Penyempurnaan iman dan ketaatan

Mungkin kita pernah takut datang terlambat dalam kelas kuliah, takut karena belum menyelesaikan laporan, dan lain halnya. Sehingga kita mengupayakan untuk mengikuti peraturannya sehingga tidak ada ketakutan. Lantas seperti ini apakah bagian dari ketaatan ? Tentu ada "hukuman" untuk kesalahan melanggar aturan, misalnya telat masuk kelas, melanggar lalu lintas, ata upun bermaksiat. Tetapi kita banyak lihat bahwa ketaatan manusia masih kerkungkung pada individu atau pada sekat dunia. Misalnya seorang itu sangat bertakwa, namun tidak punya power untuk "mentakwakan" orang lain. Atau seorang itu taat pada aturan dunia sedang untuk akhirat dia lalai. Permasalahan ini tentu pada aktualisasi "hukuman" dan "penghargaan". Orang rela tidak tidur malam untuk mengerjakan paper konferensi internaional selama beberapa minggu. Karena mereka mengharpkan "penghargaan". Sifat naluri ini memang mutlak ada pada diri manusia. Namun lupakah kita dengan hukuman dan penghargaan akhirat, yaitu neraka dan surga ? Jika kita mengharap dijauhkan dari neraka dan dimasukan dalam surga itu memang sebuah kelayakan. Namun ada ridha Allah, letaknya dimana ? Seperti anak yang taat kepada orang tua, memang mengharap bantuannya namun dilain pihak itu bukti cintanya. Sehingga aktualisasi itu apa sehingga orang akan taat pada tingkat tertinggi. Iman, dia harus menyakini dengan pasti dan melihat fakta bahwa keimanannya ada shahih, sehingga ia akan mampu melihat surga dan neraka, serta berharap ridha Pencipta. Sehingga dalam BAB pertama kitab Nizhamul Islam adalah BAB Thariqul Iman(Jalan menuju iman). Itu karena urgensi atas keimanan seseorang, iman itu harus seratus persen tanpa keraguan. Sehingga setiap langkahnya berdasarkan keimanannya itu sehingga akan muncul ketakwaan. Seperti apa ketakwaan itu saat ia terinternalisasi. Ia akan menganggap dosa seperti duri, tentu sekecil apapun duri itu manusia tidak akan suka ada dalam tubuhnya, karena itu akan menjadi besar. Dan kita pasti mengusahakan menghilangkan duri itu dari tubuh kita. Lantas sudah shahihkan proses thariqul iman kita ? atau kita masih meragu atas penciptaan kita hingga nilai-nilai dan aturan Islam tidak kita jadikan standar ? Wallahu a'lam bishawab.

Komentar

Recommended Posts

randomposts

Postingan Populer