PENGARUH KONDISI BIJI, SUHU DAN LAMA PENGEMPAAN TERHADAP RENDEMEN DAN SIFAT KIMIA MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas) (Effect of seed condition, temperature and time of kempaure on the yield and chemical characteristics of Jatropha oil (Jatropha curcas)
Oleh/By:
Santiyo Wibowo
ABSTRACT
The aim of this research was to study chemical characteristics of Jatropha oil
from North Sumatra and the effects of seed treatment, temperature and pressure time.
The research was accomplished by using the completely randomized design with
factorial patterns. Factors examined in this experiment were seed treatment, at 2 levels
(heated and unheated), pressing temparature, at 2 levels (60oC and 80oC), and pressing
time, at 2 levels (15 and 30 minutes)
Results showed that oil yield obtained was 41.5% - 48.7%, acid number of 2.30 –
3.37 mg KOH/g oil, saponification number of 179.55 – 185.75 mg KOH/g oil, and with
iod number of 82.54 – 87.05 g iod/100 g oil. The optimum condition for producing
Jatropha oil was achieved by using combination of unheated seed, pressing temperature
of 60oC and pressing time of 15 minutes.
Keywords: Jatropha curcas L, acid number, saponification number, iod number
ABSTRAK
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh perlakuan biji, suhu dan
lama pengempaan terhadap rendemen dan sifat kimia minyak jarak pagar asal Sumatera
Utara yang memberikan hasil optimum. Perlakuan penelitian adalah biji dipanaskan dan
tidak dipanaskan (A), suhu pengempaan 60oC dan 80oC (B) dan lama pengempaan 15
dan 30 menit (C). Hasil penelitian menunjukkan bahwa biji jarak pagar menghasilkan
rendemen antara 41,5% - 48,7%, bilangan asam 2,30 - 3,37 mg KOH/g minyak,
bilangan penyabunan 179.55 – 185.75 mg KOH/g minyak dan bilangan iod 82,54 –
87,05 g iod/100 g minyak. Kombinasi perlakuan terbaik untuk mendapatkan minyak
jarak pagar adalah perlakuan biji yang tidak dipanaskan, suhu pengempaan 60oC dan
lama pengempaan 15 menit.
Kata kunci: Jatropha curcas L., bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan iod
I. PENDAHULUAN
Meningkatnya perkembangan industri di berbagai bidang termasuk industri
otomotif menyebabkan penggunaan energi khususnya bahan bakar minyak semakin
meningkat. Akan tetapi tidak demikian dengan ketersediaan cadangan minyak dunia
yang semakin menipis jumlahnya. Menurut Sudradjat (2005), pada tahun 2000
produksi bahan bakar minyak jenis solar dalam negeri adalah 15 juta kiloliter,
sedangkan kebutuhan domestik adalah 21,5 juta kiloliter sehingga terdapat kekurangan
solar di dalam negeri sebesar 6,5 juta kiloliter. Untuk mengantisipasi berkurangnya
cadangan minyak bumi, diperlukan adanya energi alternatif yang terbarukan
(renewable) yang salah satunya adalah biodiesel. Biodisel adalah bahan bakar cair
untuk mesin diesel yang berasal dari minyak nabati atau hewani dan sifatnya terbarukan
(Soerawidjaja, 2001).
Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan salah satu tanaman
penghasil minyak untuk bahan baku biodiesel yang saat ini sedang marak
dikembangkan di Indonesia. Minyak jarak diperoleh dengan cara ekstraski biji jarak.
Menurut Ketaren (1986), untuk memperoleh minyak atau lemak dari bahan yang
mengandung minyak dapat dilakukan dengan cara ; rendering yaitu bahan dipanaskan
menggunakan uap air atau tanpa air (digongseng atau oven) yang bertujuan
menggumpalkan protein, menurunkan kadar air, memecahkan sel minyak, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan rendemen minyak, ekstraksi menggunakan pelarut
seperti heksana atau alkohol, dan ekstraksi mekanis dengan menggunakan alat
pengempa. Wibowo (2004), telah menganalisa sifat minyak jarak pagar dengan
menggunakan pengempaan panas pada suhu 100oC dan 120oC dengan waktu
pengempaan 5 dan 10 menit diperoleh 28,8 – 30,6%, bilangan asam 6,9 – 7,3 mg
KOH/gr minyak, bilangan penyabunan 198 – 200 mg KOH/gr minyak dan bilangan iod
62,8 – 63,5 gr Iod/100 gr minyak. Tetapi terdapat kecenderungan terbentuknya kerak
(gosong) pada biji jarak yang dikempa menggunakan suhu 100oC dan 120oC yang
menghambat keluarnya minyak sehingga mengurangi rendemen dan mutu minyak.
