Hadist di masa Sahabat Kecil (Shighor Sohabi) Dan Tabi’in Besar (Kibar Tabi’in). 41 H -100 H

Kesimpulan
1. Hadist di masa Khulafa Rosyidin diatur ketat dan periwayatan hadist diharuskan dengan teliti agar periwayatan itu benar dan sesuai dengan apa yang didengarnya dari Nabi.
2. Teliti dalam menriwayatkan hadist khususnya di bawah pemerintahan Abu Bakar dan Umar bukan berarti menyedikitkan riwayat atau penyebaran hadist. Maksud lain dari perintah itu adalah orang-orang yang baru masuk Islam lebih memfokuskan diri belajar Qur’an terlebih dahulu.
3. Para sahabat yang sedikit meriwayatkan hadist pada waktu itu pada dasarnya meniliti terlebih dahulu apa yang akan diriwayatkannya dengan berkonsultasi dengan sahabat lainnya. Agar periwayatan tidak salah karena adanya ancaman keras dari Nabi Saw jika berdusta atas namanya.
4. Para sahabat yang banyak meriwayatkan hadist ketika itu mereka telah meniliti terlebih dahulu dan telah yakin bahwa apa yang diriwayatkan itu sesuai dengan apa yang didengarnya dari Nabi Saw.
5. Ketelitian dan ketakutan sahabat ini sangat beralasan karena Ilmu Islam bukanlah hanya bicara tanpa ilmu pengetahuan, namun diharuskan mengisi akal dan hati dengan ilmu terlebih dahulu. Banyak bicara, banyak berdiskusi apalagi banyak mengkritik yang tidak berlandaskan ilmu yang memadai tidak akan berbuah solusi dan manfaat.
6. Para sahabat yang pernah di didik dan diajar oleh Nabi Saw sendiri tidak pernah puas dengan apa yang dilihat dan didengarnya dari Nabi Saw. Namun mereka tetap mencari ilmu tanpa lelah. Karena mencari ilmu Islam adalah salah sebab kecintaan mereka terhadap Nabi Saw. Kecintaan mereka terhadap Qur’an.
7. Sebab seseorang yang mencintai Islam, mencintai Qur’an dan mencintai Sunnah pastilah dia tidak akan jemu dan lelah mencari ketiganya meskipun jauh letaknya.


Sungguh besar perjuangan kalian wahai para sahabat..Islam ini bersinar ke belahan dunia hingga kini atas jasa kalian…
Kalian melihat langsung sang kekasih, Rasulullah Saw, Namun sampai wafat sekalipun, kalian tetap setia mencari dan menjaga sunnah. Berbahagialah bagi kita yang mengikuti jejak langkah kalian

Definisi Istilah
Sahabat: Orang mukmin yang bertemu Nabi atau hanya pernah melihat saja, maka disebut sahabat. (Definisi ini diberikan oleh Imam Bukhari dan dianggap yang terbaik diantara semua definisi)
Sahabat besar (Kibar Sohabat) : Sahabat yang banyak bergaul bersama Nabi, banyak belajar, banyak mendengar hadist-hadist dari beliau, sering pergi berjihad dll, seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman, Ali, Ibnu Mas;ud dan lainnya.
Sahabat Kecil (Sighor Sohabi) : Sahabat yang jarang bergaul bersama Nabi, disebabkan tepat tinggalnya jauh dari Nabi, atau terakhir masuk Islam nya dll.
Tabi'in Orang Islam yang bertemu dengan sahabat, berguru dan belajar kepada sahabat, tapi tidak bertemu dengan Nabi dan tidak pula semasa dengan Nabi.
Tabi’in Besar (Kibar Tabi’in) Tabi’in yang banyak bertemu sahabat, belajar dan berguru kepada mereka.
Tabi’in besar besar ini diantaranya yang dikenal dengan FUKAHA TUJUH, yaitu: Sa’id Ibn Musayyab. Al-Qasim Ibn Muhammad Abu Bakr, Urwah bin Zubair, Kharijah Ibn Zaid, Abu Ayyub Sulaiman Hilali, Ubaidullah Ibn Utbah, Abu Salamah Ibn Abdurahman ibn Auf
Tabi’in Kecil (Sighor Tabi’in) : Tabi’in yang sedikit bertemu sahabat dan lebih banyak belajar dan mendengar hadist dari Tabi’in besar.

Peranan Tabi’in Dalam Penyebaran Hadist
Peranan Tabi’in dalam pertumbuhan sejarah hadist tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu pernanan besar dalam kesinambungan dan pemeliharaan hadist. Khusunya setelah masa pemerinatahan Utsman dan Ali.
Setelah berakhirnya masa pemerintahan Ali Bin Ali Thalib, mulailah usaha dan kesungguhan mencari hadist dan menghafal hadist oleh kalangan Tabi’in dengan mengadakan perjalanan untuk sekedar mencari ilmu (ilmu ketika itu berupa pencarian hadist-hadist Nabi). Setelah Islam menguasai Syam (Jordan sekarang), Irak, Mesir, samarkand (asia) dan spanyol, para sahabat banyak berhijrah ke daerah-daerah baru itu untuk berdakwah dan sekaligus mendirikan madrasah-madrasah sebagai wadah untuk menyebarkan ilmu. Daerah yang didatangi para sahabat itu kemudian dikenal sebagai pusat penyebaran ilmu yang nantinya menghasilkan sarjana-sarjana Islam, khususnya dalam disiplin ilmu hadist dari kalangan Tabi’in.Dengan demikian ,para tabi’in ini menerima hadist dari para sahabat sekaligus mereka pula belajar kepada sahabat tentang makna dan arti hadist yang mereka terima.

Para Sahabatpun Masih Mencari Ilmu Dengan Perlawatan Ke beberapa Daerah

Di masa tabi’in pun, para shighor sahabat, masih terus menimba ilmu. Khususnya mencari hadist dengan belajar kepada sahabat-sahabat besar. Jika sahabat besar itu ternyata berhijrah ke daerah-daerah lainnya, seperti di Mesir, di Jordan atau di Irak sekalipun, sahabat kecil inipun, yang berada di kota Mekkah ataupun Madinah, langsung mengadakan perlawatan ke daerah itu hanya untuk bertanya tentang satu hadist atau berguru langsung ke sahabat tersebut. Hal ini dibuktikan dari riwayat Bukhari, Ahmad, Thabarani ataupun Baihaqi, bahwa Jabir pernah pergi ke Syam, yang memakan waktu sebulan untuk sampai di Syam hanya untuk menanyakan SATU HADIST saja yang belum pernah di dengarnya. Sahabat yang didatangi nya adalah Abdullah Ibn Unais Al-Anshary.
Demikian pula halnya dengan Abu Ayyub Al-Anshory yang pernah melawat ke Mesir untuk menemui Uqbah Ibn Amir untuk bertanya SATU HADIST saja.

Komentar

Recommended Posts

randomposts

Postingan Populer