sedikit kata tentang ACFTA

Berbicara mengenai perdagangan bebas tidak dapat kita pisahkan dari pembahasan seputar pengertian apa sebanarnya perdagangan bebas itu sendiri. Pengertian perdagangan bebas adalah pasar perdagangan ideal, di mana seluruh keputusan ekonomi dan aksi oleh individu yang berhubungan dengan uang, barang, dan jasa adalah sukarela, dan oleh karena itu tanpa maling.
Ide perdagangan bebas muncul diiringi dengan merebaknya tren pelaksaanaan system ekonomi pasar bebas dimana peran pemerintah dalam perdagangan dikurangi atau bahkan ditiadaakan dalam proses kegiatan ekonomi. Perdagangan bebas menuntut Negara pesertanya untuk menghapus bea masuk dan bea cukai atas barang-barang dagangan baik itu ekspor maupun impor guna mendorong gairah pasar di zona perdagangan bebas itu sendiri.
Perdagangan bebas sudah merebakdi seluruh penjuru dunia termasuk kawasan Asia Tenggara yang notabene adalah negara-negara berkembang. Berbicara mengenai perdagangan bebas di kawasan ini tak lepas hubungannya dengan idu yang akhir-akhir ini telah mencuat di permukaan masyarakat yaitu ACFTA.
A. Sejarah ACFTA 2010
AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Kemudian dimatangkan lagi pada tahun 1994 di Bogor atas inisiatif KTT APEC terkait liberalisasi perdagangan. Lalu pada tahun 2003 melalui pertemuan 10 negara ASEAN yang menghasilkan perjanjian Bali Concord II yang menyepakati integrasi pada tiga pilar yakni bidang ekonomi, budaya dan keamanan. Pemberlakukan ACFTA dipercepat menjadi tahun 2010 dari rencana normal 2015 untuk mencegah terjadinya penyeludupan, antidumping, perdagangan yang tidak jujur dan lain sebagainya. Sejak tahun 2004 hingga awal 2010 sedikitnya telah dihasilkan sekitar 7.000 pos tarif yang termasuk dalam kesepakatan ACFTA. Dari 7.000 pos tarif itu hanya 228 pos tarif yang menurut pemerintah perlu ditinjau kembali pemberlakuannya.
Pada pelaksanaan perdagangan bebas khususnya di Asia Tenggara yang tergabung dalam AFTA proses perdagangan tersebut tersistem pada skema CEPT-AFTA. Common Effective Preferential Tarif Scheme (CEPT) adalah program tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN sehingga dalam melakukan perdagangan sesama anggota, biaya operasional mampu di tekan sehinnga akan menguntungkan.
Dalam skema CEPT-AFTA barang – barang yang termasuk dalam tarif scheme adalah semua produk manufaktur, termasuk barang modal dan produk pertanian olahan, serta produk-produk yang tidak termasuk dalam definisi produk pertanian. (Produk-produk pertanian sensitive dan highly sensitive dikecualikan dari skemaCEPT).




Dalam skema CEPT, pembatasan kwantitatif dihapuskan segera setelah suatu produk menikmati konsesi CEPT, sedangkan hambatan non-tarif dihapuskan dalam jangka waktu 5 tahun setelah suatu produk menikmati konsensi CEPT.

Tiga tahapan pengurangan tarif, dengan skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) :
1. Early Harvest Program (EHP)
Early Harvest Program adalah suatu program untuk mempercepat implementasi ACFTA dimana tarif most Favored Nation (MFN) sudah dapat dihapus untuk beberapa kategori komoditas tertentu. MFN adalah status yag diberikan kepada suatu negara oleh negara lain dalam suatu hubungan perdagangan. Status ini memberikan kepada suatu negara keuntungan dalam perlakukan perdagangan dalam bentuk (misalnya) tarif rendah atau kuota impor yang lebih tinggi. Negara dengan status MFN harus memperoleh perlakuan dagang yang sama dari negara pemberi status.
2. Normal Track
Normal Track
Kategori komoditas yang masuk dalam normal track, tarif MFN nya harus dihapus berdasarkan skedul. Hampir seluruh komoditas masuk dalam kategori ini, kecuali dimintakan pengecualian (dengan demikian masuk kedalam sensitive track).
- Seluruh negara sudah harus mengurangi tarif menjadi 0-5% untuk 40% komoditas yang ada pada normal track sebelum 1 Juli 2006.
- Seluruh negara sudah harus mengurangi tarif menjadi 0-5% untuk 60% komoditas yang ada pada normal track sebelum 1 januari 2007.
- Seluruh negara sudah harus mengurangi tarif menjadi 0-5% untuk 100% komoditas yang ada pada normal track sebelum 1 januari 2010.
Maksimum sebanyak 150 tarif dapat diajukan penundaan hingga 1 januari 2012.