Kendala teknis tersebut menunjukkan perlunya penyempurnaan metode produksi
minyak jarak pagar. Dalam penelitian ini dilakukan beberapa penyempurnaan langkah
produksi untuk mendapatkan kondisi pengolahan yang optimal.
II. BAHAN DAN METODE
A. Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji jarak pagar yang
diperoleh dari Kecamatan Tiga Binanga, Tanah Karo Sumatera Utara. Biji yang
diambil adalah biji yang sudah masak (kulit buah berwarna kuning). Kegiatan
penelitian ekstraksi biji dilaksanakan di laboratorium Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli di Sumatera Utara dan kegiatan analisa kimia
minyak dilaksanakan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. Bahan kimia yang
digunakan adalah metanol, NaOH, KOH, HCL, kloroform, pereaksi Hanus, KI, natrium
tiosulfat 0,1 N iodin bromida, indikator fenolptalein, air suling, dan alkohol netral 95%.
Alat yang digunakan antara lain; alat pengupas biji jarak, alat kempa, oven, timbangan,
gelas ukur, labu erlenmeyer, buret, dan blender.
B. Metode
Tahap pertama dari kegiatan penelitian adalah ekstraksi minyak jarak pagar yang
diperoleh dengan cara; biji jarak pagar dikupas dengan alat pengupas biji dan
dikeluarkan daging bijinya, kemudian daging biji digiling sampai halus. Daging biji
yang sudah dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 500 gram untuk setiap perlakuan.
Kemudian dikempa menggunakan alat kempa hidrolik manual berkekuatan 20 ton yang
dilengkapi alat pemanas pada landasan tekan dengan pengatur suhu 0oC - 120oC.
Tahap kedua adalah analisa kimia minyak yang meliputi bilangan asam, bilangan iod
dan bilangan penyabunan dengan menggunakan metode AOAC (1995).
C. Rancangan Penelitian dan Analisa Data
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap faktorial
yang terdiri dari tiga faktor perlakuan, yaitu perlakuan kondisi awal biji (A) terdiri dari
2 taraf; biji tidak dipanaskan (A1) dan biji dimasak/dipanaskan dalam oven (50oC)
selama 1 jam (A2), perlakuan suhu pengempaan (B) terdiri dari 2 taraf; suhu 60oC (B1),
80oC (B2), dan perlakuan lama pengempaan (C) terdiri dari 2 taraf, yaitu 15 menit (C1)
dan 20 menit (C2) dengan dua kali ulangan.
Nilai rendemen pengempaan dihitung dengan menggunakan rumus:
Rendemen minyak (%) = berat minyak yang dihasilkan (gram) x 100 %
berat bahan (gram)
Analisa data terhadap nilai rendemen, bilangan asam, bilangan iod dan bilangan
penyabunan dilakukan dengan menggunakan metode Analysis of Varian (ANOVA) dan
dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) apabila terdapat
perbedaan yang nyata antar perlakuan (Steel and Torie, 1993).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Rendemen
Hasil analisis keragaman pada lampiran 1 menunjukkan bahwa perlakuan lama
pengempaan berpengaruh nyata (p< 0.05) terhadap nilai rendemen minyak, dan
perlakuan suhu berpengaruh sangat nyata (p < 0.01) terhadap nilai rendemen minyak.
Sedangkan kondisi biji, interaksi antara kondisi biji dengan suhu, interaksi kondisi biji
dengan lama pengempaan, interaksi suhu dengan lama kempa, serta interaksi kondisi
biji, suhu dan lama kempa, tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rendemen minyak.
Hasil uji Duncan terhadap pengaruh suhu menunjukkan bahwa penggunaan suhu
80oC menghasilkan rendemen minyak yang lebih tinggi dari pada suhu 60oC. Rendemen
yang dihasilkan dengan lama kempa 20 menit tidak berbeda nyata dengan lama kempa
15 menit. Oleh karena itu, lama pengempaan 15 menit dapat dipilih sebagai waktu
optimum.
