SUBANG, JAWA BARAT
Oleh:
ASRIMELWATI
A 34104014
PROGRAM STUDI AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PENGELOLAAN PEMANGKASAN TEH
(Camellia sinensis (L.) O. Kuntze)
DI KEBUN TAMBAK SARI
PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII
SUBANG, JAWA BARAT
Skripsi sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh:
ASRIMELWATI
A 34104014
PROGRAM STUDI AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
ASRIMELWATI. Pengelolaan Pemangkasan Pengelolaan Pemangkasan Teh
(Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) di Kebun Tambaksari PT Perkebunan
Nusantara VIII, Subang, Jawa Barat. (Dibimbing oleh ADIWIRMAN dan
SUPIJATNO).
Kegiatan pemangkasan membutuhkan pengelolaan yang baik supaya tidak
mengakibatkan kerusakan atau kematian pada tanaman teh yang bisa
menyebabkan penurunan produksi. Keberhasilan suatu pemangkasan ditentukan
oleh jenis dan waktu pangkas serta gilir pangkas. Dalam menetukan waktu yang
tepat untuk pelaksanaan pemangkasan, kondisi tanaman harus diperhatikan
meliputi tinggi tanaman, diameter tanaman sebelum dipangkas, umur pangkas dan
persentase pucuk burung.
Kegiatan magang dilaksanakan selama 4 bulan, mulai tanggal 18 Februari
2008 sampai tanggal 18 Juni 2008 di Kebun Tambaksari, PT Perkebunan
Nusantara VIII. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah metode
langsung (pengamatan, bekerja langsung di lapang dan wawancara dengan
pimpinan kebun, karyawan dan pekerja kebun) dan metode tidak langsung
(laporan manajemen kebun, arsip kebun yang berhubungan dengan pemangkasan
dan studi pustaka). Pengamatan dilakukan pada 5 tanaman contoh yang diambil
secara acak pada blok Pasir Malang 1, blok F3 dan blok E3 di Afdeling
Kasomalang, Kebun Tambaksari.
Jenis pangkasan yang dilakukan di Kebun Tambaksari adalah pangkasan
jambul dan pangkasan kepris, waktu pemangkasan dibagi menjai dua semester
yaitu semester I (Januari-Juni) dan semester II (September-Desember) dengan
gilir pangkas 3 tahun, rata-rata luas areal yang direncanakan untuk dipangkas
setiap tahun adalah 28. 86% dari total areal yang akan dipangkas selama setahun
sedangkan realisasinya hanya 27. 60%, dan alat pangkas yang digunakan adalah
gaet untuk semua ukuran cabang. Tinggi pangkasan yang ditetapkan adalah 50-65
cm dari permukaan tanah. Sistem upah menggunakan sistem borongan dimana
tenaga pemangkas dibayar menurut prestasi kerja masing-masing. Hasil uji tstudent
menunjukkan bahwa tinggi pangkasan pada blok F3 dan E3 berbeda nyata
dengan standar sedangkan blok Pasir Malang 1 tidak berbeda nyata dengan
standar.
Berdasarkan pengamatan, tanaman teh di Kebun Tambaksari dipangkas
pada saat umur pangkas mendekati 3 tahun, rata-rata ketinggian tanaman 109. 6
cm dengan diameter sebelum pangkas 165. 3 cm, rata-rata persentase pucuk
burung 77. 33% dan produktivitas pucuk basah yang sudah berkurang mencapai
setengah dari produksi tahun sebelumnya. Kapasitas kerja pemangkas (0. 046
ha/HK) lebih besar dari kapasitas standar (0. 04 ha/HK) dan tenaga pemangkas di
lapangan lebih sedikit dari pada tenaga pemangkas yang dihitung secara teoritis.
Rata-rata bobot brangkasan adalah 5.9 kg/pohon tapi banyak diambil oleh
penduduk untuk dijadikan kayu bakar. Rata-rata persentase kerusakan cabang
akibat pemangkasan 13. 46%, lebih kecil dari persentase kerusakan cabang di Unit
Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah. Pemetikan jendangan dilakukan
pada 9 MSP.
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : PENGELOLAAN PEMANGKASAN TEH (Camellia
sinensis (L.) O. Kuntze) di KEBUN TAMBAKSARI PT
PERKEBUNAN NUSANTARA VIII, SUBANG, JAWA
BARAT
Nama : ASRIMELWATI
Program Studi : AGRONOMI
Nomor pokok : A 34104014
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Adiwirman, MS. Ir. Supijatno, MSi.
NIP. 131 699 943 NIP. 131 578 789
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir Didy Sopandie, M Agr.
NIP. 132 124 019
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kubang, Kabupaten Limapuluh Kota, Provinsi
Sumatera Barat pada tanggal 23 Juni 1986. Penulis merupakan anak ketiga dari
tiga bersaudara dari pasangan Bapak Asri dan Ibu Erniwati.
Penulis memulai pendidikan pada tahun 1992 di SD Negeri 1 Kubang,
Payakumbuh. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1
Kecamatan Guguk, Kabupaten 50 Kota dan lulus tahun 2001. Penulis melanjutkan
pendidikan ke SMU Negeri 1 Kecamatan Guguak, Kabupaten 50 Kota dan lulus
pada tahun 2004.
Penulis diterima pada Program Studi Agronomi, Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Bogor pada tahun 2004, melalui Undangan
Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Penulis melaksanakan kegiatan
Kuliah Kerja Profesi (KKP) pada tahun 2007 di Desa Bunder, Kecamatan
Widasari, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2008 Penulis
melaksanakan kegiatan magang di Kebun Tambaksari, PT Perkebunan Nusantara
VIII, Subang, Jawa Barat.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis sudah bisa menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul “Pengelolaan Pemangkasan Teh (Camellia sinensis (l.) O. Kuntze) di
Kebun Tambaksari PT Perkebunan Nusantara VIII, Subang, Jawa Barat”
ini dengan baik dan lancar.
Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat tugas akhir untuk
meraih gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agronomi, Departemen
agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ayah, Ibu dan kakak-kakak tercinta yang senantiasa mendukung dan
memberikan dorongan kepada penulis secara moril maupun materil.
2. Dr. Ir. Adiwirman, MS dan Ir. Supijatno, MSi selaku dosen pembimbing
skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada
penulis.
3. Dr. Ir. Sudradjat, MS selaku dosen pembimbing akademik atas nasehat
dan bimbingannya.
4. Dwi Guntoro, SP, Msi selaku dosen penguji atas saran dan masukannya
untuk penyusunan skripsi ini.
5. Direksi PT. Perkebunan Nusantara VIII, Bandung, Jawa Barat yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan magang.
6. Ir. H. Aan Burhanudin selaku Administratur dan seluruh staf Kebun
Tambaksari atas segala masukan, arahan dan kemudahan yang telah
diberikan.
7. Keluarga besar Bapak Aip atas segala kasih sayang dan dorongan yang
diberikan kepada penulis selama kegiatan magang.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
DAFTAR ISI
halaman
DAFTAR TABEL................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................ ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................. 1
Tujuan ........................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Teh ..................................................................... 3
Syarat Tumbuh .............................................................................. 3
Pemangkasan ................................................................................. 4
METODE MAGANG
Tempat dan Waktu ........................................................................ 5
Metode Pelaksanaan ...................................................................... 5
Pengumpulan Data ........................................................................ 5
Pengolahan Data ........................................................................... 7
KEADAAN UMUM KEBUN TAMBAKSARI
Sejarah Perkebunan ....................................................................... 8
Deskripsi Geografis ....................................................................... 9
Potensi Kebun ............................................................................... 9
Luas Areal Konsesi dan Produksi.................................................. 10
Jenis dan Volume Produksi Teh yang Dihasilkan ........................ 10
Karakter dan Keunggulan Mutu Teh yang Dihasilkan ................. 10
Manajemen Karyawan dan Kebun ................................................ 11
Ketenagakerjaan ............................................................................ 12
Kesejahteraan Karyawan ............................................................... 12
Upaya Meningkatkan Kerja Kebun ............................................... 13
Program Kepedulian Masyarakat .................................................. 14
PELAKSANAAN TEKNIS LAPANG
Aspek teknis .................................................................................. 16
Persemaian .............................................................................. 16
Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan ...................................
Pengendalian Gulma........................................................
Pengendalian Hama dan Penyakit...................................
Pemupukan.......................................................................
Pemangkasan....................................................................
19
19
23
26
29
Pemetikan ................................................................................
Jenis Pemetikan................................................................
Jenis Petikan.....................................................................
Perlengkapan Pemetikan..................................................
Rotasi dan Hanca Petik....................................................
38
38
39
39
40
Pelaksanaan Pemetikan....................................................
Kapasitas Pemetik............................................................
Penimbangan Pucuk Basah di Kebun..............................
Pengangkutan Pucuk ke Pabrik........................................
40
41
41
42
Proses Pengolahan Teh Hitam CTC ........................................
Penerimaan Pucuk dan Penimbangan..............................
Analisis Petik dan Pucuk.................................................
Pelayuan...........................................................................
Penggilingan.....................................................................
Fermentasi........................................................................
Pengeringan......................................................................
Sortasi Kering..................................................................
Pengepakan......................................................................
42
42
43
43
45
46
47
47
48
Aspek Manajerial .......................................................................... 49
Sinder Afdeling..... .................................................................. 49
Mandor Besar Pemeliharaan ................................................... 50
Mandor Besar Pemetikan ........................................................ 52
PEMBAHASAN
Jenis Pangkasan ............................................................................. 55
Tinggi Pangkasan .......................................................................... 55
Luas Areal Pangkasan ................................................................... 56
Waktu Pemangkasan ..................................................................... 57
Alat Pangkas ................................................................................. 58
Kriteria Saat Pangkas .................................................................... 58
Gilir Pangkas ........................................................................... 58
Ketinggian Bidang Petik ......................................................... 59
Persentase Pucuk Burung ........................................................ 59
Tingkat Produksi ..................................................................... 60
Kerusakan Akibat Pemangkasan................................................... 61
Tenaga Pemangkas ........................................................................ 61
Penanganan Sisa Pangkasan .......................................................... 62
Pertumbuhan Tunas Setelah Pemangkasan ................................... 63
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ................................................................................... 64
Saran .............................................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 66
LAMPIRAN .......................................................................................... 67
DAFTAR TABEL
No halaman
Teks
1. Luas Areal Konsesi Kebun Tambaksari, PTPN VIII …………. 10
2. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Umur di Kebun
Tambaksari Tahun 2008 …………………………………..…..
12
3 Kombinasi Penyiangan Manual dan Kimia di Kebun
Tambaksari ................................................................................
20
4. Rata-rata Tinggi Pangkasan dan Diameter Bidang Pangkas
Beberapa Blok Kebun di Afdeling Kasomalang, Kebun
Tambaksari..................................................................................
