Demokrasi dan Otoriternya Pak Harto

suma indranegara

Demokrasi dan Otoriternya Pak Harto

Terjadi silang pendapat tentang pak Harto. Demokratis atau otoriterkah?
Pendapat pertama mengatakan pak Harto adalah demokratis dengan segala
justifikasi yang meyakinkan dan pendapat kedua mengatakan pak Harto otoriter
dengan menunjukkan fakta-fakta yang tak dapat dipungkiri. Ir. Siswono
Yudohusodo dan Drs. Theo Sambuaga mengatakan pak Harto demokratis dengan
mengatakan selalu memperhatikan pendapat-pendapat para Menteri (melalui
rapat-rapat kabinet) dan masyarakat (melalui komunikasi sambung rasa).
Sedangkan Hariman Siregar tokoh Malari (Malapetaka Lima Belas Januari), Fadjrur
Rahman, Muchtar Pakpahan (Ketua Partai Buruh) dan Sunarti tokoh Gerwani
mengatakan pak Harto adalah sosok otoriter yang menakutkan walaupun di depan
masyarakat selalu menampilkan senyum (smile general).

Kedua pendapat yang ditayangkan secara langsung stasiun TV menjelang
pemakaman pak Harto di Astana Giri bangun tersebut dapat membingungkan
masyarakat, karena dua-duanya memberikan informasi yang subyektif. Kecuali
masyarakat mencerna ulang pendapat tersebut, kemudian dianalisis kembali
melalui proses kompilasi, maka kita secara obyektif dapat mengatakan bahwa
Soeharto menampilkan dua gaya kepemimpinan sekaligus yaitu Demokrasi dan
Otoriter.

Demokrasi

Dalam menentukan kebijaksanaan ekonomi memang tidak diragukan pak Harto
adalah sosok yang demokratis. Ia adalah pendengar yang baik dalam mengakomodir
pendapat pakar-pakar ekonomi dan pendapat masyarakat kemudian dituangkannya
dalam kebijakan ekonomi. Sehingga tidak heran kalau masa kepemimpinannya
Indonesia dapat mencapai angka pertumbuhan 7,8%, kemudian dapat mencapai
swasembada pangan.

Yang akhirnya FAO (Food Agriculture Organization) menganugerahkan
penghargaan kepada beliau atas prestasinya tersebut. Ia mulai basis ekonominya
melalui ekonomi dengan tiga pilar yang dilakukannya yaitu : Stabilitas,
Pertumbuhan dan Pemerataan. Stabilitas dilakukan dibidang ekonomi dengan
melakukan dengan tiga program yaitu transmigrasi, keluarga berencana dan
koperasi. Pertumbuhan dilakukannya dengan mendatangkan investor melalui
penawaran tenaga kerja murah (labour intensive) dan lahan yang luas. Sedangkan
pemerataan melalui praktek penetesan hasil pembangan ke lapisan masyarakat.
(Trickle down effect). Akibat prestasinya ini Soeharto dikatakan sebagai
keajaiban (miracle) dunia, sehingga Indonesia dijuluki sebagai Macan Asia dalam
bidang Ekonomi.

Otoriter

Dibidang politik beliau menunjukkan bahwa beliau adalah militer yang
tidak dapat lepas dari sikap komandannya. Beliau tidak segan-segan menerapkan
strategi militer yaitu "Serang dulu, sebelum musuh keluar". Hal ini dilakukan
beliau dalam rangka menciptakan stabilitas politik dan keamanan, dengan alasan
tanpa stabilitas tidak mungkin pembangunan dapat berjalan secara baik. Bukti
otoriter beliau dibidang politik dapat dikemukakan sebagai berikut :

Pertama : Penahanan terhadap orang-orang yang diduga antek-antek PKI
tanpa melalui proses persidangan.

Kedua : Mengintimidasi dan menindak PNS yang bertentangan haluan politik
dengan penguasa.

Ketiga : melakukan marginalisasi partai-partai Islam melalaui
kebijaksanaan Fusi Partai tahun 1977 dan ditambahkan lagi adanya kebijakan
azas tunggal pada pemilu 1982.

Keempat : Mempersulit masyarakat yang berurusan dengan pelayanan
pemerintah, jika terindikasi berhaluan politik bertentangan dengan penguasa.

Kelima : memprioritaskan pembangunan pada tempat-tempat yang mendukung
pemerintah. Misal tidak mengaspal jalan di lokasi-lokasi yang berseberangan
politiknya dengan pemerintah.

Keenam: Menerapkan kebijaksanaan kebebasan yang terbatas, dengan
mengeluarkan governmental sanction, yaitu suatu tindakan yang diambil oleh
penguasa untuk menetralisir, menindak atau meniadakan suatu ancaman terhadap
keamanan pemerintah, rezim yang berkuasa, atau negara. Tiga macam govenmental
sanction dapat kita bedakan satu sama lain : (1) penyensoran, (2) pembatasan
partisipasi politik, dan (3) pengawasan. Penyensoran meliputi semua tindakan
pemerintah untuk membatasi, mengekang media massa seperti surat kabar,
majalah, buku-buku, radio maupun televisi. Bahkan tindakan yang lebih keras
dengan melakukan penutupan SIUP surat kabar atau majalah. Pembatasan
partisipasi politik meliputi tindakan pemerintah seperti pembuatan
undang-undang keadaan bahaya, mobilisasi alat keamanan untuk memelihara
keamanan dalam negeri. Pembatasan partisipasi politik juga meliputi tindakan
khusus terhadap perseorangan, partai politik, atau organisasi politik yang
lain, seperti pemecatan pegawai pemerintah yang diketahui memiliki keyakinan
atau melakukan tindakan politik tertentu, dan lain sebagainya.

