The Risk of Household Wetland Rice Farm in Impenso Region Central Sualwesi
226
J. Agroland 17 (3) : 226 - 232, Desember 2010 ISSN : 0854 – 641X
RISIKO USAHATANI PADI SAWAH RUMAH TANGGA DI DAERAH IMPENSO PROVINSI SULAWESI TENGAH
Arifuddin Lamusa1)
1) Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Jl. Soekarno – Hatta Km 9 Palu 94118, Sulawesi Tengah Telp/Fax: 0451 – 429738. email : arlamusa@yahoo.co.id
ABSTRACT
This study aimed to identify the risk of household wetland rice farm production in impenso and non impenso regions in Central Sulawesi Province. Respondent samples of 250 farmers were randomly chosen. Data collected through interviews and field note records. The research result showed that coefficient of variance of the rice farm in the impenso region was higher than in the non impenso region suggesting that the risk of the first region was larger than the later.
Key words : Rice farm, risk, region of Impenso
PENDAHULUAN
Salah satu sumber pendapatan rumah tangga di daerah perdesaan adalah usahatani pada umumnya, khususnya usaha tani padi sawah. Usahatani padi sawah merupakan usaha yang tergantung pada air, sehingga air merupakan kebutuhan vital bagi usaha tersebut. Kehilangan air menyebabkan kekeringan. Kekeringan diakibatkan oleh rendahnya curah hujan dan tingganya intensitas matahari dalam jangka waktu yang relatif lama. Kedua faktor ini, merupakan penyebab utama menurunnya debit air pengairan, sehingga tidak mencukupi kebutuhan fisiologis usahatani padi sawah yang dikembangkan. Air yang terbatas, menghambat penguraian unsur hara, sehingga fungsinya tidak berjalan seperti yang diharapkan. Menurut Susilawoti ((2004), besarnya kebutuhan air per hektar lahan sawah sekitar 1,61-2,31 liter/detik/ha. Oleh karena itu peranan air sangat penting dan tak tergantikan dengan faktor input lainnya. Kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi sifat fisik dan fisiologisnya serta menurunkan hasil produksi. Upaya menunjang peningkatan produksi usahatani padi sawah rumah tangga, pemerintah Sulawesi Tengah telah membangun berbagai bangunan irigasi. Adanya irigasi tersebut, memungkinkan usahatani padi sawah dikembangkan dengan baik, sehingga dalam situasi “normal” usaha tani rumah tangga memberikan hasil yang optimal. Keberhasilan tersebut ditunjukkan oleh semakin meningkatnya produksi padi dan pendapatan rumah tangga yang bersumber dari usahatani padi sawah. Sebaliknya apabila terjadi kekeringan, semua sumber air yang ada akan mengalami penurunan debit, bahkan mengering, yang menurunkan produksi dan pendapatan rumah tangga yang bersangkutan.
Kekeringan disebabkan oleh perubahan iklim global yang disebut enso. Enso yang melanda seluruh dunia, merupakan singkatan dari El Nino Southern Oscillation, adalah fenomena alam yang paling dramatis dari keragaman iklim yang disebabkan oleh anomali iklim secara global; seperti memanasnya muka bumi penyebab kekeringan di daerah tropis (Keil, 2004). Beberapa negara yang beriklim tropis seperti Thailand; yang lahan pertaniannya
226
227
di daerah dataran tinggi dan mengandalkan pengairan pada curah hujan, mengalami masa kekeringan karena adanya El Nino. Kejadian El Nino terparah melanda negara tersebut adalah tahun 1992 dan 1997. Dampak kejadian tersebut juga dialami di negara Asia lainnya seperti Malaysia, Philipina dan Indonesia, (Mekhora, 2003; Hamsen et al., 1998). Salah satu wilayah Indonesia yang mengalami dampak enso tersebut ádalah Provinsi Sulawesi Tengah
Daerah-daerah yang mengalami dampak enso di Wilayah Sulawesi Tengah adalah Kabupaten Toli-toli, Kabupaten Donggala, dan Kota Palu. Rumah tangga tani yang mengalami dampak tersebut adalah mereka yang berada di Desa Lalos Kabupaten Toli-toli, Desa Bora, Balaroa, Pandere, Maranata, dan Sidondo Kabupaten Donggala, serta Desa Tavaili di wilayah Kota Palu. Rumah tangga tani tersebut, yang terimbas parah adalah mereka yang tinggal di wilayah kabupaten Donggala dan wilayah kota Palu yang merupakan kawasan ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah. Curah hujan di wilayah tersebut sangat rendah (600 mm/tahun), sehingga daerah ini mengalami dampak terparah di Indonesia (Keil, 2004).