3. Sensitive Track :
- Sensitive List
Tarif komoditas sensitive list sudah harus dikurangi hingga 20% sebelum 1 januari 2012 dan menjadi 0-5% sebelum 1 januari 2018.
- Highly Sensitive
Tarif komoditas highly sensitive list sudah harus dikurangi tidak melebihi 50% sebelum 1 januari 2015.









Mulai awal tahun ini Indonesia 1 Januari 2010 terjadi pelaksanaan kesepakatan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China. Idonesia bersama negara-negara ASEAN dan CINA dalam perekonomiannya melakukan kegiatan perekonomian kawasan perdagangan pasar bebas. Akibat nya terjadi pro dan kontra dampak yang akan di timbulkan dari kegiatan ini.

B. Hambatan dalam pelaksanaan ACFTA 2010
World Bank merilis sebuah laporan yang menyatakan ”bahwa eliminasi total terhadap hambatan dalam perdagangan akan mengangkat puluhan juta orang dari kemiskinan. Bagi negara-negara berkembang, liberalisasi perdagangan dapat menjadi powerful tool bagi penghilangan kemiskinan dalam masyarakat” karena dengan dihilangkannya hambatan perdagangan, tentu akan membuat harga barang semakin murah sehingga purchasing power masyarakat semakin meningkat. perdagangan bebas merupakan salah satu instrumen dalam menciptakan kemakmuran.
Akan tetapi terjadi permasalahan utama bagi pengusaha lokal adalah ketidakimbangnya antara produk impor dengan harga produk yang di hasilkan oleh para pengusaha lokal Indonesia sehingga harga produk yang di hasilkan oleh pengusaha lokal relatif lebih mahal.
Masyarakat di berbagai negara berkembang dan di negara miskin yang sudah terlibat dalam perdagangan bebas bilateral sudah dapat melihat bahwa kesepakatan ini dapat berdampak cukup serius terhadap kelangsungan kehidupan ekonomi, sosial, dan politik di negara-negara tersebut. Beberapa pengamat melihat ACFTA hanya akan merugikan Indonesia karena hanya akan membuat defisit perdagangan dengan Cina semakin membesar. Selain itu, ACFTA akan menghancurkan industri lokal. Namun apakah penundaan FTA merupakan sebuah solusi permanen atau hanya penyelesaian jangka pendek dari permasalahan mendasar dari industri kita.
Permasalahan berikutnya adalah seperti kekurangan sarana jalan, jalan bebas hambatan. Hal lainnya yaitu kemacetan lalu-lintas, keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas, tidak jelasnya aturan ekspor bagi produk-produk tertentu yang dibutuhkan pangsa pasar dalam negeri seperti baja, besi dan lain-lain.
Industri Indonesia sangat tergantung pada impor sumber-sumber teknologi dari negara lain, terutama negara-negara yang telah maju dalam berteknologi dan berindustri (industrially developed countries). Ketergantungan yang tinggi terhadap impor teknologi ini merupakan salah satu faktor tersembunyi yang menjadi penyebab kegagalan dari berbagai sistem industri dan sistem ekonomi di Indonesia. sistem industri Indonesia juga tidak memiliki kemampuan adaptasi dan responsifitas terhadap perubahan yang kecil. Karenanya sangat lemah dalam mengantisipasi perubahan dan tak mampu melakukan tindakan-tindakan preventif untuk menghadapi terjadinya perubahan tersebut.








