produk 16000 IU/mg untuk konsentrasi 1,25 mg/L (v produk/v air). Nilai rendemen 1,81%  merupakan nilai rendemen yang cukup tinggi, dimana secara umum rendemen maksimum pada produk mikrobial yang berbasis protein sel bakteri adalah 3% (Mc Neil dan Harvey 2008). Berdasarkan hal tersebut, produk pada skala laboratorium memiliki peluang besar untuk dikembangkan lebih lanjut melalui suatu studi pra kelayakan dan studi kelayakan.
Pengembangan produk bioinsektisida dari Bta menjadi skala industri didukung oleh adanya masalah lingkungan yang sedang mencuat di era globalisasi ini. International Organization for Standardization melalui ISO 14000 mensyaratkan masyarakat dunia untuk memperbaiki kebijakan dalam memproduksi barang yang bebas residu racun dan memelihara lingkungan (Sombatsiri 1999 dalam Mariyono et al 2002). Menurut United States Environmental Protection Agency (USEPA), salah satu penyumbang pencemaran lingkungan dalam skala besar di Amerika Serikat adalah bidang pertanian. Hal ini diindikasikan juga terjadi di negara-negara lain. Beberapa sumber pencemaran tersebut adalah kurang bijaknya penggunaan obat-obat pertanian oleh para petani, yaitu pupuk dan pestisida (Archer dan Shogren1994 dalam  Mariyono et al 2002).
Pupuk dan pestisida yang petani gunakan hingga kini secara umum adalah pupuk dan pestisida kimia sintetis (selanjutnya disebut pupuk dan pestisida). Kedua produk tersebut telah dipercaya para petani dan pengusaha tani mampu meningkatkan kapasitas produksi tanaman hingga tahap maksimal. Pada penggunaan dosis yang tepat, pupuk dapat memenuhi kebutuhan kelengkapan hara dan pestisida dapat  mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dengan baik. Namun, yang menjadi permasalahan adalah terdapat penggunaan pupuk dan pestisida yang melebihi ketentuan dosis dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Pupuk yang berlebih pada lahan tanaman akan larut dalam air hujan dan berdampak eutrofikasi (Wachjadi et al 2003). Pemakaian pestisida yang berlebihan berdampak pada resistensi OPT, terbunuhnya organisme bukan sasaran, dan pencemaran tanah (Wachajadi et al 2003, Udiarto et al 2003). Hal ini yang menyebabkan bidang pertanian turut berperan dalam pencemaran lingkungan.
Dosis normal umum penggunaan pestisida adalah 400-1000l/ha, dengan konsentrasi 2ml/l. Kesalahan penggunaan dosis pestisida merupakan masalah yang banyak dicermati. Para petani banyak menggunakan pestisida lebih dari dosis normal. Dampak negatif penggunaan secara berlebihan dalam jangka waktu lama menyebabkan turunnya produktivitas tanaman. Tanpa adanya suatu pembaruan treatment, hal tersebut berdampak pada daya dukung lingkungan yang menurun. USEPA telah mendorong masyarakat Amerika untuk merubah pemakaian pestisida menjadi pestisida organik sejak tahun 1994 (Archer dan Shogren 1994 dalam  Mariyono et al 2002). Hal ini mengindikasikan bahwa permasalahan penggunaan pestisida merupakan masalah serius yang harus segera ditangani, termasuk di Indonesia. Dilatarbelakangi isu lingkungan yang sudah menglobal, saat ini banyak dilakukan langkah back to nature  oleh para petani asing dan sebagian kecil oleh petani lokal yaitu penggunaan pupuk organik/biofertilizer (kompos dan kandang) dan pestisida organik/biopestisida (nabati dan non nabati). 
Penggunaan biopestisida merupakan salah satu solusi permasalahan yang ada. Bioinsektisida merupakan salah satu bagian dari biopestisida. Bioinsektisida bekerja secara spesifik pada hama yang akan dibasmi. Pada penggunaan dosis yang berlebihan tidak mengakibatkan dampak kerusakan pencemaran seperti pada penggunaan insektisida. Hal ini dikarenakan bioinsektisida bersifat biodegredable/ yaitu dapat terurai oleh lingkungan (He et al 2010).
Berdasarkan kondisi yang ada, rencana pendirian industri bioinsektisida yang diproduksi dari Bta merupakan rencana yang patut dipersiapkan melalui analisis kelayakan. Melalui analisis kelayakan tersebut dapat diperoleh informasi mengenai perencanaan secara sistematis dan mendetail dari setiap faktor yang berpengaruh terhadap kemungkinan suatu proyek industri mencapai sustainable performance. Semua data, fakta, dan berbagai pendapat yang dikemukakan dalam analisis kelayakan akan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan apakah suatu industri akan direalisasikan, dibatalkan, atau ditinjau ulang (Soeharto 2002).

B.           Tujuan dan Manfaat
Secara umum penelitian ini bertujuan mengetahui kelayakan pendirian industri bioinsektisida di daerah Bogor, Jawa Barat dan secara khusus bertujuan mengetahui strategi pengembangan investasi dan operasi dari rencana pendirian industri bionsektisida yang diproduksi dari Bta.
Manfaat yang ingin dicapai adalah memperoleh deskripsi implementasi pendirian industri bioinsektisida Bta secara kontinu dan komersial yang nantinya dapat digunakan oleh  pihak-pihak yang memerlukan. Memperoleh gambaran apakah industri layak investasi atau tidak.

C.          Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup penelitian ini mencakup jenis material yang diteliti dan studi yang dilakukan. Material yang diteliti adalah bioinsektisida dari Bta dengan  substrat limbah onggok tahu dan limbah cair tahu. Bioinsektisida yang dihasilkan, digunakan untuk membasmi hama ulat Kubis/ Crocidolomia pavonana dan ulat Grayak/ Spodoptera litura yang menyerang tanaman hortikultura, serealia, dan tanaman pangan  lainnya. Dari subyek tersebut dilakukan dua tahapan studi yaitu studi pra kelayakan dan studi kelayakan (Soeharto 2002). Studi pra kelayakan mencakup tiga aspek yaitu:
1.       Aspek Pasar; menganalisis kondisi pasar produk insektisida yang ada di Indonesia secara umum, harga jual produk insektisida dan bioinsektisida, serta kecenderungan pasar.
2.       Aspek Teknis; menganalisis penggunaan bahan baku limbah cair tahu dan ampas tahu sebagai substrat produksi bioinsektisida, teknologi proses produksi yang digunakan, scale up untuk skala pilot,  supply bahan baku, dan kondisi situasional calon lokasi industri.
3.       Aspek Finansial; menganalisis asumsi biaya yang harus dipenuhi dalam menjalankan proyek dan kebutuhan investasi dan alokasi biaya yang diperlukan.
Studi kelayakan mencakup tujuh aspek yaitu:
1.       Aspek Pasar dan Pemasaran; menganalisis volume pasar yang dapat diambil dan strategi pemasaran produk bioinsektisida.
2.       Aspek Legal dan Yuridis;  menganalisis peraturan Pemerintah yang harus dipenuhi untuk pendirian industri baru.
3.       Aspek Teknis dan Teknologis; menganalisis scale up untuk skala industri, perencanaan  kapasitas produksi, teknologi proses dan kebutuhan  peralatan, serta analisis lokasi dan tata letak industri.
4.       Aspek Lingkungan; menganalisis sistem pengolahan dari limbah yang dimungkinkan timbul agar tetap aman saat disalurkan ke lingkungan. Jenis limbah mencakup limbah produksi dan limbah non produksi.
5.       Aspek Manajemen; menganalisis cakupan kegiatan proyek, struktur organisasi dan manajemen  tenaga kerja industri yang baru.
6.       Aspek Finansial; menganalisis alokasi penggunaan dana dan kelayakan industri dari nilai Net Present Value, Internal Rate of  Return, Payback Period, Break Event Point, Benefit-Cost Ratio, dan Analisis Sensitivitas.
7.       Aspek Strategi Pengembangan Industri; menganalisis bagaimana strategi bisnis yang dilakukan untuk mengembangkan industri. Pada aspek ini dibuat submodel strategi industri, submodel model perlakuan proses, submodel penentuan lokasi, submodel kelembagaan, dan submodel kelayakan finansial.

II.               TINJAUAN PUSTAKA

A. Produk Bioinsektisida
Hofte dan Whiteley (1989) dalam Bahagiawati (2002) menyebutkan bahwa Bacillus thuringiensis (Gambar 2) merupakan bakteri gram positif yang menghasilkan kristal protein yang bersifat toksik yang disebut δ-endotoksin/delta-endotoksin (Gambar 3). Kristal ini dihasilkan saat masa sporulasi bakteri (Gambar 4).

                                     
Gambar 2. Sel Bacillus thuringiensis                        Gambar 3. Kristal δ-endotoksin perbesaran 6400x
Sumber : blass.com.au/definitions/bacillus                              Sumber : milksci.unizar.es/bioquimica/tem...cos.html

Gambar 4. Sporulasi Bakteri
Sumber : www3.imperial.ac.uk/people/d.wri...research

Gen pengkode kristal yang dihasilkan disebut Cry (Crystal), digunakan untuk mengklasifikasikan strain Bacillus thuringiensis (selanjutnya disebut Bt). Cry diklasifikasikan menjadi 8 kelas sesuai spesifikasi jenis serangga yang dapat dimatikan. Klasifikasi tersebut dijelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Gen Cry Bt
No
Kelas
Contoh
Toksik Terhadap Kelompok Hama
1
I
Cry 1Aa, Cry 1Ab, Cry 1Ac, Cry 1Cb, Cry 1F
Lepidoptera
2
II
Cry IIA, Cry IIB, Cry IIC
Lepidoptera
3
III
Cry IIIA, Cry IIIB, Cry IIIC
Koleoptera
4
IV
Cry IVB, Cry IVC
Diptera
5
V
Cry V
Lepidoptera dan Koleptera
6
VI
Cry VI
Nematoda
7
IX
Cry IXF
Lepidoptera
8
X
Cry X
Lepidoptera
 Sumber: Margino dan Mangundiharjo (2002) dalam Bahagiawati (2002)

Produk ini dijual dalam bentuk konsentrat cair, serbuk, atau granula. Untuk sifat patogenitas dari bakteri ini, dalam Hilwan et al (2006) dikelompokkan seperti pada Tabel 2 pada halaman 6.

