SUBANG, JAWA BARAT Oleh: ASRIMELWATI A 34104014 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGELOLAAN PEMANGKASAN TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI KEBUN TAMBAK SARI PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII SUBANG, JAWA BARAT Skripsi sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: ASRIMELWATI A 34104014 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN ASRIMELWATI. Pengelolaan Pemangkasan Pengelolaan Pemangkasan Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) di Kebun Tambaksari PT Perkebunan Nusantara VIII, Subang, Jawa Barat. (Dibimbing oleh ADIWIRMAN dan SUPIJATNO). Kegiatan pemangkasan membutuhkan pengelolaan yang baik supaya tidak mengakibatkan kerusakan atau kematian pada tanaman teh yang bisa menyebabkan penurunan produksi. Keberhasilan suatu pemangkasan ditentukan oleh jenis dan waktu pangkas serta gilir pangkas. Dalam menetukan waktu yang tepat untuk pelaksanaan pemangkasan, kondisi tanaman harus diperhatikan meliputi tinggi tanaman, diameter tanaman sebelum dipangkas, umur pangkas dan persentase pucuk burung. Kegiatan magang dilaksanakan selama 4 bulan, mulai tanggal 18 Februari 2008 sampai tanggal 18 Juni 2008 di Kebun Tambaksari, PT Perkebunan Nusantara VIII. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah metode langsung (pengamatan, bekerja langsung di lapang dan wawancara dengan pimpinan kebun, karyawan dan pekerja kebun) dan metode tidak langsung (laporan manajemen kebun, arsip kebun yang berhubungan dengan pemangkasan dan studi pustaka). Pengamatan dilakukan pada 5 tanaman contoh yang diambil secara acak pada blok Pasir Malang 1, blok F3 dan blok E3 di Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari. Jenis pangkasan yang dilakukan di Kebun Tambaksari adalah pangkasan jambul dan pangkasan kepris, waktu pemangkasan dibagi menjai dua semester yaitu semester I (Januari-Juni) dan semester II (September-Desember) dengan gilir pangkas 3 tahun, rata-rata luas areal yang direncanakan untuk dipangkas setiap tahun adalah 28. 86% dari total areal yang akan dipangkas selama setahun sedangkan realisasinya hanya 27. 60%, dan alat pangkas yang digunakan adalah gaet untuk semua ukuran cabang. Tinggi pangkasan yang ditetapkan adalah 50-65 cm dari permukaan tanah. Sistem upah menggunakan sistem borongan dimana tenaga pemangkas dibayar menurut prestasi kerja masing-masing. Hasil uji tstudent menunjukkan bahwa tinggi pangkasan pada blok F3 dan E3 berbeda nyata dengan standar sedangkan blok Pasir Malang 1 tidak berbeda nyata dengan standar. Berdasarkan pengamatan, tanaman teh di Kebun Tambaksari dipangkas pada saat umur pangkas mendekati 3 tahun, rata-rata ketinggian tanaman 109. 6 cm dengan diameter sebelum pangkas 165. 3 cm, rata-rata persentase pucuk burung 77. 33% dan produktivitas pucuk basah yang sudah berkurang mencapai setengah dari produksi tahun sebelumnya. Kapasitas kerja pemangkas (0. 046 ha/HK) lebih besar dari kapasitas standar (0. 04 ha/HK) dan tenaga pemangkas di lapangan lebih sedikit dari pada tenaga pemangkas yang dihitung secara teoritis. Rata-rata bobot brangkasan adalah 5.9 kg/pohon tapi banyak diambil oleh penduduk untuk dijadikan kayu bakar. Rata-rata persentase kerusakan cabang akibat pemangkasan 13. 46%, lebih kecil dari persentase kerusakan cabang di Unit Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah. Pemetikan jendangan dilakukan pada 9 MSP. LEMBAR PENGESAHAN Judul : PENGELOLAAN PEMANGKASAN TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) di KEBUN TAMBAKSARI PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII, SUBANG, JAWA BARAT Nama : ASRIMELWATI Program Studi : AGRONOMI Nomor pokok : A 34104014 Menyetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Adiwirman, MS. Ir. Supijatno, MSi. NIP. 131 699 943 NIP. 131 578 789 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir Didy Sopandie, M Agr. NIP. 132 124 019 Tanggal Lulus: RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kubang, Kabupaten Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 23 Juni 1986. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Asri dan Ibu Erniwati. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1992 di SD Negeri 1 Kubang, Payakumbuh. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Kecamatan Guguk, Kabupaten 50 Kota dan lulus tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 1 Kecamatan Guguak, Kabupaten 50 Kota dan lulus pada tahun 2004. Penulis diterima pada Program Studi Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Bogor pada tahun 2004, melalui Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP) pada tahun 2007 di Desa Bunder, Kecamatan Widasari, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2008 Penulis melaksanakan kegiatan magang di Kebun Tambaksari, PT Perkebunan Nusantara VIII, Subang, Jawa Barat. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis sudah bisa menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengelolaan Pemangkasan Teh (Camellia sinensis (l.) O. Kuntze) di Kebun Tambaksari PT Perkebunan Nusantara VIII, Subang, Jawa Barat” ini dengan baik dan lancar. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat tugas akhir untuk meraih gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agronomi, Departemen agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Ayah, Ibu dan kakak-kakak tercinta yang senantiasa mendukung dan memberikan dorongan kepada penulis secara moril maupun materil. 2. Dr. Ir. Adiwirman, MS dan Ir. Supijatno, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis. 3. Dr. Ir. Sudradjat, MS selaku dosen pembimbing akademik atas nasehat dan bimbingannya. 4. Dwi Guntoro, SP, Msi selaku dosen penguji atas saran dan masukannya untuk penyusunan skripsi ini. 5. Direksi PT. Perkebunan Nusantara VIII, Bandung, Jawa Barat yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan magang. 6. Ir. H. Aan Burhanudin selaku Administratur dan seluruh staf Kebun Tambaksari atas segala masukan, arahan dan kemudahan yang telah diberikan. 7. Keluarga besar Bapak Aip atas segala kasih sayang dan dorongan yang diberikan kepada penulis selama kegiatan magang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Bogor, Agustus 2008 Penulis DAFTAR ISI halaman DAFTAR TABEL................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR............................................................................ ix PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................. 1 Tujuan ........................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh ..................................................................... 3 Syarat Tumbuh .............................................................................. 3 Pemangkasan ................................................................................. 4 METODE MAGANG Tempat dan Waktu ........................................................................ 5 Metode Pelaksanaan ...................................................................... 5 Pengumpulan Data ........................................................................ 5 Pengolahan Data ........................................................................... 7 KEADAAN UMUM KEBUN TAMBAKSARI Sejarah Perkebunan ....................................................................... 8 Deskripsi Geografis ....................................................................... 9 Potensi Kebun ............................................................................... 9 Luas Areal Konsesi dan Produksi.................................................. 10 Jenis dan Volume Produksi Teh yang Dihasilkan ........................ 10 Karakter dan Keunggulan Mutu Teh yang Dihasilkan ................. 10 Manajemen Karyawan dan Kebun ................................................ 11 Ketenagakerjaan ............................................................................ 12 Kesejahteraan Karyawan ............................................................... 12 Upaya Meningkatkan Kerja Kebun ............................................... 13 Program Kepedulian Masyarakat .................................................. 14 PELAKSANAAN TEKNIS LAPANG Aspek teknis .................................................................................. 16 Persemaian .............................................................................. 16 Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan ................................... Pengendalian Gulma........................................................ Pengendalian Hama dan Penyakit................................... Pemupukan....................................................................... Pemangkasan.................................................................... 19 19 23 26 29 Pemetikan ................................................................................ Jenis Pemetikan................................................................ Jenis Petikan..................................................................... Perlengkapan Pemetikan.................................................. Rotasi dan Hanca Petik.................................................... 38 38 39 39 40 Pelaksanaan Pemetikan.................................................... Kapasitas Pemetik............................................................ Penimbangan Pucuk Basah di Kebun.............................. Pengangkutan Pucuk ke Pabrik........................................ 40 41 41 42 Proses Pengolahan Teh Hitam CTC ........................................ Penerimaan Pucuk dan Penimbangan.............................. Analisis Petik dan Pucuk................................................. Pelayuan........................................................................... Penggilingan..................................................................... Fermentasi........................................................................ Pengeringan...................................................................... Sortasi Kering.................................................................. Pengepakan...................................................................... 42 42 43 43 45 46 47 47 48 Aspek Manajerial .......................................................................... 49 Sinder Afdeling..... .................................................................. 49 Mandor Besar Pemeliharaan ................................................... 50 Mandor Besar Pemetikan ........................................................ 52 PEMBAHASAN Jenis Pangkasan ............................................................................. 55 Tinggi Pangkasan .......................................................................... 55 Luas Areal Pangkasan ................................................................... 56 Waktu Pemangkasan ..................................................................... 57 Alat Pangkas ................................................................................. 58 Kriteria Saat Pangkas .................................................................... 58 Gilir Pangkas ........................................................................... 58 Ketinggian Bidang Petik ......................................................... 59 Persentase Pucuk Burung ........................................................ 59 Tingkat Produksi ..................................................................... 60 Kerusakan Akibat Pemangkasan................................................... 61 Tenaga Pemangkas ........................................................................ 61 Penanganan Sisa Pangkasan .......................................................... 62 Pertumbuhan Tunas Setelah Pemangkasan ................................... 63 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ................................................................................... 64 Saran .............................................................................................. 65 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 66 LAMPIRAN .......................................................................................... 67 DAFTAR TABEL No halaman Teks 1. Luas Areal Konsesi Kebun Tambaksari, PTPN VIII …………. 10 2. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Umur di Kebun Tambaksari Tahun 2008 …………………………………..….. 12 3 Kombinasi Penyiangan Manual dan Kimia di Kebun Tambaksari ................................................................................ 20 4. Rata-rata Tinggi Pangkasan dan Diameter Bidang Pangkas Beberapa Blok Kebun di Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari.................................................................................. 31 5. Rencana dan Realisasi Luas Areal Pangkasan di Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari ……………………………... 31 6. Gilir Pangkas Enam Blok Kebun Di Afdeling Kasomalang, KebunTambaksari ……………………………………………. 32 7. Rata-rata Tinggi Tanaman Sebelum Dipangkas dan Diameter Bidang Petik Beberapa Blok Kebun di Afdeling Kasomalang ……...………………………………………………………… 33 8. Persentase Pucuk Burung Beberapa Blok Kebun di Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari ……………………………. 33 9. Persentase Kerusakan Cabang Akibat Pemangkasan ………… 35 10. Kapasitas Kerja Tenaga Pemangkas di Tiga Blok Kebun Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari …………………... 35 11. Bobot Brangkasan Sisa Pangkasan Beberapa Blok Kebun di Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari …………………… 37 12. Hasil Sortasi Kering Pengolahan Pucuk Basah Menjadi Teh Kering di Pabrik Tambaksari .................................................... 48 Lampiran 1. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Karyawan Harian Lapang (KHL) di Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari PTPN VIII, Subang, Jawa Barat ……………………………... 68 2. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Mandor/Mandor Besar di Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari PTPN VIII, Subang, Jawa Barat ………………... 69 3. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping sinder Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari PTPN VIII, Subang, Jawa Barat …………………………………………………………. 70 4. Data Hari Hujan dan Curah Hujan 10 Tahun Terakhir di Perkebunan Tambaksari ……………………………………... 71 5. Jumlah Pemakaian Pupuk di Afdeling Kasomalang Perkebunan Tambaksari 2007 ………..................................................... 72 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Teks 1. Kegiatan Pengendalian Gulma secara Manual.......................... 21 2. Kegiatan Pengendalian Gulma secara Kimia………………… 22 3 Kegiatan Pengendalian Hama dan Penyakit………………….. 23 4 Kegiatan Pemupukan Melalui Tanah dengan Cara Disebar….. 27 5 Kegiatan Pemangkasan……………………………………….. 29 6 Pangkasan Jambul…………………………………………….. 30 7 Pangkasan Kepris……………………………………………... 30 8 Produksi Pucuk Basah Berdasarkan Umur Pangkas………….. 34 9 Gaet Pangkas………………………………………………….. 34 10 Pertumbuhan Tinggi Tunas Setelah Pemangkasan pada Blok E2……………………………………………………………… 36 11 Pertumbuhan Tunas Setelah Dipangkas………………………. 36 12 Kegiatan Pemetikan Menggunakan Gunting………………….. 38 13 Kegiatan Penimbangan Pucuk Basah di Kebun………………. 41 14 Kegiatan Pembeberan…………………………………………. 45 15 Kegiatan Turun Layu………………………….......................... 45 Lampiran 1. Struktrur Organisasi Kebun Tambaksari .................................. 73 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman teh termasuk genus Camellia yamg memiliki sekitar 82 spesies. Jenis teh yang biasa dikonsumsi sebagai minuman adalah Camellia sinensis. Tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1684 (Setyamidjaja, 2000). Pada saat itu tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia berupa biji teh dari Jepang. Perkebunan teh di Indonesia mulai dibangun pada tahun 1910. Pada tahun 1958 dilakukan pengambilalihan perkebunan untuk perusahaan-perusahaan Belanda dan Inggris oleh pemerintah Indonesia. Selanjutnya secara bertahap dilaksanakan usaha rehabilitasi terhadap perkebunan teh yang telah menjadi milik Negara tersebut. Komoditi teh Indonesia diusahakan dalam tiga bentuk yaitu Perkebunan Besar Negara (PBN), Perkebunan Besar Swasta (PBS), dan Perkebunan Rakyat (PR). Luas areal perkebunan teh pada tahun 2005 mencapai 140 538 ha dengan produksi 167 276 ton dan produktivitas 1 426 kg/ha/tahun, sedangkan pada tahun 2006 luas areal perkebunan teh mengalami penurunan sebanyak 1. 69% menjadi 138 169 ha, namun produksi meningkat 0. 36% menjadi 167 811 ton dan produktivitas meningkat 1. 