Gerak ekonomi Indonesia sangat tergantung pada arus modal asing yang masuk ke Indonesia serta besarnya cadangan devisa yang terhimpun melalui perdagangan dan hutang luar negeri.
Komposisi komoditi ekspor Indonesia pada umumnya bukan merupakan komoditi yang berdaya saing, masih dalam keadaan mentah dan sangat bergantung pada keadaan alam. Hal ini tentu akan mengurangi nilai tambah dan laba. Selain itu proses produksi barang juga riskan terhadap perubahan cuaca apalagi iklim.
Masih relatif rendahnya kualitas sumber daya manusia. Hal ini sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan formal dan pola pelaksanaan pelatihan yang cenderung masih bersifat umum dan kurang berorientasi pada perkembangan kebutuhan dunia usaha. Selain itu, rendahnya kualitas sumber daya manusia akibat dari pola penyerapan tenaga kerja di masa lalu yang masih mementingkan pada jumlah tenaga manusia yang terserap (labor intensive) ketimbang kualitas tenaga manusianya (labor efficiency).
Kebanyakan Masyarakat Indonesia pada umumnya lebih berminat produk cina karena ia menawarkan tarif yagng lebih murah dari pada produk dalam negri indonesia sendiri hal ini di pengaruhi oleh daya beli masyarakat dan pendapatan yang di hasilkan tiap bulannya . Karena sebagian besar masyarakat indonesia adalah para petani yang rentan dengan kemiskinan dan tingkat daya beli nya rendah sudah pasti memilih menggunakan produk cina yang murah dari pada produk Indonesia
Pada era tersebut, barang-barang buatan China akan masuk lebih banyak ke Indonesia dengan bea masuk nol persen. Kondisi ini akan menyebabkan produk dalam negeri kalah bersaing. Para tenaga asing dari China dan negara Asean dengan pengetahuan dan pengalaman (skill) di bidang tertentu, bisa masuk dan bekerja di Indonesia. Meskipun demikian, ada suatu regulasi tertentu yaitu kompetensi (semacam tes atau ujian) sesuai dengan bidang keahliannya akan diberlakukan oleh pemerintah RI. Tidak hanya itu, kelak, mereka akan bebas mendirikan bisnis dan merekrut tenaga atau para staf dari negara asal mereka.
Pengusaha pun dihadapkan dengan masalah lain berupa semakin sulit mendapat kredit bank. Pihak bank memberi banyak tambahan pertanyaan saat anggotanya mengajukan pinjaman setelah pemberitaan ACFTA marak. Hal ini tentu akan semakin memperburuk keadaan dikarenakan kurang kompetitifnya sector riil karena masalah birokrasi dan permodalan

C. Keuntungan untuk Indonesia
Ada beberapa keuntungan sebenarnya Negara kita masuk dalam ACFTA. Antara lain mungkin adalah peningkatan ekspor produk Asean ke China dengan bea masuk 0%. Para tenaga kerja dengan kemampuan dan pengetahuan yang memadai bisa mencari pekerjaan di negara Asean dan China. Selain itu bisa terjadi peningkatan penerbangan domestik dan internasional ke Indonesia dan dari negara lain, mendorong wisata, pertumbuhan angka hunian hotel, peningkatan penerimaan devisa dan lain-lain. Juga meningkatkan daya saing serta efisien dalam berbagai hal.
Indonesia akan memiliki pemasukan tambahan dari PPN produk-produk baru yang masuk ke Indonesia. Tambahan pemasukan itu seiring dengan makin banyaknya obyek pajak dalam bentuk jenis dan jumlah produk yang masuk ke Indonesia. Beragamnya produk China yang masuk ke Indonesia dinilai berpotensi besar mendatangkan pendapatan pajak bagi pemerintah.
ACFTA juga akan menjamin stabilitas di Asia Timur dan memberikan kesempatan, baik negara anggota ASEAN maupun Cina untuk mempunyai peranan lebih besar dalam perdagangan internasional yang memberikan keuntungan bersama. Dengan demikian, integrasi ASEAN dengan Cina dapat menarik lebih banyak perusahaan asing untuk berinvestasi di kawasan terpadu ini.
Impor murah dari satu anggota ke yang lain, mendorong terjadinya spesialisasi dalam produksi di masa yang akan datang, sehingga pendapatan riil di ASEAN dan China akan menjadi sumber aliran pendapatan ke sektor-sektor yang lebih efisien dan produktif.
Sinergi dengan Cina, yang semakin ditakuti dan diakui oleh negara-negara barat sebagai raksasa dari Asia, justru akan mendongkrak kekuatan Indonesia juga. Dengan syarat Indonesia mampu memperbaiki diri dan menarik keuntungan sebesar-besarnya dari kerja sama ini.
Persaingan usaha yang muncul akibat ACFTA diharapkan memicu persaingan harga yang kompetitif sehingga pada akhirnya akan menguntungkan konsumen (baca: penduduk/pedagang Indonesia). Di samping itu, kompetisi ini juga diharapkan memunculkan kreasi-kreasi yang inovatif, baik dari sisi produk maupun pemasaran. Kreasi-kreasi inovatif tersebut diharapkan berujung pada tumbuhnya jiwa kreatif sekaligus kompetitif pada diri pengusaha Indonesia.
Selain itu Indonesia juga akan diuntungkan dengan makin murahnya barang-barang konsumsi yang berarti akan menaikan daya beli masyarakat. Produk yang sebelumnya tidak dapat dijual d Indonesia karena harus melewati berbagai standar mutu mungkin kedepan akan tiada. Dan bukan tidak mungkin apabila barang tersebut juga dapat digunakan oleh rakyat Indonesia dalam menunjang kegiatan produksi.

