Usulan Alternatif dari Bapak Dr. I Wayan Koster (F-PDI Perjuangan) tentang Bentuk Baru Otonomi Perguruan Tinggi Dalam RUU DIKTI:
Bagian Keempat
Pengelolaan Perguruan Tinggi
Paragraf 1
Umum
Pasal 74
(1) Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
(2) Otonomi pengelolaan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan dasar dan tujuan, serta kemampuan Perguruan Tinggi.
(3) Dasar dan tujuan serta dan kemampuan perguruan tinggi untuk melaksanakan otonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinilai oleh Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai otonomi pengelolaan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 75
Otonomi pengelolaan perguruan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip:
a. akuntabilitas;
b. transparan;
c. evaluasi;
d. nirlaba;
e. jaminan mutu;
f. efektivitas dan efisiensi; dan
g. kreativitas dan inovasi.
Pasal 76
(1) Otonomi pengelolaan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 meliputi bidang akademik dan/atau bidang non akademik;
(2) Otonomi pengelolaan dalam bidang akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penetapan norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan tridharma;
(3) Otonomi pengelolaan dalam bidang nonakademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penetapan norma, kebijakan operasional, dan pelaksanaan dalam bidang:
a. organisasi;
b. keuangan;
c. kemahasiswaan;
d. ketenagaan;
e. sumber belajar; dan
f. sarana dan prasarana lainnya.
(4) Untuk PTN dengan tata kelola otonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup kewenangan untuk:
a. menetapkan tata kelola dan pengambilan keputusan tersendiri;
b. mengelola dana secara mandiri, transparan, dan akuntabel;
c. mengangkat dan memberhentikan tenaga pendidik dan kependidikan;
d. mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi;
e. mengelola dan/atau memiliki kekayaan dari negara;
(5) Keluasan kewenangan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Pemerintah berdasarkan pada kapasitas dan kemampuan PTN.
(6) Untuk melaksanakan keluasan kewenangan dalam pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah dapat membentuk Perguruan Tinggi badan hukum.
(7) Tata cara dan persyaratan pemberian kewenangan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 81
Badan penyelenggara memiliki wewenang untuk menetapkan otonomi pengelolaan PTS sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 74 sesuai peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Susunan Organisasi Perguruan Tinggi
Pasal 82
(1) Perguruan Tinggi paling sedikit memiliki unit organisasi yang terdiri dari:
a. rektor, ketua, atau direktur; dan
b. senat akademik;
(2) Untuk Perguruan Tinggi badan hukum, selain memiliki unit organisasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) juga paling sedikit memiliki:
a. majelis pemangku kepentingan/majelis wali amanah;
b. auditor dan/atau pengawas.
(3) Ketentuan mengenai keanggotaan, tanggungjawab, fungsi, tugas dan wewenang, dan masa jabatan unit organisasi perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Ketenagaan
Paragraf 1
Pengangkatan dan Penempatan
Pasal 85
(1) Ketenagaan perguruan tinggi terdiri atas:
a. dosen; dan
b. tenaga kependidikan.
(2) Dosen dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diangkat dan ditempatkan di perguruan tinggi oleh Pemerintah atau badan penyelenggara, kecuali untuk Perguruan Tinggi badan hukum.
(3) Pengangkatan dan penempatan dosen dan tenaga kependidikan pada Perguruan Tinggi oleh Pemerintah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Pengangkatan dan penempatan dosen dan tenaga kependidikan oleh badan penyelenggara atau Perguruan Tinggi badan hukum dilakukan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Setiap orang yang memiliki keahlian dan/atau prestasi tinggi atau khusus dapat diangkat menjadi dosen atas persetujuan senat akademik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(6) Badan penyelenggara atau Perguruan Tinggi badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib memberikan gaji pokok diatas kebutuhan hidup minimum atau diatas upah minimum regional, serta tunjangan lain kepada dosen dan tenaga kependidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(7) Menteri dapat menempatkan dosen yang diangkat oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di perguruan tinggi untuk peningkatan mutu pendidikan tinggi.
