Laporan : METODE PEMATAHAN DORMANSI DASAR ILMU DAN TEKNOLOGI BENIH
METODE PEMATAHAN DORMANSI
DASAR ILMU DAN TEKNOLOGI BENIH (AGH 250)
Disusun oleh :
Kodrat A24090009
Ignatius Hari Tri P. A24090070
Fita Lita Ramadiani A24090143
Nursil Ocsanari A24090147
Kartika Ratna Sari A24090157
Syaidatul Rosidah A24090176
Hanifah Nurhafizhah G24090055
Iif Miftahul Ihsan G24090056
Nanda Febyana H34090043
Anggi Lesmana Sukaryo H34090056
Achmad Fachruddin H34090130
Asisten Praktikum:
Nazima Maulidya A24070087
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dormasi benih merupakan suatu kondisi dimana benih tidak berkecambah walaupun ditanam dalam kondisi yang optimum. Beberapa keuntungan sifat dormansi pada benih antara lain mekanisme mempertahankan hidup, mencegah terjadinya perkecambahan di lapangan, dan pada beberapa spesies lebih tahan dalam penyimpanan. Namun dormansi dapat menjadi masalah karena saat konsumen benih akan menanam benih yang masih dorman tidak tumbuh dengan seragam, selain itu juga mengacaukan interpretasi dalam pengujian benih.
Dormansi benih disebabkan oleh faktor fisik dan fisiologi. Faktor fisiologi contohnya embrio rudimenter, keseimbangan hormonal, dan fenomena after-ripening. Fenomena after-ripening terjadi pada benih padi yaitu keadaan di mana benih tidak mampu berkecambah ketika baru dipanen dan baru dapat berkecambah setelah melampaui periode penyimpanan kering. Faktor fisik meliputi impermeable terhadap air dan gas, kulit benih tebal dan keras, benih mengandung inhibitor, dan adanya penghambatan mekanik.
Metode pematahan dormansi yang efektif dibedakan berdasarkan penyebabnya, sebab metode yang satu belum tentu bisa digunakan untuk metode pematahan dormansi penyebab yang lain. Metode pematahan dormansi yang disebabkan faktor fisik adalah skarifikasi yaitu pelukaaan kulit benih agar air dan nutrisi bisa masuk ke dalam benih. Sedangkan pematahan dormansi faktor fisiologis pada kasus after-ripening adalah dengan perendaman dengan senyawa kimia tertentu.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari teknik pematahan dormansi yang tepat pada kasus dormansi fisiologi (salah satunya after-ripening) dan dormansi fisik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Benih merupakan komponen teknologi kimiawi biologis pada setiap musim tanam untuk komoditas tanaman pangan. Benih dari segi teknologi diartikan sebagai organisme mini hidup yang dalam keadaan “istirahat” atau dorman yang tersimpan dalam wahana tertentu yang digunakan sebagai penerus generasi . Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan (Sutopo 2002).
Kemampuan benih untuk menunda perkecambahan sampai waktu dan tempat yang tepat adalah mekanisme pertahanan hidup yang penting dalam tanaman. Dormansi benih diturunkan secara genetik, dan merupakan cara tanaman agar dapat bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya. Intensitas dormansi dipengaruhi oleh lingkungan selama perkembangan benih. Lamanya (persistensi) dormansi dan mekanisme dormansi berbeda antarspesies, dan antarvarietas. Dormansi pada spesies tertentu mengakibatkan benih tidak berkecambah di dalam tanah selama beberapa tahun. Hal ini menjelaskan keberadaan tanaman yang tidak diinginkan (gulma) di lahan pertanian yang ditanami secara rutin.
Beberapa mekanisme dormansi terjadi pada benih baik fisik maupun fisiologi, termasuk dormansi primer dan sekunder.