Meningkatnya rendemen kemungkinan disebabkan pada suhu 80oC viskositas
minyak menjadi lebih rendah (encer) sehingga minyak menjadi lebih mudah keluar dari
dalam bahan. Menurut Ketaren (1986), adanya perlakuan panas pada biji menyebabkan
protein yang terdapat di dalam biji terkoagulasi (menggumpal), dan menyebabkan
pecahnya emulsi antara minyak dan protein sehingga memudahkan minyak mengalir
keluar, sedangkan protein tetap tertinggal di dalam bungkil. Selain itu banyaknya
minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung dari lamanya pengempaan,
tekanan yang diberikan dan kandungan minyak dalam bahan asal.
Rendemen yang diperoleh berkisar antara 41,5% sampai 48,7% dengan rata-rata
46,0%. Rendemen tertinggi sebesar 48,7% diperoleh dari biji dipanaskan sebelum
dikempa, suhu pengempaan 80oC, lama kempa 20 menit (A2B2C2). Sedangkan
rendemen terendah sebesar 41,5% diperoleh dari kombinasi perlakuan biji tidak
dipanaskan, suhu pengempaan 60oC dan lama pengempaan 15 menit (A1B1C1).
Tingginya rendemen minyak hasil penelitian ini, diduga disebabkan sampel biji jarak
yang digunakan adalah biji yang sudah masak pohon (tua) yaitu buah jarak sudah
berwarna kuning atau kuning kecoklatan. Selain itu penggunaan sampel pada setiap
perlakuan hanya 500 gram, lebih kecil dari kapasitas penuh alat kempa sebesar 3,5 kg,
sehingga permukaan tekan antara alat kempa dengan bahan menjadi lebih besar.
B. Bilangan Asam
Hasil analisis keragaman pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa perlakuan kondisi
awal biji, suhu, lama pengempaan, serta interaksi keduanya memberikan pengaruh yang
sangat nyata (p < 0.01) terhadap bilangan asam.
Bilangan asam terendah adalah 2,30 mg KOH/g minyak atau setara dengan kadar
asam lemak bebas sebesar 1,27% yang diperoleh dari kondisi awal biji tidak
dipanaskan, pengempaan suhu 60oC selama 15 menit. Sedangkan bilangan asam
tertinggi adalah 3,37 mg KOH/g minyak atau asam lemak bebas sebesar 1,69%
diperoleh dari kondisi awal biji yang dipanaskan, pengempaan dengan suhu 80o C dan
lama pengempaan 20 menit. Berdasarkan pertimbangan semakin rendah bilangan asam
minyak, mutu akan semakin baik (Yustina, dkk., 1999) serta proses yang lebih efektif
dan ekonomis, maka perlakuan A1B1C1 yaitu biji tidak dipanaskan, suhu pengempaan
60oC dan lama kempa 15 menit dapat digunakan dalam proses produksi minyak jarak
pagar.
Nilai bilangan asam dapat digunakan untuk menentukan kualitas minyak,
semakin tinggi bilangan asam yang dikandung dalam minyak, maka semakin tinggi
tingkat kerusakan minyak (Ketaren, 1986). Selain itu menurut Ambarita (2002),
kandungan asam lemak bebas yang tinggi (lebih dari 6%) dapat menyebabkan
terjadinya penyabunan dan menyulitkan proses pencucian biodiesel, sehingga dapat
mempengaruhi rendemen biodiesel yang dihasilkan.
Nilai bilangan asam juga berperan dalam proses transesterifikasi minyak jarak
menjadi metil ester atau biodisel. Transesterifikasi dapat dilakukan dengan satu atau dua
tahap proses, tergantung pada mutu awal minyak/lemak. Minyak/lemak dengan
kandungan asam lemak bebas (ALB) lebih dari 5% dapat ditransmetilasi dengan
mengunakan katalis asam untuk mengkonversi asam lemak bebas (ALB) menjadi ester
(proses esterifikasi). Minyak/lemak netral tersebut kemudian ditransesterifikasi lebih
lanjut dengan menggunakan katalis basa (NaOH). Jika minyak/lemak mempunyai
kandungan ALB rendah (dibawah 5%), transesterifikasi dapat dilakukan dalam satu
tahap (Gervasio, 1996 dalam Ambarita, 2002). Merujuk pada pendapat Gervasio
(1960) dalam Ambarita (2002) tersebut di atas, maka minyak jarak hasil penelitian ini
memenuhi syarat untuk transesterifikasi dalam satu tahap, karena memiliki ALB
kurang dari 5% yaitu antara 1,152% - 1,692%.