31
5. Rencana dan Realisasi Luas Areal Pangkasan di Afdeling
Kasomalang, Kebun Tambaksari ……………………………...
31
6. Gilir Pangkas Enam Blok Kebun Di Afdeling Kasomalang,
KebunTambaksari …………………………………………….
32
7. Rata-rata Tinggi Tanaman Sebelum Dipangkas dan Diameter
Bidang Petik Beberapa Blok Kebun di Afdeling Kasomalang
……...…………………………………………………………
33
8. Persentase Pucuk Burung Beberapa Blok Kebun di Afdeling
Kasomalang, Kebun Tambaksari …………………………….
33
9. Persentase Kerusakan Cabang Akibat Pemangkasan ………… 35
10. Kapasitas Kerja Tenaga Pemangkas di Tiga Blok Kebun
Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari …………………...
35
11. Bobot Brangkasan Sisa Pangkasan Beberapa Blok Kebun di
Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari ……………………
37
12. Hasil Sortasi Kering Pengolahan Pucuk Basah Menjadi Teh
Kering di Pabrik Tambaksari ....................................................
48
Lampiran
1. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Karyawan Harian
Lapang (KHL) di Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari
PTPN VIII, Subang, Jawa Barat ……………………………...
68
2. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping
Mandor/Mandor Besar di Afdeling Kasomalang, Kebun
Tambaksari PTPN VIII, Subang, Jawa Barat ………………...
69
3. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping sinder Afdeling
Kasomalang, Kebun Tambaksari PTPN VIII, Subang, Jawa
Barat ………………………………………………………….
70
4. Data Hari Hujan dan Curah Hujan 10 Tahun Terakhir di
Perkebunan Tambaksari ……………………………………...
71
5. Jumlah Pemakaian Pupuk di Afdeling Kasomalang Perkebunan
Tambaksari 2007 ……….....................................................
72
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Kegiatan Pengendalian Gulma secara Manual.......................... 21
2. Kegiatan Pengendalian Gulma secara Kimia………………… 22
3 Kegiatan Pengendalian Hama dan Penyakit………………….. 23
4 Kegiatan Pemupukan Melalui Tanah dengan Cara Disebar….. 27
5 Kegiatan Pemangkasan……………………………………….. 29
6 Pangkasan Jambul…………………………………………….. 30
7 Pangkasan Kepris……………………………………………... 30
8 Produksi Pucuk Basah Berdasarkan Umur Pangkas………….. 34
9 Gaet Pangkas………………………………………………….. 34
10 Pertumbuhan Tinggi Tunas Setelah Pemangkasan pada Blok
E2………………………………………………………………
36
11 Pertumbuhan Tunas Setelah Dipangkas………………………. 36
12 Kegiatan Pemetikan Menggunakan Gunting………………….. 38
13 Kegiatan Penimbangan Pucuk Basah di Kebun………………. 41
14 Kegiatan Pembeberan…………………………………………. 45
15 Kegiatan Turun Layu………………………….......................... 45
Lampiran
1. Struktrur Organisasi Kebun Tambaksari .................................. 73
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman teh termasuk genus Camellia yamg memiliki sekitar 82 spesies.
Jenis teh yang biasa dikonsumsi sebagai minuman adalah Camellia sinensis.
Tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) pertama kali masuk ke Indonesia
pada tahun 1684 (Setyamidjaja, 2000). Pada saat itu tanaman teh pertama kali
masuk ke Indonesia berupa biji teh dari Jepang. Perkebunan teh di Indonesia
mulai dibangun pada tahun 1910. Pada tahun 1958 dilakukan pengambilalihan
perkebunan untuk perusahaan-perusahaan Belanda dan Inggris oleh pemerintah
Indonesia. Selanjutnya secara bertahap dilaksanakan usaha rehabilitasi terhadap
perkebunan teh yang telah menjadi milik Negara tersebut.
Komoditi teh Indonesia diusahakan dalam tiga bentuk yaitu Perkebunan
Besar Negara (PBN), Perkebunan Besar Swasta (PBS), dan Perkebunan Rakyat
(PR). Luas areal perkebunan teh pada tahun 2005 mencapai 140 538 ha dengan
produksi 167 276 ton dan produktivitas 1 426 kg/ha/tahun, sedangkan pada tahun
2006 luas areal perkebunan teh mengalami penurunan sebanyak 1. 69% menjadi
138 169 ha, namun produksi meningkat 0. 36% menjadi 167 811 ton dan produktivitas
meningkat 1. 09% menjadi 1 478 kg/ha/tahun. Volume ekspor teh tahun
2005 sebesar 102 000 ton mengalami penurunan menjadi 95 339 ton pada tahun
2006 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006). Sentra produksi teh di Indonesia
yaitu di Jawa Barat sekitar 65% dari total produksi teh Indonesia kemudian Jawa
tengah (Putranto, 1978).
Tanaman teh dibudidayakan untuk menghasilkan pucuk yaitu daun muda
dengan tunas apikalnya. Oleh karena teh mempunyai sifat genetis bukan penghasil
pucuk maka pengelolaan tanaman teh sifatnya melawan kehendak tanaman
atau memaksa menghasilkan pucuk yang banyak. Salah satu sifat genetis tanaman
teh yang menghambat pertumbuhan pucuk tersebut adalah sifat pertumbuhan kayu
yang lebih besar dari pertumbuhan daun yang bisa menyebabkan tanaman teh bisa
tumbuh menjadi pohon yang tinggi mencapai ketinggian 15 m atau lebih. Masalah
ini dapat dipecahkan melalui proses pemangkasan (Sukasman, 1988).
Pemangkasan merupakan salah satu kegiatan budidaya dalam
pemeliharaan teh menjadi perdu, agar teh dapat dipetik dengan mudah, cepat, dan
efisien sehingga diperoleh jumlah pucuk yang banyak. Kegiatan ini bertujuan
membentuk bidang petik seluas mungkin dan merangsang pertumbuhan tunastunas
baru sehingga mampu menghasilkan pucuk dalam jumlah yang besar
(Setyamidjaja, 2000). Pembentukan bidang petik ini dilakukan pemangkasan dengan
maksud untuk meningkatkan produktivitas tanaman teh (Setyamidjaja,
2000). Manfaat pemangkasan adalah pertumbuhan tanaman teh tetap pada fase
vegetatif dan terbentuknya bidang petik yang luas sehingga pucuk yang dihasilkan
semakin banyak.
Kegiatan pemangkasan membutuhkan pengelolaan yang baik supaya tidak
mengakibatkan kerusakan atau kematian pada tanaman teh yang bisa menyebabkan
penurunan produksi. Keberhasilan suatu pemangkasan ditentukan oleh
jenis dan waktu pangkas serta gilir pangkas. Dalam menetukan waktu yang tepat
untuk pelaksanaan pemangkasan, kondisi tanaman harus diperhatikan meliputi
tinggi tanaman, diameter tanaman sebelum dipangkas, umur pangkas dan
persentase pucuk burung.
Tujuan
Kegiatan magang ini dilakukan dengan tujuan:
1. Memperluas pengetahuan dan wawasan mahasiswa tentang komoditas perkebunan
khususnya tanaman teh.
2. Meningkatkan keterampilan mahasiswa baik yang menyangkut aspek
teknis maupun manajemennya.
3. Mahasiswa dapat melihat dan mengetahui langsung masalah yang ada di
perkebunan.
4. Mahasiswa dapat membandingkan dan menghubungkan teori yang didapat
di bangku kuliah dengan keadaan yang sebenarnya yang ada di lapang.
5. Mahasiswa dapat mempelajari teknik pemangkasan yang baik, macammacam
pemangkasan pada tanaman teh dan meningkatkan keterampilan
khususnya dalam memangkas tanaman teh.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Teh
Tanaman teh termasuk genus Camellia dari famili Theaceae. Tanaman ini
memiliki sekitar 82 species, terutama tersebar di kawasan Asia Tenggara pada
garis lintang 30o sebelah utara maupun selatan khatulistiwa (Pusat Penelitian
Perkebunan Gambung, 1992). Tanaman teh berbentuk pohon dengan tinggi 90 cm
sampai dengan 120 cm, perakaran dangkal, berupa akar tunggang, dan peka terhadap
keadaan fisik tanah (PT Perkebunan XI, 1993).
Daun teh berupa daun tunggal yang berbentuk lanset dengan ujung
meruncing, berwarna hijau, dan tepinya bergerigi. Daun tua bertekstur seperti
kulit, permukaan atasnya berkilat dan berwarna hijau kelam. Bunga teh termasuk
bunga sempurna yang mempunyai putik (calyx) dengan 5 sampai dengan 7 mahkota
(sepal). Daun bunga (petal) berjumlah sama dengan mahkota, berwarna putih
halus berlilin, berbentuk lonjong cekung. Tangkai sari panjang dengan benang sari
(anthera) kuning bersel kembar, 2 mm sampai dengan 3 mm ke atas
(Setyamidjaja, 2000).
Buah yang masih muda berwarna hijau, bersel tiga, dan berdinding tebal.
Mula-mula berkilat, tetapi semakin tua bertambah suram dan kasar. Bijinya berwarna
cokelat beruang tiga, berkulit tipis, berbentuk bundar di satu sisi dan datar
di sisi lain. Biji berbelah dua dengan kotiledon besar, yang jika dibelah akan secara
jelas memperlihatkan embrio akar dan tunas (Setyamidjaja, 2000).
Syarat Tumbuh
Tanaman teh berasal dari daerah subtropik yang terletak pada 25o – 35o
Lintang Utara dan 95o – 105o Bujur Timur, terutama terpusat pada kawasan antara
29o Lintang Utara dan 98o Bujur Timur. Daerah ini berada pada daerah miring
berbentuk kipas, terletak diantara Pegunungan-pegunungan Naga, Manipuri, dan
Lushai di sepanjang perbatasan Assam-Birma di ujung barat, membentang melalui
wilayah China sampai propinsi Chekiang di ujung timur, dan ke selatan melalui
Pegunungan-pegunungan di Birma (sekarang Myanmar), Thailand, terus ke
Vietnam (Setyamidjaja, 2000).
Tanaman teh di Indonesia lebih cocok ditanam di daerah pegunungan.
Suhu udara yang baik bagi tanaman teh adalah suhu harian yang berkisar antara
13o C sampai dengan 25o C yang diikuti oleh cahaya matahari yang cerah dan
kelembaban relatif pada siang hari tidak kurang 70%. Tanaman teh tidak tahan
terhadap kekeringan sehingga hanya cocok ditanam pada daerah yang mempunyai
curah hujan yang cukup tinggi dan merata sepanjang tahun (>2000 mm) dengan
rata-rata curah hujan sepuluh tahun terakhir menunjukkan bulan kemarau yang
curah hujannya <60 mm tidak lebih dari dua bulan serta tidak ada bulan yang
sama sekali tidak ada hujan. Di Indonesia kebun teh terdapat pada keserasian
elevasi yang cukup luas yaitu dari 400 mdpl sampai dengan 2000 mdpl. Tanah
yang sesuai untuk ditanami teh adalah tanah-tanah yang mempunyai kedalam
efektif lebih dari 40 cm dan berstruktur remah.