Dormansi Primer
Dormansi primer merupakan bentuk dormansi yang paling umum dan terdiri atas dua macam yaitu dormansi eksogen dan dormansi endogen. Dormansi eksogen adalah kondisi dimana persyaratan penting untuk perkecambahan (air, cahaya, suhu) tidak tersedia bagi benih sehingga gagal berkecambah. Tipe dormansi ini biasanya berkaitan dengan sifat fisik kulit benih (seed coat). Tetapi kondisi cahaya ideal dan stimulus lingkungan lainnya untuk perkecambahan mungkin tidak tersedia. Faktor-faktor penyebab dormansi eksogen adalah air, gas, dan hambatan mekanis. Benih yang impermeable terhadap air dikenal sebagai benih keras (hard seed). Metode pematahan dormansi eksogen yaitu: (1) Skarifikasi mekanis untuk menipiskan testa, pemanasan, pendinginan (chilling), perendaman dalam air mendidih, pergantian suhu drastic, namun tempertur tinggi jarang digunakan untuk memecahkan dormansi benih, karena biasanya temperatur tinggi malah meningkatkan dormansi benih daripada memperbaiki perkecambahannya (Leopold & Kriedemann, 1975), (2) Skarifikasi kimia untuk mendegradasi testa, yaitu asam sulfat. Untuk testa yang mengandung senyawa tak larut air yang menghalangi masuknya air kebenih, maka pelarut organic seperti alcohol dan aseton dapat digunakan untuk melarutkan dan memindahkan senyawa tersebut sehingga benih dapat berkecambah (Soejadidan 2002). Dormansi endogen dapat dipatahkan dengan perubahan fisiologis seperti pemasakan embrio rudimenter, respon terhadap zat pengatu rtumbuh, perubahan suhu, ekspos ke cahaya. Menurut Bradbeer (1989), mekanisme dormansi dapat dibedakan pada dua lokasi yang berbeda, yaitu penutup embrio dan embrio. Dormansi yang disebabkan penutup embrio di antaranya pertukaran gas terhambat, penyerapan air terhambat, penghambatan mekanis, inhibitor di dalam penutup embrio dan kegagalan dalam memobilisasi cadangan makanan dari endosperma. Sementara dormansi embrio di antaranya embrio belum berkembang dan berdiferensiasi pemblokiran sintesa asam nukleat dan protein kegagalan dalam memobilisasi cadangan makanan dari embrio defisiensi zat pengatur tumbuh adanya inhibitor.
DormansiSekunder
Benih non dorman dapat mengalami kondisi yang menyebabkannya menjadi dorman. Penyebabnya kemungkinan benih terekspos kondisi yang ideal untuk terjadinya perkecambahan kecuali satu yang tidak terpenuhi, misalnya saja perubahan fisik yang terjadi pada kulit biji yang diakibatkan oleh pengeringan yang berlebihan, sehingga pertukaran gas-gas pada saat imbibisi menjadi lebih terbatas (Nutile dan Woostock, 1967). Dormansi sekunder dapat diinduksi oleh: (1) thermo (suhu), dikenal sebagai thermodormancy, (2) photo (cahaya), dikenal sebagai photodormancy, (3) skoto (kegelapan), dikenal sebagai skotodormancy, meskipun penyebab lain seperti kelebihan air, bahan kimia, dan gas bias juga terlibat. Mekanisme dormansi sekunder diduga karena: (1) terkena hambatan pada titik-titikk rusial dalam sekuens metabolic menuju perkecambahan, (2)ketidakseimbangan zat pemacu pertumbuhan versus zat penghambat pertumbuhan.
Dormansi benih dapat dibagi kedalam beberapa klasifikasi diantaranya berdasarkan factor penyebabnya, mekanisme dormansi, dan berdaskan bentuk dormansi. Berdasarkan factor penyebab dormansi dibagi menjadi Imposed dormancy yaitu terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan yang tidak menguntungkan, dan Imnate dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri. Berdasarkan mekanismenya dibedakan menjadi mekanisme fisik dan mekanisme fisiologis. Sementara berdasarkan bentuk dormansi dibedakkan menjadi kulit biji impermeable terhadap air/O2, biji membutuhkan suhu rendah dan biji yang bersifat Light sensitive.
BAB III
BAHAN DAN METODE
Bahan yang diperlukan adalah benih padi yang baru dipanen, benih lamtoro pohon, 0.2 % KNO3, air panas (mendidih), aquades, kertas merang, plastik, label dan pasir.
Teknik pematahan dormansi benih padi
1. kontrol (P0)
2. perendaman KNO3 0.2 % selama 24 jam (P1)
3. perendaman dengan air selama 24 jam (P2).
