Islam adalah agama yang mendorong umatnya untuk meraih kemajuan, kejayaan, kemakmuran, dan kesejahteraan. Karena itu, Islam sangat concern dalam memberantas kemiskinan. Bukti dari hal tersebut adalah perintah berzakat kepada orang-orang yang mampu. Zakat merupakan ibadah yang bercorak sosial-ekonomi, sebagai kewajiban seorang muslim atau badan hukum yang dimilikinya (muzakki) untuk mengeluarkan sebagian hak miliknya kepada pihak yang berhak menerimanya (mustahik) agar tercipta pemerataan ekonomi yang berkeadilan.
Menyadari betapa strategisnya peran zakat dalam memberantas kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan umat, maka perlu upaya dari berbagai pihak untuk menumbuhkan kesadaran para muzakki agar membayarkan zakatnya. Salah satunya adalah dengan meningkatkan status UU. No. 38 1999 tentang Pengelolaan Zakat menjadi Undang-Undang Zakat, bukan lagi undang-undang pengelolaan zakat.
Penulisan buku ini juga bermaksud menumbuhkan kesadaran umat Islam agar membayar zakat dengan sukarela. Karena itu, buku ini disusun sepraktis mungkin agar mudah dipahami, dengan harapan akan tumbuh kesadaran yang tinggi dari para muzakki untuk membayar zakatnya.
Dengan buku ini para muzakki atau calon muzakki dapat memahami dengan mudah bahasan-bahasan sebagai berikut:
• pengertian dan perbedaan zakat, infak, dan sedekah
• dalil-dalil tentang perintah dan anjuran menafkahkan harta
• harta-harta yang Wajib dikeluarkan zakatnya dan tata cara perhitungannya
• cara membayar zakat
• hikmah berzakat, berinfak, dan bersedekah

Semoga dengan keistiqamahan para muzakki dalam membayar zakat, cita-cita besar untuk mewujudkan kesejahteraan umat dapat tercapai.
(GAPTEK – Gampang Praktek adalah merek terbit khas Salamadani yang menghimpun gagasan praktis berkualitas dari ide-ide segar pengembangan diri dan keterampilan hidup. The GAPTEK BOOK Way: . enak dibaca dan menarik . mudah dipelajari dan dipraktikkan . mutakhir sesuai dengan zaman . harga ekonomis untuk rakyat.)



• Perbedaan antara Zakat dan Pajak
Perbedaan Zakat Pajak Keterangan
Nama Berarti bersih, bertambah dan berkembang Utang, pajak, upeti Seseorang yang membayar zakat hartanya menjadi bersih dan berkah tidak demikian dengan pajak
Dasar Hukum Al Qur'an dan As Sunnah Undang-undang suatu negara Pembayaran zakat bernilai ibadah dan pendekatan diri kepada Allah sedangkan dalam membayar pajak hanya melaksanakan kewajiban warga negara
Nishab dan Tarif Ditentukan Allah dan bersifat mutlak Ditentukan oleh negara dan yang bersifat relatif Nishab zakat memiliki ukuran tetap sedangkan pajak berubah-ubah sesuai dengan neraca anggaran negara
Sifat Kewajiban bersifat tetap dan terus menerus Kewajiban sesuai dengan kebutuhan dan dapat dihapuskan
Subyek Muslim Semua warga negara
Obyek Alokasi Penerima Tetap 8 Golongan Untuk dana pembangunan dan anggaran rutin
Harta yang Dikenakan Harta produktif Semua Harta
Syarat Ijab Kabul Disyaratkan Tidak Disyaratkan
Imbalan Pahala dari Allah dan janji keberkahan harta Tersedianya barang dan jasa publik
Sanksi Dari Allah dan pemerintah Islam Dari Negara
Motivasi Pembayaran Keimanan dan ketakwaan kepada Allah Ketaatan dan ketakutan pada negara dan sanksinya ada pembayaran pajak dimungkinkan adanya manipulasi besarnya jumlah harta wajib pajak dan hal ini tidak terjadi pada zakat
Perhitungan Dipercayakan kepada Muzaki dan dapat juga dengan bantuan Selalu menggunakan jasa akuntan pajak