09% menjadi 1 478 kg/ha/tahun. Volume ekspor teh tahun 2005 sebesar 102 000 ton mengalami penurunan menjadi 95 339 ton pada tahun 2006 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006). Sentra produksi teh di Indonesia yaitu di Jawa Barat sekitar 65% dari total produksi teh Indonesia kemudian Jawa tengah (Putranto, 1978). Tanaman teh dibudidayakan untuk menghasilkan pucuk yaitu daun muda dengan tunas apikalnya. Oleh karena teh mempunyai sifat genetis bukan penghasil pucuk maka pengelolaan tanaman teh sifatnya melawan kehendak tanaman atau memaksa menghasilkan pucuk yang banyak. Salah satu sifat genetis tanaman teh yang menghambat pertumbuhan pucuk tersebut adalah sifat pertumbuhan kayu yang lebih besar dari pertumbuhan daun yang bisa menyebabkan tanaman teh bisa tumbuh menjadi pohon yang tinggi mencapai ketinggian 15 m atau lebih. Masalah ini dapat dipecahkan melalui proses pemangkasan (Sukasman, 1988). Pemangkasan merupakan salah satu kegiatan budidaya dalam pemeliharaan teh menjadi perdu, agar teh dapat dipetik dengan mudah, cepat, dan efisien sehingga diperoleh jumlah pucuk yang banyak. Kegiatan ini bertujuan membentuk bidang petik seluas mungkin dan merangsang pertumbuhan tunastunas baru sehingga mampu menghasilkan pucuk dalam jumlah yang besar (Setyamidjaja, 2000). Pembentukan bidang petik ini dilakukan pemangkasan dengan maksud untuk meningkatkan produktivitas tanaman teh (Setyamidjaja, 2000). Manfaat pemangkasan adalah pertumbuhan tanaman teh tetap pada fase vegetatif dan terbentuknya bidang petik yang luas sehingga pucuk yang dihasilkan semakin banyak. Kegiatan pemangkasan membutuhkan pengelolaan yang baik supaya tidak mengakibatkan kerusakan atau kematian pada tanaman teh yang bisa menyebabkan penurunan produksi. Keberhasilan suatu pemangkasan ditentukan oleh jenis dan waktu pangkas serta gilir pangkas. Dalam menetukan waktu yang tepat untuk pelaksanaan pemangkasan, kondisi tanaman harus diperhatikan meliputi tinggi tanaman, diameter tanaman sebelum dipangkas, umur pangkas dan persentase pucuk burung. Tujuan Kegiatan magang ini dilakukan dengan tujuan: 1. Memperluas pengetahuan dan wawasan mahasiswa tentang komoditas perkebunan khususnya tanaman teh. 2. Meningkatkan keterampilan mahasiswa baik yang menyangkut aspek teknis maupun manajemennya. 3. Mahasiswa dapat melihat dan mengetahui langsung masalah yang ada di perkebunan. 4. Mahasiswa dapat membandingkan dan menghubungkan teori yang didapat di bangku kuliah dengan keadaan yang sebenarnya yang ada di lapang. 5. Mahasiswa dapat mempelajari teknik pemangkasan yang baik, macammacam pemangkasan pada tanaman teh dan meningkatkan keterampilan khususnya dalam memangkas tanaman teh. TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh Tanaman teh termasuk genus Camellia dari famili Theaceae. Tanaman ini memiliki sekitar 82 species, terutama tersebar di kawasan Asia Tenggara pada garis lintang 30o sebelah utara maupun selatan khatulistiwa (Pusat Penelitian Perkebunan Gambung, 1992). Tanaman teh berbentuk pohon dengan tinggi 90 cm sampai dengan 120 cm, perakaran dangkal, berupa akar tunggang, dan peka terhadap keadaan fisik tanah (PT Perkebunan XI, 1993). Daun teh berupa daun tunggal yang berbentuk lanset dengan ujung meruncing, berwarna hijau, dan tepinya bergerigi. Daun tua bertekstur seperti kulit, permukaan atasnya berkilat dan berwarna hijau kelam. Bunga teh termasuk bunga sempurna yang mempunyai putik (calyx) dengan 5 sampai dengan 7 mahkota (sepal). Daun bunga (petal) berjumlah sama dengan mahkota, berwarna putih halus berlilin, berbentuk lonjong cekung. Tangkai sari panjang dengan benang sari (anthera) kuning bersel kembar, 2 mm sampai dengan 3 mm ke atas (Setyamidjaja, 2000). Buah yang masih muda berwarna hijau, bersel tiga, dan berdinding tebal. Mula-mula berkilat, tetapi semakin tua bertambah suram dan kasar. Bijinya berwarna cokelat beruang tiga, berkulit tipis, berbentuk bundar di satu sisi dan datar di sisi lain. Biji berbelah dua dengan kotiledon besar, yang jika dibelah akan secara jelas memperlihatkan embrio akar dan tunas (Setyamidjaja, 2000). Syarat Tumbuh Tanaman teh berasal dari daerah subtropik yang terletak pada 25o – 35o Lintang Utara dan 95o – 105o Bujur Timur, terutama terpusat pada kawasan antara 29o Lintang Utara dan 98o Bujur Timur. Daerah ini berada pada daerah miring berbentuk kipas, terletak diantara Pegunungan-pegunungan Naga, Manipuri, dan Lushai di sepanjang perbatasan Assam-Birma di ujung barat, membentang melalui wilayah China sampai propinsi Chekiang di ujung timur, dan ke selatan melalui Pegunungan-pegunungan di Birma (sekarang Myanmar), Thailand, terus ke Vietnam (Setyamidjaja, 2000). Tanaman teh di Indonesia lebih cocok ditanam di daerah pegunungan. Suhu udara yang baik bagi tanaman teh adalah suhu harian yang berkisar antara 13o C sampai dengan 25o C yang diikuti oleh cahaya matahari yang cerah dan kelembaban relatif pada siang hari tidak kurang 70%. Tanaman teh tidak tahan terhadap kekeringan sehingga hanya cocok ditanam pada daerah yang mempunyai curah hujan yang cukup tinggi dan merata sepanjang tahun (>2000 mm) dengan rata-rata curah hujan sepuluh tahun terakhir menunjukkan bulan kemarau yang curah hujannya <60 mm tidak lebih dari dua bulan serta tidak ada bulan yang sama sekali tidak ada hujan. Di Indonesia kebun teh terdapat pada keserasian elevasi yang cukup luas yaitu dari 400 mdpl sampai dengan 2000 mdpl. Tanah yang sesuai untuk ditanami teh adalah tanah-tanah yang mempunyai kedalam efektif lebih dari 40 cm dan berstruktur remah. Pemangkasan Tanaman teh dapat berkembang menjadi pohon yang tinggi sampai ketinggian 15 meter jika dibiarkan tumbuh secara alami. Tanaman teh yang demikian tidak akan menghasilkan pucuk yang banyak dan pemetikannya sulit dilakukan (Pusat Penelitian Perkebunan Gambung, 1992). Agar teh dapat dipetik dengan mudah dan diperoleh jumlah daun muda/pucuk yang banyak, tanaman teh harus dibentuk menjadi perdu yang memiliki bidang petik yang luas. Pembentukan bidang petik ini dilakukan dengan jalan pemangkasan (Setyamidjaja, 2000). Pemangkasan teh merupakan salah satu tindakan kultur teknis dalam pengelolaan kebun teh dengan tujuan untuk menjaga, meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu (Rusmana, 2000). Pangkasan pada tanaman teh harus dilakukan dengan baik. Agar didapat tanaman yang sehat dan hasil pucuk yang banyak. Daur pangkas, jenis, waktu dan tinggi pangkasan harus ditentukan dengan tepat (Tobroni dan Suliasih, 1990). Pemangkasan dilakukan pada tinggi 50 cm dan sisa pangkasan dihamparkan sebagai mulsa di sekitar tanaman teh (Setyamidjaja, 2000). METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang ini dilaksanakan di Kebun Tambaksari, PT Perkebunan Nusantara VIII, Subang, Jawa Barat selama 4 bulan yang dimulai dari tanggal 18 Februari 2008 sampai 18 Juni 2008 Metode Pelaksanaan Selama kegiatan magang, penulis bekerja sebagai Karyawan Harian Lepas (KHL) selama dua bulan, pendamping mandor selama dua minggu, pendamping mandor besar selama dua minggu, dan pendamping Sinder Afdeling selama dua minggu. Kegiatan tersebut bersifat fleksibel disesuaikan dengan kegiatan yang sedang berlangsung di kebun dan pada setiap kegiatan mengisi jurnal harian magang yang diketahui serta ditandatangani oleh pembimbing lapang (Tabel Lampiran 1, 2, dan 3). Selain melakukan kegiatan di atas, penulis secara khusus juga melakukan pengamatan terhadap kegiatan pemangkasan. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan metode langsung (primer) dan metode tidak langsung (sekunder). Metode langsung untuk memperoleh data primer dilaksanakan dengan cara melakukan pengamatan dan bekerja langsung di lapangan serta dengan cara wawancara dan diskusi dengan dengan pimpinan kebun, karyawan dan pekerja kebun. Metode tidak langsung untuk mendapatkan data sekunder diperoleh laporan manajemen kebun, arsip kebun terutama yang berhubungan dengan pemangkasan, dan studi pustaka.Untuk pengamatan di lapang, data yang diambil difokuskan pada kegiatan pemangkasan. Pengamatan dilakukan pada 5 tanaman contoh yang diambil secara acak pada blok Pasir Malang 1, F3 dan E3 di Afdeling Kasomalang. Beberapa variabel yang diamati dalam kegiatan magang dengan aspek pemangkasan adalah sebagai berikut: a. Pengamatan Sebelum Pemangkasan 1. Tinggi tanaman/tinggi bidang petik Dilakukan dengan mengukur tinggi dari permukaan tanah sampai ke puncak bidang petik 2. Diameter bidang petik Dilakukan dengan cara mengukur bidang petik kedua arah Timur – Barat dan Utara – Selatan dari bidang petik masing-masing tanaman contoh kemudian diambil rata-rata keduanya dengan rumus: DBP= diameter (utara-selatan) + diameter (timur-barat) 2 3. Persentase pucuk burung Dilakukan dengan menghitung jumlah pucuk burung dan pucuk peko yang terdapat pada tanaman yang akan dipangkas menggunakan lingkaran dengan diameter 75 cm, kemudian dihitung persentase pucuk burung dengan rumus: % pucuk burung = Jumlah pucuk burung × 100% Jumlah pucuk (burung+peko) 4. Tingkat produksi tahun sebelumnya (data sekunder). b. Pengamatan pada Saat Pemangkasan 1. Tinggi pangkasan Dilakukan dengan mengukur tinggi dari permukaan tanah sampai luka bekas pangkasan pada tanaman contoh yang telah dipangkas 2. Bobot Brangkasan. Dilakukan dengan menimbang dan membandingkan berat brangkasan tiap tanaman contoh menurut pangkasan ke n. 3. Persentase kerusakan akibat pemangkasan Dilakukan dengan menghitung jumlah cabang bekas pangkasan yang pecah atau rusak dengan menggunakan rumus sebagai berikut : % kerusakan = Σ bekas pangkasan yang rusak atau pecah × 100% Σ bekas pangkas seluruhnya 4. Kebutuhan tenaga pangkas per hari Dihitung berdasarkan jumlah tenaga pangkas yang riil dengan menghitung langsung atau wawancara dengan mandor. Hasil pengamatan dibandingkan dengan standar berdasarkan rumus sebagai berikut : Σ Pemangkas/hari = Luas areal pangkasan (ha) HKE 1 bulan × kapasitas standar HKE = Hari Kerja Efektif (hari) Kapasitas Standar = kemampuan yang harus dicapai seorang pemangkas 5. Diameter bidang pangkasan Dilakukan dengan mengukur diameter bidang pangkas kedua arah timur – barat dan utara – selatan dari masing-masing tanaman contoh dan diambil rata-rata keduanya dengan rumus : DBP = diameter (utara-selatan) + diameter (timur-barat) 2 c. Pengamatan Setelah Pemangkasan 1. Pertumbuhan tunas baru setelah pemangkasan Dilakukan dengan mengukur tinggi tunas mulai dari pangkal tunas sampai titik tumbuh. Pengamatan dilakukan 2 minggu sekali mulai 3 minggu setelah pemangkasan (MSP) hingga dilakukan pemetikan jendangan. Pengamatan dilakukan terhadap 5 buah tunas pada 5 tanaman contoh yang diambil secara acak pada patok-patok yang terdapat pada blok E2. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan uji t – student pada taraf nyata 0.05 yang dilakukan pada variabel tinggi pangkasan terhadap standar kebun. Ada pun rumus t - student yang digunakan yaitu: Keterangan: x1 , x2 = Rata-rata pengamatan 1 dan 2 S1 2, S2 2 = Ragam contoh 1 dan 2 n1 , n2 = Jumlah pengamatn 1 dan 2 Sp = Simpangan baku gabungan ( ) ( ) 2 1 1 1 1 1 2 2 2 1 2 1 2 1 2 + − − + − = ⎟⎠ ⎞ ⎜⎝ ⎛ + ⎟⎠ ⎞ ⎜⎝⎛ − − = − − n n n S n S Sp n n Sp x x t student KEADAAN UMUM KEBUN TAMBAKSARI Sejarah Perkebunan Kebun Tambaksari merupakan penggabungan dari Perkebunan Tambakan, Perkebunan Bukanagara, Perkebunan Kasomalang dan Perkebunan Sarireja. Perkebunan Tambakan didirikan oleh Pamanoekan dan Tjiasem Lands (P&T) milik Kerajaan Inggris pada tahun 1812. Perkebunan ini meliputi daerah Pekalongan, Bandung, Garut, Cianjur, Banten dan Sumatera Selatan dengan kantor pusat di Subang, dan kedudukan pemegang sahamnya berada di London. Tahun 1839 diambil alih pengelolaannya oleh pemerintah Belanda. Selanjutnya pemerintah Belanda tahun 1902 melakukan pembukaan perkebunan Bukanagara. Untuk mengelola pucuk yang dihasilkan, tahun 1906 mulai didirikan Pabrik Teh Ortodok Kasomalang. Kemudian pada tahun 1910 pengelolaannya diambill alih kembali oleh pemerintah Inggris, dan mulai didirikan Pabrik Ortodok Tambakan. Pada tahun 1964 dinasionalisasi menjadi PNP Dwikora IV (1964-1970), dengan kantor Direksi berada di Subang. Selanjutnya beberapa kali pengalihan pengelolaan menjadi PP Subang (1970-1973), PT Perkebunan XXX (1973 - 1979), PT Perkebunan XIII (1979-1995). Saat pengelolaan oleh PT Perkebunan XIII dilakukan penggabungan keempat perkebunan tersebut tahun 1979 menjadi Kebun Tambaksari, dan dengan pertimbangan pasar teh CTC untuk tahun mendatang lebih baik maka dilakukan perubahan sistem pengolahan menjadi Pabrik CTC Tambaksari. Mulai tanggal 11 Maret 1996 melebur dengan PTP XI dan XII menjadi PT Perkebunan Nusantara VIII yang berkantor pusat di Jalan Sindangsirna nomor 4 Bandung. Saat ini Kebun Tambaksari mengelola 5 Afdeling Komoditas Teh yaitu Afdeling Tambaksari, Kasomalang, Palasari, Kasomalang dan Bukanagara, serta mengelola 1 Afdeling Kakao yaitu Sindangsari. Komoditas lainnya yang ditanam adalah Kina (Afdeling Bukanagara) dan Kelapa Sawit (Afdeling Tambaksari, Sindangsari dan Kasomalang). Tanggal 14 April 1999, guna meningkatkan mutu dan kapasitas olah teh jadi, didirikan Pabrik Teh CTC Bukanagara. Awal pengelolaan, Pabrik Bukanagara hanya mengolah Teh Jadi sampai kering “belong” dan dipasarkan dengan nama Pabrik Tambaksari. Kemudian secara bertahap diadakan penambahan mesin sortasi dan perbaikan proses, sehingga mulai tahun 2001 telah memiliki “brand name” Pabrik Teh Hitam CTC Bukanagara. Deskripsi Geografis Perkebunan Tambaksari terletak pada ketinggian 480–1200 m diatas permukaan laut dengan suhu maksimum 28° C dan suhu minimum 15°C. Rata-rata hujan didaerah ini berkisar 2000 - 5000 mm per tahun dengan kelembaban 60- 90%. Secara umum Perkebunan Tambaksari bertopografi datar dan bergelombang. Jenis tanahnya berupa tanah vulkanik dan andosol dengan PH berkisar antara 5.5-6.5. Perkebunan Tambaksari terletak di beberapa Desa dan 3 (tiga) Kecamatan, yaitu Desa Tambakan,Desa Bunihayu, Desa Jalan Cagak, Desa Palasari, Desa Kumpay masuk wilayah Kecamatan Jalan Cagak; Desa Sarireja, Desa Kasomalang Wetan, Desa Kasomalang Kulon masuk wilayah kecamatan Kasomalang; dan Desa Cupunagara masuk wilayah Kecamatan Cisalak. Jarak Pabrik Teh Tambaksari dari ibukota propinsi 45 km, jarak dari ibukota kabupaten 15 km, 3 km dari kecamatan, Pabrik Pengolahan Tambaksari terletak di Desa Tambakan, dan Kantor Induknya terletak di Desa Kasomalang Kulon, Kecamatan Kasomalang serta Pabrik Bukanagara terletak di Desa Cupunagara, Kecamatan Cisalak. Potensi Kebun Bidang usaha PT.Perkebunan Nusantara VIII Kebun Tambaksari adalah membudidayakan dan mengolah komoditi hasil perkebunan berupa teh, kakao, kelapa sawit dan kina.Bidang usaha lain diluar core business yang sedang dirintis adalah agrowisata, dalam bentuk wisata proses pembuatan teh ke Pabrik Tambaksari dan Tea Walk. Juga melayani permintaan penggunaan bangunan dan areal perusahaan untuk kegiatan shooting film atau pembuatan iklan. Luas Areal Konsesi dan Produksi PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Tambaksari mempunyai luas areal seperti tercantum pada Tabel 1: Tabel 1. Luas Areal Konsesi Kebun Tambaksari, PTPN VIII Uraian Luas (ha) Tanaman teh menghasilkan Tanaman kina menghasilkan Tanaman sawit belum menghasilkan Tanaman sawit tahun ini Persemaian teh Persemaian sawit Tanaman lancuran teh Tanaman kepedulian lingkungan Lahan cadangan Emplasemen/perumahan Jalan/jembatan Fasilitas olahraga Fasilitas pemakaman (tpu) Hutan/jurang/sungai Pihak ke 3 1 154.343 204.514 355.670 194.041 1.109 8.424 53.250 62.470 529.792 32.433 39.257 7.350 6.181 430.683 14.074 Jumlah 3 093.591 Sumber: Selayang Pandang Kebun Tambaksari 2008 Jenis dan Volume Produksi Teh yang dihasilkan Produksi teh kering yang dihasilkan pabrik teh CTC Tambaksari dan Bukanagara sebesar 2.800 ton/tahun. Jumlah produksi yang dihasilkan 75% kualitas ekspor dan 25% kualitas lokal. Jenis teh yang dihasilkan adalah BP 1, PF 1, PD, D 1, Fann, D 2, FNGS 2, BM 2 dan Pluff. Karakter dan Keunggulan Mutu Teh yang Dihasilkan Keunggulan mutu teh Pabrik Tambaksari dari segi appereance yang didukung oleh liquor khas low land. Untuk Pabrik Bukanagara keunggulan mutu teh yang dihasilkan segi appereance dan liquor khas medium land. Dalam rangka menjaga konsistensi kualitas teh hasil jadi serta menjaga keamanan produk dan hubungan ketenagakerjaan. Kebun Tambaksari telah mengimplementasikan sistem manajemen mutu SNI (Standar Nasional Indonesia) di Pabrik Tambaksari dan ISO 22000:2005 (Food Safety Management) di Pabrik Bukanagara. Serta menerapkan ETP (Ethical Tea Partnership) di semua lini Kebun Tambaksari. Manajemen Karyawan dan Kebun Struktur manajemen Kebun Tambaksari dipimpin oleh seorang Administratur yang bertanggung jawab pada Direksi PTPN VIII. Seorang Administratur dalam menjalankan tugasnya menggunakan sistem organisasi garis yang membagi wewenang dan tanggung jawab di dalam setiap tingkat. Wewenang dan tanggung jawab yang didelegasikan menjadi tanggung jawab bagi pemegangnya sekaligus memberi wewenang untuk menentukan kebijakan mengenai tugas yang diberikan. Dalam pekerjaannya seorang Administratur dibantu seorang Sinder Kepala, 1 Sinder TUK, 6 Sinder Kebun, 1 Sinder Teknik dan 2 Sinder Pengolahan. Berikut merupakan tugas dan wewenang dari masing-masing jabatan: 1. Administratur, bertugas menyusun rencana kerja dan anggaran belanja, mengelola kebun berdasarkan rencana, kebijakan dan peraturan direksi, serta menetapkan kebijaksanaan dalam mengelola kebun dan bertanggung jawab terhadap direksi PTPN 2. Sinder Kepala bertugas mengelola dan mengkoordinir pekerjaan yang berada dibawah pengawasannya serta bertanggung jawab pada Administratur. 3. Sinder Pengolahan bertugas melaksanakan kegiatan pengolahan dan menyelenggarakan administrasi produksi pengolahan sesuai kebijakan Administratur serta bertanggung jawab pada Administratur. 4. Sinder Afdeling bertugas melaksanakan dan mengelola kebun sehari-hari serta bertanggung jawab pada Administratur. 5. Sinder Teknik bertugas menyelesaikan pekerjaan yang berhubungan dengan mesin-mesin produksi, kendaraan, bangunan, anstalasi listrik dan air, serta melaksanakan administrasi teknik sesuai dengan kebijakan Administratur serta bertanggung jawab pada Administratur. 6. Sinder Tata Usaha Kebun (TUK) bertugas menyelenggarakan dan menyelesaikan pekerjaan yang berhubungan dengan tata usaha personalia, keuangan dan penggudangan serta bertanggung jawab pada Administratur. Tabel 2. