Singapura Manfaatkan Buronan Untuk Ganggu Indonesia

Kasus BLBI berawal dari kebijakan Pemerintah rezim Suharto yang telah mempercayakan masalah pengolahan keuangan negara kepada kerabat dan kroni yang ternyata berlatar belakang Persekongkolan untuk memberikan kesempatan bagi para Konglomerat Hitam merampok negeri ini. Mereka, yaitu Radius Prawiro, Andrianus Mooy dan JB Sumarlin Dengan kebijakan Pakto Oktober 1988, menteri Keuangan Sumarlin membuka kesempatan kepada para petualang calon-calon rampok untuk mendirikan bank, asal munya modal sedikitnya Rp. 10 miliar. Dengan Pakto 1988 ini kemunculan usaha perbankkan bagai jamur dimusim hujan. Terakhir ternyata, pendirian bank-bank tersebut digunakan sejumlah pemilik (bandit-bandit) untuk menjaring simpanan rakyat dan kemudian menyalurkannya ke perusahaan-perusahaan milik mereka. Maka terjadilah kemacetan pengenbalian kredit secara massal. Ke 54 Bank petualang kolap bertumbangan oleh tuntutan para nasabah yang gagal disaat lakukan kliring. Sebagai penyelamatan, Menteri Keuangan atas saran penasehat IMF mengucurkan dana talangan yang disebut BLBI, jaminannya asset-aset bank. Namun pemilik bank-bank itu secara jahat tidak membayarkan dana talangan yang diterima dari BI kepada para nasabah, bahkan diantaranya buron ke luar negeri (Singapura). Sementara asset yang dijaminkan, ternyata jauh lebih rendah dari uang kucuran BLBI yang jumlahnya mencapai Rp. 164,54 triliun, yaitu hanya sekitar setengahnya dari peniliaian pasar. Maka perdasarkan kenyataan ini sebanyak Rp. 84,5 triliun dana talangan BLBI dimanupulir, dibawa kabur para konglomerat hitam ini. Akhir ceritera, karena Menteri keuangan melibatkan Negara dalam kasus ini sebagai penjamin, maka meskipun direka-reka, tetap saja beban yang tidak sedikit ini terpulang ke APBN yang ujung-ujungnya kepada rakyat juga.
Dari sekian banyak buronan perampok harta rakyat Indonesia yang mendapat perlindungan Singapura tercatat diantaranya 8 nama DPO.
l. Sjamsul Nursalim pemilik Bank BDN terkait kasus BLBI menggondol duit Rp. 6,9 triliun ditambah USD 96,7 juta.
3. Eko Adi Putranco pemilik BHS terkait kasus BLBI menggondol duit Rp. 2,659 triliun
4. Sherny Konjongian pemilik BHS terkait kasus BLBI menggondol duit Rp.2,569 triliun.
5. Bambang Sutrisno, juga terkait kasus BLBI, pemilik Bank Surya yang menggondol duit Rp. 1,5 triliun.
. 6. Andrian Kiki Ariawan masih kasus BLBI, salah seorang komisaris Bank Surya menggondol duit Rp. 1,5 triliun.
7. David Nusawijaya, pemilik Bank Pelita terkait kasus BLBI menggondol duit Rp. 1,9 triliun.
8. Sudjono Timan, BPUI terkait kasus BLBI berhasil mengondol USD 126 juta.

Untuk pengendalian sekaligus pemanfaatan mereka, Pemerintrah Singapura membentuk lembaga dengan nama Asian Currency Unit (ACU) sebagai tempat lobi para penjahat pelarian dari berbagai negara termasuk dari Indonesia. Ternyata, hanya permukaannya saja ACU difungsikan sebagai tempat lobi. Pemerintah Singapura juga memberi jalan bagi MOSSAD, CIA, M16 dengan koordinator SIS memanfaatkan ACU untuk kepentingan intelijen. Artinya, selain aspek dana juga jaringan kroni para konglomerat di Indonesia dimanfaatkan secara maksimal. Sumber kekayaan Indonesia masih bisa dijarah untuk beberapa puluh tahun kedepan. Pintunya adalah terpeliharara kekacauan di Negara ini. Konflik-konflik, pembusukan, pembodohan hingga disintegrasi. Semua itu diagendakan untuk menjadi garapan intelijen.

Komentar

Recommended Posts

randomposts

Postingan Populer