Sejarah adalah karnaval panjang jiwa-jiwa. Peristiwa-peristiwa hanyalah batang tubuh sejarah. Kenangan kita tidak tersimpan dalam peristiwa. Tapi pada jiwa-jiwa yang bermain dalam ruang peristiwa itu. Pada ruh yang memaknai peristiwa-peristiwa itu.

Berapa tahunkah sudah kita menghuni bumi ini? Tapi berapakah potongan waktu yang melekat dalam kenangan kita? Berapakah luasnya ruang bumi ini? Tapi berapakah ruang yang menghuni ingatan kita? Berapakah banyaknya manusia yang memenuhi bumi ini? Tapi berapakah nama yang kita simpan dalam benak kita?

Tidak banyak. Waktu. Ruang. Manusia. Hanya sedikit dari itu semua yang menjadi kenangan. Dan yang kita kenang bukan waktunya. Bukan ruangnya. Bukan manusianya. Tapi jiwanya. Tapi ruhnya. Jiwa dan ruh dan bergerak dengan makna-makna, dalam ruang dan waktu, dengan sebuah nama.

Maka menyemburatlah peristiwa-peristiwa yang sebenarnya adalah tindakan jiwa-jiwa di pelataran sejarah. Seperti fajar menyingsing di kaki langit, setelah berjalan tertatih-tatih melampaui malam. Yang kita kenang adalah saat fajarnya. Bukan potongan-potongan waktu yang dilewatinya ketika malam. Bukan juga belahan bumi yang dilaluinya di waktu malam. Tapi saat fajarnya. Saat sang jiwa menembus batas-batas waktu dan ruang. Saat makna-makna memenuhi rongga sang jiwa, lalu ia meledak. Ledakannya menyemburat di ujung malam. Maka lahirlah pagi. Lalu terjadilah itu: apa yang kau sebut peristiwa.

Begitulah Allah melukiskan sejarah dalam kitab-Nya. Tanpa catatan waktu. Tanpa rincian tempat. Supaya sejarah terlukis seperti karnaval panjang jiwa-jiwa yang mementaskan makna-makna di panggung ruang dan waktu. Yang dilukisnya adalah tindakan jiwa-jiwa saat ia melakoni makna-makna. Bukan panggung ruang dan waktu. Sebab kau takkan mengenang panggung. Kau hanya akan mengenang sang aktor. Sang jiwa. Yang melakoni sebuah cerita.

Maka sejarah adalah sari buah yang diperas dari waktu, ruang dan manusia. Jadi sebuah cerita. Cerita sang jiwa yang selalu berjaga-jaga seperti kata Chairil Anwar - "di garis batas pernyataan dan impian".

Dan itulah pahlawan, Sang jiwa yang melakoni makna-makna. Dalam ruang dan waktu. Jadi sebuah cerita. Cerita yang memenuhi lembar-lembar sejarah.

Jadi apa yang kau baca dalam sejarah adalah jiwa kami. Para pahlawan. Sebab sekali ini sejarah memenuhi seruan Chairil Anwar dalam Krawang-Bekasi:

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi

Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami

Teruskan, teruskan jiwa kami

Komentar

Recommended Posts

randomposts

Postingan Populer