Pemangkasan
Tanaman teh dapat berkembang menjadi pohon yang tinggi sampai ketinggian
15 meter jika dibiarkan tumbuh secara alami. Tanaman teh yang demikian
tidak akan menghasilkan pucuk yang banyak dan pemetikannya sulit dilakukan
(Pusat Penelitian Perkebunan Gambung, 1992). Agar teh dapat dipetik
dengan mudah dan diperoleh jumlah daun muda/pucuk yang banyak, tanaman teh
harus dibentuk menjadi perdu yang memiliki bidang petik yang luas. Pembentukan
bidang petik ini dilakukan dengan jalan pemangkasan (Setyamidjaja,
2000).
Pemangkasan teh merupakan salah satu tindakan kultur teknis dalam pengelolaan
kebun teh dengan tujuan untuk menjaga, meningkatkan produksi,
produktivitas dan mutu (Rusmana, 2000). Pangkasan pada tanaman teh harus dilakukan
dengan baik. Agar didapat tanaman yang sehat dan hasil pucuk yang
banyak. Daur pangkas, jenis, waktu dan tinggi pangkasan harus ditentukan dengan
tepat (Tobroni dan Suliasih, 1990). Pemangkasan dilakukan pada tinggi 50 cm
dan sisa pangkasan dihamparkan sebagai mulsa di sekitar tanaman teh
(Setyamidjaja, 2000).
METODE MAGANG
Tempat dan Waktu
Kegiatan magang ini dilaksanakan di Kebun Tambaksari, PT Perkebunan
Nusantara VIII, Subang, Jawa Barat selama 4 bulan yang dimulai dari tanggal 18
Februari 2008 sampai 18 Juni 2008
Metode Pelaksanaan
Selama kegiatan magang, penulis bekerja sebagai Karyawan Harian Lepas
(KHL) selama dua bulan, pendamping mandor selama dua minggu, pendamping
mandor besar selama dua minggu, dan pendamping Sinder Afdeling selama dua
minggu. Kegiatan tersebut bersifat fleksibel disesuaikan dengan kegiatan yang
sedang berlangsung di kebun dan pada setiap kegiatan mengisi jurnal harian
magang yang diketahui serta ditandatangani oleh pembimbing lapang (Tabel
Lampiran 1, 2, dan 3). Selain melakukan kegiatan di atas, penulis secara khusus
juga melakukan pengamatan terhadap kegiatan pemangkasan.
Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan metode langsung
(primer) dan metode tidak langsung (sekunder). Metode langsung untuk
memperoleh data primer dilaksanakan dengan cara melakukan pengamatan dan
bekerja langsung di lapangan serta dengan cara wawancara dan diskusi dengan
dengan pimpinan kebun, karyawan dan pekerja kebun. Metode tidak langsung
untuk mendapatkan data sekunder diperoleh laporan manajemen kebun, arsip
kebun terutama yang berhubungan dengan pemangkasan, dan studi pustaka.Untuk
pengamatan di lapang, data yang diambil difokuskan pada kegiatan pemangkasan.
Pengamatan dilakukan pada 5 tanaman contoh yang diambil secara acak pada blok
Pasir Malang 1, F3 dan E3 di Afdeling Kasomalang. Beberapa variabel yang
diamati dalam kegiatan magang dengan aspek pemangkasan adalah sebagai
berikut:
a. Pengamatan Sebelum Pemangkasan
1. Tinggi tanaman/tinggi bidang petik
Dilakukan dengan mengukur tinggi dari permukaan tanah sampai ke puncak
bidang petik
2. Diameter bidang petik
Dilakukan dengan cara mengukur bidang petik kedua arah Timur – Barat
dan Utara – Selatan dari bidang petik masing-masing tanaman contoh kemudian
diambil rata-rata keduanya dengan rumus:
DBP= diameter (utara-selatan) + diameter (timur-barat)
2
3. Persentase pucuk burung
Dilakukan dengan menghitung jumlah pucuk burung dan pucuk peko yang terdapat
pada tanaman yang akan dipangkas menggunakan lingkaran dengan diameter
75 cm, kemudian dihitung persentase pucuk burung dengan rumus:
% pucuk burung = Jumlah pucuk burung × 100%
Jumlah pucuk (burung+peko)
4. Tingkat produksi tahun sebelumnya (data sekunder).
b. Pengamatan pada Saat Pemangkasan
1. Tinggi pangkasan
Dilakukan dengan mengukur tinggi dari permukaan tanah sampai luka
bekas pangkasan pada tanaman contoh yang telah dipangkas
2. Bobot Brangkasan.
Dilakukan dengan menimbang dan membandingkan berat brangkasan tiap
tanaman contoh menurut pangkasan ke n.
3. Persentase kerusakan akibat pemangkasan
Dilakukan dengan menghitung jumlah cabang bekas pangkasan yang
pecah atau rusak dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
% kerusakan = Σ bekas pangkasan yang rusak atau pecah × 100%
Σ bekas pangkas seluruhnya
4. Kebutuhan tenaga pangkas per hari
Dihitung berdasarkan jumlah tenaga pangkas yang riil dengan menghitung
langsung atau wawancara dengan mandor. Hasil pengamatan dibandingkan
dengan standar berdasarkan rumus sebagai berikut :
Σ Pemangkas/hari = Luas areal pangkasan (ha)
HKE 1 bulan × kapasitas standar
HKE = Hari Kerja Efektif (hari)
Kapasitas Standar = kemampuan yang harus dicapai seorang pemangkas
5. Diameter bidang pangkasan
Dilakukan dengan mengukur diameter bidang pangkas kedua arah timur –
barat dan utara – selatan dari masing-masing tanaman contoh dan diambil
rata-rata keduanya dengan rumus :
DBP = diameter (utara-selatan) + diameter (timur-barat)
2
c. Pengamatan Setelah Pemangkasan
1. Pertumbuhan tunas baru setelah pemangkasan
Dilakukan dengan mengukur tinggi tunas mulai dari pangkal tunas sampai
titik tumbuh. Pengamatan dilakukan 2 minggu sekali mulai 3 minggu setelah
pemangkasan (MSP) hingga dilakukan pemetikan jendangan. Pengamatan
dilakukan terhadap 5 buah tunas pada 5 tanaman contoh yang diambil
secara acak pada patok-patok yang terdapat pada blok E2.
Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan uji t – student pada taraf
nyata 0.05 yang dilakukan pada variabel tinggi pangkasan terhadap standar kebun.
Ada pun rumus t - student yang digunakan yaitu:
Keterangan:
x1 , x2 = Rata-rata pengamatan 1 dan 2
S1
2, S2
2 = Ragam contoh 1 dan 2
n1 , n2 = Jumlah pengamatn 1 dan 2
Sp = Simpangan baku gabungan
( ) ( )
2
1 1
1 1
1 2
2
2
1
2
1 2
1 2
+ −
− + −
=
⎟⎠
⎞
⎜⎝
⎛ +
⎟⎠
⎞
⎜⎝⎛ −
− =
− −
n n
n S n S
Sp
n n
Sp
x x
t student
KEADAAN UMUM KEBUN TAMBAKSARI
Sejarah Perkebunan
Kebun Tambaksari merupakan penggabungan dari Perkebunan Tambakan,
Perkebunan Bukanagara, Perkebunan Kasomalang dan Perkebunan Sarireja.
Perkebunan Tambakan didirikan oleh Pamanoekan dan Tjiasem Lands (P&T)
milik Kerajaan Inggris pada tahun 1812. Perkebunan ini meliputi daerah Pekalongan,
Bandung, Garut, Cianjur, Banten dan Sumatera Selatan dengan kantor
pusat di Subang, dan kedudukan pemegang sahamnya berada di London. Tahun
1839 diambil alih pengelolaannya oleh pemerintah Belanda. Selanjutnya
pemerintah Belanda tahun 1902 melakukan pembukaan perkebunan Bukanagara.
Untuk mengelola pucuk yang dihasilkan, tahun 1906 mulai didirikan Pabrik Teh
Ortodok Kasomalang. Kemudian pada tahun 1910 pengelolaannya diambill alih
kembali oleh pemerintah Inggris, dan mulai didirikan Pabrik Ortodok Tambakan.
Pada tahun 1964 dinasionalisasi menjadi PNP Dwikora IV (1964-1970),
dengan kantor Direksi berada di Subang. Selanjutnya beberapa kali pengalihan
pengelolaan menjadi PP Subang (1970-1973), PT Perkebunan XXX (1973 -
1979), PT Perkebunan XIII (1979-1995). Saat pengelolaan oleh PT Perkebunan
XIII dilakukan penggabungan keempat perkebunan tersebut tahun 1979 menjadi
Kebun Tambaksari, dan dengan pertimbangan pasar teh CTC untuk tahun mendatang
lebih baik maka dilakukan perubahan sistem pengolahan menjadi Pabrik
CTC Tambaksari.
Mulai tanggal 11 Maret 1996 melebur dengan PTP XI dan XII menjadi PT
Perkebunan Nusantara VIII yang berkantor pusat di Jalan Sindangsirna nomor 4
Bandung. Saat ini Kebun Tambaksari mengelola 5 Afdeling Komoditas Teh yaitu
Afdeling Tambaksari, Kasomalang, Palasari, Kasomalang dan Bukanagara, serta
mengelola 1 Afdeling Kakao yaitu Sindangsari. Komoditas lainnya yang ditanam
adalah Kina (Afdeling Bukanagara) dan Kelapa Sawit (Afdeling Tambaksari,
Sindangsari dan Kasomalang).
Tanggal 14 April 1999, guna meningkatkan mutu dan kapasitas olah teh
jadi, didirikan Pabrik Teh CTC Bukanagara. Awal pengelolaan, Pabrik
Bukanagara hanya mengolah Teh Jadi sampai kering “belong” dan dipasarkan
dengan nama Pabrik Tambaksari. Kemudian secara bertahap diadakan penambahan
mesin sortasi dan perbaikan proses, sehingga mulai tahun 2001 telah
memiliki “brand name” Pabrik Teh Hitam CTC Bukanagara.
Deskripsi Geografis
Perkebunan Tambaksari terletak pada ketinggian 480–1200 m diatas permukaan
laut dengan suhu maksimum 28° C dan suhu minimum 15°C. Rata-rata
hujan didaerah ini berkisar 2000 - 5000 mm per tahun dengan kelembaban 60-
90%. Secara umum Perkebunan Tambaksari bertopografi datar dan bergelombang.