4. Setelah diberi perlakuan benih ditanam dengan metode UKDdp
5. Pengamatan dilakukan setelah 1 minggu dengan menghitung daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum
Teknik pematahan dormansi benih lamtoro
1. kontrol (P0)
1. perendaman KNO3 0.2 % selama 24 jam (P1)
2. Skarifikasi fisik yaitu dengan menggunting kulit benih pada posisi yang berlawanan dengan embrio (P2).
3. Setelah diberi perlakuan benih ditanam dengan media pasir
4. Pengamatan dilakukan setelah 1 minggu dengan menghitung daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Tabel 1. Daya berkecambag benih Padi
Periode Simpan (minggu) Ulangan Perlakuan
Kontrol KNO3 0.2 % Air
0 (B6) 1 4% 8% 8%
2 4% 8% 8%
3 4% 4% 4%
1 (B5) 1 8% 8% 8%
2 4% 4% 4%
3 4% 12% 12%
2 (B8) 1 16% 20% 8%
2 12% 24% 4%
3 4% 20% 8%
3 (B7) 1 36% 48% 44%
2 12% 28% 32%
3 12% 28% 16%
4 (B10) 1 48% 72% 60%
2 60% 68% 72%
3 60% 76% 76%
5 (B9) 1 80% 100% 88%
2 84% 76% 48%
3 88% 88% 60%
6 (B2) 1 92% 96% 96%
2 84% 100% 88%
3 72% 100% 92%
7 (B1) 1 92% 96% 92%
2 84% 88% 92%
3 96% 100% 80%
8 (B4) 1 80% 80% 76%
2 84% 80% 76%
3 80% 96% 92%
9 (B3) 1 92% 96% 96%
2 96% 100% 80%
3 96% 80% 76%
Tabel 2. Potensi tumbuh maksimum benih lamtoro
Periode Simpan (minggu) Ulangan Perlakuan
Kontrol KNO3 0.2 % Skarifikasi
0 (B6) 1 4% 8% 8%
2 4% 8% 8%
3 4% 4% 4%
1 (B5) 1 8% 8% 8%
2 4% 4% 4%
3 4% 12% 16%
2 (B8) 1 16% 24% 16%
2 12% 40% 8%
3 8% 24% 8%
3 (B7) 1 36% 50% 62%
2 20% 32% 44%
3 32% 52% 28%
4 (B10) 1 52% 80% 80%
2 76% 72% 72%
3 60% 76% 84%
5 (B9) 1 84% 100% 100%
2 92% 96% 96%
3 96% 96% 96%
6 (B2) 1 100% 96% 96%
2 100% 100% 100%
3 100% 100% 96%
7 (B1) 1 92% 100% 96%
2 84% 88% 100%
3 96% 100% 88%
8 (B4) 1 96% 88% 92%
2 92% 100% 96%
3 100% 100% 92%
9 (B3) 1 100% 100% 100%
2 100% 100% 92%
3 100% 92% 84%
Pembahasan
Dormansi merupakan kondisi ketika benih tidak tumbuh meskipun diberi perlakuan media yang optimum. Dormansi dapat berupa dormansi fisik dan fisiologis. Dormansi fisik berupa kondisi fisik benih yang menyebabkan terhambatnya proses perkecambahan seperti tebalnya kulit benih. Doemansi fisiologis terjadi karena terhambatnya proses metabolisme benih seperti peristiwa embrio rudimenter, after ripening, dan keseimbangan hormonal.
Peristiwa dormansi menimbulkan beberapa kerugian seperti pertumbuhan yang tidak serempak dan mengganggu ketepatan musim tanam. Untuk mengatasi hal itu ada beberapa mekanisme yang telah dikembangkan untuk mematahkan dormansi.
Pematahan dormansi fisik seperti yang dilakukan pada benih lamtoro dilakukan dengan cara skarifikasi. Skarifikasi yaitu melukai kulit benih dengan cara memotong sepertiga bagian benih yang berlawanan dengan embrio. Akibat skarifikasi ini, air dapat masuk kedalam benih dan memicu proses imbibisi benih.