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Umur di Kebun Tambaksari Tahun 2008 No Gol Umur (tahun) Jumlah 18-25 26-35 36-45 46-55 >55 1 2 3 4 IIIA-IVD (Staf) IB-IID (Bulanan) IA (KHT) KHL 2 8 13 294 1 20 118 37 2 54 205 484 9 73 215 362 1 20 - 295 15 175 551 1812 Jumlah 317 516 745 659 316 2553 Sumber: Kantor Induk Kebun Tambaksari 2008 Ketenagakerjaan Peraturan ketenagakerjaan di Perkebunan Tambaksari selalu berdasarkan kepada peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Untuk karyawan staf berdasarkan PKB (Perjanjian Kerja Bersama) dan Undang-Undang No 13 tahun 2003. Bagi karyawan yang memperlihatkan prestasi kerja yang baik dan dedikasi yang tinggi maka terbuka kemungkinan untuk meningkatkan karirnya dalam status kepegawaian yang lebih tinggi. Karyawan wanita maupun laki-laki disamakan dalam Peraturan Perusahaan (tidak didiskriminasi). Bagi karyawan staf dan harian diberikan tunjangan pensiun dari Dapenbun (Dana Pensiunan Perkebunan) yang dihitung berdasarkan masa kerja dan tingkat karyawan bulanan dan harian juga diasuransikan kepada PT Jamsostek. Tenaga kerja pelaksana seperti pemetikan umumnya berasal dari desa-desa di sekitar Kebun Tambaksari. Jumlah jam kerja berlaku di Perkebunan Tambaksari adalah 7 jam kerja setiap harinya, kecuali pada hari Jumat hanya 6 jam atau kurang lebih 38-40 jam setiap minggunya. Kelebihan jam kerja kerja dihitung sebagai lembur. Jumlah hari kerja setiap minggunya adalah 6 hari kerja, dengan 1 hari libur yaitu pada hari minggu. Bagian pengolahan libur pada hari Senin karena pada hari Minggu pemetikan tidak dilakukan sehingga tidak ada pucuk yang akan diolah. Kesejahteraan Karyawan Sistem upah, tunjangan, santunan sosial dan jaminan sosial karyawan Kebun Tambaksari mengacu pada Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara Direksi PTPN VIII dengan Serikat Pekerja Perkebunan (SP-BUN) PTPN VIII. Pembayaran upah dilaksanakan dengan berpedoman kepada Upah Minimum Sektor Perkebunan (UMSP) Jawa Barat yaitu Rp 629 000,-/bulan. Dengan berlakunya PKB maka bagi semua pegawai diberikan tunjangan cuti, tunjangan khusus, tunjangan jabatan, tunjangan kesehatan, tunjangan hari besar keagamaan (THR), bonus, pakaian dan Insentif Prestasi (IP). Selain itu, setiap karyawan juga mendapatkan hak cuti tahunan (12 hari kerja dengan tunjangan cuti sebesar 50 % dari gaji dan tunjangan tetap), cuti panjang setiap 6 tahun (30 hari kalender dengan tunjangan cuti sebesar satu kali gaji ditambah tunjangan tetap), bantuan pemondokan bagi anak sekolah, bantuan kematian, pengharagaan masa kerja 25, 30 dan 35 tahun, santunan hari tua, fasilitas perumahan dan listrik dan air. Perusahaan Perkebunan juga menyediakan sarana dan prasarana untuk kegiatan olahraga, kesenian dan pembinaan mental karyawan. Saat ini sarana olahraga terdiri dari : lapangan tenis, tenis meja, lapangan sepak bola dan lapangan volley ball sedangkan sarana kesenian yang dimiliki yaitu keyboard. Kegiatan pembinaan mental secara rutin dilaksanakan baik bekerja sama dengan Biltandam Siliwangi maupun dengan Mubaligh baik dari karyawan Perkebunan, tokoh agama sekitar Perkebunan maupun dari luar Kecamatan Jalan Cagak dimesjid yang ada dilingkungan Kebun Tambaksari. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pihak perkebunan juga memiliki Koperasi Karyawan yang menyediakan dan memasok kebutuhan bahan pokok keluarga serta simpan pinjam. Upaya Meningkatkan Kerja Kebun PT Perkebunan Nusantara VIII menyadari tanggung jawabnya untuk mencapai tujuan unit kerja yaitu : a. Mengelola tanaman sesuai dengan teknis dan dapat berproduksi secara berkelanjutan. b. Menghasilkan produk jadi yang berkualitas dan mempunyai daya saing tinggi di pasar teh dunia. c. Memberikan konstribusi keuntungan bagi perusahaan, menambah devisa negara serta memberikan konstribusi terhadap pembangunan masyarakat sekitar perkebunan. Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk memperbaiki kinerja kebun adalah: a. Melaksanakan program new planting dan re-planting, Compacting dan Suplaying TBM b. Penanaman pohon pelindung yang berfungsi untuk wind breaker, pelindung tanaman, mempertahankan iklim mikro dan sebagai penambah bahan organik tanah. c. Melaksanakan konservasi tanah dan air dengan pembuatan rorak, perbaikan struktur tanah (penggarpuhan, benam serasah pangkasan), penambahan bahan organik dan pembuatan embung-embung. d. Meningkatkan kualitas bahan baku pucuk yang diolah dipabrik, untuk meningkatkan persentase mutu I, meminimalisasi off grade dan meningkatkan skoring mutu teh jadi sehingga harga jual meningkatkan diapresiasi oleh pasar. e. Melaksanakan proses pengolahan sesuai dengan sistem manajemen mutu yang didukung oleh peralatan yang selalu dalam keadaan siap pakai. f. Penggunaan tenaga kerja sesuai dengan kepentingan sehingga efektif dan efisien. g. Melaksanakan monitoring pengendalian biaya baik mingguan maupun bulanan. Program Kepedulian Masyarakat Manajemen Kebun Tambaksari menyadari sepenuhnya bahwa untuk mempertahankan kelangsungan usaha dalam jangka panjang diperlukan kemitraan yang harmonis dengan masyarakat sekitar perkebunan. Untuk itu beberapa kegiatan kepedulian masyarakat dilaksanakan oleh pihak kebun, antara lain: a. Pembentukan Forum Komunikasi Peduli Kebun (FKPK) yang melibatkan Serikat Pekerja Pekerbunan (SP-BUN), Muspida, Kepala Desa, tokoh masyarakat dan ulama sekitar perkebunan. b. Pelaksanaan program tumpang sari untuk Ketahanan Pangan, yaitu memberi kesempatan kepada masyarakat sekitar perkebunan yang tidak memiliki lahan untuk menggarap di lahan HGU kebun dengan sistem tumpang sari melalui perjanjian pinjam pakai lahan garapan yang apabila suatu saat diperlukan perkebunan harus diserahkan kembali. c. Pembentukan kelompok-kelompok tani penggarap lahan dan pemberian penyuluhan usaha tani terhadap anggota petani penggarap. d. Pemberian bantuan dalam pembangunan sarana ibadah seperti mesjid, madrasah, pondok pesantren, dsb. e. Perbaikan sarana jalan dan jembatan umum, serta penanaman tanaman pelindung untuk resapan air yang bekerjasama dengan masyarakat sekitar. f. Latihan olah raga bersama dengan masyarakat dan instansi terkait sekitar perkebunan. g. Pagelaran hiburan baik musik maupun qasidah bagi masyarakat sekitar perkebunan. PELAKSANAAN KEGIATAN LAPANG Aspek Tenis Persemaian Persemaian adalah tempat penyediaan bibit untuk new planting, replanting dan supplying khususnya untuk kebutuhan di PTPN VIII dan kalau masih ada sisa dijual ke perkebunan lain. Perkebunan Tambaksari memiliki areal persemaian teh di Afdeling Tambaksari yang berlokasi di belakang salah satu pabrik pengolahan teh Perkebunan Tambaksari yaitu di Desa Tambakan. Syarat lokasi yang baik untuk persemaian adalah terbuka dari cahaya matahari dan drainasenya baik, dekat dengan sumber air, dekat dengan sumber tanah untuk pengisian polybag serta dekat dengan jalan untuk memudahkan dalam pengangkutan. Lahan yang akan digunakan sebagai tempat persemaian harus bersih dari tunggul-tunggul pohon dan batu. Bangunan untuk naungannya dibuat setinggi 2 m dari permukaan tanah. Dinding dan atapnya terbuat dari bambu dengan persentase sinar matahari yang masuk sekitar 25% sampai dengan 35% dengan kelembaban >80%. Bangunan dilengkapi dengan selokan, bak air dan jalan control. Luas areal persemaian di Afdeling Tambaksari ini adalah 14 patok yaitu sekitar 5 600 m2 yang bisa menampung 350 000 bibit . Media tanam yang digunakan adalah tanah yang sudah diberakan lebih dari dua tahun atau bisa juga dari tanah hutan. Derajat keasaman (pH) tanah yang diisyaratkan sebagai media tanam persemaian adalah 4.5 sampai dengan 5.5. Untuk tanah dengan pH >5.5 diberi tawas dengan dosis 600 g/m3 untuk top soil dan 1000 g/m3 untuk sub soil. Tanah lapisan atas (top soil) harus dipisahkan dari tanah lapisan bawah (sub soil). Kemudian tanah tersebut diayak dengan ayakan berdiameter 1 cm untuk memisahkan tanah dari sisa-sisa akar, rumput, batu-batu dan kotoran lainnya. Kegiatan pengayakan ini dimaksudkan juga untuk memutuskan gaya kapiler sehingga evapotranspirasi turun agar tanah relatif lebih tahan terhadap kondisi kekurangan air. Sebelum tanah dimasukkan ke dalam polybag, top soil harus dicampur dengan pupuk TSP 500 g dan KCl 300 g untuk 1 m3 tanah. Bedengan dibuat dengan ukuran lebar 1 × 20 m serta jarak antar bedengan sekitar 50 cm. Selang beberapa bedengan dibuat bak sederhana untuk penampungan air. Untuk klon dengan jenis berbeda ditanam pada bedengan yang terpisah. Polybag atau bekong yang digunakan berukuran 12 × 25 cm dengan tebal 0. 04 mm dan berwarna putih. Bekong dilubangi sebanyak 12 buah tersebar beraturan 10 buah di badan bekong dan 2 buah di bagian bawahnya. Pengisian tanah dilakukan dengan cara memasukkan 2/3 bagian top soil terlebih dahulu dan 1/3 bagian lagi diisi dengan sub soil. Hal ini dimaksudkan agar pergerakan akar bisa lebih cepat menuju tanah pada bagian bawah yang diisi dengan top soil karena mengandung lebih banyak unsur hara dibanding sub soil. Tanah yang dimasukkan harus dalam keadaan lembab, tidak boleh kering atau terlalu basah. Pengisian tanah tidak boleh terlalu padat tapi cukup digejlug beberapa kali saja. Setelah itu dilakukan fumigasi dengan larutan fumigant yang berbahan aktif Natrium Metan dosis 150 cc/ 20 l untuk 700 bekong, lalu disungkup dengan plastik sungkup yang berukuran 2 × 20 m. Rangka sungkup dibuat dengan ketinggian 50 cm sampai dengan 60 cm dari permukaan bekong. Tujuan dilakukan fumigasi ini adalah untu mensterilkan tanah dari Nematoda. Setelah itu dibiarkan selama 1 sampai dengan 2 minggu, dan diangin-anginkan selama 1 sampai dengan 2 minggu. Metode pembibitan yang dilakukan di Kebun Tambaksari ini adalah metode stek satu buku (single node cutting). Klon yang dijadikan bahan tanam adalah klon Gambung 7 dengan pertimbangan tingkat produktivitasnya yang tinggi dan Gambung 3 dengan pertimbangan tingkat kandungan zatnya seperti katekin dan riboflavin yang tinggi. Pemilihan klon untuk perbanyakan karena tingkat keseragamannya yang tinggi dalam hal produktivitas, lebih tahan kekeringan dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Stek yang biasa dipakai adalah bagian tengah stekres yang berwarna hijau tua, diharapkan dalam satu stekres bisa dihasilkan 3 sampai dengan 4 cutting. Pemotongan stekres dilakukan kurang lebih 0. 5 cm diatas dan 3 cm sampai dengan 4 cm di bawah ketiak daun dengan kemiringan 45o menggunakan pisau stek yang tajam. Stekres yang sudah dipotong direndam dulu ke dalam larutan fungisida Dithane selama 2 sampai dengan 3 menit. Luka bekas irisan bagian bawah dicelupkan dulu ke dalam larutan zat pengatur tumbuh Rootone, kemudian ditiriskan beberapa saat. Stekres ditanam ke dalam bekong yang sudah disiram air secukupnya lalu ditekan dengan 2 jari pada pangkal batang agar tidak goyah. Penyiraman dilakukan lagi setelah stekres selesai ditanam. Bedengan segera disungkup dengan membenamkan bagian tepi dan samping lembaran sungkup pada sisi bedengan, kemudian ditimbun tanah. Plastik sungkup tidak boleh bocor dan harus rapat. Pemeliharaan dilakukan setiap 1 minggu sampai 2 minggu sekali dengan pemberian pupuk daun Bayfolan konsentrasi 10 ml/ 20 l air (satu pompa). Setelah bibit sudah berumur 5 sampai dengan 6 bulan pemupukan dapat diselingi dengan pupuk Urea konsentrasi 0. 5%, 1%, 2% dengan giliran dua minggu sekali. Selain itu setiap 3 bulan sekali diberikan pupuk Urea 2.5 kg + 2.5 kg TSP + 2.5 kg KCl + 50 kg pupuk kandang untuk 2 drum (200 l). Pupuk ini cukup untuk 350 000 bibit dengan takaran 1 botol balsem untuk tiap bibit. Setelah bibit berumur 3 sampai dengan 4 bulan dlakukan pembukaan sungkup secara bertahap yaitu 2 minggu pertama yang dibuka ujung-ujungnya saja dari jam 07.00-10.00 pagi, 2 minggu kemudian setengah sungkup memanjang dibuka dari jam 07.00-10.00 pagi dan sungkup baru dibuka seluruhnya secara bertahap dengan pembukaan ditingkatkan setiap 2 minggu dari 4 jam, 6 jam, 8 jam dan 12 jam sampai tanpa sungkup. Sungkup dibuka seluruhnya pada umur 6 sampai dengan 7 bulan. Pada saat bibit berumur 3 sampai dengan 4 bulan dilakukan inventarisasi bibit yang hidup dan mati tanpa memindahkan bekong. Jika sudah mencapai ketinggian 25 cm dilakukan tipping pada ketinggian 20 cm untuk membentuk percabangan. Setelah berumur 6 sampai dengan 7 bulan dilakukan seleksi bibit menurut ketinggian dengan kriteria sebagai berikut: tinggi >25 cm dengan jumlah minimal 5 sampai dengan 6 helai daun termasuk kelas A, tinggi 15-25 cm dengan jumlah minimal 3 sampai dengan 4 helai daun termasuk kelas B dan tinggi <15 cm dengan jumlah minimal 2 helai daun termasuk kelas C. Perlakuan selanjutnya yaitu untuk bibit kelas C disungkup kembali selama 1 sampai dengan 1.5 bulan, dan untuk bibit kelas A dan B disusun menurut kelasnya dengan jarak yang lebih renggang (setiap dua baris bekong diselingi jarak 10 cm). Khusus untuk bibit kelas A sudah mulai diadaptasikan dengan kondisi luar dengan cara mengurangi naungan kolektif. Hasil seleksi setiap klon harus dipisahkan agar tidak tercampur dengan klon lainnya. Selama kegiatan magang, mahasiswa mengikuti kegiatan persemaian selama 3 hari. Kegiatan yang diikuti adalah pengambilan stekres dan penanaman stekres dengan prestasi kerja 375 bekong/HK, sedangkankan standarnya adalah 500 bekong/HK. Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan untuk tanaman menghasilkan terdiri dari pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan, dan pemangkasan. Pengendalian Gulma. Gulma diartikan sebagai jenis tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak diinginkan, tidak dikehendaki kehadirannya karena kemampuan bersaingnya dengan tanaman pokok dan salah satu penyebab rendahnya hasil tanaman akibat persaingan dalam penyerapan unsur makanan, air sinar matahari dan ruangan tempat tumbuh. Pengendalian gulma bertujuan menekan kerugian yang ditimbulkan oleh gulma hingga serendah mungkin melalui tindakan pemberantasan (eradikasi) jenis-jenis gulma yang sulit dan mahal dikendalikan atau penekanan pertumbuhan jenis-jenis gulma tertentu yang relatif kurang merugikan. Jenis, komposisi dan kondisi vegetasi gulma menentukan kebijakan pengendalian gulma yang efektif. Program pengendalian dilakukan berdasarkan monitoring penyebaran gulma (populasi), identifikasi jenis gulma, evaluasi program pengendalian sebelumnya dan perbaikan cara pengendalian yang akan dilakukan. Sistem pengendalian gulma di Perkebunan Tambaksari khususnya Afdeling Kasomalang secara manual dan kimiawi sedangkan pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan di lapang. Pembagian waktu pengendalian ini berdasarkan kerapatan gulma yang ada di areal tersebut areal Tahun Pangkas Pertama (TP1) merupakan areal yang banyak ditumbuhi gulma karena tajuk tanamannya belum terlalu lebar. Sehingga biji-biji gulma yang terdapat di dalam tanah mendapatkan pencahayaan yang cukup untuk pertumbuhannya. Sedangkan di areal TP2 dan TP3, gulma lebih jarang ditemukan karena tajuk tanaman sudah menutupi tanah jadi gulma menjadi sulit berkembang, Akan tetapi. Afdeling Kasomalang populasi tanamannya jarang sehingga kerapatan gulma di TP2 dan TP3 tetap saja tinggi. Berdasarkan analisis ekonomi, untuk kombinasi penyiangan manual dan kimia yang efektif secara teknis dan efisien secara ekonomi dapat dilihat pada Tabel 3: Tabel 3. Kombinasi Penyiangan Manual dan Kimia di Kebun Tambaksari Umur Pangkas (Bulan) Kombinasi Jumlah aplikasi 1 tahun (kali) Daur Pengendalian (hari) % Areal yang disiang per bulan Manual (kali) Kimia (kali) TP 1 (0-12) 3 6 9 40 75 TP 2 (13-24) 3 5 8 45 67 TP 3 (25-36) 3 3 6 60 50 TP 4 (>36) 2 3 5 70 40 Sumber: Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Teh, PT Perkebunan Nusantara VIII 2003 Jenis gulma yang terdapat di Perkebunan Tambaksari beragam, antara lain adalah Mikania micrantha (arei), Ageratum conyzoides (rumput bau/ babadotan), Borreria latifolia (bayakyak/goletrak), Clidemia hirta (harendong), Clibadium surinamense (kirinyuh), Cyperus rotundus (teki), Drymaria cordata (rumput ibun), Brachiara mutica (rumput jampang), Erechtites valerianifolia (sintrong), dan Setaria palmifora (sauhen). Pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan cara mencabut gulma, membabad atau memotong gulma sampai ketinggia 5-10 cm dari permukaan tanah dan jojo untuk gulma yang berada di atas bidang petik. Alat yang digunakan sabit yang dibawa sendiri oleh pekerja atau tidak disediakan oleh kebun. Biasanya kegiatan pengendalian secara manual ini hanya dilakukan pada areal TP1 kemudian dimanual lagi setelah memasuki TP3. Pengendalian gulma pada TP1 dilakukan 2 BSP (Bulan Setelah Pangkas) setelah dilakukan beres cabang dan gosok lumut pada 1 BSP. Prestasi kerja untuk pengendalian gulma secara manual adalah 0. 08 sampai dengan 0. 1 ha (2 - 2. 5 patok)/HK dengan sistem kerja borongan. Pengendalian secara manual dilakukan untuk mengeradikasi atau hanya untuk menekan pertumbuhan gulma (Gambar 1). Pengendalian manual atau mekanis ini bersifat tidak efektif untuk mengendalikan atau mengeradikasi populasi jenis gulma tahunan terutama yang berkembang biak secara vegetatif, tidak selektif terhadap target gulma dan tidak mengubah komposisi gulma. Hasil pengendalian masih menunjukkan potensi pertumbuhan kembali gulma-gulma tersebut. Pengendalian secara manual lebih diutamakan pada gulma yang tidak mati oleh herbisida. Gambar 1. Kegiatan Pengendalian Gulma secara Manual Pengendalian gulma secara kimia adalah kegiatan pengendalian menggunakan bahan-bahan kimia (herbisida) dengan tujuan menekan atau mengurangi kegiatan gulma dalam pertumbuhannya (Gambar 2). Penggunaan jenis herbisida harus memperhatikan keuntungan dan efek sampingnya tehadap tanaman. Pengendalian gulma secara kimia sebaiknya dilakukan pada saat gulma sedang tumbuh aktif. Selain itu arah penyemprotan hendaknya searah dengan arah angin agar jangkauan semprot lebih luas dan tidak boleh mengenai daun teh karena bisa meracuni daun teh. Gambar 2. Kegiatan Pengendalian Gulma secara Kimia Herbisida yang digunakan ditentukan oleh perusahaan, biasanya yang digunakan adalah jenis herbisida sistemik berbahan aktif glifosat. Dosis herbisida yang digunakan adalah 1. 