Jenis tanahnya berupa tanah vulkanik dan andosol dengan PH berkisar
antara 5.5-6.5. Perkebunan Tambaksari terletak di beberapa Desa dan 3
(tiga) Kecamatan, yaitu Desa Tambakan,Desa Bunihayu, Desa Jalan Cagak, Desa
Palasari, Desa Kumpay masuk wilayah Kecamatan Jalan Cagak; Desa Sarireja,
Desa Kasomalang Wetan, Desa Kasomalang Kulon masuk wilayah kecamatan
Kasomalang; dan Desa Cupunagara masuk wilayah Kecamatan Cisalak. Jarak
Pabrik Teh Tambaksari dari ibukota propinsi 45 km, jarak dari ibukota kabupaten
15 km, 3 km dari kecamatan, Pabrik Pengolahan Tambaksari terletak di Desa
Tambakan, dan Kantor Induknya terletak di Desa Kasomalang Kulon, Kecamatan
Kasomalang serta Pabrik Bukanagara terletak di Desa Cupunagara, Kecamatan
Cisalak.
Potensi Kebun
Bidang usaha PT.Perkebunan Nusantara VIII Kebun Tambaksari adalah
membudidayakan dan mengolah komoditi hasil perkebunan berupa teh, kakao,
kelapa sawit dan kina.Bidang usaha lain diluar core business yang sedang dirintis
adalah agrowisata, dalam bentuk wisata proses pembuatan teh ke Pabrik
Tambaksari dan Tea Walk. Juga melayani permintaan penggunaan bangunan dan
areal perusahaan untuk kegiatan shooting film atau pembuatan iklan.
Luas Areal Konsesi dan Produksi
PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Tambaksari mempunyai luas areal
seperti tercantum pada Tabel 1:
Tabel 1. Luas Areal Konsesi Kebun Tambaksari, PTPN VIII
Uraian Luas (ha)
Tanaman teh menghasilkan
Tanaman kina menghasilkan
Tanaman sawit belum menghasilkan
Tanaman sawit tahun ini
Persemaian teh
Persemaian sawit
Tanaman lancuran teh
Tanaman kepedulian lingkungan
Lahan cadangan
Emplasemen/perumahan
Jalan/jembatan
Fasilitas olahraga
Fasilitas pemakaman (tpu)
Hutan/jurang/sungai
Pihak ke 3
1 154.343
204.514
355.670
194.041
1.109
8.424
53.250
62.470
529.792
32.433
39.257
7.350
6.181
430.683
14.074
Jumlah 3 093.591
Sumber: Selayang Pandang Kebun Tambaksari 2008
Jenis dan Volume Produksi Teh yang dihasilkan
Produksi teh kering yang dihasilkan pabrik teh CTC Tambaksari dan
Bukanagara sebesar 2.800 ton/tahun. Jumlah produksi yang dihasilkan 75%
kualitas ekspor dan 25% kualitas lokal. Jenis teh yang dihasilkan adalah BP 1, PF
1, PD, D 1, Fann, D 2, FNGS 2, BM 2 dan Pluff.
Karakter dan Keunggulan Mutu Teh yang Dihasilkan
Keunggulan mutu teh Pabrik Tambaksari dari segi appereance yang didukung
oleh liquor khas low land. Untuk Pabrik Bukanagara keunggulan mutu
teh yang dihasilkan segi appereance dan liquor khas medium land. Dalam rangka
menjaga konsistensi kualitas teh hasil jadi serta menjaga keamanan produk dan
hubungan ketenagakerjaan. Kebun Tambaksari telah mengimplementasikan
sistem manajemen mutu SNI (Standar Nasional Indonesia) di Pabrik Tambaksari
dan ISO 22000:2005 (Food Safety Management) di Pabrik Bukanagara. Serta menerapkan
ETP (Ethical Tea Partnership) di semua lini Kebun Tambaksari.
Manajemen Karyawan dan Kebun
Struktur manajemen Kebun Tambaksari dipimpin oleh seorang
Administratur yang bertanggung jawab pada Direksi PTPN VIII. Seorang Administratur
dalam menjalankan tugasnya menggunakan sistem organisasi garis yang
membagi wewenang dan tanggung jawab di dalam setiap tingkat. Wewenang dan
tanggung jawab yang didelegasikan menjadi tanggung jawab bagi pemegangnya
sekaligus memberi wewenang untuk menentukan kebijakan mengenai tugas yang
diberikan. Dalam pekerjaannya seorang Administratur dibantu seorang Sinder
Kepala, 1 Sinder TUK, 6 Sinder Kebun, 1 Sinder Teknik dan 2 Sinder Pengolahan.
Berikut merupakan tugas dan wewenang dari masing-masing jabatan:
1. Administratur, bertugas menyusun rencana kerja dan anggaran belanja,
mengelola kebun berdasarkan rencana, kebijakan dan peraturan direksi,
serta menetapkan kebijaksanaan dalam mengelola kebun dan bertanggung
jawab terhadap direksi PTPN
2. Sinder Kepala bertugas mengelola dan mengkoordinir pekerjaan yang berada
dibawah pengawasannya serta bertanggung jawab pada Administratur.
3. Sinder Pengolahan bertugas melaksanakan kegiatan pengolahan dan menyelenggarakan
administrasi produksi pengolahan sesuai kebijakan Administratur
serta bertanggung jawab pada Administratur.
4. Sinder Afdeling bertugas melaksanakan dan mengelola kebun sehari-hari
serta bertanggung jawab pada Administratur.
5. Sinder Teknik bertugas menyelesaikan pekerjaan yang berhubungan dengan
mesin-mesin produksi, kendaraan, bangunan, anstalasi listrik dan air,
serta melaksanakan administrasi teknik sesuai dengan kebijakan Administratur
serta bertanggung jawab pada Administratur.
6. Sinder Tata Usaha Kebun (TUK) bertugas menyelenggarakan dan menyelesaikan
pekerjaan yang berhubungan dengan tata usaha personalia,
keuangan dan penggudangan serta bertanggung jawab pada Administratur.
Tabel 2. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Umur di Kebun Tambaksari
Tahun 2008
No Gol Umur (tahun) Jumlah
18-25 26-35 36-45 46-55 >55
1
2
3
4
IIIA-IVD (Staf)
IB-IID (Bulanan)
IA (KHT)
KHL
2
8
13
294
1
20
118
37
2
54
205
484
9
73
215
362
1
20
-
295
15
175
551
1812
Jumlah 317 516 745 659 316 2553
Sumber: Kantor Induk Kebun Tambaksari 2008
Ketenagakerjaan
Peraturan ketenagakerjaan di Perkebunan Tambaksari selalu berdasarkan
kepada peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Untuk karyawan staf berdasarkan
PKB (Perjanjian Kerja Bersama) dan Undang-Undang No 13 tahun 2003.
Bagi karyawan yang memperlihatkan prestasi kerja yang baik dan dedikasi yang
tinggi maka terbuka kemungkinan untuk meningkatkan karirnya dalam status kepegawaian
yang lebih tinggi. Karyawan wanita maupun laki-laki disamakan
dalam Peraturan Perusahaan (tidak didiskriminasi). Bagi karyawan staf dan harian
diberikan tunjangan pensiun dari Dapenbun (Dana Pensiunan Perkebunan) yang
dihitung berdasarkan masa kerja dan tingkat karyawan bulanan dan harian juga diasuransikan
kepada PT Jamsostek. Tenaga kerja pelaksana seperti pemetikan
umumnya berasal dari desa-desa di sekitar Kebun Tambaksari.
Jumlah jam kerja berlaku di Perkebunan Tambaksari adalah 7 jam kerja
setiap harinya, kecuali pada hari Jumat hanya 6 jam atau kurang lebih 38-40 jam
setiap minggunya. Kelebihan jam kerja kerja dihitung sebagai lembur. Jumlah hari
kerja setiap minggunya adalah 6 hari kerja, dengan 1 hari libur yaitu pada hari
minggu. Bagian pengolahan libur pada hari Senin karena pada hari Minggu pemetikan
tidak dilakukan sehingga tidak ada pucuk yang akan diolah.
Kesejahteraan Karyawan
Sistem upah, tunjangan, santunan sosial dan jaminan sosial karyawan
Kebun Tambaksari mengacu pada Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara
Direksi PTPN VIII dengan Serikat Pekerja Perkebunan (SP-BUN) PTPN VIII.
Pembayaran upah dilaksanakan dengan berpedoman kepada Upah Minimum
Sektor Perkebunan (UMSP) Jawa Barat yaitu Rp 629 000,-/bulan. Dengan berlakunya
PKB maka bagi semua pegawai diberikan tunjangan cuti, tunjangan
khusus, tunjangan jabatan, tunjangan kesehatan, tunjangan hari besar keagamaan
(THR), bonus, pakaian dan Insentif Prestasi (IP). Selain itu, setiap karyawan juga
mendapatkan hak cuti tahunan (12 hari kerja dengan tunjangan cuti sebesar 50 %
dari gaji dan tunjangan tetap), cuti panjang setiap 6 tahun (30 hari kalender
dengan tunjangan cuti sebesar satu kali gaji ditambah tunjangan tetap), bantuan
pemondokan bagi anak sekolah, bantuan kematian, pengharagaan masa kerja 25,
30 dan 35 tahun, santunan hari tua, fasilitas perumahan dan listrik dan air.
Perusahaan Perkebunan juga menyediakan sarana dan prasarana untuk kegiatan
olahraga, kesenian dan pembinaan mental karyawan. Saat ini sarana
olahraga terdiri dari : lapangan tenis, tenis meja, lapangan sepak bola dan lapangan
volley ball sedangkan sarana kesenian yang dimiliki yaitu keyboard. Kegiatan
pembinaan mental secara rutin dilaksanakan baik bekerja sama dengan Biltandam
Siliwangi maupun dengan Mubaligh baik dari karyawan Perkebunan, tokoh
agama sekitar Perkebunan maupun dari luar Kecamatan Jalan Cagak dimesjid
yang ada dilingkungan Kebun Tambaksari. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga,
pihak perkebunan juga memiliki Koperasi Karyawan yang menyediakan dan memasok
kebutuhan bahan pokok keluarga serta simpan pinjam.
Upaya Meningkatkan Kerja Kebun
PT Perkebunan Nusantara VIII menyadari tanggung jawabnya untuk mencapai
tujuan unit kerja yaitu :
a. Mengelola tanaman sesuai dengan teknis dan dapat berproduksi secara
berkelanjutan.
b. Menghasilkan produk jadi yang berkualitas dan mempunyai daya saing
tinggi di pasar teh dunia.
c. Memberikan konstribusi keuntungan bagi perusahaan, menambah devisa
negara serta memberikan konstribusi terhadap pembangunan masyarakat
sekitar perkebunan.
Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk memperbaiki kinerja kebun adalah:
a. Melaksanakan program new planting dan re-planting, Compacting dan
Suplaying TBM
b. Penanaman pohon pelindung yang berfungsi untuk wind breaker, pelindung
tanaman, mempertahankan iklim mikro dan sebagai penambah bahan
organik tanah.
c. Melaksanakan konservasi tanah dan air dengan pembuatan rorak, perbaikan
struktur tanah (penggarpuhan, benam serasah pangkasan), penambahan
bahan organik dan pembuatan embung-embung.
d. Meningkatkan kualitas bahan baku pucuk yang diolah dipabrik, untuk meningkatkan
persentase mutu I, meminimalisasi off grade dan meningkatkan
skoring mutu teh jadi sehingga harga jual meningkatkan diapresiasi
oleh pasar.
e. Melaksanakan proses pengolahan sesuai dengan sistem manajemen mutu
yang didukung oleh peralatan yang selalu dalam keadaan siap pakai.
f. Penggunaan tenaga kerja sesuai dengan kepentingan sehingga efektif dan
efisien.
g. Melaksanakan monitoring pengendalian biaya baik mingguan maupun
bulanan.
Program Kepedulian Masyarakat
Manajemen Kebun Tambaksari menyadari sepenuhnya bahwa untuk
mempertahankan kelangsungan usaha dalam jangka panjang diperlukan kemitraan
yang harmonis dengan masyarakat sekitar perkebunan. Untuk itu beberapa kegiatan
kepedulian masyarakat dilaksanakan oleh pihak kebun, antara lain:
a. Pembentukan Forum Komunikasi Peduli Kebun (FKPK) yang melibatkan
Serikat Pekerja Pekerbunan (SP-BUN), Muspida, Kepala Desa, tokoh
masyarakat dan ulama sekitar perkebunan.
b. Pelaksanaan program tumpang sari untuk Ketahanan Pangan, yaitu
memberi kesempatan kepada masyarakat sekitar perkebunan yang tidak
memiliki lahan untuk menggarap di lahan HGU kebun dengan sistem
tumpang sari melalui perjanjian pinjam pakai lahan garapan yang apabila
suatu saat diperlukan perkebunan harus diserahkan kembali.
c. Pembentukan kelompok-kelompok tani penggarap lahan dan pemberian
penyuluhan usaha tani terhadap anggota petani penggarap.
d. Pemberian bantuan dalam pembangunan sarana ibadah seperti mesjid,
madrasah, pondok pesantren, dsb.
e. Perbaikan sarana jalan dan jembatan umum, serta penanaman tanaman
pelindung untuk resapan air yang bekerjasama dengan masyarakat sekitar.
f. Latihan olah raga bersama dengan masyarakat dan instansi terkait sekitar
perkebunan.
g. Pagelaran hiburan baik musik maupun qasidah bagi masyarakat sekitar
perkebunan.
PELAKSANAAN KEGIATAN LAPANG
Aspek Tenis
Persemaian
Persemaian adalah tempat penyediaan bibit untuk new planting, replanting
dan supplying khususnya untuk kebutuhan di PTPN VIII dan kalau
masih ada sisa dijual ke perkebunan lain. Perkebunan Tambaksari memiliki areal
persemaian teh di Afdeling Tambaksari yang berlokasi di belakang salah satu
pabrik pengolahan teh Perkebunan Tambaksari yaitu di Desa Tambakan. Syarat
lokasi yang baik untuk persemaian adalah terbuka dari cahaya matahari dan
drainasenya baik, dekat dengan sumber air, dekat dengan sumber tanah untuk
pengisian polybag serta dekat dengan jalan untuk memudahkan dalam pengangkutan.
Lahan yang akan digunakan sebagai tempat persemaian harus bersih dari
tunggul-tunggul pohon dan batu. Bangunan untuk naungannya dibuat setinggi 2 m
dari permukaan tanah. Dinding dan atapnya terbuat dari bambu dengan persentase
sinar matahari yang masuk sekitar 25% sampai dengan 35% dengan kelembaban
>80%. Bangunan dilengkapi dengan selokan, bak air dan jalan control. Luas areal
persemaian di Afdeling Tambaksari ini adalah 14 patok yaitu sekitar 5 600 m2
yang bisa menampung 350 000 bibit .
Media tanam yang digunakan adalah tanah yang sudah diberakan lebih
dari dua tahun atau bisa juga dari tanah hutan. Derajat keasaman (pH) tanah yang
diisyaratkan sebagai media tanam persemaian adalah 4.5 sampai dengan 5.5.
Untuk tanah dengan pH >5.5 diberi tawas dengan dosis 600 g/m3 untuk top soil
dan 1000 g/m3 untuk sub soil. Tanah lapisan atas (top soil) harus dipisahkan dari
tanah lapisan bawah (sub soil). Kemudian tanah tersebut diayak dengan ayakan
berdiameter 1 cm untuk memisahkan tanah dari sisa-sisa akar, rumput, batu-batu
dan kotoran lainnya. Kegiatan pengayakan ini dimaksudkan juga untuk memutuskan
gaya kapiler sehingga evapotranspirasi turun agar tanah relatif lebih
tahan terhadap kondisi kekurangan air. Sebelum tanah dimasukkan ke dalam
polybag, top soil harus dicampur dengan pupuk TSP 500 g dan KCl 300 g untuk
1 m3 tanah.
Bedengan dibuat dengan ukuran lebar 1 × 20 m serta jarak antar bedengan
sekitar 50 cm. Selang beberapa bedengan dibuat bak sederhana untuk penampungan
air. Untuk klon dengan jenis berbeda ditanam pada bedengan yang terpisah.
Polybag atau bekong yang digunakan berukuran 12 × 25 cm dengan tebal 0. 04
mm dan berwarna putih. Bekong dilubangi sebanyak 12 buah tersebar beraturan
10 buah di badan bekong dan 2 buah di bagian bawahnya. Pengisian tanah dilakukan
dengan cara memasukkan 2/3 bagian top soil terlebih dahulu dan 1/3 bagian
lagi diisi dengan sub soil. Hal ini dimaksudkan agar pergerakan akar bisa lebih
cepat menuju tanah pada bagian bawah yang diisi dengan top soil karena mengandung
lebih banyak unsur hara dibanding sub soil. Tanah yang dimasukkan
harus dalam keadaan lembab, tidak boleh kering atau terlalu basah. Pengisian
tanah tidak boleh terlalu padat tapi cukup digejlug beberapa kali saja. Setelah itu
dilakukan fumigasi dengan larutan fumigant yang berbahan aktif Natrium Metan
dosis 150 cc/ 20 l untuk 700 bekong, lalu disungkup dengan plastik sungkup yang
berukuran 2 × 20 m. Rangka sungkup dibuat dengan ketinggian 50 cm sampai
dengan 60 cm dari permukaan bekong. Tujuan dilakukan fumigasi ini adalah untu
mensterilkan tanah dari Nematoda. Setelah itu dibiarkan selama 1 sampai dengan
2 minggu, dan diangin-anginkan selama 1 sampai dengan 2 minggu.
Metode pembibitan yang dilakukan di Kebun Tambaksari ini adalah metode
stek satu buku (single node cutting). Klon yang dijadikan bahan tanam
adalah klon Gambung 7 dengan pertimbangan tingkat produktivitasnya yang
tinggi dan Gambung 3 dengan pertimbangan tingkat kandungan zatnya seperti
katekin dan riboflavin yang tinggi. Pemilihan klon untuk perbanyakan karena
tingkat keseragamannya yang tinggi dalam hal produktivitas, lebih tahan kekeringan
dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
Stek yang biasa dipakai adalah bagian tengah stekres yang berwarna hijau
tua, diharapkan dalam satu stekres bisa dihasilkan 3 sampai dengan 4 cutting. Pemotongan
stekres dilakukan kurang lebih 0. 5 cm diatas dan 3 cm sampai dengan
4 cm di bawah ketiak daun dengan kemiringan 45o menggunakan pisau stek yang
tajam. Stekres yang sudah dipotong direndam dulu ke dalam larutan fungisida
Dithane selama 2 sampai dengan 3 menit.
Luka bekas irisan bagian bawah dicelupkan dulu ke dalam larutan zat
pengatur tumbuh Rootone, kemudian ditiriskan beberapa saat. Stekres ditanam ke
dalam bekong yang sudah disiram air secukupnya lalu ditekan dengan 2 jari pada
pangkal batang agar tidak goyah. Penyiraman dilakukan lagi setelah stekres
selesai ditanam. Bedengan segera disungkup dengan membenamkan bagian tepi
dan samping lembaran sungkup pada sisi bedengan, kemudian ditimbun tanah.
Plastik sungkup tidak boleh bocor dan harus rapat.
Pemeliharaan dilakukan setiap 1 minggu sampai 2 minggu sekali dengan
pemberian pupuk daun Bayfolan konsentrasi 10 ml/ 20 l air (satu pompa). Setelah
bibit sudah berumur 5 sampai dengan 6 bulan pemupukan dapat diselingi dengan
pupuk Urea konsentrasi 0. 5%, 1%, 2% dengan giliran dua minggu sekali. Selain
itu setiap 3 bulan sekali diberikan pupuk Urea 2.5 kg + 2.5 kg TSP + 2.5 kg KCl +
50 kg pupuk kandang untuk 2 drum (200 l). Pupuk ini cukup untuk 350 000 bibit
dengan takaran 1 botol balsem untuk tiap bibit.
Setelah bibit berumur 3 sampai dengan 4 bulan dlakukan pembukaan
sungkup secara bertahap yaitu 2 minggu pertama yang dibuka ujung-ujungnya
saja dari jam 07.00-10.00 pagi, 2 minggu kemudian setengah sungkup memanjang
dibuka dari jam 07.00-10.00 pagi dan sungkup baru dibuka seluruhnya secara bertahap
dengan pembukaan ditingkatkan setiap 2 minggu dari 4 jam, 6 jam, 8 jam
dan 12 jam sampai tanpa sungkup. Sungkup dibuka seluruhnya pada umur 6 sampai
dengan 7 bulan.
Pada saat bibit berumur 3 sampai dengan 4 bulan dilakukan inventarisasi
bibit yang hidup dan mati tanpa memindahkan bekong. Jika sudah mencapai ketinggian
25 cm dilakukan tipping pada ketinggian 20 cm untuk membentuk percabangan.
Setelah berumur 6 sampai dengan 7 bulan dilakukan seleksi bibit menurut
ketinggian dengan kriteria sebagai berikut: tinggi >25 cm dengan jumlah
minimal 5 sampai dengan 6 helai daun termasuk kelas A, tinggi 15-25 cm dengan
jumlah minimal 3 sampai dengan 4 helai daun termasuk kelas B dan tinggi <15
cm dengan jumlah minimal 2 helai daun termasuk kelas C. Perlakuan selanjutnya
yaitu untuk bibit kelas C disungkup kembali selama 1 sampai dengan 1.5 bulan,
dan untuk bibit kelas A dan B disusun menurut kelasnya dengan jarak yang lebih
renggang (setiap dua baris bekong diselingi jarak 10 cm). Khusus untuk bibit
kelas A sudah mulai diadaptasikan dengan kondisi luar dengan cara mengurangi
naungan kolektif. Hasil seleksi setiap klon harus dipisahkan agar tidak tercampur
dengan klon lainnya.