Enso di daerah impenso tidak dapat diprediksi terjadinya oleh rumah tangga tani, menyebabkan antisipasi menghadapi kemarau sangat rendah. Mereka lebih banyak melakukan strategi bertahan dengan cara adaptasi dari pada antisipasi pada saat kejadian berlangsung. Dengan demikian rumah tangga tani di wilayah impenso dihadapkan pada risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty). Risiko yang dihadapi dalam usahatani dan agribisnis adalah risiko produksi, dan risiko harga (Hardaker et al., 1997).
Iklim yang ekstrim penyebab El Nino dan La Nina mengakibatkan gagal panen dan menurunkan produksi usahatani. Kegagalan produksi terjadi akibat unsur-unsur hara yang ada tidak berfungsi dengan baik karena rendahnya suplai air pengairan pada saat kekeringan berlangsung, yang menyebabkan menurunnya hasil produksi dan pendapatan rumah tangga tani. Pada saat yang sama, kebutuhan konsumsi tetap bahkan meningkat, mendorong harga naik, sehingga sulit dijangkau oleh mereka yang berpenghasilan rendah. Rumah tangga tani yang tergolong peasant (petani kecil), yang jumlahnya 0,25% dari jumlah penduduk dunia, sebagian besar hidup di negara-negara sedang berkembang. Kelangsungan hidup mereka, menyandarkan diri pada produksi pertanian yang dicirikan oleh usaha tani subsisten/semi subsisten dengan cara budidaya yang tradisional dan keterbatasan lahan, pendidikan, pengetahuan, tanpa orientasi bisnis (Wolf 1969). Dengan demikian berusaha tani bukan merupakan “usaha” melainkan jalan “hidup” atau way of live (Widodo, 2003). Kondisi tersebut menyebabkan rumah tangga tani rendah daya antisipatisinya terhadap masalah-masalah mendasar yang disebabkan oleh risiko dan ketidakpastian terutama pada saat kejadian enso di daerah impenso.
Rumah tangga tani seyogyanya memiliki akses tentang kejadian enso, sehingga dapat memprediksikan kapan terjadinya (Naylor et al., 2007). Oleh karena rumah tangga tani tidak memiliki akses tentang kejadian enso, maka strategi yang dilakukan hanya bersifat penanggulangan dengan melakukan pilihan aktivitas baik di luar usaha tani (off/ non farm) maupun dalam usaha tani (on farm) dengan alokasi input yang terbatas, sehingga sulit untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Berpijak dari strategi dan langkah-langkah yang ditempuh rumah tangga tani di atas, maka persoalan yang muncul adalah: Apakah risiko usahatani padi sawah rumah tangga di daerah impenso lebih tinggi dibandingkan dengan rumaht angga tani di bukan daerah impenso. Untuk mengkaji persoalan tersebut, maka penelitian ini dilaksanakan.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Donggala yang meliputi 10 desa di 6 wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Biromaru dan Kecamatan Gumbasa masing-
228
masing terdiri atas tiga desa, dan Kecamatan Dolo, Kecamatan Nokilalaki, Kecamatan Palolo dan Kecamatan Kulawi masing-masing satu desa yang mewakili daerah impenso. Sebaliknya, 4 Desa di Kecamatan Bungku Tengah, 2 Desa di Kecamatan Witaponda dan 4 Desa di Kecamatan Bumi Raya Kabupaten Morowali mewakili bukan daerah impenso sebagai pembanding.