Pematahan dormansi fisiologis dilakukan dengan merendam benih dalam larutan KNO3. Larutan KNO3 berfungsi untuk mengaktifkan kembali proses metabolisme benih, sehingga benih mampu berkecambah. Selain perlakuan KNO3, pematahan dormansi fisiologis dapat dilakukan dengan penyimpanan kering. Penyimpanan kering dilakukan terhadap benih yang mempunyai sifat after ripening. After Ripening diartikan sebagai setiap perubahan pada kondisi fisiologis benih selama penyimpanan yang mengubah benih menjadi mampu berkecambah. Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari sampai dengan beberapa tahun, tergantung dari jenis benihnya. Peristiwa after ripening terjadi pada benih padi sehingga untuk menghasilkan benih padi dengan daya berkecambah yang tinggi harus dilakukan penyimpanan kering terlabih dahulu. Peristiwa after ripening padi umumnya terjadi selama 8 minggu. Hal ini dapat ditunjukan dengan hasil pengamatan pada benih padi yang mencapai daya berkecambah maksimum setalah penyimpanan kering selama 8 minggu.
Untuk benih-benih yang mempunyai struktur kulit yang tidak begitu tebal, pematahan dormansi cukup dilakukan dengan merendam benih didalam air. Air tersebut berfungsi untuk melunakan kulit benih sehingga air mampu menembus sampai ke bagian embrio benih. Embrio benih yang terkena air akan terimbibisi dan berkecambah.
Metode pamatahan dormansi yang lain dapat dilakukan dengan cara stratifikasi suhu rendah yang disebut cilling. Metode ini bertujuan untuk meningkatkan hormon yang mengatur perkecambahan benih.
Dari beberapa metode pematahan dormansi yang ada penggunaannya harus disesuaikan dengan peristwa dormansi agar perlakuan yang diberikan efektif dan efisien. Untuk dormansi fisik sebaiknya digunakan metode skarifikasi. Untuk dormansi fisiologis sebaiknya digunakan metode stratifikasi atau penyimpanan kering. Penggunaan metode yang sesuai akan memberi dampak keberhsilan yang lebih tinggi.
Dormansi pada benih padi lebih efektif dipatahkan dengan cara penyimpanan kering karena sifatnya yang after ripening. Perlakuan KNO3 dan perendaman air tidak memberikan efek yang berbeda terhadap daya berkecambah benih. Daya berkecambah benih padi meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Hal ini membuktikan bahwa penyimpanan kering lebih efektif dibandingkan dengan metode yang lain.
Pematahan dormansi pada benih lamtoro dalam percobaan dilakukan dengan perlakuan skarifikasi dan KNO3. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dengan perlakuan skarifikasi, benih lamtoro mempunyai daya berkecambah yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa, untuk benih-benih dengan struktur kulit yang tebal dan keras seperti benih lamtoro perlakuan skarifikasi merupakan metode pematahan dormansi yang lebih efektif dibanding dengan metode yang lain.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dormansi benih merupakan masa tidak tumbuh benih segar. Benih tersebut membutuhkan waktu untuk tumbuh di lapang. Dormansi dapat dipatahkan dengan beberapa metode sesuai dengan peristiwa dormansi. Untuk dormansi fisik, metode pematahannya dapat dilakukan dengan cara skarifikasi. Dormansi fisiologis lebih efektif dipatahkan dengan metode stratifikasi atau penyimpanan kering.
Saran
Peristiwa dormansi dapat memberi manfaat dan juga kerugian bagi petani. Manfaat dari peristiwa dormansi ini yaitu memberikan masa penyimpanan untuk menyediakan cadangan bahan tanam untuk musim berikutnya. Kerugian dari peristiwa dormansi yaitu adanya kesalahan interpretasi dalam pengujian daya berkecambah, ketidak seragaman tumbuh benih, dan ketidak tepatan masa tanamn. Untuk mematahkan peristiwa dormansi diharapkan pelaku menggunakan metode yang sesuai dengan peristiwa dormansi yang terjadi pada benih sehingga perlakuannya lebih efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Bradbeer J.W. 1989. Seed Dormancy and Germination. Chapman & Hall, New York. 146p.
Leopold, A.C. dan P.E. Kriedemann. 1975. Plant growth and development. New Delhi. Tata Mc. Graw Hill Book Co. Ltd.
Nutile, G E, and Woodstock, L W. 1967. The influence of dormancy-inducing dessication treatments on the respiration and germination of Sorghum. Physiologia Plantarum, 20, 554–561.
Soejadidan U.S. Nugraha. 2002. Pengaruh Perlakuan Pematahan Dormansi Terhadap Daya Berkecambah Padi, hal 155-162. Dalam E. Murniatiet al. (Eds.): IndustriBenih di Indonesia. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB.291 hal.