Tabel 2. Tipe Patogenitas Bt
No
Strain
Tipe Patogenitas
Jenis Gen
Contoh Produk di Pasar
(Produk–Produsen)
1
Bt subsp. aizawai
Spesifik untuk ordo Lepidoptera dan Diptera
Cry II
Certan-Sandoz
2
Bt subsp. kurstaki
Spesifik untuk ordo Lepidoptera (Moth, kupu-kupu, dll)
Cry I
Dipel-Abbot
Bactospeine- Philip Duphar
Thuricide, Javelin-Sandoz
3
Bt subsp. israelensis
Spesifik untuk ordo Diptera (Nyamuk, lalat rumah, Midges, Crane flies, Two winged flies, dll)
Cry III
Vectobac-Abbot
Bactimos-Philip Duphar
Teknar-Sandoz
4
Btsubsp. san diego
Spesifik untuk ordo Coleoptera (kumbang, dll)
Cry IV
Trident-Sandoz
M-One - Mycogen
Sumber : Hilwan et al (2006)

Bta pertama kali disebutkan oleh Bonnefi dan de Barjac pada tahun 1963. Hingga tahun 2000, terdapat beberapa merek bioinsektisida Bta yang sudah dikenal di Eropa, Amerika, dan Asia Timur. Merek-merek yang telah beredar di pasar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.Produk-produk Bta
No
Merek
Objek Hama
Produsen/ Referensi
1
Xentari/ Zentari/Centari
Lepidoptera
Abbot
2
Certan
Wax moth/lepidoptera
Sandoz
3
Clorbac
Lepidoptera
Federici *
4
Design WSP
Lepidoptera
Mascarenhas et al **
5
Florbac
Diamond black moth/ lepidoptera
Abbot
6
Quark
-
Abbot
7
Selectzin
Lepidoptera
Poland ***
8
Turex
Lepidoptera
Thermo Trilogy
Sumber : Glare et al (2000)
Keterangan : *                               = Federici,B.A 1999. Bacillus thuringiensis.Handbook of Biological Control
                             **                     = Mascarenhas, R.N et al 1998. Resistance monitoring to Bacillus thuringiensis insectisicdes for soybean loopers (lepidoptera : Noctucdae)
                             ***                   = Negara produsen

Industri yang menghasilkan bioinsektisida masih sustainable di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa dengan rataan penggunaan dosis + (2,5-12,4) gram/ha pada lahan pertanian mereka (Hilwan et al 2006). Produk ini sudah diimpor Indonesia untuk pembasmian hama, dengan harga jual realtif lebih mahal dibanding insektisida. Harga bioinsektisida adalah dua hingga tiga kali harga insektisida untuk konsetrasi yang sama. Harga yang relatif tinggi ini disebabkan produk dijual dalam bentuk konsentrat tinggi, produk masih diimpor, dan belum terbangunnya jaringan pasar pertanian organik secara massal ke semua lapisan masyarakat. Di Indonesia, bioinsektisida dikenal sebagai  Insektisida Biologi. Untuk mendukung keberlangsungan industri ini dibutuhkan dukungan regulasi, tingkat kesejahteraan masyarakat yang memadai, dan tingkat kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang baik. Pasar  insektisida di Indonesia dapat ditunjukkan oleh data impor dan produksi insektisida hingga tahun 2010  pada Tabel 4 pada halaman 7.





Tabel 4. Data Impor dan Produksi Insektisida di Indonesia
Tahun
Ekspor Insektisida
Impor Insektisida
Dalam  kg
Dalam US$
Dalam  kg
Dalam US$
2007
103.815.562
  47.218.898
 8.285.950
37.545.132
2008
  43.551.577
  66.822.331
 9.244.243
60.601.759
2009
  45.885.889
  86.455.061
 7.429.138
71.009.115
2010 (Jan-Feb)
    9.419.842
  17.032.411
 1.234.293
  9.860.991
Sumber : Depperin (2010)

Data di atas menunjukkan fluktuasi penggunaan insektisida yang cenderung menurun. Pada kondisi yang sama di tahun 2002, Hilwan et al (2006) menyebutkan bahwa fluktuasi ini disebabkan oleh mulai munculnya kesadaran masyarakat akan penggunaan bahaya akumulasi penggunaan insektisida kimia untuk lahan pertanian. Ditambahkan, bahwa hal ini didukung Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1973 mengenai pembatasan pemakaian insektisida. Kecenderungan penurunan pemakaian insektisida ini perlu diimbangi dengan produk subtitusi. Hal ini diperlukan, karena pada dasarnya kebutuhan akan insektisida tetap tinggi, namun karena kesadaran masyarakat akan lingkungan meningkat maka pemakaian menurun. Pengembangan industri bioinsektisida secara lokal dapat menjadi solusi subtitusi produk insektisida kimia.
Informasi pada Tabel 2, halaman 6 menyebutkan bahwa bioinsektisida Bta bersifat spesifik untuk jenis serangga ordo Lepidoptera dan Diptera. Ulat Grayak/ Spodoptera litura dan ulat Kubis/Croccidolomia pavonana merupakan hama ulat dengan ordo Lepidoptera (Gambar 5, 6, dan 7,8 pada halaman 8). Hama ulat Grayak bekerja pada malam hari dan pada siang hari bersembunyi di bawah permukaan tanah. Jenis tanaman yang umum diserang adalah padi, jagung, kedelai, kol, sesawian, tomat, dan beragam jenis tanaman pangan lainnya. Kerugian yang diakibatkan oleh hama ini dapat mencapai 100 %, karena dalam waktu satu malam ulat ini dapat memakan semua pucuk tanaman. Akibatnya,  tanaman mati karena pucuk tanaman habis dan daun-daunnya berlubang (Wikipedia 2010). Hama ulat Kubis merupakan hama utama tanaman kubis-kubisan seperti kubis, sawi, lobak, dan brokoli. Hama ini menyebabkan kerusakan krop (bulatan daun) kubis, bahkan jika yang diserang adalah tanaman muda, mengakibatkan krop tidak terbentuk (Sarfat 2010). Untuk mengatasi hal ini, umumnya petani melakukan perawatan rutin setiap hari dan menyemprot tanaman mereka dengan insektisida. Kerusakan akibat kedua hama dijelaskan  pada Gambar 9 pada halaman 8.
Gambar 5. Larva Spodoptera litura (Sumber : MediaIndonesia.com 2010)

Gambar 6. Ulat Spodoptera litura dewasa (Sumber : id.Wikipedia.org 2010)

Gambar 7. Larva ulat Croccidolomia binotalis (Sumber : http://web2.gov.mb.ca 2010 )

Gambar 8. Ngengat Crocidolomia pavonana dewasa (Sumber : Kementan 2010)

    
Gambar 9. Kerusakan pada kubis (Sumber : Kementan 2010 dan http://web2.gov.mb.ca 2010)

Pemakaian insektisida dapat berdampak toksik, jika penggunaan dilakukan dalam dosis berlebihan dan secara terus-menerus dalam kurun waktu lama. Dampak toksik tersebut ditandai dengan turut matinya mikroba dan hewan  bermanfaat seperti mikroba pengurai dalam tanah dan cacing. Oleh karena itu pemakaian bioinsektisida yang bersifat spesifik dapat mengurangi dampak kerugian dari pemakaian  insektisida kimia.

B. Studi Kelayakan Proyek
B.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Proyek
Soeharto (2002) menjelaskan bahwa proyek merupakan suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu, dan dimaksudkan untuk menghasilkan produk dengan kriteria mutu yang telah digariskan dengan jelas. Mingus (2006) mendefinisikan proyek sebagai urutan tugas yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang unik dalam kerangka waktu yang ditetapkan. Menurut Project Management Institute (2000) dalam Mingus (2006), proyek merupakan usaha temporer yang dilakukan untuk menciptakan produk atau jasa yang unik. Berdasar hal ini, diperoleh ciri pokok dari proyek, yaitu:
1.       Bersifat sementara, titik awal dan akhir kegiatan ditentukan dengan jelas.
2.       Bersifat non rutin/ tidak berulang-ulang. Jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung.
Mingus (2006) menyebutkan bahwa parameter keberhasilan suatu proyek ditinjau dari lima hal yaitu biaya, waktu, cakupan, kualitas, dan sumber daya.
Waktu adalah periode yang digunakan untuk menyelesaikan proyek. Biaya adalah keseluruhan dana yang dikeluarkan untuk menjalankan proyek. Cakupan adalah jumlah kerja yang harus dikerjakan dalam proyek. Kualitas adalah kemampuan produk untuk memuaskan konsumen/klien. Sumberdaya adalah  keseluruhan aspek yang digunakan kemanfaatannya untuk berjalannya proyek. Gambaran hubungan kelima parameter tersebut adalah seperti pada Gambar 10.
Waktu
Sumber daya
Kualitas
Cakupan
Biaya
 












Gambar 10. Hubungan Cakupan, Waktu dan Biaya Proyek (Mingus 2006)

Kelima parameter bersifat saling mempengaruhi. Hubungan tersebut direpresentasikan dalam lima pertanyaan berikut:
1.       Apakah proyek berjalan tepat waktu? [waktu]
2.       Apakah proyek berjalan sesuai anggaran? [biaya]
3.       Apakah tujuan proyek terpenuhi? [cakupan]
4.       Apakah konsumen/klien puas? [kualitas]
5.       Apakah tidak ada kerusakan pada sumber daya, baik tim, hubungan antar tim, dan peralatan? [sumber daya]
Penambahan cakupan kegiatan akan menambah waktu dan biaya. Penambahan ini juga berdampak pada penambahan sumber daya yang digunakan. Dalam penambahan kegiatan, kualitas hasil proyek harus tetap . Ketidakberimbangan antara  kelima faktor tersebut akan mengakibatkan kerusakan pada sumber daya atau penurunan kualitas.
Menurut Soeharto (2002), proyek dapat berasal dari beberapa sumber berikut ini:
1.       Rencana Pemerintah; proyek-proyek yang digunakan untuk kepentingan umum dan masyarakat. Misalnya proyek pembangunan jalan, bandara, bendungan dan lain lain.
2.       Permintaan pasar; hal ini terjadi jika suatu pasar memerlukan kenaikan jenis produk dalam jumlah produk. Permintaan tersebut dapat dipenuhi dengan jalan membangun sarana produksi baru.
3.       Dari kebutuhan internal suatu perusahaan; hal ini terjadi jika terdapat desakan keperluan untuk meningkatkan suatu hasil kerja. Misalnya proyek pembaruan sistem informasi perusahaan, pembangunan pabrik baru dan lain lain.
4.       Dari kegiatan penelitian dan pengembangan; dari kegiatan tersebut dihasilkan suatu produk yang diperkirakan akan banyak memberikan manfaat. Misalnya pengadaan obat-obatan dan bahan kimia lainnya.
Dalam perealisasian proyek, darimanapun sumber proyek tersebut akan melewati tiga tahapan siklus proyek pada halaman 1. Perencanaan keseluruhan proyek dimulai pada tahap pra investasi, Kegiatan pra invetasi ini meliputi pembuatan studi pra kelayakan dan studi kelayakan. Studi kelayakan dibuat berdasar hasil studi pra kelayakan. Masing-masing studi memiliki aspek-aspek yang harus dikaji (UNIDO 1991).