Penentuan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa: (a) dari 10 kabupaten dalam wilayah Provinsi Sulawesi Tengah yang mengalami kekeringan akibat enso adalah wilayah Kabupaten Donggala. Sebaliknya Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah yang relatif tidak terjadi enso. (b) lokasi penelitian ini didukung oleh sarana dan prasarana irigasi teknis dan setengah teknis serta pengairan desa yang baik seperti irigasi Gumbasa di Kabupaten Donggala dan irigasi Sampeantaba di Kabupaten Morowali yang dalam kondisi normal dapat mengairi lahan pertanian yang relatif luas di wilayah masing-masing; (c) usahatani yang dikelola rumah tangga sangat intensif dengan penggunaan input teknologi produksi yang relatif sama, sehingga produktivitas rata-rata pada keadaan normal relatif tinggi yakni sekitar 3,5 ton/ha.
Penentuan Responden. Populasi penelitian ini adalah rumah tangga tani, sehingga unit analisis sampel adalah rumah tangga tani. Sampel Desa diambil secara purposive, sedangkan sampel rumah tangga diambil secara simple random sampling method (metode sampel acak sederhana) (berdasarkan daftar framework petani), yaitu setiap individu rumah tangga dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel (Djarwanto, 2001).
Jumlah sampel adalah 500 rumah tangga tani. Agar memudahkan analisis, maka ukuran sampel yang diambil sama banyaknya di setiap daerah yaitu; 250 sampel di Kabupaten Donggala dan 250 sampel diambil di Kabupaten Morowali. Keputusan tersebut didasari oleh pertimbangan bahwa dengan jumlah sampel tersebut sudah representatif atau dapat menggambarkan karakteristik populasi seperti yang diharapkan. Harapan tersebut bisa terwujud karena didukung oleh sampel yang relatif besar. Menurut Sudradjat (1983), sampel yang dianggap besar apabila berjumlah lebih besar dari “30” dari total populasi.
Pengumpulan Data. Dalam penelitian sosial, data dapat dikumpulkan melalui berbagai cara dan peralatan. Cara yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian adalah wawancara langsung (interview), dan pengamatan (observasi). Peralatan yang digunakan untuk mendukung kegiatan wawancara tersebut antara lain adalah kuesioner, dan buku catatan lapang.
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer, dan sekunder yang diuraikan sebagai berikut.
1. Data primer; data ini dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner atau daftar pertanyaan dengan cara wawancara langsung dengan responden yang telah ditentukan sebelumnya. Selain alat kuesioner juga digunakan buku catatan lapang yang dipersiapkan sebelumnya untuk mencatat informasi penting lain yang tidak masuk dalam daftar pertanyaan; baik yang bersumber dari responden maupun dari hasil pengamatan langsung oleh peneliti. Data primer utama yang diperlukan adalah data pengeluaran usahatani, dan rumah tangga, usia, pendidikan kepala/anggota rumah tangga, dan data usahatani, serta aktivitas anggota rumah tangga tani dalam berusaha tani dan di luar usaha tani.
2. Data sekunder, diperoleh dari berbagai sumber baik dokumen instansi pemerintah, maupun non pemerintah, majalah ilmiah/jurnal, dan referensi yang berhubungan dengan penelitian ini. Data tersebut, terdiri atas data tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa. Data pada tingkat desa antara lain jumlah penduduk menurut umur, jenis kelamin, mata pencaharian, keadaan sarana transportasi, prasarana jalan, jenis angkutan umum, dan luas wilayah menurut penggunaannya.
