contoh cerpen


Air mataku mengalir bersama desahan rinduku. Air mataku mengalir bersama getaran cintaku. Air mataku mengalir bersama kekhawatiranku terhadapnya. Air mataku mengalir bersama hatiku yang yang terbelenggu. Terbelenggu dalam penjara cinta. Air mataku mengalir bersama kepasrahanku dalam cinta.
Air mataku terus mengalir membasahi pipi. Hatiku terasa perih seolah tertusuk ujung tombak yang beracun. Dadaku terasa sesak seolah dijejali silikon di dalam rongganya. Nuraniku lemah dalam kepasrahan. Ya Tuhan, kenapa ini terjadi padaku.
Cinta! Aku tak tahu dari mana kamu berasal? Yang aku rasa kini dirimu bersemanyam di lubuk hatiku. Memenuhi ruangan-ruangan di dalamnya. Cinta! Aku tak tahu kapan kamu mulai tumbuh? Yang kurasa kini engkau telah membesar dan menyesakkan dada. Cinta! Aku tak tahu apa yang engkau inginkan dariku? Yang kurasa kini hanya kelemahan karena dahsyatnya kekuatanmu.
Cintaku! Apakah engkau datang dari sebuah istana yang di dalamnya dipertemukan aku dengan dia? Cintaku! Apakah engkau mulai tumbuh saat aku mulai mengenalnya? Cintaku! Apakah engkau ingin semua anganku, ucapanku, dan perbuatanku menunjukkan cintaku padanya?
Cinta! Apakah engkau tahu? Aku sangat bahagia saat melihatnya. Seolah mataku telah terhipnotis oleh senyuman manisnya. Cinta! Apakah engkau sadar? Jantungku berdetak lebih kencang saat aku bersamanya. Seolah jantungku telah engkau pompa dengan kekuatan 1000 joule. Cinta! Apakah engkau mengerti? Betapa bodohnya aku di depannya, tak mampu berkata. Hanya omong kosong untuk menutupi semua yang kurasa.
Cinta! Jika aku boleh menduga, mungkin kau datang saat aku dan dia mulai bersama. bersama dalam sebuah praktikum Dasar Agronomi di semester tiga. Saat itu aku mulai mengenalnya. Namanya Syam, Syamin pradana.
Sejak saat itu, setiap Senin aku bertemu dengannya. Dia seorang yang lucu, meskipun kadang-kadang aku terpaksa tertawa karena kejayusannya. Dia seorang yang baik. Ya, aku tahu itu karena dia suka menolong sesama. Dia seorang yang penyanyang, tak pernah meninggalkan kaum wanita dalam kesusahan dan kepayahan. Aku bisa merasakan ketulusannya saat dia membantuku menyeberang jalan raya. Aku bisa merasakan kesabarannya saat ku lihat dia tersenyum meskipun aku memintanya mengadakan pengamatan sendiri di lapang. Dia juga sering tersenyum saat aku merengek kelelahan membersihkan gulma di lapang.
Entah bagaimana aku mengaguminya? Aku tersihir saat dia berbicara di depan kelas sebagai seorang Lurah. lurah adalah sebuah jabatan kepemimpinan setiap angkatan di departemen Agronomi dan Hortikultura. Dan dia, Syam, adalah Lurah angkatan kami. Aku mengagumi cara dia membina teman-teman. Terasa syahdu dan aman laiknya berada dalam benteng berdindingkan baja.
Cinta! jika aku boleh bercerita. Aku sangat senang jika dia mengajakku bicara. Aku senang jika dia meminta tolong kepadaku. Bahkan aku sudah cukup senang saat dia menanyakan kabarku. Kau tahu? suatu hari saat praktikum Dasar Agronomi dimulai, gulma memenuhi lahan kami bak sengaja disebar dan dipupuk. Ya, dosenku memang berkata kalau beliau pernah memberikan pupuk kandang di lahan kami. Alhasil, tak hanya tanamannya saja yang subur, tetapi juga gulmanya yang tumbuh besar. Aku menyiangai gulma dengannya. Bersamanya. Bercanda dengannya.
“Eh kalian absen dulu, malah pacaran,” kata Fajar nerocos.
“Cie….,” teman-teman yang lain menggoda kami.
Entah bagaimana hatiku berdesir hebat saat Fajar mengatakan kata pacaran. Sampai-sampai aku kikuk di depannya. Tapi dia hanya tersenyum. Senyum yang hanya dia dan Tuhan yang mengetahui artinya.
Detik berganti detik, menit berganti menit, jam berganti jam, dan bulan demi bulan pun berlalu. Tak tersa lima bulan sudah aku mengenalnya, bergaul dengannya, dan bercanda dengannya. Dan rasa itu, rasa itu semakin besar dan kuat. Tapi apa daya, aku hanya bisa mengakuinya dalam hati. aku hanya bisa mengungkapkannya dalam setiap sujudku. aku hanya bisa menulisnya dalam diariku, tidak di lapang, tidak di kelas, apalagi memerankannya dalam panggung sandiwara kehidupan.
“Hai, bagaimana kabarmu? hari ini kita panen jagung. Apa kamu sudah siap,” sapa Syam.
“Tentu,” jawabku ceria.
“Kamu punya kertas?”
“Punya, ada apa?”
“Tadiasisten mengatakan ada beberapa indikator yang harus kita amati. mungkin kamu bisa mencatatnya supaya nanti tidak lupa.”