Sutopo, Lita. 2002. Teknologi Benih. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
DASAR ILMU DAN TEKNOLOGI BENIH (AGH 250)
Disusun oleh :
Kodrat A24090009
Ignatius Hari Tri P. A24090070
Fita Lita Ramadiani A24090143
Nursil Ocsanari A24090147
Kartika Ratna Sari A24090157
Syaidatul Rosidah A24090176
Hanifah Nurhafizhah G24090055
Iif Miftahul Ihsan G24090056
Nanda Febyana H34090043
Anggi Lesmana Sukaryo H34090056
Achmad Fachruddin H34090130
Asisten Praktikum:
Nazima Maulidya A24070087
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dormasi benih merupakan suatu kondisi dimana benih tidak berkecambah walaupun ditanam dalam kondisi yang optimum. Beberapa keuntungan sifat dormansi pada benih antara lain mekanisme mempertahankan hidup, mencegah terjadinya perkecambahan di lapangan, dan pada beberapa spesies lebih tahan dalam penyimpanan. Namun dormansi dapat menjadi masalah karena saat konsumen benih akan menanam benih yang masih dorman tidak tumbuh dengan seragam, selain itu juga mengacaukan interpretasi dalam pengujian benih.
Dormansi benih disebabkan oleh faktor fisik dan fisiologi. Faktor fisiologi contohnya embrio rudimenter, keseimbangan hormonal, dan fenomena after-ripening. Fenomena after-ripening terjadi pada benih padi yaitu keadaan di mana benih tidak mampu berkecambah ketika baru dipanen dan baru dapat berkecambah setelah melampaui periode penyimpanan kering. Faktor fisik meliputi impermeable terhadap air dan gas, kulit benih tebal dan keras, benih mengandung inhibitor, dan adanya penghambatan mekanik.
Metode pematahan dormansi yang efektif dibedakan berdasarkan penyebabnya, sebab metode yang satu belum tentu bisa digunakan untuk metode pematahan dormansi penyebab yang lain. Metode pematahan dormansi yang disebabkan faktor fisik adalah skarifikasi yaitu pelukaaan kulit benih agar air dan nutrisi bisa masuk ke dalam benih. Sedangkan pematahan dormansi faktor fisiologis pada kasus after-ripening adalah dengan perendaman dengan senyawa kimia tertentu.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari teknik pematahan dormansi yang tepat pada kasus dormansi fisiologi (salah satunya after-ripening) dan dormansi fisik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Benih merupakan komponen teknologi kimiawi biologis pada setiap musim tanam untuk komoditas tanaman pangan. Benih dari segi teknologi diartikan sebagai organisme mini hidup yang dalam keadaan “istirahat” atau dorman yang tersimpan dalam wahana tertentu yang digunakan sebagai penerus generasi . Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan (Sutopo 2002).
Kemampuan benih untuk menunda perkecambahan sampai waktu dan tempat yang tepat adalah mekanisme pertahanan hidup yang penting dalam tanaman. Dormansi benih diturunkan secara genetik, dan merupakan cara tanaman agar dapat bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya. Intensitas dormansi dipengaruhi oleh lingkungan selama perkembangan benih. Lamanya (persistensi) dormansi dan mekanisme dormansi berbeda antarspesies, dan antarvarietas. Dormansi pada spesies tertentu mengakibatkan benih tidak berkecambah di dalam tanah selama beberapa tahun. Hal ini menjelaskan keberadaan tanaman yang tidak diinginkan (gulma) di lahan pertanian yang ditanami secara rutin.
Beberapa mekanisme dormansi terjadi pada benih baik fisik maupun fisiologi, termasuk dormansi primer dan sekunder.