(8) Menteri memberikan insentif kepada dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
(9) PTN dapat mengangkat dosen tetap sesuai dengan SNPT atas persetujuan Menteri.
(10) Menteri memberikan gaji kepada dosen tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (9).
(11) Menteri memberikan tunjangan profesi dan/atau tunjangan kehormatan kepada dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (9) sesuai peraturan perundang-undangan.
(12) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dosen tetap atau dosen sementara sebagaimana diatur pada ayat (7), pemberian insentif kepada dosen sebagaimana diatur pada ayat (8), pengangkatan dosen tetap pada PTN sebagaimana dimaksud pada ayat (9), dan pemberian gaji kepada dosen tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 2
Jenjang Jabatan Akademik
Pasal 86
(1) Jenjang jabatan akademik dosen tetap terdiri atas: asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.
(2) Jenjang jabatan akademik dosen tidak tetap diatur dan ditetapkan oleh penyelenggara perguruan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Peningkatan jenjang jabatan akademik hanya dapat dilakukan oleh kelompok dosen yang memiliki jenjang jabatan akademik lebih tinggi.
(4) Dosen yang telah memiliki pengalaman kerja dua tahun dan telah memiliki jabatan akademik asisten ahli serta telah membuat buku ajar atau buku teks yang diterbitkan oleh perguruan tinggi sebagai sumber belajar pada setiap mata kuliah yang diampunya, dapat dinyatakan lulus sertifikasi oleh perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan.
(5) Dosen yang telah memiliki pengalaman kerja 10 (sepuluh) tahun sebagai dosen tetap dan memiliki publikasi ilmiah serta telah lulus program doktor atau yang sederajat, dan telah memenuhi persyaratan dapat diusulkan ke jenjang jabatan akademik profesor.
(6) Pemerintah memberikan tunjangan profesi dan tunjangan kehormatan kepada profesor yang mampu dan aktif menulis buku dan karya ilmiah sampai usia 70 tahun sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 94
(1) Evaluasi PTN dilaksanakan oleh Menteri.
(2) Evaluasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau kantor akuntan publik yang diakui oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
(3) Laporan keuangan tahunan PTN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dan . sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 95
(1) Evaluasi PTN badan hukum dilaksanakan melalui rapat pleno majelis pemangku kepentingan.
(2) Evaluasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan laporan keuangan tahunan yang sudah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau kantor akuntan publik yang diakui oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
(3) Laporan keuangan tahunan PTN badan hukum diumumkan kepada masyarakat dan disusun berdasarkan standar akuntansi yang berlaku.
(4) Administrasi dan laporan keuangan tahunan PTN yang dikelola secara otonom merupakan tanggung jawab pimpinan perguruan tinggi.
Pasal 97
(1) Evaluasi PTS dilaksanakan dan diatur oleh badan penyelenggara.
(2) PTS badan hukum wajib membuat laporan tahunan bidang akademik dan diumumkan kepada masyarakat.
(3) PTS badan hukum wajib membuat laporan tahunan keuangan dan diaudit yang diatur oleh badan penyelenggara.
(4) Laporan tahunan akademik PTS disampaikan kepada Menteri.
Bagian Kesatu
Tanggung Jawab dan Sumber Pendanaan
Pendidikan Tinggi
Pasal 104
(1) Pemerintah bertanggungjawab dalam pendanaan pendidikan tinggi yang dialokasikan dalam APBN.
(2) Pemerintah daerah dapat memberi dukungan dalam pendanaan pendidikan tinggi yang dialokasikan dalam APBD.
(3) Masyarakat dapat berperan serta dalam pendanaan pendidikan tinggi.