“OK.” aku mengeluarkan selembar kertas dan sebuah pena. Kemudian aku bersiap untuk mencacat informasi dari Syam.
“Indikator yang harus kita amati yaitu bobot akar, bobot tajuk, bobot dan panjang tongkol, serta diameter tongkol.”
“Bisa diualngi,” pintaku.
“Bobot akar, bobot tajuk, bobot dan panjang tongkol, serta diameter tongkol. Sudah?”
“Sudah,” jawabku.
“OK, kalau begitu sekarang saatnya kita panen. Teman-teman kelompok 8, tuk kita ke lahan,” seru Syam.
setelah kamiselesai memanen jagung di lapang, kami membawa jagung-jagung tersebut ke laboratorium pasca panen untuk mengadakan pengamatan. pengamatan dilakukan pada sepuluh tanaman contoh yang telah kami tentunkan pada minggu keempat setelah tanam.
“Yanda, aku mau mendokumentasikan sampel jagung ini. Apa kamu bisa membantuku?”
Aku beranjak mendekati dia. aku mengernyitkan dahi kemudian menata 10 sampel jagung di atas meja. “Bagaimana, rapikan? Sekarang ambil fotonya,” kataku.
“Tidak mau, kamu saja yang mengambil fotonya,” katanya seraya mengulurkan handycame kepadaku.
“Sudah kamu saja.”
“Tidak mau, aku pengen kamu yang mengambil fotonya.”
“Dasar manja.” dalam hati aku berkata,” Syam, aku suka kalau kamu manja kepadaku. Dan aku mau kamu hanya manja kepadaku.” Aku tersenyum bahagia. Dia pun tersenyum. Namun, aku tidak mengerti arti dari senyumnya.
Kini, semua kenangan bersamanya melintas dibenakku. Bergantian bak slide show kuliah. Dan malam ini, air mataku mengucur deras bersama perjalanan kenangan itu. Air mataku jatuh karena cinta. Cinta yang membuatku gelisah. Cinta yang membuatku takut. Hatiku semakin kalut jika mengingat kejadian siang itu. Siang itu, hatiku tiba-tiba dicekam rasa cemas yang luar biasa. Saat itu, di saat ketika aku, Syam, dan teman-teman yang lain tergabung dalam kepanitian MPD (Masa Perkenalan Departemen). Saat itu, waktu ketika diadakan pra MPD yang kedua. Saat itu, waktu ketika Syam berbicara di depan peserta MPD dengan segala kebijaksaannya.
Rasa cemas itu muncul mengobrak-abrik hatiku begitu saja. Rasa cemas itu meretakkan kekuatan dinding hatiku. Rasa itu muncul ketika aku melihat senyum tulus Syam yang memandangi seorang gadis manis berjilbab kelabu. Rasa itu muncul saat gadis yang bernama Laila itu mengucapkan visi dan misinya sebagai calon Lurah dan Syam memandangnya lekat. Aku tidak tahu arti dari senyum dan pandanyan Syam. Apakah itu senyum keramahan, ketulusan, atau kekaguman? Aku tidak tahu apakah pandangan itu menunjukkan penghomatan, keterpesonaan, atau ketertarikan? Aku tidak tahu. Yang jelas hatiku perih melihat kejadian itu. Aku tidak tahu apa yang kurasakan? Yang jelas dadaku sesak dan aku berusaha membendung air mataku yang mulai jatuh.
Ya Tuhan, aku tidak sanggup melihat Syam mermandang lekat perempuanl ain di depanku. Aku tidak sanggup mendengar Syam mengucapkan sayang kepada gadis lain di hadapanku. Aku tidak sanggup mengetahui Syam mencintai orang lain di dekatku.Jika memang dia harus menyanyangi gadis lain, tumbuhkanlah sayang itu setelah aku tak lagi bisa melihatnya. jika memang dia harus mencintai gaids lain, berikan cinta itu setelah aku tak ladi sekampus dengannya. Karena aku tak sanggup menyaksikan semua itu. Karena kau tak mampu menerima kenyatan itu.
Aku yang tak mampu mengatakan cinta
Hingga bintang mengejekku dengan keindahannya
Aku yang tak mampu mengungkapkan cinta
Hingga mawar menertawakanku dengan aromanya
Aku yang hanya bisa memendam cinta
Hingga rembulan muram menitikkan duka
Aku yang hanya bisa mengeluarkan air mata
Hingga dedauan merunduk menyatakan iba

Air mataku terus mengalir membasahi bantal, membengkakkan mata, dan menyembabkan muka. air mataku terus mengalir hingga kesadaranku hilang, lelap ke alam mimpi.

***
Hanya Tuhan yang mampu membolak-balikkan hati manusia. Hanya Tuhan yang mampu menggeser perasaan seseorang. Dan hanya Tuhan yang mampu mewarnai suasana hati seseorang. Entah bagaimana Tuhan menyisipkan rasa rindu, rasa cemburu, dan rasa cinta di hati seseorang. Entah bagaimana Tuhan menggeser rasa itu dengan sekejap. Entah bagaimana Tuhan menahan rasa itu dipelupuk hati seseorang. Terkadang memang aneh. Sekarang benci besok cinta. Sekarang cinta besok benci. Sekarang menangis besok tertawa. Sekarang tertawa besok menangis.

Komentar

Recommended Posts

randomposts

Postingan Populer