Namun demikian menurut Freedman et al. (1984), yang menyebutkan bahwa
kandungan asam lemak bebas >0,5% (bilangan asam 1,0 mg KOH/g minyak) dapat
menurunkan rendemen transesterifikasi. Sehingga perlu diadakan perlakuan
pendahuluan berupa penetralan atau penghilangan asam lemak (deacidifikasi) dengan
penguapan, saponifikasi atau esterifikasi asam dengan katalis padat. Oleh sebab itu,
untuk memperoleh biodiesel dari minyak jarak pagar dengan ALB > 0,5%, harus
melalui dua tahap proses, yaitu esterifikasi asam kemudian dilanjutkan dengan proses
transesterifikasi. Dalam hal ini perlu adanya kajian lebih mendalam tentang
keberhasilan proses transesterifikasi satu tahap terhadap minyak jarak pagar.
C. Bilangan Iod
Hasil analisis keragaman bilangan iod (Lampiran 1) menunjukkan bahwa faktor
kondisi awal biji, suhu dan lama pengempaan serta interaksi diantaranya memberikan
pengaruh yang sangat nyata (p<0.01) terhadap nilai bilangan iod.
Bilangan iod cenderung menurun seiring perlakuan pemanasan biji, bertambahnya
suhu dan lama pengempaan (Lampiran 2). Penurunan bilangan iod dapat disebabkan
oleh terjadinya reaksi kimia pada komponen minyak di dalam biji akibat adanya
pemanasan. Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya reaksi oksidasi pada ikatan
rangkap asam lemak tidak jenuh, sehingga menyebabkan ketidakjenuhan minyak
berkurang. Minyak yang memiliki asam lemak tidak jenuh yang rendah atau berkurang
maka penyerapan iod akan berkurang (bilangan iod rendah). Menurut Ketaren (1986),
kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan di udara terbuka akan bertambah dengan
kenaikan suhu. Dengan demikian semakin lama pengempaan maka semakin banyak
minyak teroksidasi yang menyebabkan penurunan bilangan iod.
Menurut Ketaren (1986), bilangan iod dapat digunakan untuk menggolongkan
minyak sebagai minyak mengering (drying oil) dan bukan mengering. Minyak yang
mempunyai bilangan iod lebih dari 130 digolongkan sebagai minyak mengering yaitu
minyak yang dapat mengering jika teroksidasi dan akan berubah menjadi lapisan tebal,
kental dan membentuk selaput jika dibiarkan di udara terbuka. Bilangan iod 100 - 130
bersifat setengah mengering yaitu minyak yang mempunyai daya mengering lebih
lambat, dan apabila bilangan iod kurang dari 100 maka minyak bersifat tidak
mengering.
Selain itu, nilai bilangan iod yang tinggi menunjukkan bahwa minyak tersebut
mempunyai kualitas yang baik dan tingkat kerusakannya rendah (Ketaren, 1986).
Bilangan iod minyak jarak pagar yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara
82,54 sampai 87,05 iod/100 g minyak. Hal ini menunjukkan bahwa minyak jarak pagar
termasuk dalam minyak tidak mengering, sehingga baik digunakan sebagai bahan baku
pembuatan biodiesel.
D. Bilangan Penyabunan
Hasil sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa perlakuan kondisi biji, suhu,
lama pengempaan dan interaksi antara kondisi biji dengan suhu, interaksi kondisi biji
dengan lama pengempaan serta interaksi suhu dengan lama pengempaan memberikan
pengaruh yang sangat nyata (p< 0,01) terhadap bilangan penyabunan. Sedangkan
interaksi antara kondisi awal biji, suhu dan lama pengempaan tidak berpengaruh nyata
terhadap bilangan penyabunan.
Tabel 1. Rata-rata bilangan penyabunan minyak jarak pada berbagai perlakuan.