B.2. Pengertian dan Aspek Kajian Kelayakan
B.2.1 Pengertian Studi Pra Kelayakan
Studi pra kelayakan merupakan studi yang dilakukan berdasar hasil pengembangan suatu konsep produk atau jasa. Tujuan utama studi ini adalah mengetahui konsisi ideal suatu produk sebelum dikembangkan menjadi skala produksi yang lebih besar. Cakupan studi meliputi aspek pasar, teknis, dan finansial. Pada aspek pasar dilakukan analisis mengenai kondisi pasar yang akan dimasuki suatu produk atau jasa. Pada aspek teknis dilakukan analisis mengenai teknologi proses produksi, dan peralatan produksi dalam kondisi ideal (pilot). Pada aspek finansial dilakukan analisis mengenai peluang  permodalan yang ada dan kondisi kemampuan modal yang saat ini dimiliki (Soeharto 1999).
Studi ini memiliki cakupan studi yang sedikit, namun cukup untuk merepresentasikan peluang produk yang akan dikembangkan. Jika hasil analisis adalah produk dinilai memiliki peluang besar dalam persaingan pasar, maka analisis dilanjutkan pada studi kelayakan. Namun jika hasil akhirnya dinilai memiliki peluang kecil, rencana pengembangan dapat dihentikan sejak dini atau dilakukan peninjauan ulang (Soeharto 2002).

B.2.2. Pengertian Studi  Kelayakan
Studi kelayakan merupakan studi lanjutan dari studi pra kelayakan. Produk dapat mencapai kondisi layak pada studi pra kelayakan, namun belum tentu mencapai layak ketika ditranslasikan dalam skala industri pada studi kelayakan. Cakupan analisis  pada studi kelayakan lebih luas, karena hasil analisis inilah yang akan digunakan sebagai dasar pelaksanaan proyek. UNIDO (1991) menjelaskan, studi kelayakan merupakan studi yang bertujuan untuk mereduksi pekerjaan-pekerjaan yang tidak berguna, menciptakan rangkaian pekerjaan secara komprehensif, dan menginformasikan peraturan-peraturan yang dapat dijadikan acuan oleh para pelaku industri saat berhubungan dengan stakeholder lain. Suratman (2002) mendefinisikan studi kelayakan sebagai studi untuk menilai proyek yang akan dikerjakan di masa mendatang. Penilaian di sini adalah memberikan rekomendasi apakah suatu proyek layak dikerjakan atau ditunda terlebih dahulu dengan saran-saran pengembangan. Soeharto (2002) menjelaskan studi kelayakan merupakan studi menyeluruh terhadap seluruh aspek kelayakan proyek/ investasi. Nurmalina et.al (2009) menyebutkan bahwa studi kelayakan merupakan penelaahan atau analisis tentang apakah suatu kegiatan investasi dapat memberikan manfaat atau hasil jika dilaksanakan. Berdasarkan keseluruhan defnisi tersebut dapat disimpulkan bahwa studi kelayakan merupakan suatu studi menyeluruh terhadap aspek-aspek kelayakan proyek guna menciptakan rangkaian pekerjaan secara komprehensif untuk mengetahui apakah suatu proyek layak dijalankan atau tidak.

B.2.3. Aspek Kajian Studi Kelayakan
Proyek bersifat temporal. Dalam suatu batas waktu, dilakukan pemanfaatan sumber daya untuk menghasilkan suatu produk atau jasa. Namun untuk mencapai tahap pelaksanaan proyek tersebut terdapat sistematika pengkajian aspek-aspek yang harus dilakukan. Aspek-aspek tersebut adalah aspek pasar dan pemasaran, teknis dan teknologis, finansial, manajemen, AMDAL serta dampak lingkungan (Suratman 2002). Aspek-aspek tersebut merupakan aspek umum yang harus dianalisis dalam suatu studi kelayakan proyek. Secara baku, UNIDO (1991) menentukan aspek kajian  mencakup (1) Pasar dan konsep pemasaran, (2) Bahan baku dan penyediaannya, (3) Lokasi, tata letak, dan lingkungan, (4)Teknis dan teknologis, (5) Organisasi dan biaya keseluruhan, (6) Sumber daya manusia, (7)Perencanaan biaya, (8) Analisis finansial dan pendekatan investasi. Umar (2003) mengklasifikasi materi yang diteliti dalam studi kelayakan menjadi 3 komponen, seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Materi dalam Studi Kelayakan
No
Komponen
Aspek yang Diteliti
1
Pasar
Pasar Konsumen dan Produsen
2
Internal Perusahaan
Pemasaran
Teknik dan Teknologi
Manajemen
Sumber daya Manusia
Keuangan
3
Lingkungan
Politik, Ekonomi, dan Sosial
Lingkungan Industri
Yuridis (Legal)
Lingkungan hidup
Sumber : Umar (2003)

Menurut Nurmalita et.al (2009), materi kajian dalam studi kelayakan dapat dibagi menjadi 6 aspek yaitu aspek pasar          , aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya, aspek lingkungan, aspek finansial (keuangan). Ruang lingkup materi telaah ini bergantung pada tujuan yang dititikberakan pada pembuatan studi kelayakan. Pada penelitian ini, aspek yang diteliti mencakup aspek pasar dan pemasaran, aspek legal dan yuridis, aspek teknis dan teknologis, aspek lingkungan, aspek manajemen, aspek finansial, dan aspek strategi pengembangan. Penjelasan keseluruhan aspek tersebut adalah sebagai berikut:

B.2.3.1. Aspek Pasar dan Pemasaran
i. Pasar
Umar (2003) menjelaskan bahwa pasar  merupakan kumpulan orang-orang yang mempunyai keinginan untuk puas, uang untuk belanja, dan kemauan untuk membelanjakannya. Terdapat 3 faktor yang menunjang terjadinya pasar yaitu subyek dengan segala keinginannya, daya beli subyek, dan tingkah laku subyek. Ukuran pasar ditentukan oleh permintaan konsumen akan produk dan skala industri menentukan jumlah penawaran produk kepada konsumen. Amir (2005) mempersempit definisi pasar menjadi pihak-pihak yang membeli produk kita saat ini dan berpotensi untuk membeli produk kita. Pasar juga dibagi menjadi 2 yaitu pasar konsumen dan pasar bisnis. Pasar konsumen merupakan pihak secara individu yang membeli produk untuk dikonsumsi secara langsung sebagai pengguna akhir. Pasar bisnis merupakan pihak secara organisasi membeli barang untuk dikonsumsi, diolah kembali, atau dijual kembali.
Soeharto (2002) menjelaskan bahwa pada aspek pasar terdapat dua tahap kajian. Pada kajian studi pra kelayakan, dilakukan analisis pendahuluan yang mencakup :
1.       Sifat pasar; bagaimana kondisi persaingan pasar yang ada, besarnya permintaan akan produk, dan potensi pasar.
2.       Perilaku konsumen; siapa yang menjadi konsumen, dorongan yang menyebabkan konsumen membeli, kapan dan dimana terjadi pembelian, volume berdasar musim atau relatif tetap.
3.       Lingkungan pasar; bagaimana kondisi di luar pasar yang mencakup politik, kebijakan pemerintah, dan kondisi sosial masyarakat.
Pada kajian studi kelayakan, dilakukan analisis yang mencakup:
1.       Segmen pasar; ketentuan segmen pasar yang akan dijadikan sasaran.
2.       Pola dan jaringan distribusi; bagaimana produk akan didistibusikan pada konsumen.
3.       Promosi; pemilihan cara dan media promosi, serta besar skala promosi yang dilakukan.
ii. Pemasaran
Pemasaran merupakan konsep strategi penjualan produk untuk mencapai tujuan bisnis (UNIDO 1991). Strategi ini ditentukan setelah mengetahui kodisi pasar yang akan dimasuki. Analisis pemasaran berada dalam analisis studi kelayakan yang telah disebutkan di atas. Namun, Umar (2003) menjelaskan bahwa pemasaran dapat dilakukan melalui 3 langkah yaitu segmentasi pasar, pentargetan pasar, dan pemposisian pasar.        
Segmentasi pasar ditentukan dengan basis demografis (kependudukan), geografis (lokasi), dan psikografis (kebiasaan dan tingkah laku). Selanjutnya segmentasi pasar dapat dibagi menjadi 4 yaitu pemasaran segmen, pemasaran ceruk (niche), pemasaran lokal, dan pemasaran individual (Amir 2005). Berikut penjelasannya :
1.       Pemasaran segmen : Pembagian kelompok pasar berdasar keinginan, daya beli, lokasi geografis, sikap, dan kebiasaan yang relatif serupa. Contoh: setiap petani membutuhkan pupuk NPK, setiap petani sayur membutuhkan insektisida.
2.       Pemasaran niche : Pembagian kelompok pasar dari sebuah segmen pasar. Contoh: dalam pasar pupuk NPK, terdapat petani yang menggunakan pupuk Kujang, pupuk Pusri, dan pupuk Kaltim dan lain lain.
3.       Pemasaran lokal : Pembagian pasar berdasar areal perdagangan tertentu. Contoh: penjualan pestisida akan berbeda untuk areal petani teh, petani sawit, dan petani kelapa pada daerah tertentu.
4.       Pemasaran individual : Pemasaran produk langsung pada pengguna akhir. Contoh : penjualan pestisida pada petani-petani pemilik Perkebunan Rakyat.
Pentargetan pasar merupakan tindakan lanjut dari segmentasi. Hasil segmentasi pasar adalah adanya informasi jumlah pasar. Pada pentargetan pasar dilakukan pemilihan, pada bagian mana dari sejumlah pasar yang dan akan diambil (Amir 2005). Pemposisian pasar merupakan tindakan memperhatikan bagaimana posisi perusahaan terhadap konsumen. Hal yang diperhatikan adalah keberadaan dan daya kompetitif pesaing (Umar 2003)