Tindakan pengawasan dilakukan dengan cara menahan mereka-mereka yang
melakukan tindakan subversi (mengkritik pemerintah atau Presiden).

Ketujuh : Di masa kepemimpinan pak Harto memang kita berhasil enam kali
melaksanakan Pemilu ( 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997) namun semuanya
rekayasa.

Harapan : Mari pimpinan bangsa ini meniru dan mempertahankan hal-hal
yang positif dan pak Harto dan meninggal jauh-jauh perlakuan-perlakuan yang
dianggap melukai hati rakyat.

Di Antara 32 Tahun Kekuasaan Itu
Sungguh luar biasa perhatian masyarakat Indonesia terhadap kepergian Pak
Harto. Itu dibuktikan dari respons banyak warga negeri ini, baik ketika
mendengar kabar Pak Harto wafat maupun banyaknya warga yang melayat, atau
memberikan penghormatan terakhir dalam perjalanan dari Bandara Adi Sumarno Solo
ke pemakaman kemarin (28/1).

Padahal, sejak dia lengser pada 21 Mei 1998 dan selama hampir sepuluh
tahun kemudian, masih banyak suara yang mengecam kepemimpinannya.

Kalau demikian, agaknya, seorang Soeharto memang memiliki tempat khusus
dalam hati dan pikiran masyarakat Indonesia. Sebagai mantan presiden, misalnya,
tentu dia bukan sembarang pribadi. Dia orang kuat, baik dalam hal pengaruhnya
yang amat besar semasa berkuasa maupun peran yang dimainkannya dalam panggung
politik Indonesia selama 32 tahun bersama Golkar dan ABRI (kini TNI) sebagai
penopang utama kekuasaannya.

Masa 32 tahun itu bukan waktu yang pendek. Rentang waktu ini sama dengan
usia dua generasi. Dan dalam rentang waktu yang panjang itu, Soeharto mampu
bertahan dengan aman di pucuk kekuasaan politik Indonesia meskipun di akhir
kekuasaanya dia harus turun dengan cara yang tidak normal.

Mungkin saja Soeharto tidaklah lebih hebat daripada Soekarno, presiden
pertama RI yang digantikannya pada 1967. Juga mungkin tidak lebih istimewa
daripada mantan Wapres semasa Soekarno, Moh. Hatta.

Namun, rentang kekuasaannya yang jauh lebih lama daripada Soekarno -yang
hanya berkuasa 20 tahun, 1945 hingga 1965- telah membuat masyarakat akrab dan
dekat dengan Soeharto.

Hari-hari panjang selama 32 tahun masyarakat Indonesia hanya tahu
Soeharto sebagai presiden -terlepas dari cara apa pun yang dilakukannya untuk
mempertahankan kekuasaan.

Ditambah pula pada periode 32 tahun -atau 30 tahun saja kalau yang dua
tahun, 1996-1998, dianggap sebagai masa-masa krisis legitimasi Pak Harto- rezim
Soeharto mampu memenuhi standar minimal kebutuhan pokok dengan harga yang
dinilai murah pada masanya. Kondisi itu telah memberikan kedekatan tersendiri
terhadap bangsa Indonesia.

Dalam konteks itu, respons terhadap Soeharto dari kalangan menengah ke
bawah masyarakat Indonesia telah menempatkannya sebagai "bapak" yang menjadi
pengayom (pelindung).

Oleh sebab itu, isu-isu seperti krisis ekonomi, kenaikan harga, korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN), serta penyalahgunaan kekuasaan -meskipun
mengantarkan Soeharto jatuh dari kekuasaannya pada 21 Mei 1998- relatif kurang
populer di kalangan menengah ke bawah.

Mereka hanya tahu di masa Soeharto, minyak tanah murah, beras murah,
sandang papan murah, sekolah murah, ongkos bepergian murah, keadaan aman, dan
tenteram. (**)

Barangkali, pada posisi dalam alam pikiran banyak warga Indonesia, yang
demikian itulah yang menjadikan mereka merasa kehilangan ketika seorang
Soeharto pergi untuk selama-lamanya.

Tidak ada pemimpin yang tanpa cacat. Begitu pun Soeharto. Dia dalam satu
hal -dengan kekuasaannya yang amat lama- tidak bisa menjauh dari kecenderungan
korup dan penyalahgunaan kekuasaan.

Namun, dalam hal lain, sejarah telah mencatat Soeharto memiliki
kontribusi dalam membangun bangsanya menjadi lebih maju. Meskipun tidak semua
orang memiliki pendapat dan parameter yang sama dalam menilai dan merasakan
kemajuan.

Komentar

Recommended Posts

randomposts

Postingan Populer