228
229
Analisis Data. Mengukur perbedaan risiko
pada berbagai alternatif pilihan aktivitas
ekspansif usahatani rumah tangga di bukan
daerah impenso dan di daerah impenso dapat
dilakukan dengan banyak cara tergantung
pada tujuan yang dikehendaki. Dalam
penelitian ini, pengukuran risiko usahatani
yang dikelola rumah tangga digunakan
analisis koefisien variasi yang dirumuskan
sebagai berikut (Algifari, 1999):
(1)
Dimana :
CV = koefisien variasi,
σ = standar deviasi
x = nilai pendapatan rata-rata dari semua x
(2)
Dimana:
X = nilai faktor tertentu (produktivitas,
harga input/output & income)
N = jumlah sampel
Untuk menguji apakah ada
perbedaan risiko usaha tani di bukan daerah
impenso dengan di daerah impenso, diuji
dengan menggunakan rumusan hipotesis
sebagai berikut.
Ho: CV1 = CV2; artinya; tidak ada perbedaan
risiko usaha tani di bukan
daerah impenso dengan di
daerah impenso.
Ha: CV1 > CV2; artinya; risiko usaha tani di
daerah impenso lebih tinggi
dibandingkan dengan di bukan
daerah impenso.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identitas Responden. Umur seseorang
mempengaruhi kemampuan bekerja baik
secara fisik maupun secara mental terutama
dalam hal pengambilan keputusan usahatani
mana yang lebih baik diantara usahatani
yang satu dengan usahatani yang lain. Ratarata
umur responden 48,5 tahun, sehingga
secara umum responden tergolong dalam
usia produktif. Responden usia produktif
di daerah impenso 89.6% lebih rendah
dibandingkan 96.8% usia produktif di
bukan daerah impenso.
Tingkat pendidikan berkaitan dengan
kematangan dan kecerdasan serta pola
berpikir seseorang dalam hal pengambilan
keputusan usaha yang lebih menguntungkan,
atau jenis usaha apa yang mempunyai risiko
rendah dengan expectation income yang
lebih besar atau pengeluaran rumah tangga
untuk konsumsi. Responden yang memiliki
tingkat pendidikan lebih tinggi, pengambilan
keputusannya lebih tepat dibandingkan
responden dengan tingkat pendidikan
rendah. Tingkat pendidikan seseorang dapat
mempengaruhi ketrampilannya dalam
mengelola usaha tani. Responden dengan
tingkat pendidikan lebih tinggi, lebih efisien
mengelola usahatani dibandingkan responden
dengan tingkat pendidikan lebih rendah
(Soehardjo dan Patong, 1983). Secara
umum pendidikan formal responden terdiri
atas Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama, Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas dan Perguruan Tinggi.
Responden yang menamatkan sekolah
dasar sekitar 69,5%, sekolah lanjutan tingkat
pertama 16,5%, sekolah lanjutan tingkat
atas 12 % dan perguruan tinggi sekitar
0,4%. Sebaliknya, responden yang tidak
tamat sekolah dasar berkisar 1,4%. Dengan
demikian tingkat pendidikan responden
secara umum tergolong masih rendah.
Banyaknya anggota rumah tangga
mempengaruhi tindakan dan keputusan
petani dalam memilih aktivitas mana yang
bisa memberikan keuntungan, termasuk
keputusan investasi dan penggunaan input
usaha tani yang efisien. Makin banyak
jumlah anggota rumah tangga, makin tinggi
kehati-hatian kepala rumah tangga memilih
aktivitas yang akan dilakukannya. Hal ini
disebabakan, hasil keputusan tersebut erat
kaitannya dengan besar atau kecilnya risiko
yang akan dialaminya.
Banyaknya tanggungan rumah
tangga responden bervariasi, yang paling
rendah adalah rumah tangga yang mempunyai
tanggungan 7 orang ke atas yakni 4,4 % (11 RT)
dan yang terbesar adalah rumah tangga
CV x100%
1
( )2
n
x x
230
yang mempunyai tanggungan 3 orang yakni 58 % (145 RT). Rumah tangga yang mempunyai tanggungan 1 orang dan 5 orang masing-masing 10,8% (27 RT) dan 26,8 % (67 RT) di daerah impenso. Demikian pula di bukan daerah impenso, persentase tanggungan rumah tangga yang paling rendah adalah 7 orang ke atas yakni 0,8% (2 RT) dan persentase tanggungan RT yang paling tinggi adalah 3 orang yakni 66 % (165 RT), rumah tangga yang mempunyai tanggungan antara 1 orang dan 5 orang masing-masing 19,2% (48 RT) dan 14,0 % (35 RT). Berdasarkan konsep zero population growth tentang pertumbuhan penduduk, terdapat 14,1% rumah tangga responden yang memenuhinya (2 orang anak/RT). Sedangkan 85,90% rumah tangga responden melebihi konsep tersebut.