B.2.3.2. Aspek Legal dan Yuridis
Setiap negara memiliki peraturan tersendiri mengenai pendirian suatu industri baru. Panduan peraturan pendirian industri ditentukan di Indonesia oleh Undang-Undang yang dalam pelaksanaannya diatur oleh Kementrian Perindustrian. Etriya (2010) menjelaskan bahwa bentuk badan usaha terdiri dari dua kelompok yaitu Badan Usaha Tidak berbadan hukum dan Badan Usaha Berbadan hukum. Badan Usaha Tidak berbadan hukum terdiri dari Persekutuan, Firma (Fa), dan Persekutuan Komanditer (CV). Bentuk Badan Usaha Berbadan Hukum adalah Perseroan Terbatas. Berikut penjelasan masing-masing bentuk badan usaha:
i. Badan Usaha Tidak Berbadan Hukum
i.1 Persekutuan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) pasal 618-1652 dalam Etriya (2010) mendefinisikan Persekutuan sebagai berikut:
Suatu perjanjian dimana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan dengan maksud membagi keuntungan yang terjadi. 
Bentuk badan usaha ini memiliki ciri-ciri:
1.       Setiap anggota bertanggung jawab sendiri-sendiri
2.       Tidak mempunyai aset kekayaan
3.       Menggunakan nama salah satu anggota dan tidak boleh menggunakan nama bersama
4.       Setiap anggota tidak dapat mengikat anggoata lain, kecuali telah memberi kuasa
5.       Bebas menentukan keuntungan dan kerugian
6.       Persekutuan bubar jika waktu perjanjian habis atau salah satu anggota meninggal

i.2 Firma
Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 16-35 dalam Etriya (2010) mendefinisikan Firma sebagai berikut:
Suatu usaha (perusahaan) yang didirikan untuk menjalankan suatu usaha di bawah nama bersama atau Firma. Firma yaitu nama yang digunakan untuk berusaha bersama-sama.
Bentuk badan usaha ini memiiliki ciri-ciri:
1.       Setiap anggota bertanggung jawab penuh terhadap perbuatan mitranya
2.       Mempunyai aset kekayaan
3.       Menggunakan nama bersama untuk firma
4.       Anggota saling terikat dan tidak diperlukan surat kuasa
5.       Firma dapat bubar jika salah satu anggota meninggal. Firma dapat terus berjalan dengan alternatif berikut: Firma lama bubar dan berganti dengan firma baru. Firma lama dapat tetap berjalan dengan mengganti anggota yang meninggal dengan anggota yang baru

i.3 Persekutuan Komanditer (CV)
Persekutuan Komanditer (CV) merupakan badan usaha yang terdiri dari 2 atau lebih orang yang terbagi menjadi 2 pihak yaitu Mitra Aktif dan Mitra Pasif. Mitra aktif merupakan pengurus usaha hingga ke harta pribadinya, sedangkan mitra pasif hanya bertanggung jawab sebesar modal yang diberikan (Etriya 2010). Bentuk badan usaha ini memilki ciri-ciri:
1.       Mitra aktif bertanggung jawab penuh terhadap badan usaha hingga aset pribadinya sedangkan mitra pasif bertanggung jawab sebesar modal yang diberikan
2.       Mempunyai aset kekayaan
3.       CV bubar jika anggota meninggal

ii. Badan Usaha Berbadan Hukum
Bentuk badan usaha ini secara umum adalah Perseroan Terbatas. Badan usaha ini adalah badan usaha yang didirikan oleh 2 orang atau lebih berdasarkan Akta Pendirian yang dibuat oleh pejabat pemerintah atau notaris, telah memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan HAM, telah melaksanakan Wajib Daftar Perusahaan, dan telah diumumkan dalam Tambahan Berita Negara (Etriya 2010). Badan usaha ini memiliki ciri-ciri:
1.       Kepemilikan badan usaha ditentukan berdasar persentase saham
2.       Mempunyai aset pribadi dan terpisah dari aset pribadi pemegang saham
3.       Jika salah satu pemegang saham meninggal, perusahaan tetap berjalan
4.       Saham dan piutang dapat diwariskan
5.       Pembagian keuntungan berdasar proporsi kepemilikan saham
6.       Kekuasaan tertinggi berada di Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Perseroan Terbatas memiliki 5 jenis bentuk berdasar pemodalannya yaitu sebagai berikut:
1.        PT Tertutup, merupakan PT biasa dengan modal dasar minimal Rp.20.000.000. Ketentuan mengenai jenis PT ini terdapat dalam Undang-undang No 1 tahun 1995.
2.        PT Penanaman Modal Dalam Negeri, merupakan PT yang telah mendaftarkan dan memperoleh persetujuan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk mendapat fasilitas penanaman modal. Ketentuan mengenai jenis PT ini terdapat dalam Undang-undang No 6 tahun 1968 dan Undang-undang No 12 tahun 1970 tentang Penananaman Modal dalam Negeri.
3.        PT Penanaman Modal Asing, merupakan PT yang  telah  mendaftarkan dan memperoleh persetujuan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal  (BKPM)  untuk mendapat fasilitas penanaman modal asing (luar negeri). Ketentuan mengenai jenis PT ini terdapat dalam Undang-undang No 1 tahun 1967 dan Undang-undang No 11 tahun 1970 tentang Penananaman Modal Asing.
4.        PT Terbuka, merupakan PT yang membuka dirinya untuk publik di Pasar Modal. Saham PT harus dimiliki minimal 300 pemegang saham, serta memiliki modal pada pasar Modal sebesar 3 milyar rupiah. Ketentuan mengenai jenis PT ini terdapat dalam Undang-undang No 1 tahun 1995 dan Undang-undang No 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal.
5.        PT Perseroan, merupakan PT yang dimiliki 100% oleh negara dengan berbentuk Perusahaan Negara (PN). Ketentuan mengenai jenis PT ini terdapat dalam Undang-undang No 9 tahun 1969 dan Undang-undang No 12 tahun 1998 tentang PT Persero.

B.2.3.3. Aspek Teknis dan Teknologis
Nurmalina (2009) menyebutkan bahwa aspek teknis merupakan perencanaan proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah pembangunan fisik selesai. Pada industri manufaktur , Umar (2003) mengelompokkan permasalahan teknis dan teknologis menjadi 3 yaitu:
a. Kelompok masalah Posisi Perusahaan, yaitu masalah sesuai tidaknya keberadaan perusahaan dengan kebutuhan masyarakat. Persoalan-persoalan utamanya adalah:
  • Pemilihan strategi produksi
  • Pemilihan dan perencanaan produk
  • Perencanaan kualitas
b. Kelompok masalah Desain, yaitu masalah desain operasi yang meliputi letak pabrik, tata letak ruangan, lingkungan kerja, proses operasi, teknologi yang digunakan, dan rencana kapasitas mesin yang digunakan. Persoalan-persoalan utamanya adalah:
  • Pemilihan teknologi                              Perencanaan lolasi pabrik
  • Perencanaan kapasitas pabrik           Perencanaan tata letak pabrik
c. Kelompok Masalah Operasional, yaitu masalah yang timbul saat industri sudah beroperasi. Persoalan-persoalan utamanya adalah :
  • Perencanaan jumlah produksi            Materials Requirement Planning
  • Manajemen persediaan                       Pengawasan kualitas produk

Permasalahan teknis dan teknologis dalam Nurmalina (2009) lebih ditekankan pada permasalahan desain. Hal yang dikaji adalah lokasi industri, luas produksi, proses produksi, layout industri, dan pemilihan jenis teknologi dan peralatan. Variabel utama untuk menentukan lokasi  industri adalah ketersediaan bahan baku, lokasi pasar yang dituju, tenaga listrik dan air, tenaga kerja, dan fasilitas transportasi. Variabel  lainnya yang patut diperhatikan adalah iklim daerah, sikap masayarakat sekitar, dan rencana masa depan perusahaan (Nurmalina 2009). Luas produksi merupakan jumlah produk yang harus diproduksi untuk mencapai keuntungan optimal. Variabel yang diperhatikan adalah ukuran pasar yang telah ditentukan, kapasitas ekonomis mesin, jumlah dan kemampuan tenaga kerja pengelola proses produksi, kemampuan manajemen dan finansial perusahaan, dan kemungkinan adanya perubahan teknologi yang lebih baik (Nurmalina 2009). Proses produksi dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu batch, kontinu, dan semi kontinu. Pemilihan tipe proses disesuaikan dengan karakteristik produk. Secara umum untuk tipe proses kontinu membutuhkan peralatan dengan teknologi handal (Ahmad 2003 dalam Nurmalina 2009). Pemilihan teknologi yang digunakan dapat mengikuti tipe proses yang dipakai dan karakteristik bahan baku. Layout industri merupakan gambaran penempatan fasilitas-fasilitas yang dimiliki perusahaan. Kriteria yang dapat digunakan untuk evaluasi layout pabrik adalah adanya konsistensi dengan teknologi produksi, adanya kelancaran arus produksi, penggunaan ruang yang optimal, terdapat kemungkinan untuk dengan mudah melakukan penyesuaian, minimasi biaya produksi dan adanya jaminan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. Apple (1990) menjelaskan bahwa, pola aliran  barang atau alur arus barang secara umum dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk yaitu :
1.       Pola aliran lurus, digunakan untuk proses produksi yang pendek, relatif sederhana, dan hanya menggunakan komponen atau peralatan yang sedikit (Gambar 11).
2.       Pola aliran ulat atau zig-zag, digunakan untuk proses yang lintasannya lebih panjang dibanding ruangan yang digunakan. Lintasan yang berkelok-kelok memberikan total lintasan yang lebih panjang (Gambar 12).
3.       Pola aliran U, digunakan untuk proses yang produk akhirnya ditujukan berdekatan dengan tempat awal proses karena alasan pemakaian mesin bersama, desain tata ruang, atau seperti alasan pada pola aliran ulat (Gambar 12).
4.       Pola aliran melingkar, digunakan pada proses yang terdapat 2 atau 3 titik proses yang menggunakan mesin yang sama (Gambar 12).
5.       Pola aliran sudut ganjil, pola ini merupakan pola sembarang yang digunakan jika pola yang lain tidak memungkinkan digunakan (Gambar 12).
1
2
6
3
4
5
 



Gambar 11. Pola Aliran barang industri bioinsektisida (Apple 1990 dengan penyesuaian)

5
3
4
2
1
6
7
9
8
1
6
5
4
3
2
7
1
6
5
4
3
7
2
7
6
5
4
3
2
1
 







(a). Pola Zig-zag                   (b). Pola U                  (c). Pola Melingkar         (d) Pola Sembarang
Gambar 12. Pola-pola aliran barang (Apple 1990 dengan penyesuaian)

Pola aliran barang merupakan dasar penataan ruang. Tata letak ruang dipengaruhi oleh diagram alir produksi. Terdapat ruang yang mutlak berdekatan atau sebaliknya. Muther (1973) dalam Apple (1990) menjelaskan bahwa pola tata ruang dapat ditentukan dengan metode Total Closeness Rate. Metode Total Closeness Rate merupakan metode yang menghitung tingkat kepentingan kedekatan ruang dengan keterangan sebagai berikut :
1.       A = Absolutely necessary, mutlak harus berdekatan, nilai V (rij = A) = 34 = 81
2.       E = Especially important, membutuhkan kedekatan khusus, nilai V (rij = E) = 33 = 27
3.       I = Important,  penting berdekatan, nilai V (rij = I) = 32 = 9
4.       O = Ordinary, bisa berdekatan atau tidak, nilai V (rij = O) = 31 = 3
5.       U = Unimportant, tidak penting berdekatan, nilai V (rij = U) = 3o= 1
6.       X = Not desirable, mutlak harus berjauhan, nilai V (rij = X) = -243
Metode ini digunakan untuk industri yang memiliki kegiatan kompleks dimana setiap kegiatan dalam industri memiliki keterkaitan dan saling mempengaruhi kuat. Metode ini umum digunakan pada industri manufaktur (Apple 1990).