(4) Pendanaan pendidikan tinggi yang diperoleh dari peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan kepada Perguruan Tinggi dalam bentuk:
a. hibah;
b. wakaf;
c. zakat;
d. sumbangan individu dan/atau perusahaan;
e. dana abadi pendidikan tinggi; dan
f. bentuk lain sesuai peraturan perundang-undangan.
(5) Perguruan Tinggi dapat berperan serta dalam pendanaan pendidikan tinggi melalui kerjasama pelaksanaan tridharma.
(6) Pendanaan pendidikan tinggi selain yang bersumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat juga bersumber dari biaya pendidikan yang ditanggung oleh mahasiswa sesuai dengan kemampuan, orang tua, atau pihak lain yang membiayainya.
(7) Menteri membentuk lembaga yang menghimpun dan mengelola dana abadi pendidikan tinggi yang bersumber dari APBN, APBD, dan peran serta masyarakat untuk membantu memenuhi hak mahasiswa dan pelaksanaan tridharma.
(8) Dana pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (5), dan ayat (6). diinformasikan kepada Menteri untuk keperluan pendataan dan pengembangan.
(9) Dana pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), (4), dan (5) yang dikelola oleh PTN dicatat sebagai PNBP dan langsung dapat digunakan oleh PTN.
(10) Penerimaan dan penggunaan dana pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaporkan setiap akhir tahun anggaran.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 105
(1) Pemerintah mendorong dunia usaha dan dunia industri agar secara aktif memberikan bantuan dana kepada perguruan tinggi.
(2) Pemerintah memberikan insentif kepada dunia usaha dan dunia industri atau anggota masyarakat yang memberikan bantuan atau sumbangan untuk penyelenggaraan pendidikan tinggi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemerintah memberikan keringanan dalam bentuk pengurangan dan/atau penghapusan pajak tertentu kepada perguruan tinggi.
(4) Pemerintah memfasilitasi terbentuknya lembaga pengelolaan keuangan masyarakat untuk menghimpun dana bantuan biaya pendidikan bagi mahasiswa.
(5) Pemerintah dan pemerintah daerah dapat memberikan hak khusus pengelolaan aset negara kepada PTN yang memenuhi persyaratan.
(6) Ketentuan mengenai pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pemberian keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) serta hak khusus pengelolaan aset negara oleh PTN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 109
(1) Anggaran PTN untuk membiayai investasi, operasional, dan pengembangan sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 108 ayat (1) huruf a, dialokasikan oleh Pemerintah dalam APBN dan Pemerintah Daerah dalam APBD.
(2) Anggaran pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran Kementerian menurut jenis belanja berikut:
a. belanja pegawai;
b. belanja barang;
c. belanja modal; dan
d. jenis belanja lain sesuai peraturan perundang-undangan.
(3) Untuk PTN badan hukum anggaran pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran Kementerian untuk melaksanakan fungsi dan tugas dalam lingkup tanggung-jawabnya menurut jenis belanja berikut:
e. hibah perguruan tinggi;
f. subsidi pendidikan tinggi;
g. bantuan sosial pelaksanaan pendidikan di perguruan tinggi; dan
h. bentuk-bentuk belanja lain yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4) Anggaran pendidikan tinggi dari APBN untuk PTN sebagaimana dimaksud dengan ayat (3) dialokasikan Pemerintah untuk menjamin pemenuhan hak mahasiswa sebagaimana ketentuan dalam Pasal 89 pada ayat (3) dan dalam Pasal 90.
Catatan:
1. Pasal 72 tentang perubahan izin Perguruan Tinggi huruf f, pada frasa “status pengelolaan Perguruan Tinggi” disesuaikan untuk dihapus.
2. Ada 7 Pasal Dalam Draf RUU DIKTI Versi 22 Februari 2012 yang bisa dihapus untuk diringkas mengenai ketentuan tata kelola Perguruan Tinggi yang substansinya sudah dimasukkan dalam ketentuan usulan diatas.
Komentar