D. Solusi dalam menaikan peran Indonesia

Pelaksanaan ACFTA seharusnya tidak menjadi momok bagi masyarakat Indonesia. Memang tidak dapat disangkal bahwa di satu sisi kesepakatan tersebut akan banyak menguntungkan bagi para konsumen. Sementara di sisi lain juga dapat mengancam kelangsungan hidup produsen lokal. Akan tetapi dengan telah ditandatanganinya kesepakatan ini sejak lama, masyarakat Indonesia haruslah yakin bahwa pemerintah sudah memikirkan hal tersebut matang-matang.
Ada berbagai upaya yang harus ditempuh agar posisi tawar kita sedikit terangkat. Menurut kami cara mengatasi problem dalam perdagangan bebas di indonesia yang paling sederhananya adalah dengan mencintai produk indonesia sendiri. Dengan itu maka kita telah membantu pengusaha kita untuk menambah panjang nafasnya.
Negara juga berkewajiban mengatur ekspor dan impor barang sehingga benar-benar dapat mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat. Pembatasan ekspor bahan mentah dan peningkatan ekspor barang-barang hasil pengolahan yang lebih memiliki nilai tambah selama telah memenuhi kebutuhan dalam negeri adalah juga merupakan tugas dari pemerintah, demikian halnya dengan pembatasan impor barang-barang yang dapat mengancam industri dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih tegas dalam menerapkan semua kebijakan yang ada dengan memastikan bahwa barang-barang yang masuk ke Indonesia adalah merupakan barang-barang yang legal. Di sisi lain, para pejabat dan masyarakat harus lebih meningkatkan sikap nasionalismenya dengan lebih mencintai produk-produk dalam negeri karena hal inilah yang akan menjadi tumpuan bagi tetap eksisnya keberadaan produk-produk lokal.
Para pengusaha juga harus lebih meningkatkan daya saing dengan lebih meningkatkan mutu produk dengan selalu berinovasi guna memperoleh pasar lebih besar yang terbuka di negara-negara ACFTA serta meningkatkan ketahanan mental spiritualnya karena hal tersebut merupakan kunci sukses bagi para pengusaha. Demikian juga dengan para politikus, guna menghadapi ACFTA ini janganlah saling menghujat, tetapi bantulah dengan aksi nyata baik kritik yang bersifat membangun maupun bersifat solusi bagi semua pihak.
Pemerintah hendaknya juga mau dan mampu melaksanakan ACFTA dan melindungi produk dalam negeri. Ada upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Indonesia. Caranya melihat pasal-pasal mana yang memungkinkan para pelaku usaha dilindungi secara sah. Sebab, ATG mengatur beberapa proteksi yang diperbolehkan dan diakui dalam WTO. Selain itu menerapkan lebel halal buat makanan China. Pemerintah juga dapat melakukan upaya-upaya penguatan terhadap pelaku ekonomi dan mendorong mereka menghasilkan produk yang berorientasi ekspor ke China. Namun, upaya penguatan dan mendorong tentu tidak boleh melanggar ketentuan perdagangan internasional, misalnya memberi subsidi yang tidak sesuai dengan ketentuan WTO. Produk-produk Indonesia juga harus dilindungi dengan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan berikan kemudahan-kemudahan perpajakan.

Komentar

Recommended Posts

randomposts

Postingan Populer