5 l/ha untuk TP 1, 1. 25 l/ha untuk TP 2 dan 0. 75 - 1 l/ha untuk TP 3. Pada musim kemarau dosis dikurangi menjadi 1. 2 l/ha untuk TP1, 1 l/ha untuk TP 2 dan 0. 75 l/ha untuk TP 3. Pengurangan dosis ini dilakukan karena pada musim kemarau herbisida lebih mudah bereaksi. Alat semprot yang digunakan adalah alat semprot gendong bertekanan tetap (level operated knapsack sprayer) dengan kapasitas 20 l dengan nozel merah, kuning, biru dan hijau. Alat bantunya berupa derigen plastik kapasitas 20 l sebanyak 2 buah per laden, gelas ukur plastic 150 cc dan perlengkapan keselamatan kerja. Pelaksanaan penyemprotan dimulai dari tepi atau pinggir kebun dan mengarah ke tempat air dan air yang digunakan sebagai pelarut herbisida harus bersih. Sebelum dilakukan penyemprotan alat semprot gendong terlebih dahulu dipompa sebanyak 8 kali untuk mencapai tekanan yang konstan dan selanjutnya dipompa 1 kali setiap 2 langkah pada saat penyemprotan. Untuk hasil yang baik posisi nozel kurang lebih 40 cm di atas permukaan tanah, setiap penyemprot mengisi satu gawangan antar barisan tanaman teh. Setelah selesai alat semprot berikut kelengkapannya harus dicuci setiap habis digunakan, penyemprot melaporkan hasil kerja kepada mendor dan kerusakan alat semprot harus segera dilaporkan kepada mandor untuk dapat segera diperbaiki Aplikasi herbisida dilakukan dibawah pengawasan seorang mandor herbisida dengan 12 orang pekerja yang terdiri dari 8 orang penyemprot dan 4 orang laden (tukang angkut air). Areal yang bisa dikendalikan dengan 1 pompa yang berkapasitas 20 l adalah seluas 500 m2 dalam waktu 11 menit/ 20 l atau 1 menit 8 detik/ 1 liter. Standar kerja pengendalian gulma secara kimia adalah 10 pompa per hari untuk areal seluas 0. 5 ha (12. 5 patok)/HK dengan sistem kerja borongan. Selama keiatan magang, mahasiswa mengikuti kegiatan pengendalian gulma ini selama 5 hari. Pengendalian gulma manual selama 2 hari dengan prestasi kerja 0. 004 ha (0.1 patok)/HK dan pengendalian gulma secara kimia selama 3 hari dengan prestasi kerja 0. 02 ha (0. 5 patok)/HK Pengendalian Hama dan Penyakit. Hama dan penyakit dapat merusak kualitas dan menurunkan nilai ekonomi hasil tanaman. Kerugian langsung dapat berupa berkurangnya produksi dan secara tidak langsung berupa merananya tanaman. Tujuan pengendalian hama dan penyakit ini adalah untuk menekan populasi serangga yang merugikan tanaman. Sasarannya adalah produktivitas tanaman dapat tetap optimal sesuai dengan potensinya, menekan kerugian akibat Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) hingga sekecil mungkin dan meminimalkan penggunaan pestisida. Kegiatan pengendalian hama dan penyakit dilaksanakan bersamaan dengan pemupukan daun yaitu sehari setelah dilakukan pemetikan apabila terdapat serangan (Gambar 3). Gambar 3. Kegiatan Pengandalian Hama dan Penyakit Hama yang menyerang tanaman teh di Perkebunan Tambaksari khususnya Afdeling Kasomalang adalah Empoasca sp dan Helopeltis antonii, masih terdapat jenis hama lainnya yang keberadaannya belum mempengaruhi produksi pucuk. Sedangkan jenis penyakit yang menyerang tanaman teh adalah cacar daun teh (Blister blight) yang disebabkan oleh jamur Exobasidium vexans. Biasanya arealareal yang terserang hama sudah ditandai oleh pengamat dengan memberikan tanda berupa plastik berwarna putih untuk Helopeltis antonii, warna merah untuk Empoasca dan warna hijau untuk tanaman yang terserang Blister blight. Pemetik juga turut berperan dalam pengendalian hama dan penyakit dengan ikut mengamati keberadaan hama dan penyakit pada saat mereka memetik pucuk teh Empoasca sp. adalah hama yang menyerang daun muda dengan menghisap cairan daun terutama melalui tulang daun dari bagian bawah permukaan daun. Gejala serangan ringan menimbulkan warna coklat tua pada tulang daun dengan luas areal yang terserang kurang dari 5% per patok. Gejala serangan sedang dapat dilihat dari pinggir daun yang mengeriting dengan areal yang terserang 5% sampai dengan 10% per patok. Gejala serangan yang berat menyebabkan daun muda berwarna kuning kusam dan terjadi kematian pada pinggir daun dengan areal serangan lebih dari 10% per patok. Penyebaran dapat bersifat aktif maupun pasif melalui tiupan angin dan terbawa oleh pekerja. Helopeltis antonii menyerang pucuk, daun muda dan internodia dengan cara menusuk dan menghisap. Pada bagian yang terserang timbul bercak coklat kehitaman dan akhirnya mengering. Bila ranting yang terserang maka kulit ranting akan membengkak karena pertumbuhan kalus yang tidak teratur pada tempattempat tusukan hama sehingga terjadi kanker cabang. Serangan ringan disebabkan oleh serangga pada stadia mikung dengan luas areal serangan kurang dari 5% per patok. Gejala serangan sedang dan berat disebabkan oleh serangga pada stadia mikung dan indung dengan luas areal serangan sedang sekitar 5% sampai dengan 10% per patok dan luas areal serangan berat lebih dari 10% per patok. Pengendalian Empoasca sp. dilakukan dengan menggunakan insektisida berbahan aktif Imidakloprid dengan dosis 100 g/ha dan konsentrasi 20 g/ 15 l air. Sedangkan Helopeltis dengan insektisida berbahan aktif propagid dengan konsentrasi 0. 5-1 ml/l air. Alat yang digunakan yaitu motor sprayer kapasitas 15 sampai dengan 20 liter dengan jarak semprot mencapai 9 gawang (9 × 1. 2 m). Pengendalian hama dan penyakit dilakukan pada pagi hari sebelum jam 10.00 WIB atau sore hari karena pada siang hari hama-hama ini bersembunyi di balik daun sehingga pengendalian menjadi tidak efektif. Hama berkembang biak dengan pesat pada waktu musim hujan sedangkan musim kemarau populasinya menurun sehingga pengendalian akan lebih efektif dilakukan pada musim kemarau. Selain menggunakan bahan-bahan kimia atau insektisida untuk mengendalikan hama, Perkebunan Tambaksari telah mengembangkan penggunaan insektisida alami yaitu biosin. Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat satu tong biosin adalah 1 ons terasi, 1 ons bawang merah, 1 ons bawang putih, Urea 2 kg, pupuk kandang 5 kg, daun-daunan (daun kacang babi, daun kirinyuh, daun suren, daun marigol) sebanyak 25 kg dan air 200 l. Bahan-bahan ini kemudian dicampur dan didiamkan selama 2 minggu sampai daun-daunan hancur. Penggunan biosin dimaksudkan untuk menekan penggunaan insektisida, selain itu juga berfungsi sebagai tambahan pupuk. Penyakit yang menyerang tanaman teh di Perkebunan Tambaksari adalah cacar daun teh (Blister blight) yang disebabkan oleh jamur Exobasidium vexans. Bagian yang diserang adalah daun atau ranting yang masih muda. Gejala serangannya yaitu infeksi pada peko dan daun ke 1-2-3, timbul bintik kecil tembus cahaya dengan diameter 0. 25 mm, titik pusat bercak tidak berwarna dibatasi cincin berwarna hijau (diameter 2-6 mm), menonjol ke bawah dengan permukaan utuh, bercak akan semakin membesar sampai diameter 1 cm dan terbentuk spora pada permukaan tonjolan. Kemudian lama kelamaan pusat bercak berwarna coklat akhirnya mati dan warnanya coklat tua. Bercak bisa lepas sehingga daun menjadi berlubang. Penyebarannya terjadi akibat spora yang diterbangkan angin dan terbawa serangga atau manusia. Penyakit ini paling banyak menyerangi pada saat musim hujan. Perkebunan Tambaksari sekarang menetapkan gilir petik 10 hari sehingga secara tidak langsung bisa menekan berkembangnya penyakit cacar daun teh (Blister blight) ini karena spora blister berkembang setelah 9 hari. Selain hama dan penyakit yang disebutin di atas masih ada jenis hama dan penyakit lain yang menyerang tanaman teh di Perkebunan Tambaksari yaitu rayam dan penyakit jamur akar yang disebabkan oleh cendawan Ganoderma pseudoferreum. Akan tetapi tingkat serangannya masih belum terlalu merugikan sehingga kegiatan pengendaliannya tidak dilakukan seintensif pengendalian Helopeltis, Empoasca dan penyakit Blister Blight. Prestasi kerja pengendalian hama dan penyakit adalah 2. 08 ha (52 patok)/HK. Selama kegiatan magang, mahasiswa mengikuti kegiatan pengendalian hama dan penyakit selama 3 hari dengan prestasi kerja 0. 04 ha (1 patok)/HK. Pemupukan. Pemupukan adalah memberikan unsur-unsur hara ke dalam tanah dalam jumlah yang cukup sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman. Tujuannya yaitu untuk meningkatkan daya dukung tanah terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman, produksi tanaman teh dan kesehatan tanaman. Prinsipprinsip yang harus diperhatikan pada saat pemupukan adalah pemberian unsur hara ke dalam tanah dan daun dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan tanaman. Agar pemupukan yang dilakukan efektif dan efisien maka pemupukan yang dilakukan harus tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, tepat waktu dan tepat sasaran serta harus berwawasan lingkungan. Pemupukan yang dilakukan di Perkebunan Tambaksari melalui dua cara yaitu melalui daun dan melalui akar. Dosis dan jenis pupuk yang digunakan mengacu kepada surat edaran dari Direksi PTPN VIII. Pemupukan melalui daun dilakukan sehari setelah pemetikan bersamaan dengan pengendalian hama dan penyakit. Pupuk daun yang digunakan adalah pupuk Zn dengan konsentrasi yang digunakan 100 g/ 15 l air. Selain itu untuk tambahan pupuk ditambahkan biosin yang dibuat sendiri oleh pekerja di kebun dengan konsentrasi 500 cc/ 15 l air. Pemupukan melalui daun ini dimaksudkan untuk mempercepat penyembuhan dari serangan hama atau penyakit, merangsang pertumbuhan pucuk dan persiapan untuk menghadapi musim kemarau. Pekerjaannya dimulai dari jam 05.30 sampai dengan jam 10.00 pagi WIB karena stomata masih dalam keadaan terbuka sehingga pupuk bisa diserap dengan sempurna. Apilikasi pupuk daun ini tergantung cuaca, kalau turun hujan biasanya pemupukan tidak dilakukan karena pupuk akan tercuci oleh air hujan. Pemupukan akan dilakukan pada sore hari atau keesokan harinya. Alat yang digunakan adalah motor sprayer dengan kapasitas 20 l dan 15 l. Pekerjanya 4 orang yang terdiri dari 1 orang pencampur pupuk, 2 orang tenaga penyemprot dan 1 orang laden (tukang angkut air). Prestasi kerja pemupukan daun adalah 2. 5 ha/HK dengan sistem kerja borongan. Pemupukan melalui akar dilakukan dengan cara disebar di sekitar perakaran tanaman teh menggunakan tangan (Gambar 4). Pemupuk berdiri sejajar kemudian bergerak bersamaan setelah diberi perintah oleh mandor. Pemupukan lebih efektif dilakukan pada musim hujan yaitu apabila selama 10 hari curah hujan sudah mencapai 60 mm dan tidak melebihi 300 mm. Kalau pemupukan dilakukan pada musim kemarau hasilnya tidak akan efektif karena pupuk yang diberikan akan lebih cepat menguap. Blok kebun yang akan dipupuk harus dalam kondisi gulma yang terkendali. Kalau pengendalian gulmanya secara manual, pemupukan sudah bisa dilaksanakan 1 sampai dengan 2 hari sesudahnya. Sedangkan pengendalian gulma secara kimia, pemupukan baru boleh dilaksanakan setelah 8 sampai dengan 9 hari. Prinsip pengendaliannya adalah perakaran gulma tidak boleh lebih dangkal dari perakaran tanaman teh supaya pupuk tidak lebih dulu diambil oleh gulma. Gambar 4. Kegiatan Pemupukan Melalui Tanah dengan Cara Disebar Kegiatan pemupukan dimulai dari jam 06.00 pagi dan selesai tidak boleh lebih dari jam 11.00 WIB. Pekerjanya ada 23 orang yang terdiri dari 16 orang tenaga pemupuk semuanya wanita dan 7 orang tukang angkut pupuk. Kebutuhan tenaga kerja pemupukan disesuaikan dengan luas areal blok kebun dan tonase pupuk dan perbandingan antara tenaga pemupuk, pemikul dan tukang congkong disesuaikan dengan kebutuhan. Sinder Afdeling, Mandor Besar, Mandor, Petugas Gudang dan Satpam terlibat langsung dalam pelaksanaan pemupukan. Prestasi kerja untuk pemupukan akar dengan cara disebar adalah 0. 48 ha (12 patok)/HK dengan sistem kerja borongan. Selama kegiatan magang, mahasiswa mengikuti kegiatan pemupukan selama 2 hari. Pemupukan daun selama 1 hari dengan prestasi kerja 0. 05 ha (1. 25 patok)/HK dan pemupukan akar selama 1 hari dengan prestasi kerja 0. 2 ha (5 patok)/HK. Pupuk yang akan diaplikasikan sudah dicampur (dioplos) terlabih dahulu oleh tenaga pencampur di gudang. Jumlah pupuk yang dicampur harus sesuai dengan yang tercantum di AU-58 (bon pengambilan barang), pencampuran dilakukan maksimal 24 jam sebelum aplikasi, sebelum pencampuran dibuat sampel campuran pupuk ± 1-2 kg sesuai dengan komposisi pupuk yang akan diaplikasikan, pencampuran harus homogen, tidak boleh ada bongkahanbongkahan dan harus sama dengan sampel yang dibuat. Kemudian pupuk oplosan tersebut dimasukkan ke dalam karung sebanyak 25 sampai dengan 30 kg per karung, diikat dan dihitung jumlahnya serta diberi nomor. Pupuk diangkut ke kebun menggunakan truk kemudian diturunkan di pinggir-pinggir blok kebun untuk diangkut oleh tenaga angkut ke bagian-bagian blok yang akan dipupuk. Jumlah pupuk peraplikasi ditentukan oleh dosis unsur hara N/ha/tahun, dengan ketentuan 60-90 kg N/ha/aplikasi. Kalau jumlah pupuk N yang diberikan adalah 270 kg/ha/tahun, berarti pengaplikasian pupuk dalam satu tahun tersebut harus dilakukan sebanyak tiga kali. Pupuk yang sering digunakan adalah Urea, ZA, KCl, Kieserit dan TSP. Untuk dosis per tanamannya, jumlah pupuk yang akan diaplikasikan dibagi dengan jumlah populasi tanaman. Untuk areal yang terserang hama dan penyakit cukup berat diberikan pupuk ekstra KCl sebanyak 150 kg/ha, sedangkan areal yang mengalami kekahatan dapat diberikan pupuk yang sesuai dengan jenis kekahatannya. Pemangkasan. Pemangkasan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan ketinggian bidang petik yang memudahkan dalam pekerjaan pemetikan dan mendapatkan produktivitas tanaman yang tinggi (Gambar 5). Tujuan pemangkasan adalah untuk memelihara bidang petik tetap rendah untuk memudahkan pemetikan, mendorong pertumbuhan tanaman teh agar tetap pada fase vegetatif, membentuk bidang petik seluas mungkin, merangsang pertumbuhan tunas-tunas baru, membuang cabang-cabang yang tidak produktif, dan mengatur fluktuasi produksi harian pada masa flush dan masa minus (kemarau). Pekerjaan pemangkasan merupakan pekerjaan dengan sistem borongan sehingga pemangkas diupah berdasarkan hasil yang bisa dikerjakannya. Tenaga pemangkas semuanya berstatus Karyawan Harian Lepas (KHL) dengan jam kerja 5 jam/HK. Standar kerja pemangkasan adalah 0. 04 ha (1 patok)/HK. Selama kegiatan magang, mahasiswa mengikuti kegiatan pemangkasan selama 2 hari dengan prestasi kerja 1 tanaman/HK. Gambar 5. Kegiatan Pemangkasan Jenis pangkasan Jenis pangkasan yang dilakukan di perkebunan Tambaksari khususnya Afdeling Kasomalang adalah pangkasan kepris di blok Pasir Malang 1 (Gambar 6) dan pangkasan jambul di blok E3 dan F3 (Gambar 7). Gambar 6. Pangkasan Jambul Gambar 7. Pangkasan Kepris Tinggi Pangkasan Pemangkasan yang dilakukan di Afdeling Kasomalang dilakukan pada ketinggian 50 cm sampai dengan 65 cm. Untuk blok Pasir Malang (PM) 1, F3 dan E3 pada gilir pangkas sekarang ketinggian standarnya ditetapkan 60 cm dari permukaan tanah. Pada Tabel 4 dapat dilihat pemangkasan pada blok-blok kebun di Afdeling Kasomalang tidak selalu sama dengan standar kebun. Perbedaan ketinggian pangkasan standar dengan hasil pengamatan di blok F3 dan E3 menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Sedangkan untuk blok Pasir Malang 1, tinggi pangkasannya tidak berbeda nyata dengan standar yang ditetapkan. Tabel 4. Rata-rata Tinggi Pangkasan dan Diameter Bidang Pangkas Beberapa Blok Kebun di Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari Blok Tahun tanam Umur Pangkas (Bulan) Diameter Setelah Pangkas (cm) Tinggi Pangkasan (cm) Pengamatan Standar x s PM 1 F3 E3 1955 1985 1981 29 35 35 102.1 96.3 90.15 64.2tn 51.6* 55.3* 2.02 3.64 1.78 60 60 60 Sumber: Hasil Pengamatan Ket : tn) = tidak berbeda nyata terhadap standar pada taraf 5% *) = berbeda nyata terhadap standar pada taraf 5% Waktu Pemangkasan Waktu pemangkasan di perkebunan Tambaksari khususnya Afdeling Kasomalang dibagi dalam dua semester yaitu semester I pada bulan Januari- Juni dan semester II pada bulan September-Desember. Luas areal pangkasan Tabel 5. Rencana dan Realisasi Luas Areal Pangkasan di Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari Tahun Luas Areal TM (ha) Rencana Luas Areal Pangkasan Realisasi Luas Areal Pangkasan Ha % Ha % 2003 2004 2005 2006 2007 2008 233.686 233.686 233.686 233.686 233.686 223.632 60. 07 74. 15 80. 66 46. 19 68. 06 72. 32 25. 70 31. 73 34. 51 19. 77 29. 12 32. 33 60. 07 74. 15 63. 09 46. 19 68. 06 72. 32 25. 70 31. 73 26. 99 19. 77 29. 12 32. 33 Rata-rata 28. 86 27. 60 Sumber: Kantor Induk Perkebunan Tambaksari 2008 Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari gilir pangkasnya 3 tahun sehingga setiap tahun areal yang dipangkas sebesar 33. 33% dari total luas areal Tanaman Menghasilkan (TM). Tabel 5 menunjukkan bahwa realisasi luas areal pangkasan dalam satu tahun tidak selalu sama dengan ketentuan yang ditetapkan sebesar 33. 33% . Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata luas areal yang direncanakan untuk dipangkas setiap tahun di Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari hanya 28. 86% dari total luas areal tanaman menghasilkan sedangkan realisasinya 27. 