Dormansi Primer
Dormansi primer merupakan bentuk dormansi yang paling umum dan terdiri atas dua macam yaitu dormansi eksogen dan dormansi endogen. Dormansi eksogen adalah kondisi dimana persyaratan penting untuk perkecambahan (air, cahaya, suhu) tidak tersedia bagi benih sehingga gagal berkecambah. Tipe dormansi ini biasanya berkaitan dengan sifat fisik kulit benih (seed coat). Tetapi kondisi cahaya ideal dan stimulus lingkungan lainnya untuk perkecambahan mungkin tidak tersedia. Faktor-faktor penyebab dormansi eksogen adalah air, gas, dan hambatan mekanis. Benih yang impermeable terhadap air dikenal sebagai benih keras (hard seed). Metode pematahan dormansi eksogen yaitu: (1) Skarifikasi mekanis untuk menipiskan testa, pemanasan, pendinginan (chilling), perendaman dalam air mendidih, pergantian suhu drastic, namun tempertur tinggi jarang digunakan untuk memecahkan dormansi benih, karena biasanya temperatur tinggi malah meningkatkan dormansi benih daripada memperbaiki perkecambahannya (Leopold & Kriedemann, 1975), (2) Skarifikasi kimia untuk mendegradasi testa, yaitu asam sulfat. Untuk testa yang mengandung senyawa tak larut air yang menghalangi masuknya air kebenih, maka pelarut organic seperti alcohol dan aseton dapat digunakan untuk melarutkan dan memindahkan senyawa tersebut sehingga benih dapat berkecambah (Soejadidan 2002). Dormansi endogen dapat dipatahkan dengan perubahan fisiologis seperti pemasakan embrio rudimenter, respon terhadap zat pengatu rtumbuh, perubahan suhu, ekspos ke cahaya. Menurut Bradbeer (1989), mekanisme dormansi dapat dibedakan pada dua lokasi yang berbeda, yaitu penutup embrio dan embrio. Dormansi yang disebabkan penutup embrio di antaranya pertukaran gas terhambat, penyerapan air terhambat, penghambatan mekanis, inhibitor di dalam penutup embrio dan kegagalan dalam memobilisasi cadangan makanan dari endosperma. Sementara dormansi embrio di antaranya embrio belum berkembang dan berdiferensiasi pemblokiran sintesa asam nukleat dan protein kegagalan dalam memobilisasi cadangan makanan dari embrio defisiensi zat pengatur tumbuh adanya inhibitor.
DormansiSekunder
Benih non dorman dapat mengalami kondisi yang menyebabkannya menjadi dorman. Penyebabnya kemungkinan benih terekspos kondisi yang ideal untuk terjadinya perkecambahan kecuali satu yang tidak terpenuhi, misalnya saja perubahan fisik yang terjadi pada kulit biji yang diakibatkan oleh pengeringan yang berlebihan, sehingga pertukaran gas-gas pada saat imbibisi menjadi lebih terbatas (Nutile dan Woostock, 1967). Dormansi sekunder dapat diinduksi oleh: (1) thermo (suhu), dikenal sebagai thermodormancy, (2) photo (cahaya), dikenal sebagai photodormancy, (3) skoto (kegelapan), dikenal sebagai skotodormancy, meskipun penyebab lain seperti kelebihan air, bahan kimia, dan gas bias juga terlibat. Mekanisme dormansi sekunder diduga karena: (1) terkena hambatan pada titik-titikk rusial dalam sekuens metabolic menuju perkecambahan, (2)ketidakseimbangan zat pemacu pertumbuhan versus zat penghambat pertumbuhan.
Dormansi benih dapat dibagi kedalam beberapa klasifikasi diantaranya berdasarkan factor penyebabnya, mekanisme dormansi, dan berdaskan bentuk dormansi. Berdasarkan factor penyebab dormansi dibagi menjadi Imposed dormancy yaitu terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan yang tidak menguntungkan, dan Imnate dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri. Berdasarkan mekanismenya dibedakan menjadi mekanisme fisik dan mekanisme fisiologis. Sementara berdasarkan bentuk dormansi dibedakkan menjadi kulit biji impermeable terhadap air/O2, biji membutuhkan suhu rendah dan biji yang bersifat Light sensitive.
BAB III
BAHAN DAN METODE
Bahan yang diperlukan adalah benih padi yang baru dipanen, benih lamtoro pohon, 0.2 % KNO3, air panas (mendidih), aquades, kertas merang, plastik, label dan pasir.
Teknik pematahan dormansi benih padi
1. kontrol (P0)
2. perendaman KNO3 0.2 % selama 24 jam (P1)
3. perendaman dengan air selama 24 jam (P2).