Selama kegiatan magang, mahasiswa mengikuti kegiatan persemaian
selama 3 hari. Kegiatan yang diikuti adalah pengambilan stekres dan penanaman
stekres dengan prestasi kerja 375 bekong/HK, sedangkankan standarnya adalah
500 bekong/HK.
Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan untuk tanaman menghasilkan
terdiri dari pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan,
dan pemangkasan.
Pengendalian Gulma. Gulma diartikan sebagai jenis tumbuhan yang
tumbuh pada tempat yang tidak diinginkan, tidak dikehendaki kehadirannya
karena kemampuan bersaingnya dengan tanaman pokok dan salah satu penyebab
rendahnya hasil tanaman akibat persaingan dalam penyerapan unsur makanan, air
sinar matahari dan ruangan tempat tumbuh. Pengendalian gulma bertujuan
menekan kerugian yang ditimbulkan oleh gulma hingga serendah mungkin
melalui tindakan pemberantasan (eradikasi) jenis-jenis gulma yang sulit dan
mahal dikendalikan atau penekanan pertumbuhan jenis-jenis gulma tertentu yang
relatif kurang merugikan. Jenis, komposisi dan kondisi vegetasi gulma
menentukan kebijakan pengendalian gulma yang efektif. Program pengendalian
dilakukan berdasarkan monitoring penyebaran gulma (populasi), identifikasi jenis
gulma, evaluasi program pengendalian sebelumnya dan perbaikan cara
pengendalian yang akan dilakukan.
Sistem pengendalian gulma di Perkebunan Tambaksari khususnya
Afdeling Kasomalang secara manual dan kimiawi sedangkan pelaksanaannya disesuaikan
dengan keadaan di lapang. Pembagian waktu pengendalian ini berdasarkan
kerapatan gulma yang ada di areal tersebut areal Tahun Pangkas Pertama
(TP1) merupakan areal yang banyak ditumbuhi gulma karena tajuk tanamannya
belum terlalu lebar. Sehingga biji-biji gulma yang terdapat di dalam tanah
mendapatkan pencahayaan yang cukup untuk pertumbuhannya. Sedangkan di
areal TP2 dan TP3, gulma lebih jarang ditemukan karena tajuk tanaman sudah
menutupi tanah jadi gulma menjadi sulit berkembang, Akan tetapi. Afdeling
Kasomalang populasi tanamannya jarang sehingga kerapatan gulma di TP2 dan
TP3 tetap saja tinggi. Berdasarkan analisis ekonomi, untuk kombinasi penyiangan
manual dan kimia yang efektif secara teknis dan efisien secara ekonomi dapat
dilihat pada Tabel 3:
Tabel 3. Kombinasi Penyiangan Manual dan Kimia di Kebun Tambaksari
Umur
Pangkas
(Bulan)
Kombinasi Jumlah
aplikasi 1
tahun (kali)
Daur
Pengendalian
(hari)
% Areal yang
disiang per
bulan
Manual
(kali)
Kimia
(kali)
TP 1 (0-12) 3 6 9 40 75
TP 2 (13-24) 3 5 8 45 67
TP 3 (25-36) 3 3 6 60 50
TP 4 (>36) 2 3 5 70 40
Sumber: Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Teh, PT Perkebunan Nusantara VIII
2003
Jenis gulma yang terdapat di Perkebunan Tambaksari beragam, antara lain
adalah Mikania micrantha (arei), Ageratum conyzoides (rumput bau/ babadotan),
Borreria latifolia (bayakyak/goletrak), Clidemia hirta (harendong), Clibadium
surinamense (kirinyuh), Cyperus rotundus (teki), Drymaria cordata (rumput
ibun), Brachiara mutica (rumput jampang), Erechtites valerianifolia (sintrong),
dan Setaria palmifora (sauhen).
Pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan cara mencabut
gulma, membabad atau memotong gulma sampai ketinggia 5-10 cm dari permukaan
tanah dan jojo untuk gulma yang berada di atas bidang petik. Alat yang digunakan
sabit yang dibawa sendiri oleh pekerja atau tidak disediakan oleh kebun.
Biasanya kegiatan pengendalian secara manual ini hanya dilakukan pada areal
TP1 kemudian dimanual lagi setelah memasuki TP3. Pengendalian gulma pada
TP1 dilakukan 2 BSP (Bulan Setelah Pangkas) setelah dilakukan beres cabang
dan gosok lumut pada 1 BSP. Prestasi kerja untuk pengendalian gulma secara
manual adalah 0. 08 sampai dengan 0. 1 ha (2 - 2. 5 patok)/HK dengan sistem
kerja borongan.
Pengendalian secara manual dilakukan untuk mengeradikasi atau hanya
untuk menekan pertumbuhan gulma (Gambar 1). Pengendalian manual atau
mekanis ini bersifat tidak efektif untuk mengendalikan atau mengeradikasi
populasi jenis gulma tahunan terutama yang berkembang biak secara vegetatif,
tidak selektif terhadap target gulma dan tidak mengubah komposisi gulma. Hasil
pengendalian masih menunjukkan potensi pertumbuhan kembali gulma-gulma
tersebut. Pengendalian secara manual lebih diutamakan pada gulma yang tidak
mati oleh herbisida.
Gambar 1. Kegiatan Pengendalian Gulma secara Manual
Pengendalian gulma secara kimia adalah kegiatan pengendalian
menggunakan bahan-bahan kimia (herbisida) dengan tujuan menekan atau mengurangi
kegiatan gulma dalam pertumbuhannya (Gambar 2). Penggunaan jenis
herbisida harus memperhatikan keuntungan dan efek sampingnya tehadap
tanaman. Pengendalian gulma secara kimia sebaiknya dilakukan pada saat gulma
sedang tumbuh aktif. Selain itu arah penyemprotan hendaknya searah dengan arah
angin agar jangkauan semprot lebih luas dan tidak boleh mengenai daun teh
karena bisa meracuni daun teh.
Gambar 2. Kegiatan Pengendalian Gulma secara Kimia
Herbisida yang digunakan ditentukan oleh perusahaan, biasanya yang digunakan
adalah jenis herbisida sistemik berbahan aktif glifosat. Dosis herbisida
yang digunakan adalah 1. 5 l/ha untuk TP 1, 1. 25 l/ha untuk TP 2 dan 0. 75 - 1
l/ha untuk TP 3. Pada musim kemarau dosis dikurangi menjadi 1. 2 l/ha untuk
TP1, 1 l/ha untuk TP 2 dan 0. 75 l/ha untuk TP 3. Pengurangan dosis ini dilakukan
karena pada musim kemarau herbisida lebih mudah bereaksi.
Alat semprot yang digunakan adalah alat semprot gendong bertekanan
tetap (level operated knapsack sprayer) dengan kapasitas 20 l dengan nozel
merah, kuning, biru dan hijau. Alat bantunya berupa derigen plastik kapasitas 20 l
sebanyak 2 buah per laden, gelas ukur plastic 150 cc dan perlengkapan keselamatan
kerja. Pelaksanaan penyemprotan dimulai dari tepi atau pinggir kebun dan
mengarah ke tempat air dan air yang digunakan sebagai pelarut herbisida harus
bersih. Sebelum dilakukan penyemprotan alat semprot gendong terlebih dahulu
dipompa sebanyak 8 kali untuk mencapai tekanan yang konstan dan selanjutnya
dipompa 1 kali setiap 2 langkah pada saat penyemprotan. Untuk hasil yang baik
posisi nozel kurang lebih 40 cm di atas permukaan tanah, setiap penyemprot
mengisi satu gawangan antar barisan tanaman teh. Setelah selesai alat semprot
berikut kelengkapannya harus dicuci setiap habis digunakan, penyemprot melaporkan
hasil kerja kepada mendor dan kerusakan alat semprot harus segera dilaporkan
kepada mandor untuk dapat segera diperbaiki
Aplikasi herbisida dilakukan dibawah pengawasan seorang mandor
herbisida dengan 12 orang pekerja yang terdiri dari 8 orang penyemprot dan 4
orang laden (tukang angkut air). Areal yang bisa dikendalikan dengan 1 pompa
yang berkapasitas 20 l adalah seluas 500 m2 dalam waktu 11 menit/ 20 l atau 1
menit 8 detik/ 1 liter. Standar kerja pengendalian gulma secara kimia adalah 10
pompa per hari untuk areal seluas 0. 5 ha (12. 5 patok)/HK dengan sistem kerja
borongan. Selama keiatan magang, mahasiswa mengikuti kegiatan pengendalian
gulma ini selama 5 hari. Pengendalian gulma manual selama 2 hari dengan
prestasi kerja 0. 004 ha (0.1 patok)/HK dan pengendalian gulma secara kimia
selama 3 hari dengan prestasi kerja 0. 02 ha (0. 5 patok)/HK
Pengendalian Hama dan Penyakit. Hama dan penyakit dapat merusak
kualitas dan menurunkan nilai ekonomi hasil tanaman. Kerugian langsung dapat
berupa berkurangnya produksi dan secara tidak langsung berupa merananya
tanaman. Tujuan pengendalian hama dan penyakit ini adalah untuk menekan
populasi serangga yang merugikan tanaman. Sasarannya adalah produktivitas
tanaman dapat tetap optimal sesuai dengan potensinya, menekan kerugian akibat
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) hingga sekecil mungkin dan
meminimalkan penggunaan pestisida. Kegiatan pengendalian hama dan penyakit
dilaksanakan bersamaan dengan pemupukan daun yaitu sehari setelah dilakukan
pemetikan apabila terdapat serangan (Gambar 3).
Gambar 3. Kegiatan Pengandalian Hama dan Penyakit
Hama yang menyerang tanaman teh di Perkebunan Tambaksari khususnya
Afdeling Kasomalang adalah Empoasca sp dan Helopeltis antonii, masih terdapat
jenis hama lainnya yang keberadaannya belum mempengaruhi produksi pucuk.
Sedangkan jenis penyakit yang menyerang tanaman teh adalah cacar daun teh
(Blister blight) yang disebabkan oleh jamur Exobasidium vexans. Biasanya arealareal
yang terserang hama sudah ditandai oleh pengamat dengan memberikan
tanda berupa plastik berwarna putih untuk Helopeltis antonii, warna merah untuk
Empoasca dan warna hijau untuk tanaman yang terserang Blister blight. Pemetik
juga turut berperan dalam pengendalian hama dan penyakit dengan ikut
mengamati keberadaan hama dan penyakit pada saat mereka memetik pucuk teh
Empoasca sp. adalah hama yang menyerang daun muda dengan menghisap
cairan daun terutama melalui tulang daun dari bagian bawah permukaan daun.