Pengalaman seseorang sangat menentukan keterampilan atau kemampuan teknis dan manajemen dalam mengelolah usaha termasuk berusahatani padi sawah. Makin lama seorang petani menggeluti usahataninya, dapat dikatakan ia memiliki banyak pengalaman. Pengalaman tersebut akan membantunya untuk mencegah hal-hal yang menimbulkan kerugian usaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, di daerah impenso 23,2% responden yang berpengalaman rat-rata 8,0 tahun, 37,2 % yang berpengalaman rata-rata 23,5 tahun, 23,2 % yang berpengalaman rata-rata 28,5 tahun, 10,0% yang berpengalaman ratarata 38,5 tahun dan 6,4 % responden yang berpengalaman 44,0 tahun ke atas. Pengalaman berusahatani yang sama, responden di bukan daerah impenso secara berturut-turut adalah 23,6% yang berpengalaman rata-rata 8,0 tahun, 52,4% yang berpengalaman rata-rata 23,5 tahun, 21,6% yang berpengalaman rata-rata 28,5 tahun, 1,2% yang berpengalaman rata-rata 38,5 tahun dan 1,2% yang berpengalaman rata-rata 44,0 tahun ke atas. Pengalaman responden terendah sekitar 3 tahun dan yang paling tinggi sekitar 52 tahun. Dengan demikian responden pada umumnya sangat berpengalaman, sehingga sangat terampil dalam pengelolaan usahatani padi sawah tersebut.
Analisis Risiko Usahatani. Terdapat beberapa cara untuk mengukur tingkat risiko dan ketidakpastian. Oleh karena berbagai keterbatasan, maka cara yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah menghitung rentang variasi hasil usahatani padi sawah sebagai tanaman utama yang dikelola rumah tangga. Prosedur pengukuran; terlebih dahulu dilakukan pembagian usahatani ke dalam dua kelompok. Dalam hal ini, di bukan daerah impenso, dan di daerah impenso. variasi dari nilai-nilai usahatani tersebut yang hasilnya secara rinci dijabarkan dalam Tabel 1.
Tabel 1, nampak bahwa koefisien variasi usahatani padi sawah di daerah impenso lebih besar dibandingkan di bukan daerah impenso. Hal ini disebabkan, di daerah impenso mengalami masa kekeringan yang lebih lama, sehingga kebutuhan air fisiologis untuk tanaman kurang terpenuhi dibandingkan di bukan daerah impenso. Oleh karena nilai koefisien variasi yang besar mengindikasikan risiko tinggi dibandingkan dengan nilai koefisien variasi lebih rendah, maka usahatani padi sawah yang dikembangkan di daerah impenso mengandung risiko lebih tinggi dibandingkan di bukan daerah impenso.
Akibat adanya risiko, maka produktivitas usahatani padi rata-rata di daerah tersebut rendah. Upaya membuktikan dugaan tersebut, dilakukan pengujian secara statistik dengan uji independent samples-t-test yang hasilnya secara rinci dijabarkan pada Tabel 2.