4. Setelah diberi perlakuan benih ditanam dengan metode UKDdp
5. Pengamatan dilakukan setelah 1 minggu dengan menghitung daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum
Teknik pematahan dormansi benih lamtoro
1. kontrol (P0)
1. perendaman KNO3 0.2 % selama 24 jam (P1)
2. Skarifikasi fisik yaitu dengan menggunting kulit benih pada posisi yang berlawanan dengan embrio (P2).
3. Setelah diberi perlakuan benih ditanam dengan media pasir
4. Pengamatan dilakukan setelah 1 minggu dengan menghitung daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Tabel 1. Daya berkecambag benih Padi
Periode Simpan (minggu) Ulangan Perlakuan
Kontrol KNO3 0.2 % Air
0 (B6) 1 4% 8% 8%
2 4% 8% 8%
3 4% 4% 4%
1 (B5) 1 8% 8% 8%
2 4% 4% 4%
3 4% 12% 12%
2 (B8) 1 16% 20% 8%
2 12% 24% 4%
3 4% 20% 8%
3 (B7) 1 36% 48% 44%
2 12% 28% 32%
3 12% 28% 16%
4 (B10) 1 48% 72% 60%
2 60% 68% 72%
3 60% 76% 76%
5 (B9) 1 80% 100% 88%
2 84% 76% 48%
3 88% 88% 60%
6 (B2) 1 92% 96% 96%
2 84% 100% 88%
3 72% 100% 92%
7 (B1) 1 92% 96% 92%
2 84% 88% 92%
3 96% 100% 80%
8 (B4) 1 80% 80% 76%
2 84% 80% 76%
3 80% 96% 92%
9 (B3) 1 92% 96% 96%
2 96% 100% 80%
3 96% 80% 76%
Tabel 2. Potensi tumbuh maksimum benih lamtoro
Periode Simpan (minggu) Ulangan Perlakuan
Kontrol KNO3 0.2 % Skarifikasi
0 (B6) 1 4% 8% 8%
2 4% 8% 8%
3 4% 4% 4%
1 (B5) 1 8% 8% 8%
2 4% 4% 4%
3 4% 12% 16%
2 (B8) 1 16% 24% 16%
2 12% 40% 8%
3 8% 24% 8%
3 (B7) 1 36% 50% 62%
2 20% 32% 44%
3 32% 52% 28%
4 (B10) 1 52% 80% 80%
2 76% 72% 72%
3 60% 76% 84%
5 (B9) 1 84% 100% 100%
2 92% 96% 96%
3 96% 96% 96%
6 (B2) 1 100% 96% 96%
2 100% 100% 100%
3 100% 100% 96%
7 (B1) 1 92% 100% 96%
2 84% 88% 100%
3 96% 100% 88%
8 (B4) 1 96% 88% 92%
2 92% 100% 96%
3 100% 100% 92%
9 (B3) 1 100% 100% 100%
2 100% 100% 92%
3 100% 92% 84%
Pembahasan
Dormansi merupakan kondisi ketika benih tidak tumbuh meskipun diberi perlakuan media yang optimum. Dormansi dapat berupa dormansi fisik dan fisiologis. Dormansi fisik berupa kondisi fisik benih yang menyebabkan terhambatnya proses perkecambahan seperti tebalnya kulit benih. Doemansi fisiologis terjadi karena terhambatnya proses metabolisme benih seperti peristiwa embrio rudimenter, after ripening, dan keseimbangan hormonal.
Peristiwa dormansi menimbulkan beberapa kerugian seperti pertumbuhan yang tidak serempak dan mengganggu ketepatan musim tanam. Untuk mengatasi hal itu ada beberapa mekanisme yang telah dikembangkan untuk mematahkan dormansi.
Pematahan dormansi fisik seperti yang dilakukan pada benih lamtoro dilakukan dengan cara skarifikasi. Skarifikasi yaitu melukai kulit benih dengan cara memotong sepertiga bagian benih yang berlawanan dengan embrio. Akibat skarifikasi ini, air dapat masuk kedalam benih dan memicu proses imbibisi benih.