60% dari total luas areal tanaman menghasilkan (Tabel 5). Kriteria Saat Pangkas Faktor yang diperhatikan untuk menentukan apakah blok kebun sudah layak dipangkas di Perkebunan Tambaksari khususnya Afdeling Kasomalang, adalah umur pangkas dan ketinggian bidang petik tanaman. Gilir Pangkas. Gilir pangkas ialah jangka waktu antara pemangkasan yang terdahulu dengan pemangkasan berikutnya pada blok yang sama (Pusat Penelitian Perkebunan Gambung, 1992). Perkebunan Tambaksari khususnya Afdeling Kasomalang berada pada ketinggian <800 m dpl yang tergolong ke dalam dataran rendah sehingga gilir pangkasnya 3 tahun. Akan tetapi realisasinya seringkali tidak sesuai dengan ketentuan. Sebagai contoh blok F3 dipangkas pada saat umur pangkas baru 35 bulan (Tabel 6). Tabel 6. Gilir Pangkas Enam Blok Kebun Di Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari Blok Luas (ha) Pemangkasan Sebelumnya Pemangkasan Berikutnya Gilir Pangkas (bulan) I2 PM2 E2 F3 E3 PM1 13.570 12.120 16.617 17.452 10.000 8.410 Agus2004 Jan 2005 Juni 2005 Juli 2005 Agus 2005 Nov 2005 Juni 2007 Jan 2008 Feb2008 Mei 2008 Juni 2008 April 2008 35 36 33 35 35 29 Sumber: Kantor Afdeling tambaksari 2008 Ketinggian bidang petik. Tinggi tanaman merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan kebun sudah layak atau belum untuk dipangkas. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tinggi rata-rata tanaman yang sudah dipangkas adalah 109. 6 cm dengan rata-rata diameter bidang petik yang sudah mencapai 165. 3 cm (Tabel 7). Tabel 7. Rata-rata Tinggi Tanaman Sebelum Dipangkas dan Diameter Bidang Petik Beberapa Blok Kebun di Afdeling Kasomalang Blok Tahun Tanam Umur Pangkas (bulan) Tinggi Tanaman (cm) Diameter Sebelum Pangkas (cm) PM1 F3 E3 1955 1985 1981 31 35 35 106. 2 117. 2 105. 4 155. 0 166. 5 174. 5 Rata-rata 109. 6 165. 3 Sumber: Hasil Pangamatan Persentase Pucuk Burung. Pucuk burung adalah pucuk yang mengandung tunas dalam keadaan dorman. Jumlah atau persentase pucuk burung ini akan meningkat pada kebun yang sudah mendekati waktu pangkas. Hasil pengamatan menunjukkan blok yang sudah mendekati waktu pangkas persentase pucuk burungnya 77. 33% (Tabel 8). Tabel 8. Persentase Pucuk Burung Beberapa Blok Kebun di Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari Blok Tahun Tanam Umur Pangkas (bulan) % Pucuk Burung PM1 F3 E3 1955 1985 1981 31 35 35 72. 00 80. 00 80. 00 Rata-rata 77. 33 Sumber: Hasil Pengamatan Tingkat Produksi. Pemangkasan dilakukan apabila produksi mengalami penurunan setengah dari produksi tahun sebelumnya. Pola produksi tanaman klonal pada tahun-tahun setelah dipangkas sama dengan pola produksi pada tanaman seedling. Tahun pertama setelah dipangkas produktivitas mulai meningkat, produktivitas tertinggi diperoleh pada tahun kedua setelah pangkas dan pada tahun ketiga produktivitas kembali turun (Gambar 8). Gambar 8. Produksi Pucuk Basah Berdasarkan Umur Pangkas Alat Pangkas Alat Pangkas yang digunakan di Perkebunan Tambaksari Khususnya Afdeling Kasomalang adalah gaet pangkas (Gambar 9). Gaet yang digunakan harus selalu dalam keadaan tajam sehingga tenaga pemangkas selalu membawa batu asahan agar cabang yang dipotong tidak pecah atau rusak. Gambar 9. Gaet Pangkas Kerusakan Akibat Pemangkasan Persentase kerusakan cabang akibat pemangkasan di Kebun Tambaksari lebih kecil dibandingkan persentase kerusakan cabang akibat pemangkasan di Unit Perkebunan Tambi (Tabel 9). Tabel 9. Persentase Kerusakan Cabang Akibat Pemangkasan Perkebunan n % Kerusakan Cabang Tambaksari PTPN VIII, Subang, Jawa Barat Unit Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah 3 3 13. 46 15. 24 Sumber: Hasil Pengamatan dan Studi Pustaka Tenaga Pemangkas Tenaga Pemangkas di Afdeling Kasomalang semuanya merupakan KHL dengan sistem upah borongan. Hal ini menyebabkan tenaga pemangkas lebih memperhatikan banyaknya hasil yang diperoleh dari pada kualitas pangkasannya karena kurangnya pengawasan dari mandor. Untuk kegiatan pemangkasan Perkebunan Tambaksari menetapkan kapasitas standar kerja 0. 04 ha/HK. Tabel 10 menunjukkan rata-rata kapasitas kerja pemangkas adalah 0. 046 ha/HK. Namun tenaga pemangkas riil di lapangan pada blok F3 dan E3 lebih rendah dibandingkan kebutuhan tenaga pemangkas yang dihitung secara teori. Tabel 10. Kapasitas Kerja Tenaga Pemangkas di Tiga Blok Kebun Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari Blok Luas Pangkas (ptk/hari) Tenaga Pemangkas (HK) Teoritis*) Riil KapasitasKerja (ha/HK) Standar Riil PM 1 F3 E3 0. 32 0. 66 0. 92 8 8 16 15 23 18 0. 04 0.04 0. 04 0.044 0. 04 0.0508 Jumlah 1. 90 47 41 0. 12 0.1384 Rata-rata 0. 63 16 14 0.04 0.0460 Sumber: Diolah dari Lembar Hasil Kerja Harian (LKHK) Pemeliharaan di Afdeling Kasomalang, Perkebunan Tambaksari 2008 Ket : *) = Jumlah tenaga pemangkas berdasarkan perhitungan Pertumbuhan Tunas Setelah Pemangkasan Gambar 10 menunjukkan pertumbuhan tunas baru setelah pemangkasan pada blok E2. Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa pemetikan jendangan dilakukan pada 9 Minggu Setelah Pemangkasan (MSP). Gambar 10. Pertumbuhan Tunas Setelah Dipangkas Gambar 11. Pertumbuhan Tinggi Tunas Setelah Pemangkasan pada Blok E2 Penanganan Sisa Pangkasan Areal pangkasan yang terbuka karena sudah tidak adanya ranting atau cabang akan meningkatkan penguapan tanah, terjadinya erosi, kelembaban tanah menurun dan menghambat aktivitas penyerapan air dan hara. Untuk itu brangkasan sisa pangkasan diusahakan tidak keluar dari areal pangkasan dan juga bias untuk meningkatkan kadar bahan organik tanah. Tabel 11 menunjukkan bobot brangkasan sisa pangkasan di 3 blok kebun di Afdeling Kasomalang. Bobot brangkasan sisa pangkasan di blok F3 memiliki bobot yang paling tinggi dan Blok E3 memiliki bobot yang paling rendah (Tabel 11). Tabel 11. Bobot Brangkasan Sisa Pangkasan Beberapa Blok Kebun di Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari Blok Tahun Tanam Umur Pangkas (bulan) Bobot Brangkasan (kg/pohon) PM 1 F3 E3 1955 1985 1981 31 35 35 5.8 9.0 2.9 Rata-rata 5.9 Sumber: Hasil Pengamatan Beres cabang. Beres cabang merupakan kegiatan yang dilakukan untuk membereskan sisa pangkasan dengan cara meletakkan cabang atau ranting pangkasan di gawangan selang beberapa baris tanaman tergantung populasi tanaman dan banyaknya ranting sisa pangkasan. Sistem ini dilaksanakan pada blok yang kira-kira aman terhadap pengambilan sisa pemangkasan untuk kebutuhan masayarakat. Selain itu perlu diperhatikan juga dampaknya terhadap kegiatan pemeliharaan tanaman dan pemetikan. Beres cabang dilakukan satu Bulan Setelah Pangkas (1 BSP). Prestasi kerja untuk kegiatan beres cabang ini adalah 0. 14 ha (3. 5 ptk)/HK dengan sistem kerja borongan. Mahasiswa mengikuti kegiatan beres cabang selama 1 hari dengan prestasi kerja 0. 02 ha (0. 5 patok/HK). Gosok Lumut. Gosok Lumut merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan setelah pemangkasan, dilaksanakan setelah kegiatan berse regang selesai (1 BSP). Pada cabang atau ranting bekas pangkasan biasanya tumbuh jeis paku-pakuan dan lumut sehingga akan mengganggu pertumbuhan tunas baru. Lumut dibersihkan menggunakan sabut kelapa dengan cara digosok-gosokkan ke bagian tanaman yang ditumbuhi lumut, sedangkan paku-pakuan diambil dengan tangan. Prestasi kerja untuk gosok lumut adalah 0. 06 ha(1. 5) ptk/HK dengan sistem upah borongan. Mahasiswa mengikuti kegiatan gosok lumut selama 1 ghari dengan prestasi kerja 0. 02 ha (0. 5 patok)/HK Pemetikan Pemetikan merupakan kegiatan pengambilan hasil berupa pucuk teh yang memenuhi syarat olah yang berfungsi membentuk kondisi tanaman agar mampu berproduksi tinggi secara berkesinambungan (Gambar 12). Pucuk yang dipetik mengakibatkan tanaman teh kehilangan salah satu alat fotosintesis untuk pembuatan zat pati yang sangat penting bagi kehidupan dan pertumbuhan tanaman. Besarnya zat pati yang hilang akibat pemetikan sekitar 7.5%, semakin kasar pemetikan semakin tinggi kehilangan zat pati. Untuk mengurangi terganggunya pertumbuhan tanaman akibat pemetikan, diusahakan ketebalan lapisan daun pemeliharaan (maintenance leaf) sekitar 20 cm sampai dengan 25 cm. Gambar 12. Kegiatan Pemetikan Menggunakan Gunting Jenis Pemetikan. Jenis pemetikan yang dilakukan di Perkebunan Tambaksari khususnya Afdeling Kasomalang adalah pemetikan bentangan atau pemetikan jendangan, pemetikan produksi dan pemetikan rampasan (gendesan). Pemetikan bentangan merupakan pemetikan yang dilakukan pada tahap awal setelah tanaman dipangkas untuk membentuk bidang petik yang lebar dan rata. Sebenarnya pemetikan bentangan ini sama dengan pemetikan jendangan, hanya saja di Afdeling Kasomalang jendangan pertama itu disebut dengan bentangan. Alat yang digunakan namanya jidar dengan ketinggian 75 cm. Pucuk yang dipetik adalah pucuk yang berada di atas jidar, artinya kalau ketinggian pangkasan 60 cm berarti pucuk yang tertinggal sekitar 15 cm. Pemetikan bentangan dapat dimulai bila 25% sampai dengan 30% dari luas areal, pertumbuhan pucuk sudah melebihi 15 cm sampai dengan 20 cm dari luka pangkas. Standar petikan yang dilakukan pada petikan bentangan adalah petikan medium. Pucuk dari tunas yang mengarah ke samping (selewer) dan di bawah bidang petik tidak boleh dipetik. Pemetikan ini dilakukan oleh tenaga pemetik yang terlatih dan terampil di bawah pengawasan mandor yang khusus untuk pemetikan bentangan ini. Pemetikan bentangan atau jendangan dilakukan 4 sampai dengan 5 kali dengan rotasi petik tergantung pertumbuhan pucuk. Pemetikan produksi adalah pemetikan yang dilakukan setelah lepas pemetikan jendangan sampai menjelang pemetikan gendesan yang dilaksanakan secara rutin menurut gilir petik tertentu dengan memperhatikan kesehatan tanaman. Pemetikan produksi dilakukan secara manual dan menggunakan gunting petik. Pelaksanaannya diselang-seling antara manual dan gunting tergantung kondisi pucuk di lapang. Pucuk yang dipanen adalah pucuk yang telah manjing dan berada di atas bidang petik. Agar pucuk teh yang dipetik tidak rusak, pucuk teh harus segera dimasukkan ke dalam waring setelah dipetik atau tidak boleh terlalu banyak dalam kepalan. Pemetikan gendesan adalah pemetikan yang dilakukan pada tanaman teh yang akan dipangkas dengan cara dipetik habis semua pucuk yang layak olah tanpa memperhatikan bagian pucuk yang ditinggalkan pada perdu dan hanya dilakukan satu kali menjelang pemangkasan. Jenis Petikan. Jenis petikan adalah macam pucuk yang dihasilkan pada saat pemetikan. Standar pemetikan yang ditetapkan di Perkebunan Tambaksari adalah petikan medium. Untuk petikan medium pucuk, yang diambil adalah peko dengan dua daun (p+2), peko dengan tiga daun (p+3), burung dengan satu daun muda (b+1m) dan burung dengan dua daun muda (b+2m). Perlengkapan Pemetikan. Perlengkapan yang dibawa pemetik setiap hari adalah celemek plastik, sarung tangan, gunting petik, waring dan sepatu boot. Celemek plastik berguna untuk melindungi pemetika agar tidak basah. Sarung tangan digunakan untuk melindungi tangan pada saat pemetikan. Gunting petik digunakan sebagai alat bantu untuk memetik. Waring merupakan tempat untuk menyimpan pucuk yang terbuat dari plastik jala berbentuk segi empat yang ujungujungnya bisa diikatkan dengan kapasitas 25 kg. Waring di Afdeling Kasomalang juga digunakan untuk penyimpanan pucuk sementara yang dibawa pemetik berkeliling kebun pada saat pemetikan. Penggunaan waring ini sering melebihi kapasitas sehingga pucuk mengalami kerusakan. Rotasi dan Hanca Petik. Rotasi petik atau gilir petik adalah selang waktu antara pemetikan sebelumnya dengan pemetikan berikutnya pada suatu blok yang dinyatakan dalam hari. Perkebunan Tambaksari menetapkan gilir petik kurang dari 10 hari untuk semua afdeling. Panjang pendek gilir petik ini dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan pucuk dan sisa petikan yang ditinggalkan. Kecepatan pertumbuhan pucuk dipengaruhi oleh cuaca, umur pangkasan, jenis tanaman, ketinggian tempat dan kondisi kesehatan tanaman. Pada musim hujan pertumbuhan pucuk akan lebih cepat sehingga gilir petiknya menjadi lebih pendek. Blok yang umur pangkasnya lebih pendek, gilir petiknya juga pendek. Semakin tinggi letak kebun maka pertumbuhan pucuknya akan semakin lambat sehingga gilir petik semakin panjang. Tanaman yangs sehat gilir petiknya akan lebih pendek karena pertumbuhan pucuk yang lebih cepat. Hanca petik adalah luas areal yang harus dipetik oleh pemetik dalam satu hari. Penentuan hanca petik merupakan tanggung jawamb mandor pemetikan. Biasanya pemetik sudah mengerti hanca masing-masing sehingga mandor tidak perlu mengatur hanca petik ini setiap hari. Pelaksanaan Pemetikan. Pemetikan dimulai pada pukul 06.00 pagi sampai selesai tergantung kondisi pucuk di lapang. Pemetik melakukan pemetikan mulai dari pinggir kebun menuju tempat penimbangan. Pemetik harus bersyaf berada pada setiap baris teh. Selama pemetikan berlangsung, pucuk dimasukkan ke dalam waring yang digendong oleh pemetik. Apabila waring tersebut sudah penuh maka pemetik memindahkan pucuk ke waring yang lainnya untuk disimpan. Untuk penyimpanan pucuk sebelum penimbangan di kebun, pucuk harus diletakkan di tempat yang teduh untuk mencegah pucuk layu akibat sinar matahari. Pemetikan secara manual harus dilakukan dengan ditaruk dengan kedua belah tangan. Pucuk yang diambil adalah pucuk yang sudah manjing dan berada diatas bidang bidang petikan. Pemetik tidak boleh memetik pucuk yang berada di bawah bidang petik ataupun di samping bidang petik. Pemetikan dengan gunting dilakukan pada tanaman TP3 atau tanaman yang memasuki umur pangkas 24 sampai dengan 36 bulan. Mandor harus selalu berada di belakang pemetik bergerak dari ujung ke ujung barisan untuk memeriksa bekas petikan, cara kerja pemetik dan ketelitian pemetik serta kualitas pucuk. Kapasitas Pemetik. Kapasitas pemetik adalah bobot pucuk yang mampu dipetik oleh seorang pemetik dalam satu hari kerja. Kapasitas pemetik ini bisa berubah- ubah setiap harinya menurut kondisi pucuk, cuaca, keterampilan pemetik, dan populasi tanaman. Sedangkan kapasitas standarnya adalah 42 sampai dengan 47 kg (Basic Yield), yang ditentukan dengan cara mengalikan target produksi bulan ini dengan jumlah total pemetik satu afdeling kemudian dibagi dengan Hari Kerja Efektif (HKE) selama 1 bulan. Penimbangan Pucuk Basah di Kebun. Sebelum penimbangan pucuk harus disortir terlebih dahulu oleh pemetik agar tidak ada pucuk yang tidak layak olah yang terbawa (ngirab) dibawah pengawasan mandor. Sebelum ditimbang pucuk dimasukkan ke dalam waring sack yang disediakan oleh pabrik dengan isian maksimal 25 kg. Penimbangan dilakukan setelah kegiatan pemetikan selesai dan bisa dilakukan 1 sampai dengan 2 kali tergantung banyaknya pucuk (Gambar 13). Gambar 13. Kegiatan Penimbangan Pucuk Basah di Kebun Pengangkutan Pucuk ke Pabrik. Kondisi pucuk sejak dipetik sampai ke pabrik harus dalam keadaan mulus dan segar agar dapat menghasilkan kualitas tinggi. Oleh karena itu diperlukan penanganan pengangkutan pucuk yang baik. Truk pengangkut pucuk harus bersih dengan kapasitas standar maksimal 2 500 kg atau disesuaikan dengan jenis dan kapasitas truk. Pengangkutan pucuk basah dari kebun ke pabrik harus sesegera mungkin dan setelah sampai di pabrik harus segera dibongkar untuk mencegah kerusakan pucuk. Proses Pengolahan Teh Hitam CTC Perkebunan Tambaksari memiliki dua pabrik pengolahan yang terletak di Afdeling Tambaksari dan Afdeling Bukanagara. Sistem pengolahan yang dilakukan adalah sistem pengolahan teh hitam CTC (Crushing, Tearing dan Curling). Kegiatan pengolahan yang dilaksanakan meliputi penerimaan pucuk dari kebun, pelayuan, penggilingan, fermentasi, pengeringan, sortasi dan pengepakan. Pabrik pengolahan teh yang terletak di Afdeling Tambaksari menggunakan bahan bakar dari kayu karet yang diperoleh dari Perkebunan Karet Cikumpay dan limbah sawit yang diperoleh dari pabrik pengolahan sawit di Banten. Perbandingan pemakaiannya adalah 70 : 30. Untuk pengolahan 700 kg pucuk basah diperlukan 700 kg kayu karet dan limbah sawit. Hal ini dilakukan untuk penghematan biaya pengolahan karena harga bahan bakar yang semakin meningkat. Pembelian bahan bakar untuk pengolahan menghabiskan sekitar 20% dari seluruh total biaya pengolahan. Penulis mengikuti kegiatan pengolahan ini selama satu minggu, kegiatan yang diikuti antara lain penerimaan pucuk dan penimbangan, analisis petik dan pucuk, pelayuan, penggilingan, fermentasi, pengeringan, sortasi dan pengepakan. Penerimaan Pucuk dan Penimbangan. Penimbangan pucuk basah dilakukan dua kali, penimbangan pertama dilakukan di kebun dengan tujuan untuk mengetahui berat pucuk yang dihasilkan. Penimbangan kedua dilakukan pabrik dengan tujuan utnuk mengetahui selisih timbangan kebun dengan penimbangan di pabrik. Penimbangan di pabrik dilakukan di jembatan timbang dengan kapasitas menimbang 15 000 kg dan minimum menimbang 300 kg. Meskipun sebelum pucuk diangkut dari kebun telah dilakukan penimbangan tetapi seringkali terjadi kesalahan dalam proses penimbangan tersebut seperti kelebihan atau kekurangan bobot atau sering juga orang-orang kebun melakukan kecurangan dengan menyiramkan air ke pucuk sehingga pada saat penimbangan di kebun pucuk menjadi lebih berat. Penentuan selisih timbang dilakukan menurut kesepakatan orang kebun dengan pihak pabrik. Di Pabrik Pengolahan Tambaksari selisih timbang ditetapkan sebesar 10 kg. Analisis Petik dan Pucuk. Untuk mengevaluasi pelaksanaan pemetikan setiap hari, baik cara pemetikan, bekas petikan maupun hasilnya, perlu dilakukan analisis pemetikan yang terdiri dari analisis petik dan analisis pucuk. Analisis petik dan pucuk dilakukan setiap hari oleh bagian pabrik dengan mengambil sekitar 1 kg pucuk basah dari masing-masing kemandoran. Kemudian dari 1 kg pucuk tersebut diambil 100 g pucuk basah untuk dianalisis. Analisis petik atau antik adalah pengelompokan pucuk berdasarkan rumus petiknya. Kegunaan analisis petik adalah untuk menilai ketepatan pelaksanaan kebijakan pemetikan dan kondisi tanaman. Yang termasuk antik adalah pucuk dengan rumus petik p+1, p+2, p+3 dan bm (burung muda). Standar analisis petik di Pabrik Tambaksari adalah 60%. Analisis pucuk atau ancuk adalah pengelompokkan pucuk hasil petikan kedalam dua golongan yaitu memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Standar untuk ancuk adalah 70%. Yang termasuk ancuk adalah hasil antik dan bagianbagian muda