B.2.3.4. Aspek Lingkungan
Aspek lingkungan dapat dibagi menjadi dua bagian analisis yaitu lingkungan industri dan lingkungan hidup. Lingkungan industri merupakan komponen-komponen diluar perusahaan yang masih bersinggungan langsung dengan operasional perusahaan. Pihak-pihak tersebut diantaranya pesaing, pemasok bahan baku, dan pembeli. Lingkungan hidup merupakan ekosistem dimana industri tersebut berada (Umar 2003). Lingkungan industri akan dibahas pada aspek pasar dan pemasaran. Pada aspek ini, analisis akan lebih ditekankan pada aspek lingkungan hidup.
Secara umum untuk pendirian suatu industri, suatu perusahaan harus memenuhi persyaratan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). AMDAL merupakan konsep yang dikembangkan oleh negara-negara maju sejak tahun 1970 dengan nama Environmental Impact Analysis atau Environmental Imppact Assesment (EIA). AMDAL harus dilakukan karena ini merupakan peraturan pemerintah dan agar dapat dialakukan tindakan antisipatif untuk tetap menjaga kualitas lingkungan melalui beroperasinya proyek industri. Salah satu aspek AMDAL yang diperhatikan adalah penanganan limbah (Umar 2003).
Metode penanganan limbah terdiri dari tiga tingkatan yaitu pengolahan primer, sekunder, dan tersier/ advance. Pengolahan primer merupakan pengolahan untuk mengurangi nilai variasi limbah, menetralkan nilai pH, dan membentuk flokulan-flokulan limbah agar mudah dipisahkan. Pengolahan sekunder dilakukan jika pengolahan primer tidak cukup. Fungsi pengolahan ini adalah untuk mengurangi nilai BOD (Biological Oxygen Demand) dan untuk mempersiapkan efluent yang akan diolah pada pengolahan tersier. Pengolahan Tersier dilakukan pada jenis limbah berbahaya yang mengandung nitrit dan amonium dalam konsentrasi tinggi. Pengolahan tersier juga dilakukan untuk mengurangi karbon yang terikat.

B.2.3.5. Aspek Manajemen
i. Manajemen
Manajemen dalam  bisnis berfungsi dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian. Kegiatan pelaksanaan dan pengendalian akan dikerjakan sesuai hierarki perusahaan yang  terbentuk. Hal penting yang harus diperhatikan dalam kegiatan manajemen adalah perencanaan. Perencanaan secara manajemen dapat dibagi menjadi 2 yaitu perencanaan strategis dan perencanaan operasional (Umar 2003). Perencanaan strategis merupakan perencanaan yang berfokus pada bagaimana manajemen puncak menentukan visi, misi, falsafah, dan strategi perusahaan untuk pencapaian jangka panjang. Perencanaan operasional merupakan perencanaan-perencanaan jangka pendek yang diimplementasikan dalam kegiatan industri sehari-hari.
Suratman (2002) menjelaskan bahwa perencanaan operasional yang dilakukan pada aspek manajemen mencakup perencanaan alokasi waktu dan sumberdaya manusia. Perencanaan ini meliputi lima parameter yang telah disebutkan pada Gambar 10 (halaman 9). Cakupan kegiatan diperoleh berdasarkan hasil analisis pasar dan pemasaran, analisis teknis dan teknologis, aspek legal dan yuridis, serta aspek lingkungan. Hasil kegiatan tersebut dirinci menggunakan metode Work Breakdown Structure, yaitu metode untuk menguraikan kegiatan yang harus dilakukan selama proyek berjalan. WBS dapat diinisiasikan dari tiga pendekatan yaitu WBS berdasar fase, berdasar hasil, atau berdasar peran. WBS yang dibuat bermanfaat untuk menentukan struktur organisasi. Bagi proyek dengan tujuan industri, umumnya WBS dilakukan berdasarkan peran. Hal ini dilakukan guna memudahkan penentuan wewenang dan tanggung jawab masing-masing sumber daya manusia yang ada. Hal tersebut juga membantu dalam mengalokasikan jumlah SDM (Mingus 2006). Selanjutnya, kegiatan yang telah dirinci disusun dalam bagan pengendalian. Bagan tersebut adalah bagan yang berisi perencanaan waktu pelaksanaan proyek. Terdapat beberapa metode dalam membuat bagan pengendalian. Berikut metode yang digunakan saat ini:
1.       Crtical Path Method/ Metode Jalur Kritis (Soeharto 1999)
Jalur kritis merupakan jalur yang memiliki rangkaian komponen kegiatan dengan total waktu terlama namun merupakan jalur yang memerlukan waktu penyelesaian tercepat. Metode ini digunakan untuk mengetahui alokasi waktu dan sumber daya terpenting pada suatu proyek yang memiliki tingkat komplektisitas tinggi. Jalur kritis menentukan ketepatan waktu proyek berjalan. Terdapat beberapa terminologi perhitungan sebagai berikut:
·         TE = E; waktu paling awal peristiwa dapat terjadi (earliest time of occurance). Semua kegiatan dimulai dari node yang memiliki waktu tersebut.
·         TL = L; waktu paling akhir peristiwa boleh terjadi (latest allowable event/occurance time). Merupakan waktu paling lambat yang masih diperbolehkan bagi suatu peristiwa untuk terjadi.
·         ES; waktu paling awal suatu kegiatan / earliest start time.
·         EF; waktu selesai paling awal/ earliest finish time.
·         LS; waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai/ latest allowable start time.
·         LF; waktu paling akhir kegiatan boleh selesai/ latest allowable finish time.
·         D; kurun waktu suatu kegiatan.
Dalam menentukan jalur kritis, diperlukan informasi dari hasil penentuan cakupan kegiatan. Hasil akhir dari metode ini adalah berupa angka dengan satuan waktu (jam/ hari/bulan).

2.       Program Evaluation and Review Technique/ Teknik Evaluasi dan Review Proyek (Soeharto 1999)
PERT merupakan metode untuk menentukan jalur yang memiliki rentang waktu pelaksanaan paling cepat dilaksanakan. Berbeda dengan CPM yang memberikan angka pasti pada jalur kritisnya, pada metode ini nilai yang dihasilkan adalah rentang nilai. Terdapat beberapa terminologi perhitungan sebagai berikut:
·         a = kurun waktu optimistik (optimistic duration time), merupakan waktu tersingkat untuk menyelesaikan kegiatan bila segala sesuatunya berjalan mulus.
·         m = kurun waktu paling mungkin (most likely time), merupakan kurun waktu yang paling sering terjadi dibanding yang lain.
·         b = kurun waktu pesimistik (pessimistic duration time), merupakan waktu paling lama untuk menyelesaikan kegiatan.

3.       Diagram Gantt (Mingus 2006)
Diagram Gantt merupakan metode pengendalian yang banyak digunakan oleh pelaku proyek. Berbeda dengan metode CPM dan PERT, diagram Gantt merupakan bagan diagram yang menunjukkan urutan kegiatan dari awal proyek hingga akhir. Langkah dalam menggambar diagram Gantt adalah sebagai berikut:
·         Meninjau hasil hubungan kegiatan; memastikan bahwa kegiatan yang ada memiliki hubungan yang jelas antara waktu dimulai dan waktu diakhiri kegiatan.
·         Meninjau penugasan SDM; memeriksa kembali pengalokasian tenaga kerja yang ada, apakah dapat sesuai dengan keahlian.
·         Meninjau kalender jadwal; membuat diagram memanjang pada hasil alokasi waktu hari kerja.
·         Meninjau jadwal proyek; memeriksa kembali pengalokasian waktu yang ada.
Seperti dijelaskan sebelumnya pada halaman 16, aspek manajemen merupakan aspek yang mencakup perencanaan, pengorganisian, pembagian tugas dan wewenang, serta pengendalian. Aktivitas tersebut dilakukan untuk mengalokasikan sumber daya dan merencanakan kegiatan dengan tepat.

ii. Organisasi
Umar (2003) menjelaskan bahwa dalam melakukan pengorganisasian harus diawali dengan penentuan tujuan organisasi. Tujuan yang jelas akan mempermudah penetapan bentuk organisasi pembentukan struktur organisasi, dan kebutuhan sumber daya manusia. Penetapan bentuk organissi berkaitan dengan aspek legal dan yuridis. Pembentukan struktur merupakan langkah untuk memperjelas tugas dan wewenang setiap bagian pekerja dalam bentuk suatu struktur. Terdapat 4 jenis basis dalam menentukan struktur organisasi yaitu (Umar 2003):
1.       Berdasar strategi;  strategi organisasi merupakan tindak lanjut dari tujuan proyek. Strategi akan mempengaruhi aliran informasi serta mekanisme pengambilan keputusan.
2.       Berdasar teknologi; teknologi produksi yang kompleks menuntut spesifikasi kerja yang lebih detail. Hal ini akan berpengaruh pada pengaturan organisasi.
3.       Berdasar manusia; sumber daya manusia (SDM) merupakan sumber daya yang menentukan struktur tersebut. Kecakapan masing-masing SDM menentukan tipe struktur yang dibuat.
4.       Berdasar ukuran industri; industri yang besar akan berpengaruh pada spesialisasi yang lebih rinci.
Bentuk organisasi juga dapat dibagi menjadi 5 jenis yaitu (Umar 2003):
1.       Garis; bentuk organisasi dengan jumlah karyawan sedikit, organisasi relatif kecil, dan spesialisasi yang rendah.
2.       Fungsional; bentuk organisasi dimana pimpinan berhak memberikan perintah pada bawahan, sepanjang perintah tersebut masih berhubungan dengan fungsi pimpinan tersebut. Terkadang terdapat kerancuan bagi pegawai yang diperintah. Pegawai dapat memperoleh perintah dari dua atau lebih pimpinan.
3.       Garis dan staf; bentuk organisasi yang dikembangkan dari bentuk organisasi garis, karena organisasi bertambah besar. Pada setiap pimpinan terdapat staff tambahan selain pegawai yang dibawahinya. Staf ini bertugas untuk membantu tugas pimpinan yang mulai kompleks.
4.       Gabungan; bentuk organisasi kombinasi dari bentuk yang telah ada. Bentuk ini disesuaikan dengan kebutuhan organisasi.
5.       Matriks; merupakan bentuk organisasi kompleks yang umum diaplikasikan pada industri atau proyek besar. Terdapat hubungan wewenang antar pimpinan. Pegawai juga memiliki garis komando lebih dari satu.
Pembagian ini berdasar tingkat kompleksitas organisasi. Bentuk garis merupakan bentuk organisasi paling sederhana, sedangkan bentuk matriks merupakan bentuk organisasi paling kompleks.
Siswanto (2009) menyatakan bahwa pembagian tugas dan wewenang dalam struktur organisasi pada dasarnya terdiri dari Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling. Kombinasi keempat tugas tersebutlah yang menjadi dasar pembagian tugas. Berikut penjelasan masing-masing komponen :
a.       Perencanaan (Planning), perencanaan dalam tugas organisasi adalah:
·         Menetapkan, mendeskripsikan, dan menjelaskan tujuan
·         Memperkirakan kinerja dan menetapkan syarat
·         Menetapkan dan menjelaskan tugas untuk mencapai tujuan
·         Menetapkan rencana penyelesaian
·         Menetapkan kebijakan
·         Merencanakan standar-standar dan metode penyelesaian
·         Mengetahui lebih dahulu permasalahan yang akan datang dan mungkin terjadi
b.       Pengorganisasian (Organizing), pengorganisasian dalam organisasi adalah:
·         Mendeskripsikan pekerjaan dalam tugas pelaksanaan
·         Mengklasifikasikan tugas pelaksanaan dalam pekerjaan operasional
·         Mengumpulkan pekerjaan operasional dalam kesatuan yang berhubungan dan dapat dikelola
·         Menetapkan syarat pekerjaan
·         Mengkaji dan menempatkan individu pada pekerjaan yang tepat
·         Mendelegasikan otoritas yang tepat kepada masing-masing manajemen
·         Memberikan fasilitas ketenagakerjaan dan sumberdaya lainnya
·         Menyesuaikan organisasi ditinjau dari sudut hasil pengendalian