Pematahan dormansi fisiologis dilakukan dengan merendam benih dalam larutan KNO3. Larutan KNO3 berfungsi untuk mengaktifkan kembali proses metabolisme benih, sehingga benih mampu berkecambah. Selain perlakuan KNO3, pematahan dormansi fisiologis dapat dilakukan dengan penyimpanan kering. Penyimpanan kering dilakukan terhadap benih yang mempunyai sifat after ripening. After Ripening diartikan sebagai setiap perubahan pada kondisi fisiologis benih selama penyimpanan yang mengubah benih menjadi mampu berkecambah. Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari sampai dengan beberapa tahun, tergantung dari jenis benihnya. Peristiwa after ripening terjadi pada benih padi sehingga untuk menghasilkan benih padi dengan daya berkecambah yang tinggi harus dilakukan penyimpanan kering terlabih dahulu. Peristiwa after ripening padi umumnya terjadi selama 8 minggu. Hal ini dapat ditunjukan dengan hasil pengamatan pada benih padi yang mencapai daya berkecambah maksimum setalah penyimpanan kering selama 8 minggu.
Untuk benih-benih yang mempunyai struktur kulit yang tidak begitu tebal, pematahan dormansi cukup dilakukan dengan merendam benih didalam air. Air tersebut berfungsi untuk melunakan kulit benih sehingga air mampu menembus sampai ke bagian embrio benih. Embrio benih yang terkena air akan terimbibisi dan berkecambah.
Metode pamatahan dormansi yang lain dapat dilakukan dengan cara stratifikasi suhu rendah yang disebut cilling. Metode ini bertujuan untuk meningkatkan hormon yang mengatur perkecambahan benih.
Dari beberapa metode pematahan dormansi yang ada penggunaannya harus disesuaikan dengan peristwa dormansi agar perlakuan yang diberikan efektif dan efisien. Untuk dormansi fisik sebaiknya digunakan metode skarifikasi. Untuk dormansi fisiologis sebaiknya digunakan metode stratifikasi atau penyimpanan kering. Penggunaan metode yang sesuai akan memberi dampak keberhsilan yang lebih tinggi.
Dormansi pada benih padi lebih efektif dipatahkan dengan cara penyimpanan kering karena sifatnya yang after ripening. Perlakuan KNO3 dan perendaman air tidak memberikan efek yang berbeda terhadap daya berkecambah benih. Daya berkecambah benih padi meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Hal ini membuktikan bahwa penyimpanan kering lebih efektif dibandingkan dengan metode yang lain.
Pematahan dormansi pada benih lamtoro dalam percobaan dilakukan dengan perlakuan skarifikasi dan KNO3. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dengan perlakuan skarifikasi, benih lamtoro mempunyai daya berkecambah yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa, untuk benih-benih dengan struktur kulit yang tebal dan keras seperti benih lamtoro perlakuan skarifikasi merupakan metode pematahan dormansi yang lebih efektif dibanding dengan metode yang lain.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dormansi benih merupakan masa tidak tumbuh benih segar. Benih tersebut membutuhkan waktu untuk tumbuh di lapang. Dormansi dapat dipatahkan dengan beberapa metode sesuai dengan peristiwa dormansi. Untuk dormansi fisik, metode pematahannya dapat dilakukan dengan cara skarifikasi. Dormansi fisiologis lebih efektif dipatahkan dengan metode stratifikasi atau penyimpanan kering.
Saran
Peristiwa dormansi dapat memberi manfaat dan juga kerugian bagi petani. Manfaat dari peristiwa dormansi ini yaitu memberikan masa penyimpanan untuk menyediakan cadangan bahan tanam untuk musim berikutnya. Kerugian dari peristiwa dormansi yaitu adanya kesalahan interpretasi dalam pengujian daya berkecambah, ketidak seragaman tumbuh benih, dan ketidak tepatan masa tanamn. Untuk mematahkan peristiwa dormansi diharapkan pelaku menggunakan metode yang sesuai dengan peristiwa dormansi yang terjadi pada benih sehingga perlakuannya lebih efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Bradbeer J.W. 1989. Seed Dormancy and Germination. Chapman & Hall, New York. 146p.
Leopold, A.C. dan P.E. Kriedemann. 1975. Plant growth and development. New Delhi. Tata Mc. Graw Hill Book Co. Ltd.
Nutile, G E, and Woodstock, L W. 1967. The influence of dormancy-inducing dessication treatments on the respiration and germination of Sorghum. Physiologia Plantarum, 20, 554–561.
Soejadidan U.S. Nugraha. 2002. Pengaruh Perlakuan Pematahan Dormansi Terhadap Daya Berkecambah Padi, hal 155-162. Dalam E. Murniatiet al. (Eds.): IndustriBenih di Indonesia. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB.291 hal.
Sutopo, Lita. 2002. Teknologi Benih. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Komentar