yang diambil dari petikan kasar. Tujuan dari analisis pucuk adalah untuk mengevaluasi jenis petikan dan mutu pucuk yang merupakan dasar pendugaan mutu hasil olahan. Pelayuan. Proses pelayuan merupakan tahap awal dari pengolahan teh. Dalam proses ini perlu dijaga kelembaban, panas dan udara yang berada di sekitar pucuk. Pucuk diangkut ke bak pelayuan menggunakan monorail dengan dua warna kursi yaitu hijau untuk pucuk basah dari kebun dan kuning untuk pucuk layu. Tujuan dari proses pelayuan ini adalah untuk menurunkan kadar air dari 80% menjadi 69-70%, menghilangkan air embun yang menempel di permukaan daun dan melenturkan daun untuk mempermudah proses penggilingan. Pada proses pelayuan ini terjadi perubahan fisik dan kimia pada pucuk teh. Perubahan fisik ditandai dengan keadaan daun teh yang lemas dan mudah digulung. Perubahan kimia ditandai dengan meningkatnya aktivitas enzim, terurainya protein menjadi asam amino bebas dan meningkatnya kandungan kafein sehingga menimbulkan aroma yang harum. Setiap hari jumlah pucuk basah yang diterima oleh bagian pelayuan ratarata sekitar 20 ton. Bagian pelayuan memiliki 17 bak pelayuan (Withering Through/ WT) dengan kapasitas 1 800 kg untuk masing-masing WT. Kegiatan pelayuan ini dibagi kedalam tiga tahap yaitu pembeberan pucuk, pelayuan dan turun layu. Sekitar 5 sampai dengan 10 menit sebelum pucuk dibeberkan, WT diberi udara segar dengan menyalakan fan. Proses pembeberan dilakukan terhadap pucuk basah yang sudah ditimbang yang dihamparkan di bak pelayuan (Gambar 14). Ketebalan pucuk yang dibeberkan di WT adalah 40 cm. Kegiatan pembeberan ini menghabiskan waktu sekitar 25 samapi dengan 30 menit. Kemudian dilakukan proses pelayuan menggunakan udara dengan kecepatan 20 kubik feet/menit/kg. Proses ini berlangsung selama 14 jam tapi terkadang ada yang kurang dan lebih dari waktu tersebut. Pelayuan yang lebih dari 14 jam disebabkan karena kondisi pucuk yang terlalu basah. Untuk kondisi ini proses pelayuan dilakukan selama 18-20 jam. Apabila WT sudah tidak bisa lagi menampung pucuk basah dari pabrik maka pucuk yang belum mencapai waktu pelayuan 14 jam sudah diturun layukan. Kadang kala pucuk sering ditumpuk di bak pelayuan melebihi kapasitas bak yaitu bisa mencapai 3-4 ton, apabila WT tidak bisa menampung pucuk basah dari kebun lagi. Selama proses pelayuan, dilakukan proses pembalikan setelah 7 jam jam agar hasil pelayuan merata. Setelah kadar air yang dikehendaki ini tercapai maka pucuk akan segera diturunlayukan (Gambar 15). Pekerjaan yangn dilakukan di pelayuan ini dibagi ke dalam 3 shift dengan waktu untuk masing-masing shift sekitar 7 jam. Gambar 14. Kegiatan Pembeberan Gambar 15. Kegiatan Turun Layu Penggilingan. Pucuk teh yang sudah mengalami proses pelayuan dengan kadar air 69% sampai dengan 70% akan masuk ke dalam ruangan penggilingan untuk digiling. Proses penggilingan ini bertujuan untuk mencampur zat-zat yang ada di dalam daun sehingga memungkinkan terjadinya reaksi oksidasi enzimatis, mengecilkan bentuk daun dan membentuk jeli yang lengket sehingga menghasilkan bentuk butir-butir khas teh hitam CTC . Kelembaban di ruang giling diusahan sekitar 90% dengan suhu standar 18o C sampi dengan 23o C menggunakan Humidifier (pengkabut). Alat ini dinyalakan 60 menit sebelum proses penggilingan dimulai. Selain itu ruang giling juga dilengkapi dengan Exhaust fan yang berfungsi untuk menghisap udara-udara kotor yang berada di dalam rung giling. Setelah masuk ke dalam ruang giling pucuk layu akan mengalami pengayakan menggunakan Green Leaf Shifter (GLS) yang berfungsi untuk memisahkan pucuk layu dari kotoran-kotoran seperti biji-bijian, daun-daunan, kerikil dan lain-lain. Pucuk layu yang telah bersih melalui Conveyor BLC akan dibawa ke Barbora Leaf Conditioner (BLC) untuk diperkecil ukurannya. Suhu teh pada BLC adalah 24o C samapai dengan 26o C. Proses penggilingan akan dilanjutkan oleh Triplex CTC (Crushing, Tearing and Curling) yang terdiri dari tiga mesin yang disebut dengan CTC I, CTC II, dan CTC III untuk memotong, merobek dan menggulung sehingga diperoleh partikel yang dikehendaki. Mesin CTC I memiliki ukuran TPI 8 dengan suhu 30o C sampai dengan 32o C, mesin CTC II memiliki ukuran TPI 10 dengan suhu 32o C sampai dengan 34o C dan mesin CTC III memiliki ukuran TPI 10 dengan suhu 34o C sampai dengan 36o C. Kapasitas giling masing-masing mesin sama yaitu 700 sampai dengan 750 kg/jam. Fermentasi. Proses fermentasi ini sudah dimulai sejak awal penggilingan merupakan proses oksidasi senyawa polifenol dengan bantuan enzim polifenol oksidasi. Proses ini terjadi di Fermenting Unit (FU) yang berlangsung selama kurang lebih 80 sampai dengan 90 menit. Teh yang berasal dari mesin CTC III akan dihamparkan di FU menggunakan spiral yang berfungsi untuk melebarkan hamparan teh, kemudian teh masuk ke dalam sumgkup yang berfungsi untuk mendinginkan pucuk teh. Suhu awal pada Fermenting Unit adalah 31o C sampai dengan 33o C, suhu tengah 28o C sampai dengan 30o C dan suhu akhir 26o C sampai dengan 28o C. Suhu akhir yang terlalu tinggi yaitu sekitar 29o C sampai dengan 30o C akan mengakibatkan hasil akhir teh menjad berwarna merah. Untuk mengatasinya maka waktu fermentasi harus dipercepat. Tanda-tanda proses fermentasi sudah selesai adalah perubahan warna dari hijau menjadi coklat, perubahan aroma, perubahan rasa dan perubahan suhu menjadi lebih dingin. Jika waktu oksidasi enzimatisnya kurang maka akan terjadi under fermentation sehingga dihasilkan warna yang masih hijau, rasa yang mentah dan aromanya kurang. Sedangkan jika oksidasi enzimatisnya terlalu lama maka akan terjadi over fermentation yang menghasilkan warna tua dan aromanya hilang. Pengeringan. Butiran teh yang telah mengalami proses fermentasi akan masuk ke dalam Fluid Bed Dryer (FBD) untuk dikeringkan. Tujuan dari proses pengeringan ini adalah untuk menghentikan proses oksidasi enzimatis dan menurunkan kadar air teh dari 86% menjadi 2. 5% sehingga menyebabkan daya simpan teh semakin lama. Kapasitas FBD sekitar 200 sampai dengan 240 kg/jam dengan kecepatan alir FBD 12 menit. Suhu inlet yang dibutuhkan di ruangan pengeringan 100o C sampai dengan 120o C dan suhu outletnya 80o C sampai dengan 100o C. Kelemahan penggunaan FBD untuk pengeringan teh adalah mengeluarkan debu yang banyak sedangkan keuntungannya yaitu keringan teh tidak langsung terkena udara lembab dan panas. Sortasi Kering. Proses sortasi bertujuan untuk memisahkan teh kering menjadi beberapa grade berdasarkan ukuran fraksi. Sortasi teh pada dasarnya merupakan upaya untuk memperoleh teh hitam yang seragam baik ukuran, bentuk maupun berat disamping teh tersebut harus bersih dari kotoran. Karena sifat bubuk teh higroskopis, maka perlu penanganan yang cepat (sortasi yang pendek) serta menjaga ruang sortasi agar selalu dalam keadaan kering dimana kelembaban relatif maksimum 70%. Proses sortasi dilakukan setelah teh keluar dari mesin pengering FBD menuju Midletone untuk memisahkan bahan dari ukuran yang terlalu besar dan memisahkan berdasarkan berat jenis, bahan yang lolos dari ayakan dilanjutkan ke sortasi berikutnya sedangkan bahan yang tertahan dipisahkan untuk dihancurkan kembali menjadi ukuran yang kecil dan disortasi ulang. Teh yang sudah lolos disortasi lagi dengan vibrex I dan II untuk memisahkan bubuk teh dari tulang serat dan kotoran lainnya. teh yang tidak lolos dari mesin vibrex akan dipisahkan lagi berdasarkan berat jenisnya dengan menggunakan theewan. Teh yang keluar dari vibrex disortasi dengan cason berdasarkan ukuran dan sekaligus menentukan jenis mutu produk. Mesin cason yang digunakan memiliki beberapa ukuran mesh yaitu mesh 10, mesh 12, mesh 16, mesh 18, mesh 24 dan mesh 36. Setelah disortasi teh ditimbang menurut mutu yang dihasilkan kemudian dengan menggunakan V Belt Conveyor, teh dimasukkan dan disimpan dalam peti miring (teabin ). Perkebunan Tambaksari menghasilkan teh jenis BP1 (Broken Pekoe 1), PF1 (Pekoe Fanning 1), PD (Pekoe Dust), Dust1, dan Fann (Fanning) yang termasuk teh mutu I; FNGS2 (Fingers 2) dan Dust2 yang termasuk teh mutu II; BM (Burung Muda) dan Pluff termasuk mutu III. Teh mutu I setelah diseduh lama kelamaan rasanya tetap sama sedangkan teh mutu II lama kelamaan akan bertambah pahit. Contoh hasil sortasi kering pengolahan pucuk basah 18 165 kg pada tanggal 30 Maret 2008, hasil petikan pada tanggal 29 Maret 2008: Tabel 12. Hasil Sortasi Kering Pengolahan Pucuk Basah Menjadi Teh Kering di Pabrik Tambaksari Jenis Teh Bobot (kg) BP PF PD Dust 1 Fann Dust II FNGS 507 560 432 379 663 658 365 Jumlah 3 564 Sumber: Pabrik Teh Tambaksari 2008 Berdasarkan Tabel 12 bisa dilihat bahwa dari 18 165 kg pucuk basah bisa dihasilkan 3 564 kg teh kering dengan jenis yang berbeda. Pengepakan. Pengepakan merupakan tahap terakhir dalam proses pengolahan yang dilakukan dengan tujuan agar teh lebih tahan lama, melindungi produk dari kerusakan, tidak tercemar atau terkontaminasi oleh kondisi sekitarnya, agar lebih mudah diangkut, memudahkan dalam penyimpanan dan pemasaran. Teh yang sudah disimpan dalam peti miring dimasukkan ke dalam teabulker untuk mencampurkan teh agar diperoleh campuran yang seragam saat pengemasan produk. Pengepakan dilakukan menggunakan alat teapacker dengan kapasitas 52 kg sampai 65 kg/kemasan. Bahan pengemas yang digunakan yaitu paper sack dan karung. Teh yang dikemas dengan paper sack merupakan teh untuk ekspor sedangkan yang dikemas dengan karung untuk dipasarkan di dalam negeri. Paper sack yang digunakan diimpor langsung dari Kenya dengan ukuran 113 cm × 20 cm × 77 cm. Keunggulan paper sack buatan Kenya adalah lebih tebal, di dalamnya ada alumunium foil dan permukaannya lebih kasar. Setelah teh dimasukkan ke dalam paper sack kemudian ditimbang dan dilakukan penggojlokan untuk menyeragamkan ukuran ketinggian sack. Kemudian sack disusun sebanyak 20 sack untuk 1 chop dan disungkup dengan plastik yang berukuran 173 cm × 123 cm mencapai ketinggian maksimal 2. 15 m (2 m sack dan 0. 15 m pallet). Chop diliit dengan strapping band dengan panjang 32 m/pallet. Untuk pemasaran dalam negeri, pengemasan dilakukan menggunakan karung. Di dalam karung dilapisi binder berupa plastik biasa. 1 chop untuk karung terdiri dari 40 karung tetapi tidak disungkup dengan platik. Ukuran karung yang digunakan yaitu 109 cm × 75 cm × 30 cm. Aspek Manajerial Sinder Afdeling Sinder Afdeling merupakan kepala afdeling yang bertugas membantu Administratur dalam mengelola dan mengawasi afdelingnya masing-masing setiap hari dengan dibantu oleh Mandor Besar dan Mandor. Tugas Sinder Afdeling dalam mengelola kebunnya meliputi Planning, Organizing, Actuating, Controlling dan Evaluating (POACE). Planning dilaksanakan pada saat pembuatan RKB dan menetukan kegiatan mana yang harus diprioritaskan. Setelah itu Sinder afdeling bertugas mengatur (organizing) kegiatan-kegiatan yang ada agar dapat berjalan sesuai dengan ya ng direncanakan. Untuk pelaksanaan (actuating) Sinder Afdeling mendelegasikan kepada bawahannya. Akan tetapi Sinder Afdeling tetap melakukan pengawasan (controlling) terhadap semua kegiatan yang dilaksanakan di afdeling. Terakhir Sinder Afdeling melakukan evaluasi (evaluating) pada semua kegiatan yang sudah dilaksanakan. Selain itu Sinder Afdeling juga mempunyai kewajiban untuk menjaga/menata ketertiban lingkungan, baik dari segi kebersihan dan keamanan emplasemen tempat Sinder yang bersangkutan berdomisili, maupun menciptakan kerukunan dan keharmonisan masyarakat lingkungan sekitarnya dan urusan-urusan keluar afdeling. Sinder Afdeling dibantu oleh Mandor Besar Pemeliharaan menyusun Rencana Kerja Bulanan (RKB) setiap bulannya. RKB merupakan rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh afdeling dalam satu bulan yang berisi jenis pekerjaan yang akan dilakukan, waktu pelaksanaan, jumlah tenaga kerja, rasio upah, volume pekerjaan dan volume bahan. Penyusunan RKB dilakukan berdasarkan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) untuk satu tahun yang sudah diperkecil lagi menjadi Permintaan Modal Kerja (PMK) untuk triwulan. RKAP dan PMK disusun oleh Administratur dan dan dibantu oleh bagian tanaman dan sinder-sinder termasuk Sinder Kepala, Sinder TUK dan Sinder Pengolahan, kemudian direvisi dan disetujui oleh Direksi. Setelah penyusunan selesai, RKB disahkan oleh Sinder Afdeling dan Sinder Kepala serta disetujui oleh Administratur. Kemudian awal bulan akan dikeluarkan Surat Perintah Kerja (SPK), kalau SPK belum keluar maka RKB belum bisa dilaksanakan. Setiap perencanaan dalam RKB yang telah dilaksanakan akan diperiksa oleh Pemeriksa Intern Kebun (PIK) sebagai pedoman untuk pengisian Berita Acara Pemeriksaan Hasil Kerja (BAPHK). Sinder Afdeling dan Mandor Besar selalu melakukan survey dan kontrol serta memeriksa laporan-laporan kondisi kebun sehingga bisa menentukan kegiatan pemeliharaan apa yang harus dilakukan untuk masing-masing blok kebun. Apabila kondisi tanaman dengan bidang petik yang sudah tidak terjangkau lagi oleh pemetik, maka blok afdeling tersebut harus dipangkas. Setelah itu dalam RKB, Sinder afdeling dengan dibantu oleh Mandor Besar Pemeliharaan akan membuat perencanaan blok-blok mana saja yang harus dipangkas, kebutuhan tenaga kerja, jenis pangkasan, dan dana yang dibutuhkan. Mandor Besar Pemeliharaan Mandor pemeliharaan merupakan pembantu Sinder Afdeling yang bertugas mengurus bagian pemeliharaan kebun dengan dibantu oleh mandormandor dan bertanggung jawab langsung terhadap Sinder Afdeling. Mandor besar pemeliharaan bertugas mengkoordinasikan pengawasan pelaksanaan kerja mandor–mandor dan karyawan bawahannya yang menjadi binaannya. Mandor Besar juga bertugas untuk mengurus permohonan AU58 untuk pengambilan obat dan pupuk ke bagian gudang. Pengangkatan menjadi Mandor Besar melalui dua Surat Keputusan (SK) yaitu Surat Keputusan Pengangkatan Jabatan dan Surat Keputusan Berkala Kenaikan Upah (tiap tahun) yang isinya tergantung prestasi kerja dan keputusan pimpinan setempat. Jenis pekerjaan yang berada dibawah pengawasan Mandor Pemeliharaan adalah pemangkasan, pemupukan, babad, pengendalian hama dan penyakit serta pengendalian gulma secara kimia. Pengendalian gulma secara kimia dan pengendalian hama dan penyakit memilki mandor sendiri sedangkan babad, pemangkasan dan pemupukan dilaksanakan oleh bagian pemeliharaan umum. Pekerjaan pemeliharaan semuanya merupakan sistem borongan dengan status pekerja KHL. Pekerjaan yang dilakukan oleh mandor besar pemeliharaan mengacu kepada Rencana Kerja Bulanan (RKB) yang sudah disusun meskipun pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan atau kondisi kebun. Mandor Besar pemeliharaan memberikan instruksi kepada mandor-mandor pemeliharaan mengenai pekerjaan yang harus dikerjakan. Setelah itu mandor pemeliharaan mengatur pelaksanaan kerja dilapangan antara lain memberikan contoh jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan hari itu, mengatur hanca pekerjaan, mengamati prestasi tenaga kerja sesuai kondisi lapangan, meluruskan cara maupun hasil kerja yang salah, memeriksa dan menerima/menolak hasil kerja dan menghentikan/meneruskan atau mengalihkan pekerjaan yang diakibatkan perubahan cuaca. Kemudian melakukan pengawasan langsung terhadap kuantitas maupun kualitas tenaga kerja per hari, cara kerja, kuantitas dan kualitas alat serta barang bahan yang digunakan dan kuantitas dan kualitas hasil yang dikerjakan sesuai persyaratan teknis yang telah ditetapkan. Untuk kegiatan pemangkasan, sesuai dengan RKB maka Mandor Besar Pemeliharaan memberikan instruksi kepada Mandor Pangkas untuk melakukan pemangkasan. Sebelumnya dilakukan percontohan yang dihadiri oleh Administratur, Sinder kepala, Sinder afdeling, Mandor Besar, Mandor dan tenaga pemangkas dengan mengambil satu tanaman untuk dipangkas di beberapa pinggir blok. Pembagian hanca dilakukan oleh mandor dan setiap 2 atau 3 hari mandor akan mengukur hasil pangkasan dan membagi hasil tersebut dengan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya. Hal ini dilakukan untuk menghitung berapa luas yang bisa dikerjakan oleh tenaga pemangkas dalam satu hari untuk menentukan upah. Mandor Pangkas harus selalu mengawasi tenaga pemangkas supaya tidak melakukan kesalahan selama kegiatan pemangkasan berlangsung. Pengisian Lembar Hasil Kerja Harian (LHKH) dilakukan setiap hari meliputi jenis pekerjaan yang dilakukan, hasil yang dapat dikerjakan dalam satu hari tersebut, jumlah tenaga kerja dan absensi pekerja. LKHK diserahkan kepada JTU Afdeling untuk direkap dalam buku asisten dan sebagai bahan pembuatan laporan harian di Kantor Induk. Selesai tugas dilapangan, mandor pemeliharaan kembali ke kantor afdeling untuk melaksanakan pekerjaan lainnya seperti menyelesaikan administrasi pemeliharaan hari itu, merencanakan kegiatan untuk besok, saling tukar informasi dengan pekerja lainnya dan mengadakan evaluasi hasil kerja hari ini terhadap rencana anggaran yang tersedia. Mandor Besar Pemetikan Mandor pemeliharaan merupakan pembantu Sinder Afdeling yang bertugas mengurus bagian pemetikan dengan dibantu oleh mandor-mandor dan bertanggung jawab langsung terhadap Sinder Afdeling. Mandor Besar bertugas mengkoordinasikan pengawasan pelaksanaan kerja mandor–mandor dan karyawan bawahan yang menjadi binaannya. Kendala yang sering dihadapi oleh Mandor Besar Pemetikan adalah mandor-mandor petik yang tidak mematuhi aturan yang telah ditentukan dan pemetik yang tidak imeut pada waktu memetik dan ngirab. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Mandor Besar memberikan teguran atau pekerja yang melakukan kesalahan tersebut diberi sanksi atau dipindahkan. Akan tetapi sebelum memberikan sanksi, Mandor Besar sebelumnya lapor dulu ke Sinder Afdeling karena yang memiliki wewenang untuk memutuskan tetap Sinder Afdeling. Mandor Besar Pemetikan bertanggung jawab terhadap pucuk yang dihasilkan, kalau hasil analisis petik dan analisis pucuk jelek maka bagian pengolahan akan memberitahukan kepada Mandor Besar. Kemudian Mandor Besar akan menegur Mandor Petik supaya pengawasan lebih ditingkatkan. Laporan Mandor Besar kepada Sinder Afdeling setiap harinya meliputi total hasil pucuk per hari dari keseluruhan mandor dan masalah-masalah yang terjadi di afdeling. Perencanaan merupakan hal pertama yang harus dilakukan sebelum kegiatan pemetikan dilakukan, agar kegiatan pemetikan dapat dilakukan dengan baik. Perencanaan yang dibuat merupakan perencanaan harian dan bulanan meliputi jumlah pemetik, cara metik, gilir petik berdasarkan faktor cuaca dan umur tanaman (TP1 dan TP2 biasanya memiliki gilir petik yang lebih pendek), kapasitas pemetik, kondisi blok pemetikan, dan asumsi–asumsi (cuaca, hajatan, hari libur, hari Jum’at, kebijakan dll). Perencanaan ini dibuat oleh mandor pemetikan berdasarkan hasil pencatatan data hasil monitoring plot hanca contoh mandor (satu patok) setiap gilir petiknya. Tanaga kerja pemetik di Perkebunan Tambaksari Khususnya afdeling Kasomalang berjumlah 195 orang dengan 7 orang Mandor Petik dibawah pengawasan seorang Mandor Besar Petik. Dua kemandoran tenaga kerja pemetiknya sudah berstatus Karyawan Harian Tetap (KHT) dengan jam kerja 7 jam/hari, sedangkan lima kemandoran lainnya pemetiknya masih berstatus Karyawa Harian Lepas (KHL) dengan jam kerja 5 jam/hari. Perbedaan antara KHT dengan KHL adalah KHT mendapatkan uang sosial disamping upah yang diberikan berdasarkan hasil kerjanya dan untuk hari Minggu upah tetap dibayarkan meskipun tidak bekerja. Sedangkan untuk KHL upah yang diberikan berdasarkan hasil petikan dan THR Pakaian dan Bonus (TPB). Pengangkatan KHL menjadi KHT dilakukan berdasarkan lama kerja, prestasi dan usia pekerja. Sistem kerja yang ditetapkan adalah sistem kerja borongan dimana pemetik diupah berdasarkan hasil pucuk yang dipetiknya. Sedangkan harga pucuk ditentukan berdasarkan hasil analisis petik dan pucuk serta Basic Yield (BY). BY dihitung dengan mengalikan target produksi satu bulan dengan jumlah tenaga pemetik kemudian dibagi Hari Kerja Efektif (HKE) 1 bulan. Sehingga BY per bulan tidak selalu sama, bergantung pada target produksi bulan itu. Kalau produksi pucuk sudah melebihi target biasanya BY diperbesar untuk menjaga kestabilan upah dan pengeluaran perusahaan untuk pembayaran upah. BY yang diberlakukan di Afdeling Kasomalang adalah 42 sampai dengan 47 kg. Mandor harus memonitoring kebutuhan tenaga pemetik yang harus dihitung secara berkala dengan memperhitungkan cuaca, kecepatan pertumbuhan pucuk, sehingga bisa diketahui lebih dini kekurangan dan kelebihan pemetik. Kekurangan tenaga pemetik dapat dilihat dari kapasitas pemetik yang jauh melampaui Basic Yield (BY), gilir petik kaboler (pucuk sudah terlewat masa petiknya),dan pemetikan yang kurang imeut (banyak yang terlewat). Sedangkan kelebihan tenaga pemetik dapat dilihat dari kapasitas pemetik dibawah BY, pucuk yang belum manjing banyak yang terambil dan waktu pemetikan relatif cepat. Mandor mengatur pelaksanaan kegiatan pemetikan mulai dari arah dan awal lokasi, cara dan tempat penyimpanan, waktu penimbangan, istirahat, jajaran, pindah hanca, ngirab, cara metik, dan pengangkutan. Pengawasan dilakukan dengan selalu berdiri di belakang pemetik pada saat pemetikan dilakukan sehingga setiap saat bisa langsung meluruskan kesalahan yang dilakukan pemetik. Pada saat penimbangan pucuk mandor selalu mengawasi karena mandor bertanggung jawab terhadap hasil pucuk yang diperoleh untuk menghitung jumlah upah para pemetik. Setiap hasil pucuk dari pemetik yang ditimbang dicatat oleh mandor dalam buku mandor. Selain itu setiap hari mandor juga harus mengisi Laporan Hasil Kerja Harian (LKHK) yang berisi absensi dan hasil kerja setiap hari kemudian diserahkan kepada JTU Afdeling untuk direkap dalam buku asisten dan sebagai bahan pembuatan laporan harian di Kantor Induk Setelah semua pekerjaan di lapangan selesai, mandor akan kembali ke kantor afdeling untuk menyelasaikan tugas-tugas lainnya meliputi menyelesaikan administrasi pemetikan hari itu, merencanakan kegiatan besok hari (produksi, antik, blok, jumlah angkutan lokasi penimbangan, jumlah pemetik dll), saling tukar informasi dengan pekerja lainnya di Afdeling dan mengadakan evaluasi hasil kerja. PEMBAHASAN Jenis Pangkasan Jenis pangkasan adalah bentuk-bentuk pangkasan yang dilakukan pada tanaman teh. Tipe pemangkasan memberikan ciri secara kualitatif kepada suatu jenis pemangkasan tentang adanya daun-daun tua yang tersisa di perdu teh setelah pemangkasan selesai (Sukasman, 1998). Jenis pangkasan yang digunakan di Kebun Tambaksari khususnya Afdeling Kasomalang adalah pangkasan kepris dan pangkasan jambul Pangkasan kepris ialah pangkasan dengan bidang pangkas rata seperti meja tanpa melakukan pembersihan atau pembuangan ranting. Pangkasan kepris dilakukan pada ketinggian 60 cm sampai dengan 70 cm dari permukaan tanah. Pangkasan ini lebih efektif dilakukan pada tanaman yang kondisinya kurang baik. Pangkasan ini dilaksanakan di blok Pasir Malang 1 pada ketinggian 60 cm. Pangkasan jambul adalah pangkasan bersih dengan meninggalkan 1 sampai dengan 2 cabang di bagian pinggir perdu. Pangkasan jambul ini hanya dilaksanakan pada beberapa blok termasuk pada blok F3 dan E3. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar tanaman masih bisa melakukan fotosintesis karena jenis tanah pada blok tersebut berbatu sehingga menghambat kerja akar. Selain itu, pangkasan jambul juga dilakukan karena akan memasuki musim kemarau. Menurut Sukasman (1988), pada pangkasan jambul pertumbuhan tunas lebih kuat jika dibandingkan dengan pangkasan tanpa jambul. Jumlah daun pada jambul yang optimal kira-kira 100 daun. Tinggi Pangkasan Tinggi pangkasan merupakan ukuran pemangkasan yang bersifat kuantitatif yang dapat diukur dengan satuan panjang, biasanya cm (Sukasman, 1988). Tinggi pangkasan harus memberikan kesempatan agar tanaman dapat dipetik dengan mudah dalam jangka waktu sepanjang mungkin. Serendahrendahnya tinggi pangkasan untuk daerah rendah, sedang maupun tinggi adalah 40 cm dan yang paling tinggi adalah 80 cm. Kurang dari 40 cm akan menyulitkan pemetik pada saat pemetikan. Pemangkasan yang dilakukan terlalu rendah mengakibatkan tajuk tanaman memerlukan waktu lama untuk menutup sehingga menyebabkan pemborosan sumberdaya (cahaya, matahari, air dan udara). Keluhan yang datang dari pihak kebun pada pemangkasan dengan tinggi 70 cm atau lebih adalah cepat menimbulkan pucuk burung (Sukasman, 1988). Pemangkasan yang dilakukan di Afdeling Kasomalang dilakukan pada ketinggian 50 cm sampai dengan 65 cm. Untuk blok Pasir Malang (PM) 1, F3 dan E3 pada gilir pangkas sekarang ketinggian standarnya ditetapkan 60 cm dari permukaan tanah. Pada Tabel 4 dapat dilihat pemangkasan pada blok-blok kebun di Afdeling Kasomalang tidak selalu sama dengan standar kebun. Perbedaan ketinggian pangkasan standar dengan hasil pengamatan di blok F3 dan E3 menunjukkan hasil yang berbeda nyata, hal ini disebabkan karena sistem kerja yang digunakan untuk pemangkasan adalah sistem upah borongan sehingga tenaga pemangkas lebih memperhatikan kuantitas yang diperoleh dibandingkan kualitas hasil pangkasan. Sedangkan untuk blok Pasir Malang 1, tinggi pangkasannya tidak berbeda nyata dengan standar yang ditetapkan. Luas Areal Pangkasan Perkebunan Tambaksari tepatnya Afdeling Kasomalang memilki gilir pangkas 3 tahun sehingga setiap tahun areal yang dipangkas sebesar 33.33% dari total luas areal Tanaman Menghasilkan (TM). Realisasi luas areal pangkasan dalam satu tahun tidak selalu sama dengan ketentuan yang ditetapkan sebesar 33.33%. Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata luas areal yang direncanakan untuk dipangkas setiap tahun di Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari hanya 28.86% sedangkan realisasinya 27.60% (Tabel 5). Hal ini disebabkan oleh kondisi kebun, faktor iklim, ketersediaan dana dan prioritas pekerjaan yang harus didahulukan. Pemangkasan dibagi menjadi dua periode yaitu semester I (Januari-Juni) dan semester II (September-Desember). Hal ini dilakukan untuk menstabilkan produksi pucuk harian agar tidak terjadi fluktuasi produksi yang terlalu besar antara saat flush dan saat minus (musim kemarau) maka perlu diatur areal pangkas yang tepat. Pada saat flush (semester I) dilakukan pemangkasan dengan areal yang lebih besar (55%-65%) daripada pemangkasan semester II, sehingga pada waktu flush produksi tidak terlalu melimpah dan pada waktu kemarau tidak terlalu sedikit. Pembagian areal pangkas hendaknya diatur menurut blok-blok yang berekatan secara berturut-turut (Pusat Penelitian Perkebunan Gambung, 1992). Pertimbangan dilakukannya pangkasan yang lebih luas pada semester I adalah bahwa musim berpengaruh lebih baik atau musim plus. Jadi walaupun areal pangkasannya lebih luas. Produksi tidak akan terlalu menurun sebaliknya pangkasan tersebut sudah bisa dipetik penuh pada musim kemarau (Juli, Agustus, September). Dengan demikian diharapkan produksi bulanan tidak akan terlalu besar turun naiknya. Oleh karena itu produksi relatif stabil karena pemangkasan akan menyebabkan berkurangnya areal produksi. Disamping itu menurut hasil penelitian mutu teh pada musim kemarau lebih baik dibandingkan pada musim hujan (Tobroni, 1985). Waktu Pemangkasan Waktu pemangkasan adalah waktu yang tepat untuk pelaksanaan pemangkasan sehingga diperoleh hasil pangkasan yang seoptimal mungkin. Menurut Sukasman (1988), secara agronomi tanaman dikatakan sehat jika di dalamnya cukup mengandung hara yang diperlukan untuk tumbuh kembali. Lingkungan yang mendukung adalah kelembaban tanah dan suhu udara. Untuk kondisi iklim Indonesia tanaman dalam keadaan sehat adalah pada periode bulan Maret-Juni dan September-November. Demikian juga periode lingkungan yang mendukung pertumbuhan. Antara periode Juli-Agustus meskipun tanaman cukup hara tetapi kondisi lingkungan kering dan panas. Antara bulan Desember-Februari tanaman dalam keadaan sangat lemah karena terlalu banyak hujan dan kabut. Waktu pemangkasan di perkebunan Tambaksari khususnya Afdeling Kasomalang dibagi dalam dua semester yaitu semester I pada bulan Januari- Juni dan semester II pada bulan September-Desember. Sedangkan pada bulan Juli dan Agustus tidak dilakukan pemangkasan karena musim kemarau. Akan tetapi berdasarkan data curah hujan 10 tahun terakhir di Kebun Tambaksari, pada bulan Juli masih bisa dilakukan pemangkasan karena curah hujan masih cukup (> 60 mm). Pemangkasan pada musim kemarau dapat menyebabkan terbakarnya kulit cabang yang tadinya terlindung oleh lapisan daun mendadak terkena sinar matahari langsung. Selain itu persediaan air di dalam tanah dan persediaan makanan di dalam akar sudah menipis untuk pertumbuhan tunas (Iskandar, 1984). Alat Pangkas Alat Pangkas yang digunakan di Perkebunan Tambaksari Khususnya Afdeling Kasomalang adalah gaet pangkas. Gaet yang digunakan harus dalam kondisi sangat tajam untuk mencegah adanya luka pangkasan. Untuk itu tenaga pemangkas selalu membawa batu asahan untuk memelihara ketajaman gaetnya. Selain gaet dan batu asahan, tenaga pemangkas hendaknya juga menggunakan tongkat ukur. Tongkat ukur digunakan sebagai patokan ukuran tinggi pangkasan, namun pada prakteknya di lapang tenaga pemangkas hanya menggunakan lutut sebagai patokan. Alat pangkas yang digunakan harus tajam agar batang atau cabang yang dipangkas tidak pecah atau rusak (Sartika, 2003). Menurut Setyamidjaja (2000), untuk pemotongan cabang atau ranting yang berukuran lebih kecil dari ibu jari (diameter < 2 cm), digunakan gaet pangkas sedangkan untuk cabang atau ranting yang berukuran lebih besar (diameter ≥2 cm) digunakan gergaji pangkas. Kriteria Saat Pangkas Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk menentukan kebun layak untuk dipangkas adalah gilir pangkas, ketinggian bidang petik tanaman, persentase pucuk burung, dan tingkat produksi tahun sebelumnya. Di Perkebunan Tambaksari khususnya Afdeling Kasomalang, yang diperhatikan untuk menentukan apakah blok kebun sudah layak dipangkas adalah umur pangkas dan ketinggian bidang petik tanaman. a. Gilir Pangkas Gilir pangkas ialah jangka waktu antara pemangkasan yang terdahulu dengan pemangkasan berikutnya pada blok yang sama (Pusat Penelitian Perkebunan Gambung, 1992). Perkebunan Tambaksari khususnya Afdeling Kasomalang berada pada ketinggian <800 m dpl yang tergolong ke dalam dataran rendah sehingga gilir pangkasnya 3 tahun. Akan tetapi realisasinya seringkali tidak sesuai dengan ketentuan. Sebagai contoh blok F3 dipangkas pada saat umur pangkas baru 35 bulan (Tabel 6). Hal ini disebabkan oleh ketinggian bidang petik hampir mencapai 120 cm dan diameter bidang petik yang sudah terlalu lebar menyebabkan pemetik mengalami kesulitan pada saat pemetikan. Menurut Sukasman (1988), gilir pangkas yang paling baik untuk daerah rendah (<800 m dpl) dengan tinggi pangkasan 60 cm sampai dengan 70 cm dan kenaikan bidang petik rata-rata 15 cm per tahun adalah 2.5 sampai dengan 3 tahun. Tanaman asal biji yang frame (percabangan) dasarnya lebih tinggi dibandingkan tanaman klonal mungkin daur pangkasnya lebih pendek dibandingkan tanaman klonal. Untuk daerah sedang (800-1 00 m dpl) dengan tinggi pangkasan 45 cm sampai dengan 50 cm dan laju kenaikan tinggi bidang petik 12 cm maka untuk mencapai tinggi bidang petk 120 cm diperlukan gilir pangkas 4 tahun. b. Ketinggian Bidang Petik Tinggi tanaman merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan kebun sudah layak atau belum untuk dipangkas. Menurut Sukasman (1988), tinggi tanaman 120 cm merupakan tinggi maksimal untuk ukuran tinggi badan pemetik di Indonesia (155-165 cm). Jika lebih dari 120 cm maka hasil pucuk rendah karena bidang petik dalam jangkauan pemetik. Hasil pengamatan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa meskipun tanaman belum mencapai ketinggian 120 cm, pemangkasan sudah dilakukan. Tinggi bidang petik blok E3 lebih rendah dibandingkan blok Pasir Malang 1 meskipun umur pangkasnya lebih tinggi daripada blok Pasir Malang 1. Blok F3 Tinggi bidang petiknya lebih tinggi dibandingkan blok E3 mskipun umur pangkasnya sama. Hal ini disebabkan oleh sering dilakukan keprasan untuk meratakan bidang petikan yang tidak rata akibat pemetikan yang kurang imeut. Sehingga semakin lama ketinggian tanaman semakin berkurang dari ketinggian seharusnya. c. Persentase Pucuk Burung Pucuk burung adalah pucuk yang mengandung tunas dalam keadaan dorman sehingga beberapa waktu tidak menghasilkan daun baru. Tanaman yang sudah mendekati gilir pangkas jumlah pucuk burungnya akan meningkat. Hal ini disebabkan oleh semakin tingginya persaingan antar pucuk untuk mendapatkan fotosintat. Pada saat kondisi pucuk burung tinggi maka kadar pati di akar semakin banyak karena pada saat ini tanaman mengakumulasikan hasil fotosintesisnya di dalam akar. Apabila persentase pucuk burung mencapai 70% maka pemangkasan pada areal tersebut dapat dilakukan (Sukasman, 1988). Hasil pangamatan penunjukkan bahwa di Perkebunan Tambaksari khususnya Afdeling Kasomalang rata-rata persentase pucuk burung tanaman yang dipangkas adalah 77.33% (Tabel 8). Blok Pasir Malang 1, F3 dan E3 meskipun belum memasuki gilir pangkas tetapi persentase pucuk burung sudah lebih dari 70%, hal ini disebabkan oleh pemetikan yang kurang imeut, umur pangkas yang semakin tua dan pemetik yang selalu meninggalkan pucuk burung pada saat pemetikan. d. Tingkat Produksi Tingkat produksi merupakan salah satu kriteria untuk melakukan pemangkasan. Pemangkasan akan dilakukan apabila secara ekonomis tanaman sudah tidak menguntungkan lagi atau sudah terjadi penurunan produksi mancapai setengah dari produksi pucuk basah pada tahun sebelumnya. Berdasarkan data produktivitas pucuk basah Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari delapan tahun terakhir menunjukkan bahawa tanaman sudah dipangkas meskipun penurunan produktivitas pucuk basah tidak mencapai setengah dari produktivitas tahun sebelumnya. Pola produksi tanaman klonal pada tahun-tahun setelah dipangkas sama dengan pola produksi pada tanaman seedling. Tahun pertama setelah dipangkas produktivitas mulai meningkat, produktivitas tertinggi diperoleh pada tahun kedua setelah pangkas dan pada tahun ketiga produktivitas kembali turun (Gambar 1). Produktivitas pucuk basah tanaman seedling lebih tinggi dari pada tanaman klonal meskipun umur tanamannya sama. Hal ini disebabkan karena pada umur 1 dan 2 tahun setelah pemangkasan masih terdapat banyak daun muda yang memiliki kemampuan yang cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis. Sedangkan dengan semakin tua umur pangkas maka jumlah daun tua akan semakin banyak dengan kemampuan fotosintesis yang sudah mulai berkurang sehingga pucuk yang dihasilkan lebih sedikit. Kerusakan Akibat Pemangkasan Pemangkasan merupakan salah satu kegiatan pemaliharaan tanaman menghasilkan yang menentukan produksi tanaman untuk tiga tahun berikutnya. Oleh karena itu dibutuhkan tenaga pemangkas yang terlatih dan terampil untuk mencegah tingginya tingkat kerusakan yang terjadi akibat pemangkasan. Kerusakan cabang akibat pemangkasan bisa juga disebabkan oleh kurang tajamnya alat yang digunakan. Hasil pengamatan di Kebun Tambaksari rata-rata persentase kerusakan cabangnya sekitar 13.46% lebih kecil dari kerusakan cabang akibat pemangkasan hasil pengamatan Rahadiani (2007) di Unit Perkebunan Tambi yaitu 15. 