c.        Penggerakan (Actuating), penggerakkan dalam organisasi adalah:
·         Memberitahu dan menjelaskan tujuan kepada para bawahan
·         Mengelola dan mengajak para bawahan untuk bekerja semaksimal mungkin
·         Membimbing bawahan untuk mencapai standar operasional (pelaksanaan)
·         Mengembangkan bawahan untuk merealisasikan kemungkinan sepenuhnya
·         Memuji dan memberikan sanksi secara adil
·         Memberi hadiah melalui penghargaan dan pembayaran untuk pekerjaan yang diselesaikan dengan baik
·         Memperbaiki usaha penggerakan dipandang dari sudut hasil pengendalian

d.       Pengendalian (Controlling ), pengendalian dalam organisasi adalah:
·         Membandingkan hasil dengan rencana pada umumnya
·         Menilai hasil dengan standar hasil pelaksanaan
·         Memberitahukan alat pengukur
·         Memudahkan data yang detail dalam bentuk yang menunjukkan perbandingan dan pertentangan
·         Menganjurkan tindakan perbaikan apabila diperlukan
·         Memberitahukan anggota tentang interpretasi yang bertanggung jawab
·         Menyesuaikan pengendalian dengan hasil
Keempat cirri tersebut dapat dikombinasikan sesuai kebutuhan pada proyek/ industri yang dijalankan.

B.2.3.6. Aspek Finansial
Studi kelayakan secara sederhana dapat didefinisikan sebagai alat yang digunakan oleh para investor, promotor, dan penyumbang dana sebagai informasi untuk memutuskan apakah akan melakukan investasi. Pada cakupan definisi ini, analisis finansial merupakan pendekatan yang praktis, dimana ada tidaknya keuntungan yang diperoleh dari pemberian investasi (UNIDO 1991).
Investasi yang dilakukan untuk industri baru secara umum berupa dana. Dana tersebut diklasifikasikan dalam aktiva tetap berwujud, aktiva tetap tak berwujud, dan modal kerja. Aktiva tetap berwujud diantaranya tanah, bangunan, gedung pabrik, dan mesin-mesin. Aktiva tetap tak berwujud diantaranya paten,  lisensi, biaya pendahuluan (studi pendahuluan dan survey pasar), biaya pelatihan, dan biaya produk percobaan. Modal kerja atau modal kerja brutto merupakan dana lancar yang dibutuhkan untuk pengadaan persediaan bahan baku, barang setengah jadi, piutang dagang, dan sejumlah cadangan uang tunai (Umar 2003). Sumber investasi dapat diperoleh dari modal pribadi dan modal pinjaman. Pinjaman dapat diperoleh dari perusahaan ventura, bank, dan dari perusahaan mitra. Selain itu modal juga dapat diperoleh dari penjualan saham dan obligasi (Nurmalina et al 2009).
UNIDO (1991) menjelaskan bahwa dalam aspek finansial studi kelayakan, pendekatan yang digunakan untuk menilai adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of  Return (IRR), dan Payback Period (PP). Sedangkan menurut Umar (2003), secara umum investor menilai kelayakan investasi tidak hanya dari tiga pendekatan tersebut tetapi juga dari Profitability Index (PI). Dan menurut Nurmalina et al (2009) masih terdapat 2 pendekatan lagi untuk menilai yaitu Gross Benefit-Cost Ratio dan Net Benefit-Cost Ratio. Berikut penjelasan masing-masing  pendekatan yang digunakan :
a. Net Present Value (Nurmalina et al 2002)
NPV merupakan total nilai selisih nilai total manfaat dan total biaya sepanjang tahun yang ditentukan dengan tingkat suku bunga MARR (minimum attractive rate of return)  tetap. Berikut persamaan yang umum dipakai :
NPV= ∑ (Bt-Ct)/(1+i)t ; untuk t=o hingga t= n; dengan
Bt = Pendapatan proyek pada tahun tertentu (Rp)
Ct = Biaya proyek pada tahun tertentu (Rp)
n   = umur proyek (tahun)
i    = tingkat suku bunga MARR (%)
                1/(1+i)t = discount factor pada tahun ke-t
Dengan kriteria penilaian :
                - jika NPV > 0, maka usulan investasi diterima.
                - jika NPV < 0, maka usulan investasi ditolak.
                - jika NPV = 0, maka usulan dipertimbangkan.

b. Internal Rate of Return (Nurmalina et al 2002)
IRR merupakan nilai tingkat suku bunga yang menjadikan NPV = 0. Persamaan yang digunakan secara umum adalah sebagai berikut :
IRR = i (+) + [NPV(+) /(NPV(+) + NPV(-))](i(-) – i(+), dengan
i (+)                =  suku bunga yang menghasilkan nilai NPV positif
i (-)                 =  suku bunga yang menghasilkan nilai NPV negatif
NPV(+)      =  NPV positif
NPV(-)       =  NPV negatif
dengan kriteria penilaian, jika IRR > tingkat suku bunga MARR (i), maka investasi dapat diterima.

c. Payback Period (Nurmalina et al 2002)
PP merupakan periode yang dibutuhkan untuk menutup kembali pengeluaran investasi. Secara umum persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
PP = (nilai investasi/ kas masuk bersih/tahun) tahun, dengan kriteria penilaian
-jika nilai PP kurang dari nilai PP yang diinginkan investor maka investasi layak diterima, secara umum semakin pendek PP-nya maka investor semakin menyukai.
Metode ini umumnya hanya dijadikan pendekatan pendukung, karena konsep ini tidak memperhatikan nilai waktu dari uang.

d. Profitability Index (Nurmalina et al 2002)
PI merupakan perbandingan antara nilai proyek saat ini dengan nilai proyek yang telah diinvestasikan. Secara umum persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
PI = PV kas masuk/ PV kas keluar, dengan PV =Present Value dan kriteria penilaiannya sebagai berikut; jika PI > 1, maka usulan investasi menguntungkan
e. Gross B/C (Nurmalina et al 2002)
Gross B/C merupakan perbandingan dari seluruh nilai manfaat terhadap semua biaya yang dikeluarkan. Secara umum persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Gross B/C= ∑ Bt/(1+i)t/ ∑ Ct/(1+i)t; untuk t=o hingga t= n, 1/(1+i)t = discount factor pada tahun ke-t
Dengan kriteria penilaian :
                - jika Gross B/C > 1, maka usulan investasi diterima
                - jika Gross B/C < 1, maka usulan investasi ditolak

f. Net B/C (Nurmalina et al 2002)      
Net B/C merupakan perbandingan manfaat bersih yang menguntungkan terhadap setiap satu satuan kerugian. Secara umum persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Net B/C = ∑ (Bt-Ct)/(1+i)t/ ∑ (Bt-Ct)/(1+i)t; untuk t=o hingga t= n, dengan
Bt = Pendapatan proyek pada tahun tertentu (Rp)
Ct = Biaya proyek pada tahun tertentu (Rp)
n   = umur proyek (tahun)
i    = tingkat suku bunga MARR (%)
                1/(1+i)t = discount factor pada tahun ke-t
Dengan kriteria penilaian :
                - jika Net B/C > 1, maka usulan investasi diterima
                - jika Net B/C < 1, maka usulan investasi ditolak
Keadaan yang telah dianalisis secara finansial, pada umumnya dapat mengalami perubahan-perubahan. Perubahan harga, keterlambatan waktu pelaksanaan, kenaikan biaya, perubahan nilai suku bunga, dan perubahan nilai uang dapat mengubah nilai yang telah dihitung pada analisis finansial (Nurmalina et al 2009). Oleh karena itu perlu dilakukan Analisis Sensitivitas. Analisis ini merupakan analisis untuk menghadapi ketidakpastian dengan cara mengubah-ubah bersarnya variabel-variabel yang penting (Gittinger 1986 dalam Nurmalina et al 2009).
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                            
B.2.3.7. Aspek Strategi Pengembangan
i.  Pengertian Pengembangan Produk
Kotler dan Amstrong (2008) menjelaskan bahwa setiap Produk memiliki siklus hidup produk (product life cycle), yaitu siklus yang akan ditempuh suatu produk dalam masa penjualan dan kuntungan yang diperolehnya. Siklus hidup ini terdiri dari lima tahapan berbeda sebagai berikut:
1.       Pengembangan produk, adalah masa dimana ketika suatu perusahaan menemukan dan mengembangkan suatu  ide produk baru. Selama pengembangan produk, penjualan masih nol dan biaya investasi perusahaan menumpuk.
2.       Pengenalan, adalah masa dimana produk diperkenalkan pada pasar. Pertumbuhan penjualan lambat dan tidak terjadi keuntungan besar pada tahap ini. Terjadi banyak pengeluaran untuk memperkenalkan produk.
3.       Pertumbuhan, adalah  masa dimana pasar  menerima dengan cepat produk yang ditawarkan dan terjadi peningkatan keuntungan .
4.       Kedewasaan, adalah masa dimana pertumbuhan penjualan dan keuntungan melambat. Hal ini dikarenakan sebagaian besar pasar potensial sudah menerima produk. Tingkat keuntungan stagnan dan cenderung muncul biaya untuk mempertahankan produk dalam persaingan pasar.
5.       Penurunan, adalah masa ketika penjualan mulai menurun dan keuntungan jatuh.

Kotler dan Amstrong (2008) menambahkan bahwa tidak semua produk mengalami keseluruhan tahapan siklus hidup. Terdapat produk yang sudah gugur saat diperkenalkan, terdapat produk yang tidak mengalami penurunan. Produk yang tidak mengalami tahap penurunan merupakan produk yang mengalami dinamika siklus hidup. Secara umum, saat suatu produk berada dalam  tahapan kedewasaan, perusahaan kembali mengembangkan produk melalui promosi, inovasi, dan reposisi produk yang kuat. Pada tahap ini, perusahaan akan kembali mengeluarkan biaya yang besar dan keuntungan cenderung kecil. Hal ini dikarenakan perusahaan  mengeluarkan biaya untuk mempertahankan produk dalam persaingan pasar dan biaya untuk melakukan promosi, inovasi, dan reposisi produk. Tahap ini disebut tahap pengembangan bisnis yaitu pengembangan yang dilakukan pada produk yang sudah dikenal baik oleh pasar. Gambaran siklus hidup produk dijelaskan padaGambar 13.