• Manfaat zakat dalam penyelesaian krisis :
1. Manfaat Zakat Sebagai Tatanan Kehidupan Sosial
Dalam berbagai kesempatan seringkali dibicarakan tentang beberapa kisah yang terjadi pada masa Rasulullah. Boleh jadi sebagian dari kita sudah hafal isi kisah tersebut namun kesibukan sehari-hari membuat kita sejenak terlupa, boleh jadi sebagian dari kita sudah paham betul esensi dari kisah yang akan disampaikan di bawah ini, namun tak ada salahnya untuk sedikit merenungi kembali kisah-kisah ini dan berkaca ke lubuk hati kita. Di bagian lain kita akan lihat sejumlah ayat Qur'an yang berkenaan dengan tema utama kita kali ini.
Kita terbang lima belas abad kebelakang. Di suatu tempat terlihat Rasulullah saw berkumpul bersama para sahabatnya yang kebanyakan orang miskin. Sekedar menyebut beberapa nama sahabat yang hampir semuanya bekas budak, yaitu Salman al-Farisi, Ammar bin Yasir, Bilal, Suhayb Khabab bin Al-Arat. Pakaian mereka lusuh, berupa jubah bulu yang kasar. Tetapi mereka adalah sahabat senior Nabi, para perintis perjuangan Islam.
Serombongan bangsawan yang baru masuk islam datang ke majelis Nabi. Ketika melihat orang-orang di sekitar Nabi, mereka mencibir dan menunjukkan kebenciannya. Mereka berkata kepada Nabi, "Kami mengusulkan kepada Anda agar Anda menyediakan majelis khusus bagi kami. Orang-orang Arab akan mengenal kemuliaan kita. Para utusan dari berbagai kabilah arab akan datang menemuimu. Kami malu kalau mereka melihat kami duduk dengan budak-budak ini. Apabila kami datang menemui Anda, jauhkanlah mereka dari kami. Apabila urusan kami sudah selesai, bolehlah anda duduk bersama mereka sesuka Anda."
Uyainah bin Hishn menegaskan lagi, "Bau Salman al-Farisi mengangguku (Ia menyindir bau jubah bulu yang dipakai sahabat nabi yang miskin). Buatlah majelis khusus bagi kami sehingga kami tidak berkumpulbersama mereka. Buat juga majelis bagi mereka sehingga mereka tidak berkumpul bersama kami."
Tiba-tiba turunlah malaikat jibril menyampaikan surat al-An'am [6] ayat 52: "Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka. Begitu pula mereka tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu,yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, sehingga kamu termasukorang-orang yang zalim."
Nabi saw segera menyuruh kaum fukara duduk lebih dekat lagi sehingga lutut-lutut mereka merapat dengan lutut Rasulullah saw. "Salam 'Alaikum," kata Nabi dengan keras, seakan-akan memberikan jawaban kepada usul para pembesar Quraisy.
Setelah itu, turun lagi surat al-Kahfi [18] ayat 28: "Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas."
Sejak itu, apabila kaum fukara ini berkumpul bersama Nabi, beliau tidak meninggalkan tempat sebelum orang-orang miskin itu pergi. Apabila beliau masuk ke majelis, beliau memilih duduk dalam kelompok mereka. Seringkali beliau berkata, "Alhamdulillah, terpuji Allah yang menjadikan di antara umatku kelompok yang aku diperintahkan bersabar bersama mereka. Bersama kalianlah hidup dan matiku. Gembirakanlah kaum fukara muslim dengan cahaya paripurna pada hari kiamat. Mereka mendahului masuk surga sebelum orang-orang kaya setengah hari, yang ukurannya 500 tahun. Mereka bersenang-senang di surga sementara orang-orang kaya tengah diperiksa amalnya."
Sekarang bukalah cermin di hati kita. Tariklah nafas sejenak untuk berkaca ke dalam cermin itu. Apakah kita seperti pembesar Quraisy yang terganggu dengan bau tubuh orang miskin. Apabila tamu datang, kota kita bersihkan dan mereka, kaum fukara, dipinggirkan. Kota baru gemerlap bila mereka disingkirkan. Pemandangan baru indah bila rumah-rumah kumuh digusur. Ah...betapa perilaku kita lebih menyerupai pembesar quraisy daripada perilaku Nabi Yang Mulia.
Dalam kesempatan lain Nabi bertemu dengan seorang sahabat, Sa'ad al-Anshari yang memperlihatkan tangannya yang melepuh karena kerja keras. Nabi bertanya, "mengapa tanganmu hitam, kasar dan melepuh?" Sa'ad menjawab, "tangan ini kupergunakan untuk mencari nafkah bagi keluargaku." Nabi yang mulia berkata, "ini tangan yang dicintai Allah," seraya mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh itu. Bayangkanlah, Nabi yang tangannya selalu berebut untuk dicium oleh para sahabat, kini mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh.