Table 1. Means of saponification number of jatropha oil on several treatments
Perlakuan Bilangan Perlakuan Bilangan Perlakuan Bilangan
(Treatment) Penyabunan (Treatment) Penyabunan (Treatment) Penyabunan
(Saponification (Saponification (Saponification
number) number) number)
A11) 180,17 (+ 0,72)2) d3)
B1 A1 C1 180,4 (+ 1,02) d B1 C1 180,48 (+ 1,09) d
B2 182,51 (+ 1,44) b C2 182,27 (+ 1,71) c C2 181,57 (+ 0,90) c
A2 B1 181,91 (+ 0,51) c A2 C1 182,73 (+ 1,45) b B2 C1 182,63 (+ 1,57) b
B2 184,87 (+ 1,02) a C2 184,05 (+ 1,96) a C2 184,75 (+ 1,16) a
Keterangan (Remarks):
1) A1 = kondisi biji tidak dipanaskan (unheated seed)
A2 = kondisi biji dipanaskan (heated seed)
B1 = suhu pengempaan (pressing temperature 60oC)
B2 = suhu pengempaan (pressing temperature 80oC)
C1 = lama pengempaan (pressing time 15 menutes)
C2 = lama pengempaan (pressing time 20 menutes)
2) Standar deviasi (deviation standard)
3) Angka-angka pada setiap kolom yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 1%
(Numbers on column followed by the same letters are not significant at 1% level)
Bilangan penyabunan terendah dihasilkan pada interaksi antara kondisi biji tidak
dipanaskan (A1) dengan suhu pengempaan 60oC (B1), interaksi antara kondisi biji tidak
dipanaskan (A1) dengan lama pengempaan 15 menit (C1), dan interaksi antara suhu 60oC
dengan lama pengempaan 15 menit (Tabel 1). Kondisi biji yang dipanaskan menghasilkan
bilangan penyabunan yang lebih tinggi dari pada biji yang tidak dipanaskan. Demikian
juga dengan suhu 80oC dan lama pengempaan 20 menit, menghasilkan bilangan
penyabunan yang lebih tinggi dari pada suhu 60oC dan lama pengempaan 15 menit.
Peningkatan bilangan penyabunan disebabkan oleh adanya pemanasan biji sebelum
kempa, peningkatan suhu 60oC ke 80oC dan lama pengempaan dari 15 menit ke 20 menit,
telah menyebabkan terjadinya pemutusan rantai karbon pada minyak yang mengakibatkan
berkurangnya bobot molekul minyak jarak pagar, sehingga bilangan penyabunan
meningkat. Sebagaimana dinyatakan oleh Jacob (1968) dalam Yusnita et al. (1999)
bahwa bilangan penyabunan mempunyai hubungan yang erat dengan bobot molekul
minyak. Minyak yang mempunyai bobot molekul rendah akan mempunyai bilangan
penyabunan yang tinggi dari pada minyak yang mempunyai bobot molekul tinggi.
Bilangan penyabunan yang tinggi dapat digunakan sebagai indikator kerusakan
minyak (Jacob, 1958 dalam Yusnita, et al., 1999). Dari hasil penelitian diperoleh nilai
bilangan penyabunan tertinggi sebesar 185,75 diperoleh dari kombinasi perlakuan A2B2C2
dan nilai terendah sebesar 179,55 diperoleh dari kombinasi perlakuan A1B1C1.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan parameter rendemen, bilangan asam, bilangan penyabunan dan
bilangan iod, maka perlakuan yang optimal, efektif dan efisien dalam memproduksi
minyak jarak pagar adalah perlakuan biji yang tidak dipanaskan, suhu pengempaan 60oC
dan lama pengempaan 15 menit. Dengan karakteristik kimia tersebut, kualitas minyak
jarak pagar yang diperoleh dapat digolongkan bermutu baik sebagai bahan baku biodiesel.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1995. Official Method of Analysis. Association of Analytical Chemistry.
Washington DC.
Ambarita, M.T.D. 2002. Transesterifikasi minyak goreng bekas untuk produksi metil
ester. Tesis. Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor. Tidak diterbitkan.
Freedman B., EH. Pryde, TL. Mounts. 1984. Variable affecting the yields of fatty esters
from transesterified vegetable oils. J Am Oil Chem Soc 61:1638-1643.
Iskandar, W. 2004. Optimalisasi penambahan metanol pada minyak jarak pagar untuk
sintesis biodiesel. Laporan Praktik Kerja Lapang. Diploma Tiga. Akademi Kimia
Analis. Bogor. Tidak diterbitkan.