Tabel 1. Nilai Koefisien Variasi Pendapatan Usahatani Padi Sawah Rumah Tangga di Wilayah Impenso Provinsi Sulawesi Tengah, 2009
Jenis Usahatani
Coefisien Variasi
Daerah impenso
Bukan daerah impenso
Usahatani Padi Sawah
33
19
Sumber : Data primer yang diolah, 2009
230
231
Pada Tabel tersebut, nampak bahwa variabel yang dihipotesiskan pada umumnya berbeda, ditunjukkan oleh nilai t-hitung yang signifikan pada α=1%. Perbedaan yang dimaksud adalah produktivitas rata-rata antara usahatani padi sawah di bukan daerah impenso, secara statistik lebih tinggi dibandingkan di daerah impenso untuk wilayah impenso, ditunjukkan oleh t-hitung (6,269) signifikan pada tingkat kesalahan 1%. Dengan demikian usahatani di daerah impenso mengandung risiko lebih tinggi dibandingkan di bukan daerah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data seperti yang diuraikan di atas dikaitkan dengan hipotesis yang diajukan, maka kesimpulan penelitian ini adalah risiko usaha tani di daerah impenso lebih tinggi dibandingkan di bukan daerah impenso. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien variasi usaha tani padi sawah rumah tangga di daerah impenso sebesar 33 lebih besar dibandingkan dengan koefisien variasi usaha tani padi sawah rumah tangga di bukan daerah impenso sebesar 19. Selanjutnya, setelah dilakukan uji statistik dengan t-test, ternyata perbedaan tersebut sangat signifikan pada tingkat kepercayaan 90%.
Saran
Disarankan agar upaya peningkatan produktivitas usaha tani padi sawah dengan teknologi yang ada, perlu memperhatikan musim tanam yang tepat. Jadwal tanam perlu menghindari sejauh mungkin siklus terjadinya kejadian enso di darah impenso. Sehingga risiko kegagalan panen dapat terhindarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Algifari, 1999. Soal Jawab Statistik Deskriptif. Edisi Pertama. BPFE Yogyakarta.
Darwanto, Dwidjono, H. 2005. Ketahanan Pangan Berbasis Produksi dan Kesejahtraan Petani. J. Ilmu Pertanian (Agricultural Science). Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta-Idonesia : 1-2.
Djarwanto Ps. 2001. Statistik Sosial Ekonomi. BPFE Yogyakarta.
Hamsen J.W., Hodges A.W., Jones J.W. 1998. Enso Influences on Agriculture in the Southesatern United States. J. of Climate 11(1), 404-411.
Hardaker J. Brian., Huirne, Ruud. B. M. And Anderson, J.R., 1997. Coping With Risk in Agriculture. CAB International, New York.
Keil, Alwin, 2004. The Socio-Economic Impact of ENSO-Ralated Drought on Farm Households in Central Sulawesi, Indonesia.: www.shaker.de. eMail:info@shaker.de.
Mekhora Thamrong, 2003. Coping Strategies against El Nino-Induced Climatic Risk: Case of Northeast Thailand. Palawija News, 21(4):1–8
Naylor, R.I., Battisti, D.S. Vimont, D.J., Falcon, W.P. and Burke, M.B., 2007. Assessing Risks of Climate Variability and Climate Change for Indonesia Rice Agriculture. Proceeding of The National Academic of Science 114: 7752-7755
Tabel 2. Nilai Uji t-test Perbedaan Pendapatan Usahatani Padi Sawah di Wilayah Impenso Provinsi Sulawesi Tengah, 2009
Sumber Pendapatan
Wilayah
Impenso
Independent samples-t-test
(t-hitung )
Usahatani Padi Sawah
Bukan Daerah
Impenso
6,269***
Daerah Impenso
Sumber : Data Primer yang Diolah, 2009.
232
Soehardjo. A, dan Dahlan patong, 1983. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Penerbit Unhas Press.
Sudradjat W. SW., 1983. Mengenal Ekonometrika Pemula. ARMICO Bandung.
Susilowati, Damar, 2004. Pengkajian Kebutuhan Air Irigasi Untuk Sawah Baru di Lampung Utara. JLP.(54):25
Widodo S., 2003. Peran Agribisnis Usaha Kecil dan Menengah Untuk Memperkokoh Ekonomi Nasional. Penerbit Liberty.
Wolf R. Eric, 1969. Peasant War of The Twentieth Century, Harper and Row, 1969, New York
Komentar