Pengem-
bangan
produk
Pengena-lan
Pertum-buhan
Kede-wasaan
Penu-runan
Kerugian/ Invesasi (Rp)
Penjualan dan Keuntungan (Rp)
Waktu
Penjualan
Laba
 














Gambar 13. Siklus Hidup Produk
Sumber : Kotler dan Amstrong 2008

ii. Pengembangan Produk Bioinsektisida Bacillus thuringiensis
Jenis bioinsektisida Bt mulai dikomersialkan di Prancis pada tahun 1938 dan hingga kini sudah terdapat 100 jenis spesies yang 90% diantaranya sudah dikomersialkan (Glare et al 2000). Produk dijual dalam bentuk konsentrat cair, serbuk, atau granula. Bioinsektisida yang dihasilkan bermacam-macam tipe, bergantung pada strain mikroba yang digunakan. Bioinsektisida bersifat spesifik kepada hama serangga tertentu sehingga dampak pemakaiannya tidak bersifat toksik terhadap mikroba lain yang bermanfaat.
Bioinsektisida Bt yang dikembangkan diproduksi dengan teknologi fermentasi (He et al.2010). Teknologi ini terbagi menjadi tiga tipe yaitu fermentasi padat, semi padat, dan fermentasi terendam. Pada fermentasi semi padat, biakan bakteri Bt ditumbuhkan pada substrat pasta sedangkan  pada fermentasi terendam  biakan bakteri ditumbuhkan dalam media cair (Dulmage dan Rhodes 1971 dalam Hilwan et al 2006). Fermentasi padat merupakan tipe proses yang baru dan belum banyak dikembangkan seperti 2 tipe fermentasi sebelumnya. Pada fermentasi padat, biakan bakteri ditumbuhkan pada media padat. Penelitian lokal untuk produk berbasis mikroba umumnya menggunakan teknologi fementasi cair. Fermentasi cair merupakan teknologi fementasi yang memudahkan pemantauan proses (Mc Neil dan Harvey 2008).  Dalam pengembangan produk tersebut, acuan yang dijadikan dasar pengembangan produk adalah produksi pada skala laboratorium. Secara umum proses produksi pada skala laboratorium adalah seperti pada Gambar 14.

Gambar 14. Proses Produksi Bioinsektisida secara umum (Hilwan et al 2006 dengan penyesuaian) Keterangan : * = Bacillus thuringiensis

Peralatan yang digunakan dapat ditentukan berdasarkan proses produksi yang dipilih. Pada proses fermentasi diperlukan bioreaktor yang dapat diatur nilai suhu, pH, rasio karbon-nitrogen, aerasi, dan agitasinya. Kondisi pH menentukan daya hidup bakteri. Pada pH ekstrem (terlalu asam/terlalu basa) bakteri akan mati. Nilai pH harus terjaga pada kisaran normal yaitu 6-8. Aerasi dan agitasi berpengaruh pada tingkat pencampuran dan supply oksigen. Pencampuran yang merata mendukung meratanya biomassa pada substrat, sehingga tidak terdapat koloni mikroba yang berkumpul terlalu banyak. Supply oksigen diperlukan mikroba untuk melakukan akivitasnya (Mc Neil dan Harvey 2008). Volume bioreaktor dapat ditentukan berdasar kapasitas produksi yang direncanakan. Pada proses pemanenan produk terdapat beberapa pilihan metode yaitu sentrifugasi, filtrasi, presipitasi, spray drying, atau kombinasi dari metode-metode yang ada (Hilwan et al 2006).
               
iii. Kelembagaan Industri Bioinsektisida
Mintoro et al (1997) menyatakan bahwa kelembagaan adalah suatu badan yang mengandung kumpulan pola-pola perilaku manusia yang dibentuk oleh peraturan-peraturan/adat istiadat sehingga prosedurnya dapat diramalkan dan terdapat kesamaan tujuan  tertentu (mungkin pula tujuan tersebut diperebutkan) yang terjadi secara kontinu.  Indaryanti (2002) menyebutkan bahwa kelembagaan lebih bersifat ikatan sosial yang memiliki mekanisme tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Maskorah (2003) menambahkan bahwa kelembagaan selalu terdiri dari anggota-anggota. Ketiga pendapat ini menguatkan definisi kelembagaan dari Polak (1964), yaitu kelembagaan merupakan asosiasi yang memiliki tujuan pokok mengatur hubungan antar manusia guna memenuhi kebutuhan yang paling penting dari manusia itu sendiri. Dari keempat definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kelembagaan merupakan suatu bentuk asosiasi sosial yang memiliki tujuan pokok dan terdapat peraturan dan nilai-nilai yang mengikat anggotanya.
Industri bioinsektisida lokal akan bersinggungan dengan petani dan bersaing dengan produsen insektisida kimia dan bioinsektisida asing. Masyarakat petani secara umum memiliki ikatan kelembagaan baik formal maupun non-formal. Berdasar tingkatannya kelembagaan dalam  masyarakat petani dibagi dalam empat (4) kategori, yaitu:
1.       Pranata sosial : aturan-aturan yagn dibuat oleh masyarakat secara umum dan agak meluas misalnya sistem sewa, bagi hasil, ijon, pinjam-meminjam antar petani.
2.       Kelompok tani : Kumpulan petani-petani yang bersifat informal. Ikatan dalam kelompok berpangkal pada keserasian dalam arti mempunyai pandangan-pandangan, kepentingan-kepentingan, dan kesenangan-kesenangan yang sama, misalnya kelompok arisan, kelompok pendengar siaran pedesaan
3.       Organisasi/ Perhimpunan Petani : Organisasi petani yang bersifat formal dimana pengurus dan anggota jelas terdaftar. Memiliki anggaran rumah tangga yang tertulis dimana tercantum tujuan, usaha, syarat keanggotaan dana ketentuan lain. Ada Rapat Anggota Tahunan.
4.       Lembaga Instansional : lembaga pelayanan yang ada di pedesaan seperti Koperasi Unti Desa, Lembaga Musyawarah Desa.
Industri insektisida kimia dan bioinsektisida asing sudah membangun kelembagaan mereka. Produk-produk mereka telah dikenal oleh kalangan petani dan didistribusikan secara luas oleh perusahaan distributor. Kelembagaan mereka dibangun dari jaringan kemitraan yang mendukung berlangsungnya usaha (Sutisna et al 2008). 
Sharudin (2003) menyebutkan bahwa aspek pengembangan jaringan/ kemitraan merupakan aspek yang krusial dan peka dalam proses pertumbuhan/ perkembangan lembaga. Konsep mendasar dalam pengembangan jaringan adalah konsep pertukaran. Yang dimaksud konsep pertukaran adalah keberhasilan pengembangan jaringan hanya dapat dicapai jika pihak-pihak yang masuk dalam sistem pertukaran tersebut memperoleh manfaat yang seimbang, memuaskan, dan memiliki prospek jangka panjang bagi pengembangan usaha suatu organisasi jika dibandingkan keadaan sebelumnya. Prinsip pokok pengembangan jaringan adalah sebagai berikut  :
1.       Adanya kepercayaan di antara pihak-pihak yang terlibat akan kemampuan pihak lain
2.       Adanya hubungan saling melindungi diantara pihak-pihak yang membangun proses pertukaran
3.       Adanya komitmen kebersamaan diantara stakeholder
Pada masyarakat umum, kelembagaan dapat dibagi menjadi enam (6) kategori berdasarkan fungsi, peranan, dan tujuan pokoknya (Mintoro et al  1997), kategori-kategori tersebut adalah:
1.       Lembaga penguasaan faktor produksi
2.       Lembaga pelayanan faktor produksi, pemasaran, dan pengelolaan hasil
3.       Lembaga pelayanan perkreditan dan dan usaha kumpulan modal bersama
4.       Lembaga penyuluhan dan kelompok tani
5.       Lembaga kepemimpinan desa
6.       Lembaga gotong-royong, tolong-menolong atau kegiatan sosial lainnya


iv. Penentuan Keputusan Strategi Pengembangan
Soeharto (2002) menjelaskan bahwa dalam pembangunan suatu proyek menuntut adanya tingkat keahlian, pengetahuan yang luas mengenai kondisi dari lingkungan eksternal poyek. Kemampuan tersebut diperlukan untuk menghasilkan keputusan-keputusan yang tepat dalam mempersiapkan proyek. Pemilihan langkah pengembangan dapat diputuskan melalui beberapa pendekatan model keputusan. Berikut pendekatan model yang dapat digunakan:

iv.1. Model Keputusan Proses Hierarki Analitik (PHA)
Prinsip kerja Proses Hierarki Analitik adalah menyederhanakan suatu persoalan menjadi terstruktur agar lebih mudah diselesaikan. Proses Hierarki Analitik digambarkan dalam bentuk diagram dengan tujuan  utama (goal) berada pada hierarki teratas untuk kemudian dibreakdown menjadi bagian-bagian penyusunnya. Diagram secara umum terdiri dari 3 level yaitu goal, faktor, dan alternatif solusi, namun terdapat masalah-masalah yang memiliki tingkat kerumitan lebih tinggi dan dapat dibagi menjadi 5 level yaitu goal, faktor, aktor, objektif, dan alternatif solusi ataupun lebih. Goal merupakan masalah yang ingin diselesaikan. Kriteria merupakan faktor yang mempengaruhi penyelesaian goal. Aktor merupakan subyek yang terlibat dalam mekanisme kriteria. Objektif merupakan tujuan-tujuan yang mempengaruhi aktor. Alternatif solusi merupakan pilihan solusi yang dapat dijalankan untuk mencapai goal. Contoh  skema PHA dijelaskan pada Gambar 15.
Faktor
Faktor
Faktor
Alternatif
Alternatif

Alternatif

Goal
Faktor
Faktor
Faktor
Aktor
Aktor

Aktor

Goal
Objektif
Objektif
Objektif
Alternatif
Alternatif
Alternatif
 


                                               










Gambar 15. Contoh diagram PHA

Metode PHA ini akan digunakan untuk pembuatan model keputusan kelembagaan dan penentuan langkah strategi untuk mencapai industri bionsektisida yang sustainable.

iv.2. Model Keputusan Berbasis Indeks Kinerja
Marimin (2008) menjelaskan, model keputusan berbasis indeks kinerja merupakan model keputusan yang digunakan untuk suatu permasalahan yang terdiri dari alternatif solusi dengan kriteria-kriteria tertentu Model keputusan yang umum digunakan adalah model dengan metode sebagai berikut:
1.       Metode Bayes
Metode Bayes merupakan teknik yang digunakan untuk melakukan analisis pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif. Untuk mencapai optimal, terlebih dahulu ditentukan kriteria yang mempengaruhi alternatif. Alternatif dan kriteria dapat ditentukan melalui studi pustaka atau melalui penentuan oleh pengambil keputusan sendiri. Pembuatan keputusan dilakukan dengan mengkuantifikasikan kemungkinan terjadinya suatu kriteria dengan bilangan 0 hingga 1. Nilai ini disebut bobot kriteria. Persamaan metode Bayes adalah sebagai berikut:
Total nilai = jΣi=1 nilai ij x (Kritj).....         Marimin (2008)
Dimana :
Total nilai    = total akhir dari alternatif ke-i
Nilai ij           = nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j,   i               = 1,2,3,...,n = jumlah alternatif
Krit j             = tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-j,    j              = 1,2,3,....n = jumlah kriteria