Gejala serangan ringan menimbulkan warna coklat tua pada tulang daun dengan
luas areal yang terserang kurang dari 5% per patok. Gejala serangan sedang dapat
dilihat dari pinggir daun yang mengeriting dengan areal yang terserang 5% sampai
dengan 10% per patok. Gejala serangan yang berat menyebabkan daun muda berwarna
kuning kusam dan terjadi kematian pada pinggir daun dengan areal
serangan lebih dari 10% per patok. Penyebaran dapat bersifat aktif maupun pasif
melalui tiupan angin dan terbawa oleh pekerja.
Helopeltis antonii menyerang pucuk, daun muda dan internodia dengan
cara menusuk dan menghisap. Pada bagian yang terserang timbul bercak coklat
kehitaman dan akhirnya mengering. Bila ranting yang terserang maka kulit ranting
akan membengkak karena pertumbuhan kalus yang tidak teratur pada tempattempat
tusukan hama sehingga terjadi kanker cabang. Serangan ringan disebabkan
oleh serangga pada stadia mikung dengan luas areal serangan kurang dari 5% per
patok. Gejala serangan sedang dan berat disebabkan oleh serangga pada stadia
mikung dan indung dengan luas areal serangan sedang sekitar 5% sampai dengan
10% per patok dan luas areal serangan berat lebih dari 10% per patok.
Pengendalian Empoasca sp. dilakukan dengan menggunakan insektisida
berbahan aktif Imidakloprid dengan dosis 100 g/ha dan konsentrasi 20 g/ 15 l air.
Sedangkan Helopeltis dengan insektisida berbahan aktif propagid dengan
konsentrasi 0. 5-1 ml/l air. Alat yang digunakan yaitu motor sprayer kapasitas 15
sampai dengan 20 liter dengan jarak semprot mencapai 9 gawang (9 × 1. 2 m). Pengendalian
hama dan penyakit dilakukan pada pagi hari sebelum jam 10.00 WIB
atau sore hari karena pada siang hari hama-hama ini bersembunyi di balik daun
sehingga pengendalian menjadi tidak efektif. Hama berkembang biak dengan
pesat pada waktu musim hujan sedangkan musim kemarau populasinya menurun
sehingga pengendalian akan lebih efektif dilakukan pada musim kemarau.
Selain menggunakan bahan-bahan kimia atau insektisida untuk mengendalikan
hama, Perkebunan Tambaksari telah mengembangkan penggunaan
insektisida alami yaitu biosin. Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat satu
tong biosin adalah 1 ons terasi, 1 ons bawang merah, 1 ons bawang putih, Urea 2
kg, pupuk kandang 5 kg, daun-daunan (daun kacang babi, daun kirinyuh, daun
suren, daun marigol) sebanyak 25 kg dan air 200 l. Bahan-bahan ini kemudian dicampur
dan didiamkan selama 2 minggu sampai daun-daunan hancur. Penggunan
biosin dimaksudkan untuk menekan penggunaan insektisida, selain itu juga
berfungsi sebagai tambahan pupuk.
Penyakit yang menyerang tanaman teh di Perkebunan Tambaksari adalah
cacar daun teh (Blister blight) yang disebabkan oleh jamur Exobasidium vexans.
Bagian yang diserang adalah daun atau ranting yang masih muda. Gejala
serangannya yaitu infeksi pada peko dan daun ke 1-2-3, timbul bintik kecil tembus
cahaya dengan diameter 0. 25 mm, titik pusat bercak tidak berwarna dibatasi
cincin berwarna hijau (diameter 2-6 mm), menonjol ke bawah dengan permukaan
utuh, bercak akan semakin membesar sampai diameter 1 cm dan terbentuk spora
pada permukaan tonjolan. Kemudian lama kelamaan pusat bercak berwarna coklat
akhirnya mati dan warnanya coklat tua. Bercak bisa lepas sehingga daun menjadi
berlubang. Penyebarannya terjadi akibat spora yang diterbangkan angin dan terbawa
serangga atau manusia. Penyakit ini paling banyak menyerangi pada saat
musim hujan. Perkebunan Tambaksari sekarang menetapkan gilir petik 10 hari sehingga
secara tidak langsung bisa menekan berkembangnya penyakit cacar daun
teh (Blister blight) ini karena spora blister berkembang setelah 9 hari.
Selain hama dan penyakit yang disebutin di atas masih ada jenis hama dan
penyakit lain yang menyerang tanaman teh di Perkebunan Tambaksari yaitu
rayam dan penyakit jamur akar yang disebabkan oleh cendawan Ganoderma
pseudoferreum. Akan tetapi tingkat serangannya masih belum terlalu merugikan
sehingga kegiatan pengendaliannya tidak dilakukan seintensif pengendalian
Helopeltis, Empoasca dan penyakit Blister Blight. Prestasi kerja pengendalian
hama dan penyakit adalah 2. 08 ha (52 patok)/HK. Selama kegiatan magang,
mahasiswa mengikuti kegiatan pengendalian hama dan penyakit selama 3 hari
dengan prestasi kerja 0. 04 ha (1 patok)/HK.
Pemupukan. Pemupukan adalah memberikan unsur-unsur hara ke dalam
tanah dalam jumlah yang cukup sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman.
Tujuannya yaitu untuk meningkatkan daya dukung tanah terhadap peningkatan
pertumbuhan tanaman, produksi tanaman teh dan kesehatan tanaman. Prinsipprinsip
yang harus diperhatikan pada saat pemupukan adalah pemberian unsur
hara ke dalam tanah dan daun dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan
tanaman. Agar pemupukan yang dilakukan efektif dan efisien maka pemupukan
yang dilakukan harus tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, tepat waktu dan tepat
sasaran serta harus berwawasan lingkungan. Pemupukan yang dilakukan di
Perkebunan Tambaksari melalui dua cara yaitu melalui daun dan melalui akar.
Dosis dan jenis pupuk yang digunakan mengacu kepada surat edaran dari Direksi
PTPN VIII.
Pemupukan melalui daun dilakukan sehari setelah pemetikan bersamaan
dengan pengendalian hama dan penyakit. Pupuk daun yang digunakan adalah
pupuk Zn dengan konsentrasi yang digunakan 100 g/ 15 l air. Selain itu untuk
tambahan pupuk ditambahkan biosin yang dibuat sendiri oleh pekerja di kebun
dengan konsentrasi 500 cc/ 15 l air. Pemupukan melalui daun ini dimaksudkan
untuk mempercepat penyembuhan dari serangan hama atau penyakit, merangsang
pertumbuhan pucuk dan persiapan untuk menghadapi musim kemarau.
Pekerjaannya dimulai dari jam 05.30 sampai dengan jam 10.00 pagi WIB
karena stomata masih dalam keadaan terbuka sehingga pupuk bisa diserap dengan
sempurna. Apilikasi pupuk daun ini tergantung cuaca, kalau turun hujan biasanya
pemupukan tidak dilakukan karena pupuk akan tercuci oleh air hujan. Pemupukan
akan dilakukan pada sore hari atau keesokan harinya. Alat yang digunakan adalah
motor sprayer dengan kapasitas 20 l dan 15 l. Pekerjanya 4 orang yang terdiri dari
1 orang pencampur pupuk, 2 orang tenaga penyemprot dan 1 orang laden (tukang
angkut air). Prestasi kerja pemupukan daun adalah 2. 5 ha/HK dengan sistem kerja
borongan.
Pemupukan melalui akar dilakukan dengan cara disebar di sekitar
perakaran tanaman teh menggunakan tangan (Gambar 4). Pemupuk berdiri sejajar
kemudian bergerak bersamaan setelah diberi perintah oleh mandor. Pemupukan
lebih efektif dilakukan pada musim hujan yaitu apabila selama 10 hari curah hujan
sudah mencapai 60 mm dan tidak melebihi 300 mm. Kalau pemupukan dilakukan
pada musim kemarau hasilnya tidak akan efektif karena pupuk yang diberikan
akan lebih cepat menguap. Blok kebun yang akan dipupuk harus dalam kondisi
gulma yang terkendali. Kalau pengendalian gulmanya secara manual, pemupukan
sudah bisa dilaksanakan 1 sampai dengan 2 hari sesudahnya. Sedangkan
pengendalian gulma secara kimia, pemupukan baru boleh dilaksanakan setelah 8
sampai dengan 9 hari. Prinsip pengendaliannya adalah perakaran gulma tidak
boleh lebih dangkal dari perakaran tanaman teh supaya pupuk tidak lebih dulu
diambil oleh gulma.
Gambar 4. Kegiatan Pemupukan Melalui Tanah dengan Cara Disebar
Kegiatan pemupukan dimulai dari jam 06.00 pagi dan selesai tidak boleh
lebih dari jam 11.00 WIB. Pekerjanya ada 23 orang yang terdiri dari 16 orang
tenaga pemupuk semuanya wanita dan 7 orang tukang angkut pupuk. Kebutuhan
tenaga kerja pemupukan disesuaikan dengan luas areal blok kebun dan tonase
pupuk dan perbandingan antara tenaga pemupuk, pemikul dan tukang congkong
disesuaikan dengan kebutuhan. Sinder Afdeling, Mandor Besar, Mandor, Petugas
Gudang dan Satpam terlibat langsung dalam pelaksanaan pemupukan. Prestasi
kerja untuk pemupukan akar dengan cara disebar adalah 0. 48 ha (12 patok)/HK
dengan sistem kerja borongan. Selama kegiatan magang, mahasiswa mengikuti
kegiatan pemupukan selama 2 hari. Pemupukan daun selama 1 hari dengan
prestasi kerja 0. 05 ha (1. 25 patok)/HK dan pemupukan akar selama 1 hari
dengan prestasi kerja 0. 2 ha (5 patok)/HK.
Pupuk yang akan diaplikasikan sudah dicampur (dioplos) terlabih dahulu
oleh tenaga pencampur di gudang. Jumlah pupuk yang dicampur harus sesuai
dengan yang tercantum di AU-58 (bon pengambilan barang), pencampuran
dilakukan maksimal 24 jam sebelum aplikasi, sebelum pencampuran dibuat
sampel campuran pupuk ± 1-2 kg sesuai dengan komposisi pupuk yang akan
diaplikasikan, pencampuran harus homogen, tidak boleh ada bongkahanbongkahan
dan harus sama dengan sampel yang dibuat. Kemudian pupuk oplosan
tersebut dimasukkan ke dalam karung sebanyak 25 sampai dengan 30 kg per
karung, diikat dan dihitung jumlahnya serta diberi nomor. Pupuk diangkut ke
kebun menggunakan truk kemudian diturunkan di pinggir-pinggir blok kebun
untuk diangkut oleh tenaga angkut ke bagian-bagian blok yang akan dipupuk.