Bukalah cermin hati kita lagi. Turunlah kita ke bawah. Tengoklah jutaan tangan yang hitam dan melepuh menunggu uluran kasih sayang kita. Setelah Nabi, adakah di antara kita yang mau mencium tangan orang miskin? Bukankah dengan status yang kita miliki, gelar akademik yang kita raih, kesejahteraan yang kita nikmati, kita merasa jauh lebih pantas bila orang miskin mencium tangan kita. Kalau hati terasa berat, andaikata kultur tak mengizinkan kita berbuat hal itu, manakala ego terasa meningkat, bukankah paling tidak kita ganti rasa hormat yang seharusnya kita berikan dengan kasih sayang pada mereka. Bila Nabi mau mencium tangan mereka, maukah kita untuk paling tidak menyisihkan sebagian rezeki yang kita peroleh sebagai rasa sayang kita pada mereka.
Di atas kita telah mengutip sejumlah kisah dalam hidup Nabi. Bukankah sebagai ummatnya kita telah berikrar untuk menjadikan segala perilaku beliau sebagai contoh teladan (uswatun hasanah). Untuk menguatkan bahwa Islam sangat menonjolkan kepedulian sosial, mari kita buka Al-Qur'an. Bukankah Al-Qur'an adalah rujukan kita yang pertama dalam hidup ini.
1. Surat al-Balad [90] ayat 10 -18
"Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan Maka tidakkah sebaiknya (denganhartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? Tahukah kamu apakah jalanyang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberiMAKAN pada hari kelaparan (kepada) anak YATIM yang ada hubungan kerabat, atauorang MISKIN yang sangat fakir. Dan dia termasuk orang-orang beriman dan salingberpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayangMereka (orang-orangyang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan"
Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa ada dua jalan yang bisa kita pakai dalam memanfaatkan harta kita. Al-Qur'an menyarankan kita untuk mengambil jalan yang sukar dan mendaki, yaitu memerdekakan budak atau memberi makan pada anak yatim atau orang miskin. Allah tidak menjelaskan tentang jalan yang mudah, melainkan memberi contoh jalan yang sukar.
Mengapa disebut jalan yang sukar? karena kebanyakan manusia enggan atau merasa berat atau merasa sukar untuk melakukannya. Bila kita mampu mengalahkan rasa berat dan rasa sukar pada diri kita dalam beramal, maka Allah menjanjikan kita termasuk golongan yang kanan; ahli surga. Bukalah cermin hati kita sekali lagi. Apakah kita merasa sukar untuk beramal pada orang miskin dan anak yatim? Hanya cermin hati yang teramat dalam yang mampu menjawabnya dengan jujur.
2. Surat al-Ma'arij [70] ayat 19-25
"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi KIKIR, Apabila ia ditimpakesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecualiorang-orang yang mengerjakan SHALAT, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,dan orang-orang yang dalam HARTAnya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yangmeminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)"
Secara tegas Allah menyebutkan bahwa keluh kesah dan kikir itu telah menjadi sifat bawaan manusia sejak ia diciptakan. Allah melukiskan sifat manusia dengan sangat baik. Bagi saya pribadi, ayat di atas telah menelanjangi sifat kita. Bukankah kalau kita tidak memiliki harta kita sering berkeluh kesah, sebaliknya, kalau memiliki banyak harta kita cenderung untuk kikir. Lalu bagaimana caranya agar sifat bawaan (keluh kesah & kikir) kita tersebut tidak menjelma atau dapat kita padamkan.
Allah menyebutkan, paling tidak, dua jalan. Pertama, mengerjakan sembahyang secara kontinu. Kedua, menyadari bahwa dalam harta yang kita miliki terkandung bagian tertentu untuk fakir miskin. Dua resep ini insya Allah akan mampu memadamkan sifat keluh kesah dan sifat kikir yang kita miliki.
Sekali lagi, bukalah cermin hati kita. Tahanlah nafas kita untuk sejenak. Tidakkah kita rasakan bagaimana Allah menyinggung perilaku buruk kita dalam ayat-ayat-Nya yang suci. Subhanallah....
3.

Komentar

Recommended Posts

randomposts

Postingan Populer