24% (Tabel9). Hal ini disebabkan karena tenaga pemangkas kedua perkebunan tersebut merupakan pekerja yang sudah terampil dan mengerti tentang tata cara pemangkasan karena sudah lama bekerja sebagai tenaga pemangkas. Tenaga Pemangkas Tenaga pemangkas di Perkebunan Tambaksari khususnya Afdeling Kasomalang adalah karyawan harian lepas. Berdasarkan hasil pengamatan kapasitas kerja tenaga pemangkas di Afdeling Kasomalang melebihi kapasitas standar yaitu 0.046 ha/HK (Tabel 10). Sedangkan kapasitas standar yang ditetapkan oleh perusahaan adalah 0.04 ha/HK. Kapasitas kerja tenaga pemangkas blok Pasir Malang 1 sama dengan kapasitas standar, sedangkan kapasitas kerja tenaga pemangkas pada blok F3 dan E3 melebihi standar. Hal ini disebabkan karena kegiatan pemangkasan merupakan kerja borongan sehingga tenaga pemangkas lebih mementingkan kuantitas dari pada kualitas hasil pangkasan. Jumlah tenaga pemangkas riil di lapangan pada blok Pasir Malang 1 sama dengan jumlah tenaga pemangkas yang dihitung secara teoritis. Sedangkan pada Blok F3 dan E3 jumlah tenaga pemangkas yang riil di lapangan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah tenaga pemangkas yang dihitung secara teoritis. Kekurangan atau kelebihan tenaga pemangkas ini tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena upah dibayar menurut hasil kerja masing-masing tenaga pemangkas bukan menurut jumlah tenaga kerja. Penanganan Sisa Pangkasan Brangkasan sisa pangkasan merupakan hasil dari pertumbuhan selama satu daur pangkasan yang terdiri dari ranting-ranting, cabang-cabang dan daun tua yang jumahnya cukup banyak. Menurut teori, bobot brangkasan sisa pangkasan pada blok E3 seharusnya lebih tinggi karena umurnya lebih tua dibanding tanaman pada blok F3. Tanaman teh pada blok E3 frekuensi pemangkasannya lebih besar dibanding tanaman pada blok F3 sehingga tajuk tanamannya seharusnya lebih lebar dengan bobot yang lebih tinggi. Akan tetapi Tabel 11 menunjukkan bahwa bobot brangkasan tertinggi terdapat pada blok F3 dan yang terendah di blok E3. Hal ini disebabkan karena daun pemeliharaan pada tanaman di blok E3 lebih tipis dan banyak terdapat ranting-ranting kecil yang hanya memiliki sedikit daun. Tanaman teh pada blok Pasir Malang 1 merupakan tanaman seedling yang sudah berumur 52 tahun yang memiliki frekuensi pangkasan yang lebih sering dari pada blok F3 dan E3. Sehingga memiliki bobot brangkasan yang paling tinggi karena memiliki tajuk yang lebih lebar akibat lebih sering dipangkas. Akan tetapi hasil pengamatan menunjukkan bahwa bobot brangkasan sisa pangkasannya lebih kecil dibandingkan blok F3. Hal ini terjadi karena tanaman teh pada blok Pasir Malang 1 sudah melewati masa produktifnya sehingga kemampuan fotosintesisnya sudah menurun. Menurut Hainsworth (1972) dalam Rachmiati dan Sri Wibowo (1988), bobot brangkasan sisa pangkasan berkisar antara 20 - 80 ton/ha yang setara dengan pupuk NPK sebesar 800 – 2 400 kg. Selain itu menurut hasil penelitian Angkapradipta (1973) dalam Rachmiati dan Sri Wibowo (1988) diperoleh bahwa bobot brangkasan sisa pangkasan sebanyak 23 750 kg/ha setara dengan Urea 235 kg + 48 kg TSP + 106 kg ZK. Unsur hara dalam abu daun teh yang terdapat dalam jumlah yang besar (makro) adalah: kalium 1. 75% - 2. 25 %, 0. 30% - 0. 50% fosfor, kapur 0. 40% - 0. 50%, magnesium 0. 20%, dan belerang 0. 10% - 0. 30% dari berat kering. Unsur-unsur mikro yang terkandung adalah Fe 1 500 ppm, Mn 500 ppm – 1000 ppm, B, Zn, serta Cl masing-masing 30 ppm – 50 ppm dan Mo dalam jumlah sangat sedikit (Setyamidjaja, 2000). Dari hasil penimbangan brangkasan sisa pangkasan pada tiga blok kebun di Afdeling Kasomalang diperoleh rata-rata bobot brangkasan 5. 9 kg/ pohon (Tabel 10). Blok E3 yang memiliki rata-rata bobot brangkasan 2. 9 kg/ pohon (Tabel 10) dengan populasi 12 315 tanaman/ha berarti bobot brangkasan sisa pangkasannya adalah 35 713. 5 kg/ha. Jumlah tersebut bisa menjadi sumber dan menambah jumlah unsur hara yang terdapat di dalam tanah. Afdeling Kasomalang sisa pangkasan ini sering diambil oleh penduduk sekitar untuk dijadikan kayu bakar. Dengan diambilnya bahan pangkasan dari kebun, unsur-unsur hara tanaman yang hilang secara teoritis bisa diganti dengan pemberian pupuk. Tanaman yang tidak dipupuk sebelum dipangkas dan bahan pangkasannya dikeluarkan dari kebun dapat menyebabkan penurunan produksi sebesar 17.4% dibandingkan tindakan sebaliknya (Rachmiati dan Sri Wibowo, 1988). Pertumbuhan Tunas Setelah Pemangkasan Gambar 2 menunjukkan pertumbuhan tunas baru setelah pemangkasan pada blok E2. Perkebunan Tambaksari menetapkan tinggi jendangan 75 cm artinya pada pemangkasan yang dilakukan dengan ketinggian 60 cm maka pemetikan jendangan dilakukan saat tunas sudah mencapai ketinggian 15 cm. Berdasarkan Gambar 2, jendangan sudah bisa dilaksanakan pada 7 MSP. Sedangkan realisasinya, jendangan baru dilaksanakan pada 9 MSP. Pertumbuhan tunas baru pada tanaman yang dipangkas tergantung pada cadangan hara pada cabang-cabang yang ditinggalkan. Menurut Natahaniel (1982) dalam Sukasman (1988), cadangan hara pada cabang-cabang tersebut dipengaruhi oleh besarnya cabang atau luas permukaan kulit cabang tersebut. Semakin besar cabang semakin banyak cadangan haranya. Selain itu, pertumbuhan tunas baru juga dipengaruhi oleh umur cabang. Semakin tua umur cabang tingkat dormansi tunas semakin kuat sehingga semakin lama pertumbuhan tunasnya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kegiatan magang yang dilakukan di Kebun Tambaksari, PT Perkebunan Nusantara VIII memberikan manfaat yang cukup banyak. Penulis mengikuti semua kegiatan yang dilaksanakan di kebun selama menjadi KHL sampai menjadi pendamping Sinder Afdeling sehingga menambah pengalaman, pengetahuan dan keterampilan tentang kegiatan teknis di lapang dan kegiatan manajerialnya. Selain itu penulis juga bisa memahami kalau teori tidak bisa diterapkan secara total di lapang karena kondisi yang ditemukan di lapang tidak selalu sama. Kegiatan pemangkasan memerlukan pengelolaan yang baik karena pemangkasan menentukan produksi untuk tiga tahun berikutnya. Pelaksanaan pemangkasan yang dilakukan di Kebun Tambaksari belum memenuhi standar yang ditetapkan. Jenis pangkasan yang dilaksanakan di Kebun Tambaksari adalah pangkasan kepris dan pangkasan jambul. Tinggi pangkasan pada blok PM1 tidak berbeda nyata dengan standar yang ditetapkan kebun, sedangkan pada blok F3 dan E3 berbeda nyata dengan standar tinggi pangkasan yang ditetapkan kebun. Ratarata luas areal yang direncanakan untuk dipangkas setiap tahun di Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari hanya 28. 86% sedangkan realisasinya 27. 60%. Waktu pemangkasan dibagi menjadi dua semester yaitu semester I (Januari-Juni) dan semester II (September-Desember). Alat pangkas yang digunakan adalah gaet pangkas. Berdasarkan pengamatan tanaman teh di Kebun Tambaksari dipangkas saat umur pangkas mendekati 3 tahun, rata-rata ketinggian tanaman 109. 6 cm dengan diameter sebelum pangkas 165. 3 cm, rata-rata persentase pucuk burung 77. 33% dan produktivitas pucuk basah yang sudang berkurang. Prestasi kerja tenaga pemangkas 0. 046 ha/HK melebihi standar kebun yang hanya sebesar 0. 04 ha/HK. Brangkasan sisa pangkasan sering diambil penduduk sekitar untuk dijadikan kayu bakar. Rata-rata persentase kerusakan cabang akibat pemangkasan 13. 46%, lebih kecil dari persentase kerusakan cabang di Unit Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah. Pemetikan jendangan dilakukan pada 9 MSP. Saran Brangkasan sisa pangkasan sebaiknya tidak keluar dari kebun karena bisa menjadi sumber unsur hara bagi tanaman. Selain itu sebaiknya brangkasan sisa pangkasan diletakkan di atas luka pangkasan selama 2 minggu untuk mencegah luka pangkasan terbakar sinar matahari. Untuk cabang yang berukuran >2 cm sebaiknya menggunakan gergaji pangkas. Pengawasan harus lebih intensif agar pekerjaan bisa berjalan lancar dan diperoleh hasil yang baik. Penulis juga menyarankan agar kegiatan pemeliharaan lebih ditingkatkan agar tanaman bisa berproduksi lebih optimal. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2006. Statistika Perkebunan Indonesia: Teh 2003 - 2006. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta. Iskandar. 1984. Pemangkasan Pohon Teh. Wina Guna pt. 26 hal. PT Perkebunan XI (Persero). 1993. Vademecum Budidaya Teh (Camellia sinensis). PT Perkebunan XI (Persero). Jakarta. 140 hal. PT Perkebunan Nusantara VII. 2003. Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Teh. PTPN VIII. Bandung. 65 hal. Pusat Penelitian Perkebunan Gambung. 1992. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh. APPPI-Puslitbun Gambung. Bandung. Putranto, Siswo. 1978. Perkembangan Teh, Kopi dan Cokelat Internasional. PT Gramedia. Jakarta. 125 hal. Rachmiati dan Wibowo. 1988. Pengaruh Bahan Pangkasan dan Dosis Pupuk Setelah Pemangkasan terhadap Produksi. Prosiding Seminar Pemangkasan Teh, 12 Desember 1988. Gambung. Hal 87. Rahadiani, I.O. 2007. Pengelolaan Tanaman Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) di PT Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah. Skripsi. Program Studi Agronomi, Faperta. IPB. 77 hal. Rusmana, H. 2000. Pangkasan. Makalah Kultur Teknis Eksploitasi Tanaman Teh, 14 – 17 November 2000. Perkebunan Rancabali. Bandung. 10 hal. Sartika, D. 2003. Pengelolaan Pemangkasan Tanaman Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) Di Perkebunan Rumpun Kemuning PT. Astra Agro Lestari Tbk, Karang Anyar, Jawa Tengah. Skripsi. Budidaya Pertanian, Faperta, IPB. Setyamidjaja, D. 2000. Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen Teh. Kanisius, Yogyakarta. 154 hal. Sukasman. 1988. Pemangkasan pada Tanaman Teh Menghasilkan. Prosiding Seminar Pemangkasan Teh, 12 Desember 1988. Gambung. Hal 49-63. Tobroni dan Suliasih. 1990. Pengaruh tinggi pangkasan dan tinggi jendangan terhadap kadar pati dalam akar, pertumbuhan pucuk dan hasil tanaman teh. Simposium Teh V. BPTK Gambung. LAMPIRAN Tabel Lampiran 1. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Karyawan Harian Lapang (KHL) di Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari PTPN VIII, Subang, Jawa Barat Tanggal Kegiatan Prestasi Kerja (Satuan HK) Lokasi Penulis Karyawan Standar 18/02/08 19/02/08 20/02/08 21/02/08 22/02/08 23/02/08 25/02/08 27/02/08 28/02/08 01/03/08 03/03/08 04/03/08 05/03/08 06/03/08 10/03/08 11/03/08 12/03/08 13/03/08 14/03/08 17/03/08 18/03/08 19/03/08 22/03/08 25/03/08 26/03/08 27/03/08 28/03/08 29/03/08 31/03/08 01/04/08 02/04/08 03/04/08 04/04/08 07/04/08 08/04/08 09/04/08 10/04/08 11/04/0 Kunjungan ke kantor Pemetikan produksi Pemetikan produksi Pengendalian gulma manual Pengendalian gulma kimia Pengendalian hama dan penyakit Pemetikan Persemaian teh Persemaian teh Kunjungan ke afdeling lain Pengamatan 10 HSA Pengamatan pertumbuhan tunas 3 MSP Pemupukan akar Pengendalian gulma kimia Kunjungan ke Pabrik Tambaksari Pemetikan Produksi Gosok lumut Beres cabang Pemetikan Pemangkasan Pengendalian hama dan penyakit Pemangkasan Wawancara dengan Sinder Afdeling Pengamatan tunas 5 MSP Pengamatan gulma Wawancara dengan Mandor Petik Kunjungan ke Pabrik Pengepakan (Pabrik) Kunjungan ke Pabrik Kunjungan ke Afdeling lain Pengamatan tunas 7 MSP Pembeberan (pabrik) Turun layu (Pabrik) Penyablonan sack (Pabrik) Pengepakan (Pabrik) Pengendalian gulma kimia Pembagian upah karyawan Kunjungan ke kantor afdeling Kunjungan ke Pabrik Bukanagara Pengendalian hama dan penyakit Pemupukan daun Pengendalian gulma manual Pemetikan 3kg 3.5 kg 0.004 ha 0.02 ha 0.04 ha 2.5 kg 375 polibag 300 polibag - - - 0.2 ha 0.016 ha - 3 kg 0.02 ha 0.02 a 0.02 ha 1 tanaman - - - - - 0.15 chop - - - 174 kg/jam 5 sack 0.125 chop 0.02 ha - - - 0.05 ha 0.05 ha 0.02 ha 2.5 kg 38 kg 36 kg 0.1 Ha 0.36 ha 2ha 0.1 ha 34 kg 42 kg 42 kg 0.12 ha 0.5 ha 2.08 ha 42 kg 500 polibag 500 polibag - - - 0.48 ha 0.5 ha - 42 kg 0.06 ha 0.14 ha 42 kg 0.04 ha 1.5 ha 0.04 ha - - - - - 6 chop - - - - - 120 sack 8 chop 0.5 ha - - - 2.08 ha 2.08 ha 0.12 ha 42 kg Kantor induk Blok I1 Blok G1 Blok F1 Blok F2 Blok E1 Blok D2 Tas Tas Sar Blok E1 Blok E2 Blok H1 Blok I2 Pabrik Blok G3 Blok E2 Blok E2 Blok G1 Blok PM 1 Blok G1 Blok PM1 Blok D2 Blok E2 Blok F4 Blok G1 Pabrik Pabrik Pabrik Buk Blok E2 Pabrik Pabrik Pabrik Pabrik Blok G2 Kantor afd Kantor Afd Pabrik Buk Blok E1 Blok E1 Blok E2 Blok I2 Tabel Lampiran 2. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Mandor/Mandor Besar di Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari PTPN VIII, Subang, Jawa Barat Tanggal Kegiatan Prestasi Kerja Lokasi Jumlah KHL yang Diawasi (Orang) Luas Areal yang Dikontrol (ha) Lama Kegiatan (jam) 15/04/08 16/04/08 17/04/08 18/04/08 21/04/08 22/04/08 23/04/08 24/04/08 25/04/08 28/04/08 29/04/08 30/04/08 02/05/08 05/05/08 06/05/08 07/05/08 08/05/08 09/05/08 12/05/08 14/05/08 19/05/08 21/05/08 22/05/08 23/05/08 12/06/08 13/06/08 Pengendalian gulma manual Pemetikan jendangan Pemetikan jendangan Pemetikan produksi Juru tulis afdeling Kunjungan ke kantor induk Pemetikan produksi Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian gulma kimia Pemetikan produksi Pemetikan produksi Pemetikan jendangan Pemangkasan Administrasi afdeling Pengendalian hama dan penyakit Pemetikan produksi Pemupukan daun Pemangkasan Pemangkasan Wawancara dengan Mandor Besar Pemeliharaan Pengendalian hama dan penyakit Pemupukan daun Pengendalian gulma kimia Pemupukan akar Pelayuan Pembeberan Pengeringan Sortasi Pengepakan 60 25 25 28 - - 27 4 12 193 193 25 1 - 4 193 4 12 12 - 4 4 12 63 5 7 3 3 8 16.617 16.617 16.617 9.467 - - 16.561 1.5 15.561 13.214 9.467 16.617 0.04 - 15.561 10.513 15.561 17.452 17452 - 2 2 16.617 13.214 - - - - - 5 6 6 5 - - 5 2 5 5 5 5 2 - 5 5 5 5 5 - 5 5 5 5 2 2 2 2 2 Blok E2 Blok E2 Blok E2 Blok E1 Kantor Afdeling Kantor induk Blok F4 Blok E3 Blok F4 Blok F2 Blok E1 Blok E2 Blok F3 Kantor Afdeling Blok F4 Blok I1 Blok F4 Blok F3 Blok F3 Blok F3 Blok G1 Blok G1 Blok E2 Blok F2 Pabrik Pabrik Pabrik Tabel Lampiran 3. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Sinder Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari PTPN VIII, Subang, Jawa Barat Tanggal Kegiatan Prestasi Kerja Lokasi Jumlah Mandor (orang) Lama Kegiatan (jam) 26/05/08 27/05/08 28/05/08 29/05/08 30/05/08 02/06/08 03/06/08 04/06/08 05/06/08 06/06/08 07/06/08 09/06/08 11/06/08 12/06/08 16/06/08 17/06/08 18/06/08 Kontrol kebun (pemetikan) Kontrol kebun (pengendalian gulma kimia) Kontrol Kebun (pemetikan) Kontrol Kebun (pengendalian gulma kimia) Kontrol kebun (pengendalian hama dan penyakit) Kontrol kebun (pengendalian gulma kimia) Kontrol kebun (pemetikan) Kontrol kebun (pemupukan daun) Kontrol kebun (pemangkasan) Kontrol kebun (pengendalian gulma manual) Pengambilan data pangkasan Kontrol kebun (pengendalian gulma manual) Kontrol kebun (pemetikan) Administrasi kebun (penyusunan RKB) Pengumpulan data Pengumpulan data Pengumpulan data 7 1 7 1 1 1 7 1 2 2 - 1 7 - - - - 5 5 5 5 2 5 5 2 5 5 - 5 5 - - - - Blok I2, D3 Blok F1 Blok G1, H1 Blok E2 Blok G3 Blok H1 Blok F1,D3 Blok F1 Blok E3 Blok G3 Blok E3 Blok G2 Blok G1, H1 Kantor Afdeling Kantor induk Kantor induk Kantor induk Tabel Lampiran 4. Data Hari Hujan dan Curah Hujan 10 Tahun Terakhir di Perkebunan Tambaksari Bulan 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH JAN PEB MRT APR MEI JUN JUL AGS SPT OKT NOV DES 12 15 14 18 8 15 8 4 4 11 10 17 422 433 457 522 175 285 298 100 124 279 486 470 10 6 11 18 12 6 6 3 1 16 25 16 387 139 379 320 264 130 70 12 7 310 535 472 17 13 12 16 20 7 2 3 6 15 24 16 429 166 184 452 623 119 47 142 173 321 820 338 21 19 20 20 16 14 9 5 7 21 24 13 589 225 369 344 269 265 92 57 78 641 633 419 26 24 21 15 6 3 6 3 0 3 16 20 721 383 690 337 82 67 112 43 0 18 474 599 21 15 21 15 10 2 0 2 5 17 14 15 236 561 469 176 176 36 0 72 175 295 277 527 20 21 21 10 7 9 5 0 2 4 13 11 278 478 336 448 348 452 40 0 45 26 326 259 12 29 14 16 7 18 8 3 7 14 11 8 206 817 541 496 86 237 172 108 145 171 104 130 16 25 17 20 17 3 0 0 1 0 7 17 580 868 443 370 632 50 0 0 10 0 96 538 16 10 14 16 6 6 2 0 0 0 14 14 486 597 330 690 106 166 8 0 0 0 585 618 17.7 17.7 16.5 16.4 10.9 8.3 5.1 2.56 3.3 11.2 15.8 14.7 433.4 466.7 419.8 415.5 276.1 180.7 83.9 53.4 75.7 206.1 433.6 437 Jumlah 136 4051 130 3025 151 3814 189 3981 143 3526 137 3000 123 3036 147 3213 123 3587 98 3586 138 3481.9 BB 12 9 11 9 7 9 8 11 6 8 9 BK 0 2 1 1 3 2 4 0 2 4 2. 2 Sumber: Kantor Induk Perkebunan Tambaksari 2008 Keterangan: HH = Hari Hujan CH = Curah Hujan Q = Rata-rata Bulan Kering x 100% BB = Bulan Basah (>100 mm) Rata-rata Bulan Basah BK = Bulan Kering (<60 mm) = 2. 2/9 × 100% = 24. 44% Tipe Iklim B menurut Scmidth dan Ferguson Tabel Lampiran 5. Jumlah Pemakaian Pupuk Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari 2007 Blok Luas areal TM Jumlah Urea (kg) (CO(NH2)2) TSP (kg) (Ca(H2PO4)3) KCl (kg) Kieserit (kg) (CaMgCO3) E1 E2 E3 F1 F2 F3 F4 I1 I2 D1 D2 D3 PSM1 PSM2 PSM3 G1 G2 G3 H1 11. 00 15. 96 8. 00 16. 23 12. 20 16. 58 14. 71 10. 00 13. 57 4. 09 8. 15 16. 13 4. 43 12. 12 6. 00 17. 05 5. 79 14. 57 17. 06 5000 4900 2500 5000 5550 5150 6700 2750 5650 1300 2650 7350 1350 3750 1900 7700 2650 6600 5500 1000 1450 750 1450 1100 1500 1350 0 0 350 750 1450 400 1100 550 1550 550 1300 1550 1550 1550 750 1550 1700 1550 2050 850 1750 400 800 2250 450 1150 600 2400 800 2050 1700 250 0 200 350 300 0 350 450 1000 100 200 400 0 250 0 800 300 650 400 Jumlah 223. 64 83950 18150 25900 6000 Gambar Lampiran 1. Struktur Organisasi Kebun Tambaksari Sinder Afdeling Kasomalang Sinder Afdeling Bukanagara Sinder Afdeling Tambaksari Sinder Afdeling Sindangsari Sinder Afdeling Palasari Sinder Afdeling Sarireja Asisten Sinder Pabrik Bukanagara Sinder Tata Usaha Kebun Sinder Pabrik Tambaksari Asisten Sinder Pabrik Tambaksari Asisten Sinder TUK Sinder Pabrik Bukanagara Sinder Teknik Asisten Sinder Teknik Administratur Sinder Kepala Petugas Tanaman Juru Tulis Umum Tanaman Petugas Pemeriksa Intern Kebun (PIK) Juru Tulis Umum PIK

Komentar

Recommended Posts

randomposts

Postingan Populer