Jaya, I. 2005. Optimasi sintesis biodiesel dari minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.)
melalui proses esterifikasi-transesterifikasi. Skripsi. FMIPA. IPB. Bogor. Tidak
diterbitkan.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Kempas. Jakarta.
Steel, R.G.D, and J.H. Torrie. 1993. Principles and Prosedure of Statistik. Mc. Graw-
Hill Book Co., Inc. New York.
Sudradjat, R., Hendra, W. Iskandar, D. Setiawan. Teknologi pembuatan biodiesel dari
minyak biji jarak pagar. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 23 (1):53-68.
Wibowo, S 2004. Teknologi konservasi tanah dan air pada lahan kritis dan
poembuatan biodiesel dari tanaman jarak pagar. Laporan Hasil
Penelitian. BP2KS. Aek Nauli. Tidak diterbitkan.
Yusnita, E., B. Wiyono, D. Setiawan. 1999. Pengaruh suhu dan lama pemasakan biji
kemiri terhadap sifat minyaknya. Buletin Penelitian Hasil Hutan Vol.17 (2) : 101
– 112.
Lampiran 1. Analisis keragaman sifat fisiko-kimia minyak jarak pagar
Appendix 1. Analysis of variances on the physico-chemical properties of jatropha oil
Sumber Kergaman Df F-hitung (F-calculated) F-table
(source of variance) Rendemen Bilangan Bilangan Bilangan
(yield) asam penyabunan iod
(acid (saponification (iod 0,05 0,01
number) number) number)
Total 15
2,168tn
Kondisi biji 1 332,519** 986,530** 125,585** 5,32 11,26
(seed condition) (A)
Suhu kempa (pressing 1 28,547** 486,00** 1652,090** 190,853** 5,32 11,26
temperature) (B)
Lama kempa 1 8,427* 48,167** 595,126** 44,512** 5,32 11,26
(pressing time) (C)
0,087 tn
Interaksi (interaction) A*B 1 32,667** 21,685** 22,140** 5,32 11,26
2,168 tn
A*C 1 6,686* 16,661** 37,823** 5,32 11,26
1,701 tn
B*C 1 262,241** 66,333** 23,676** 5,32 11,26
0,002 tn 1,748 tn
A*B*C 1 115,574** 19,932** 5,32 11,26
Keterangan (Remarks) : * Nyata pada taraf 5 % (significant at 5 % level)
** Sangat nyata pada taraf 1 % (significant at 1 % level)
tn tidak nyata (not significant)
Lampiran 2. Sifat fisiko kimia minyak jarak pagar dari berberapa kombinasi perlakuan1)
Appendix 2. Physico-chemical properties of jatropha oil resulting from several treatment
combinations1)
Kombinasi perlakuan Rendemen Bilangan Asam Bilangan Bilangan Iod
(Treatmen (Yield) & asam lemak bebas Penyabunan (Iod number)
combination) (Saponification
(acid number & free fatty acid)
number)
d2)
3)
A1B1C1 41,50 2,30 (1,15%) e 179,55 87,05 a
A1B1C2 45,75 2,38 (1,19%) e 180,79 84,29 b
A1B2C1 46,25 2,51 (1,26%) d 181,28 83,38 d
A1B2C2 48,50 2,78 (1,39%) bc 183,75 83,15 e
A2B1C1 43,50 2,78 (1,40%) b 181,47 83,75 b
A2B1C2 45,50 2,37 (1,19%) e 182,35 83,63 bc
A2B2C1 48,63 2,79 (1,40%) b 183,98 82,56 e
A2B2C2 48,75 3,37 (1,69%) a 185,75 82,54 e
Keterangan (Remarks) :
1) Rata-rata dari 2 ulangan (mean value of two replications)
2) A1 = kondisi biji tidak dipanaskan (unheated seed)
A2 = kondisi biji dipanaskan (heated seed)
B1 = suhu pengempaan (pressing temperature 60oC)
B2 = suhu pengempaan (pressing temperature 80oC)
C1 = lama pengempaan (pressing time 15 menutes)
C2 = lama pengempaan (pressing time 20 menutes)
3) d = uji Duncan (Duncan Multiple Range Test)
4) Nilai rata-rata dengan huruf yang sama tidak saling berbeda nyata
(means with the same letter are not significantly defferent)