2.       Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)
Metode perbandingan eksponensial merupakan metode yang hampir sama peggunaannya dengan metode Bayes. Namun metode perbandingan eksponensial akan menghasilkan  nilai alternatif yang lebih berbeda nyata. Hal ini disebabkan adanya proses perpangkatan/eksponensial nilai bobot kriteria. Keuntungan dari metode ini adalah dapat mengurangi bias hasil analisis. Persamaan metode perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut :
Total nilai = jΣi=1 (Rkij)TKKj.....   Marimin (2008)
Dimana :
Total nilai    = total akhir dari alternatif ke-i
RK ij             = derajat kepentingan realtif kriteria ke-j pada pilihan keputusan ke-i
TKK j           = derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj>0;bulat
i                      = 1,2,3,...,n = jumlah alternatif
j                     = 1,2,3,....n = jumlah kriteria
Model keputusan berbasis indeks kinerja ini dapat digunakan untuk membantu pengambilan keputusan penentuan lokasi industri dibangun.

iv.3. Sistem Penunjang Keputusan (SPK)
Keputusan-keputusan yang telah dibuat dalam bentuk model bersama data-data yang terkait dapat dikolaborasikan dalam bentuk Sistem Penunjang Keputusan (SPK). Sistem ini merupakan sistem yang menggunakan peralatan komputer yang berfungsi untuk mendukung pihak manajerial mengambil keputusan mengenai proyek yang akan dijalankan. Sistem ini terdiri dari 3 komponen utama yaitu manajemen data, manajemen model, dan subsistem dialog (Marimin 2008).
Manajemen Data merupakan manajemen yang didalamnya terdapat sistem pengaturan database yang berisi data-data yang berhubungan dengan sistem yang diolah dengan perangkat lunak (program komputer). Manajemen Model merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah data yang tersimpan dalam database. Perangkat lunak ini didesain memiliki kemampuan analitik terhadap suatu masalah. Subsistem Dialog merupakan subsistem yang menghubungkan perintah-perintah dalam manajemen data dan manajemen model dengan pengguna. Subsistem Dialog juga dikenal dengan  interface suatu program, yaitu tampilan suatu perangkat lunak saat diaplikasikan pada komputer. Oleh Turban (1990) dalam Marimin (2008), ketiga bagian tersebut dijelaskan seperti pada Gambar 16 pada halaman 27.













Sistem Pengolahan Dialog
Sistem Pengolahan Problematik
Sistem Manajemen Basis Data (SMBD)
Sistem Manajemen Basis Model (SMBM)
Data
Pengguna
Model
 








Gambar 16. Struktur dasar SPK (Turban 1990)
                 
C. Penelitian Terdahulu
C.1. Kajian Produksi Bioinsektisida Bacillus thuringiensis subsp.  israelensis.
Hilwan M.R, Khaswar S, dan Rini P (2006) melakukan penelitian kajian mengenai produksi bioinsektisida Bt subsp israelensis. Penelitian difokuskan pada 5  aspek yaitu:
1.       Optimalisasi formulasi media
2.       Optimalisasi kondisi pH dan suhu dalam reaksi
3.       Optimalisasi agitasi dan aerasi dalam bioreaktor
4.       Penggandaan skala produksi
5.       Analisis pra kelayakan industri
Aspek (1) dan (2) menggunakan tingkat toksisitas yang dihasilkan dari perubahan perlakuan sebagai parameter. Pada aspek (3) dan (4), parameter yang digunakan adalah  nilai bobot kering biomassa dan jumlah spora hidup tertinggi. Pada aspek (5), faktor yang digunakan adalah tingkat peluang pasar, ketersediaan bahan baku, penguasaan teknologi, tersedianya infrastruktur, dan nilai-nilai parameter kelayakan investasi (Net Present Value, Payback Period, Internal Rate of Return, B/C Ratio, dan Break Event Point).      
Produk dengan tingkat toksisitas bioinsektisida terbaik ditentukan oleh rasio C:N pada media serta oleh kondisi pH dan suhu pada proses dalam bioreaktor. Pada penggandaan  skala,  hal yang diperhatikan adalah perbandingan geometrik bioreaktor, komposisi media, suhu proses, pH awal, konsentrasi kelarutan oksigen dan galur mikroorganisme yang sama antara skala laboratorium, skala pilot, dan  skala industri. Perbandingan-perbandingan nilai tersebut dapat dimudahkan dengan metode fermentasi media cair.
Analisis pra kelayakan pendirian industri yang dihasilkan dari penelitian ini terbatas pada analisis kualitatif. Pada pra kelayakan yang dilakukan, dihasilkan pilihan area industri Bogor, Garut, dan Tasikmalaya. Pilihan ini didasarkan pada kedekatan bahan baku, keamanan lingkungan, ketersediaan infrastruktur dan tenaga kerja. Proses pemilihan lokasi ini tidak menggunakan analisis kuantitatif. Analisis pemasaran yang meliputi segmenting, tergetting, dan positioning dilakukan secara kualitatif. Analisis didasarkan pada asumsi bahwa  insektisida kimia memerlukan subtitusi insektisida yang murah dan aman bagi lingkungan.

C.2. Pengembangan Produksi Bioinsektisida oleh Bacillus thuringiensis subsp israelensis Secara Curah Menggunakan Substrat Onggok.
Purnawati (2007) melakukan penelitian lanjutan dari penelitian Hilwan M.R, Khaswar S, dan Rini P (2006). Ruang lingkup penelitian sama dengan penelitian sebelumnya, namun pada penelitian ini terdapat perencanaan finansial yang lebih kompleks. Pada penelitian ini dilakukan penggandaan skala produksi hingga 10.000 liter. Penggandaan skala yang dilakukan menggunakan persamaan sebagai berikut:
a. Konsumsi tenaga per satuan  volume cairan fermentasi di dalam tangki bioreaktor : P/V = N3D2
b. Modifikasi bilangan Reynolds : ND2ρ/µ = ND2

C.3. Produksi Bioinsektisida dari Bacillus thuringiensis subsp.aizaway menggunakan limbah industri tahu sebagai substrat.
Sarfat (2010) melakukan penelitian mengenai kemungkinan pemanfaatan limbah industri tahu sebagai substrat dalam produksi bioinsektisida Bta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi terbaik penggunaan substrat limbah cair tahu dan ampas tahu, waktu kultivasi terbaik, dan kondisi pH substrat saat fermentasi. Hasil peneltian dapat dilihat pada Lampiran 2.

C.4. Formulasi dan Pendugaan Umur Simpan Bioinsektisida Bacillus thuringiensis subsp.aizaway dari limbah industri tahu.
Susanto (2010) melakukan penelitian lanjutan dari Sarfat (2010) untuk mengetahui formulasi produk jika ditambahkan bahan pengisi berupa lactose. Hasil penelitian ini adalah komposisi terbaik campuran bahan pengisi dan bioinsektisida kering  yang dapat disimpan dalam periode tertentu. Hasil penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.

C.5. Kajian Pra Rancang Bangun Industri Intermediate Minyak Pala
Industri intermediate minyak pala merupakan jenis industri yang baru di Indonesia. Industri minyak pala di Indonesia masih terbatas pada industri hulu dan hilir. Indonesia mengekspor minyak pala kasar, kemudian mengimpor minyak pala olahan untuk memenuhi kebutuhan industri hilir. Kondisi ini serupa dengan industri bioinsektisida yang akan didirikan. Industri bioinsektisida Bacillus thuringiensis merupakan industri yang baru di Indonesia
Malik (2004) menetapkan bahwa pengembangan industri intermediate (industri yang mengolah output indusri hulu menjadi input bagi industri hilir) minyak pala  ditentukan oleh 7 kriteria yaitu :
1.       tingkat permintaan,
2.       ketersediaan bahan baku,
3.       ketersediaan fasilitas, peralatan, dan sarana produksi,
4.       harga yang menguntungkan,
5.       penguasaan teknologi,
6.       sumber daya manusia, dan
7.       transportasi.
Kriteria yang paling menentukan adalah  harga yang menguntungkan. Penetapan ini dilakukan melalui metode Proses Hierarki Analitik.
Pendirian industri yang baru melibatkan aktor yang terdiri dari pemerintah, investor, industri hilir, pelaku industri, lembaga litbang, lembaga keuangan, dan pemasok bahan baku. Aktor-aktor tersebut berperan dalam mencapai tujuan pendirian industri baru yang meliputi pemaksimalan keuntungan, perluasan usaha, dan pembukaan lapangan kerja baru.
Malik (2004) membangun model kelembagaan industri intermediate minyak pala dengan 3 alternatif solusi yaitu (1) kelembagaan kemitraan dengan industri hilir, (2) kelembagaan kemitraan dengan industri hulu, (3) kelembagaan kemitraan dengan industri hulu-hilir. Selain model kelembagaan industri, juga dibangun 3 model lain yaitu:
1.       Model Penyaringan alternatif, digunakan untuk mereduksi pilihan proses produksi
2.       Model Pemilihan alternatif, digunakan untuk menentukan proses produksi terpilih
3.       Model Kelayakan finansial, digunakan untuk menilai kelayakan finansial usaha yang diinvestasikan
Model kelembagaan, model penyaringan dan pemilihan alternatif dirancang menggunakan metode Proses Hierarki Analitik dengan melakukan survey dan wawancara dengan pakar. Model kelayakan finansial dibangun berdasar  input data-data finansial dan asumsi-asumsi ekonomi yang digunakan.

D. Posisi Penelitian
Analisis kelayakan pendirian industri Bioinsektisida Bta merupakan penelitian lanjutan dari hasil pengembangan produk oleh Sarfat (2010) dan Susanto (2010). Penelitian yang dilakukan oleh Sarfat (2010) dan Susanto (2010) mengikuti pola dasar pada penelitian Hilwan et al (2006) dan Purnawati (2007). Parameter-parameter pengembangan produk mikrobial yang meliputi kondisi fermentasi, penggunaan alat, dan tahapan produksi  yang digunakan adalah sama. Perbedaan strain mikroba yang diteliti hanya berdampak pada perbedaan serangga spesifik yang dibasmi.
Penelitian Malik (2004) merupakan salah satu acuan penelitian yang menghasilkan metode penentuan  strategi  pengembangan bagi industri baru. Pengembangan produk bioinsektisida masih terbatas pada formulasi dan teknologi proses. Strategi pengembangan produk belum pada tahap keputusan-keputusan kelayakan proyek industri. Industri yang diteliti Malik (2004) merupakan indsutri yang memiliki posisi sama dengan industri bioinsektisida. Keduanya merupakan indsutri yang baru akan dibangun di Indonesia. Berdasarkan hal ini, pendekatan-pendekatan strategi yang digunakan dapat dimanfaatkan kembali untuk analisis kelayakan industri bioinsektisida Bta.










Komentar

Recommended Posts

randomposts

Postingan Populer