Jumlah pupuk peraplikasi ditentukan oleh dosis unsur hara N/ha/tahun,
dengan ketentuan 60-90 kg N/ha/aplikasi. Kalau jumlah pupuk N yang diberikan
adalah 270 kg/ha/tahun, berarti pengaplikasian pupuk dalam satu tahun tersebut
harus dilakukan sebanyak tiga kali. Pupuk yang sering digunakan adalah Urea,
ZA, KCl, Kieserit dan TSP. Untuk dosis per tanamannya, jumlah pupuk yang
akan diaplikasikan dibagi dengan jumlah populasi tanaman. Untuk areal yang
terserang hama dan penyakit cukup berat diberikan pupuk ekstra KCl sebanyak
150 kg/ha, sedangkan areal yang mengalami kekahatan dapat diberikan pupuk
yang sesuai dengan jenis kekahatannya.
Pemangkasan. Pemangkasan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan
tujuan untuk mendapatkan ketinggian bidang petik yang memudahkan dalam
pekerjaan pemetikan dan mendapatkan produktivitas tanaman yang tinggi
(Gambar 5). Tujuan pemangkasan adalah untuk memelihara bidang petik tetap
rendah untuk memudahkan pemetikan, mendorong pertumbuhan tanaman teh agar
tetap pada fase vegetatif, membentuk bidang petik seluas mungkin, merangsang
pertumbuhan tunas-tunas baru, membuang cabang-cabang yang tidak produktif,
dan mengatur fluktuasi produksi harian pada masa flush dan masa minus
(kemarau).
Pekerjaan pemangkasan merupakan pekerjaan dengan sistem borongan
sehingga pemangkas diupah berdasarkan hasil yang bisa dikerjakannya. Tenaga
pemangkas semuanya berstatus Karyawan Harian Lepas (KHL) dengan jam kerja
5 jam/HK. Standar kerja pemangkasan adalah 0. 04 ha (1 patok)/HK. Selama
kegiatan magang, mahasiswa mengikuti kegiatan pemangkasan selama 2 hari
dengan prestasi kerja 1 tanaman/HK.
Gambar 5. Kegiatan Pemangkasan
Jenis pangkasan
Jenis pangkasan yang dilakukan di perkebunan Tambaksari khususnya
Afdeling Kasomalang adalah pangkasan kepris di blok Pasir Malang 1 (Gambar 6)
dan pangkasan jambul di blok E3 dan F3 (Gambar 7).
Gambar 6. Pangkasan Jambul
Gambar 7. Pangkasan Kepris
Tinggi Pangkasan
Pemangkasan yang dilakukan di Afdeling Kasomalang dilakukan pada
ketinggian 50 cm sampai dengan 65 cm. Untuk blok Pasir Malang (PM) 1, F3 dan
E3 pada gilir pangkas sekarang ketinggian standarnya ditetapkan 60 cm dari
permukaan tanah. Pada Tabel 4 dapat dilihat pemangkasan pada blok-blok kebun
di Afdeling Kasomalang tidak selalu sama dengan standar kebun. Perbedaan
ketinggian pangkasan standar dengan hasil pengamatan di blok F3 dan E3
menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Sedangkan untuk blok Pasir Malang 1,
tinggi pangkasannya tidak berbeda nyata dengan standar yang ditetapkan.
Tabel 4. Rata-rata Tinggi Pangkasan dan Diameter Bidang Pangkas
Beberapa Blok Kebun di Afdeling Kasomalang, Kebun
Tambaksari
Blok Tahun
tanam
Umur
Pangkas
(Bulan)
Diameter
Setelah
Pangkas (cm)
Tinggi Pangkasan (cm)
Pengamatan Standar
x s
PM 1
F3
E3
1955
1985
1981
29
35
35
102.1
96.3
90.15
64.2tn
51.6*
55.3*
2.02
3.64
1.78
60
60
60
Sumber: Hasil Pengamatan
Ket : tn) = tidak berbeda nyata terhadap standar pada taraf 5%
*) = berbeda nyata terhadap standar pada taraf 5%
Waktu Pemangkasan
Waktu pemangkasan di perkebunan Tambaksari khususnya Afdeling
Kasomalang dibagi dalam dua semester yaitu semester I pada bulan Januari- Juni
dan semester II pada bulan September-Desember.
Luas areal pangkasan
Tabel 5. Rencana dan Realisasi Luas Areal Pangkasan di Afdeling
Kasomalang, Kebun Tambaksari
Tahun Luas Areal
TM (ha)
Rencana Luas Areal
Pangkasan
Realisasi Luas Areal
Pangkasan
Ha % Ha %
2003
2004
2005
2006
2007
2008
233.686
233.686
233.686
233.686
233.686
223.632
60. 07
74. 15
80. 66
46. 19
68. 06
72. 32
25. 70
31. 73
34. 51
19. 77
29. 12
32. 33
60. 07
74. 15
63. 09
46. 19
68. 06
72. 32
25. 70
31. 73
26. 99
19. 77
29. 12
32. 33
Rata-rata 28. 86 27. 60
Sumber: Kantor Induk Perkebunan Tambaksari 2008
Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari gilir pangkasnya 3 tahun
sehingga setiap tahun areal yang dipangkas sebesar 33. 33% dari total luas areal
Tanaman Menghasilkan (TM). Tabel 5 menunjukkan bahwa realisasi luas areal
pangkasan dalam satu tahun tidak selalu sama dengan ketentuan yang ditetapkan
sebesar 33. 33% . Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata luas areal yang
direncanakan untuk dipangkas setiap tahun di Afdeling Kasomalang, Kebun
Tambaksari hanya 28. 86% dari total luas areal tanaman menghasilkan sedangkan
realisasinya 27. 60% dari total luas areal tanaman menghasilkan (Tabel 5).
Kriteria Saat Pangkas
Faktor yang diperhatikan untuk menentukan apakah blok kebun sudah
layak dipangkas di Perkebunan Tambaksari khususnya Afdeling Kasomalang,
adalah umur pangkas dan ketinggian bidang petik tanaman.
Gilir Pangkas. Gilir pangkas ialah jangka waktu antara pemangkasan
yang terdahulu dengan pemangkasan berikutnya pada blok yang sama (Pusat
Penelitian Perkebunan Gambung, 1992). Perkebunan Tambaksari khususnya
Afdeling Kasomalang berada pada ketinggian <800 m dpl yang tergolong ke
dalam dataran rendah sehingga gilir pangkasnya 3 tahun. Akan tetapi realisasinya
seringkali tidak sesuai dengan ketentuan. Sebagai contoh blok F3 dipangkas pada
saat umur pangkas baru 35 bulan (Tabel 6).
Tabel 6. Gilir Pangkas Enam Blok Kebun Di Afdeling Kasomalang,
Kebun Tambaksari
Blok Luas (ha) Pemangkasan
Sebelumnya
Pemangkasan
Berikutnya
Gilir Pangkas
(bulan)
I2
PM2
E2
F3
E3
PM1
13.570
12.120
16.617
17.452
10.000
8.410
Agus2004
Jan 2005
Juni 2005
Juli 2005
Agus 2005
Nov 2005
Juni 2007
Jan 2008
Feb2008
Mei 2008
Juni 2008
April 2008
35
36
33
35
35
29
Sumber: Kantor Afdeling tambaksari 2008
Ketinggian bidang petik. Tinggi tanaman merupakan salah satu faktor
yang ikut menentukan kebun sudah layak atau belum untuk dipangkas. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa tinggi rata-rata tanaman yang sudah dipangkas
adalah 109. 6 cm dengan rata-rata diameter bidang petik yang sudah mencapai
165. 3 cm (Tabel 7).
Tabel 7. Rata-rata Tinggi Tanaman Sebelum Dipangkas dan Diameter
Bidang Petik Beberapa Blok Kebun di Afdeling Kasomalang
Blok Tahun
Tanam
Umur Pangkas
(bulan)
Tinggi Tanaman
(cm)
Diameter Sebelum
Pangkas (cm)
PM1
F3
E3
1955
1985
1981
31
35
35
106. 2
117. 2
105. 4
155. 0
166. 5
174. 5
Rata-rata 109. 6 165. 3
Sumber: Hasil Pangamatan
Persentase Pucuk Burung. Pucuk burung adalah pucuk yang
mengandung tunas dalam keadaan dorman. Jumlah atau persentase pucuk burung
ini akan meningkat pada kebun yang sudah mendekati waktu pangkas. Hasil
pengamatan menunjukkan blok yang sudah mendekati waktu pangkas persentase
pucuk burungnya 77. 33% (Tabel 8).
Tabel 8. Persentase Pucuk Burung Beberapa Blok Kebun di Afdeling
Kasomalang, Kebun Tambaksari
Blok Tahun Tanam Umur Pangkas (bulan) % Pucuk Burung
PM1
F3
E3
1955
1985
1981
31
35
35
72. 00
80. 00
80. 00
Rata-rata 77. 33
Sumber: Hasil Pengamatan
Tingkat Produksi. Pemangkasan dilakukan apabila produksi mengalami
penurunan setengah dari produksi tahun sebelumnya. Pola produksi tanaman
klonal pada tahun-tahun setelah dipangkas sama dengan pola produksi pada
tanaman seedling. Tahun pertama setelah dipangkas produktivitas mulai
meningkat, produktivitas tertinggi diperoleh pada tahun kedua setelah pangkas
dan pada tahun ketiga produktivitas kembali turun (Gambar 8).
Gambar 8. Produksi Pucuk Basah Berdasarkan Umur Pangkas
Alat Pangkas
Alat Pangkas yang digunakan di Perkebunan Tambaksari Khususnya
Afdeling Kasomalang adalah gaet pangkas (Gambar 9). Gaet yang digunakan
harus selalu dalam keadaan tajam sehingga tenaga pemangkas selalu membawa
batu asahan agar cabang yang dipotong tidak pecah atau rusak.
Gambar 9. Gaet Pangkas
Kerusakan Akibat Pemangkasan
Persentase kerusakan cabang akibat pemangkasan di Kebun Tambaksari
lebih kecil dibandingkan persentase kerusakan cabang akibat pemangkasan di
Unit Perkebunan Tambi (Tabel 9).
Tabel 9. Persentase Kerusakan Cabang Akibat Pemangkasan
Perkebunan n % Kerusakan
Cabang
Tambaksari PTPN VIII, Subang, Jawa Barat
Unit Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah
3
3
13. 46
15. 24
Sumber: Hasil Pengamatan dan Studi Pustaka
Tenaga Pemangkas
Tenaga Pemangkas di Afdeling Kasomalang semuanya merupakan KHL
dengan sistem upah borongan. Hal ini menyebabkan tenaga pemangkas lebih
memperhatikan banyaknya hasil yang diperoleh dari pada kualitas pangkasannya
karena kurangnya pengawasan dari mandor. Untuk kegiatan pemangkasan Perkebunan
Tambaksari menetapkan kapasitas standar kerja 0. 04 ha/HK. Tabel 10
menunjukkan rata-rata kapasitas kerja pemangkas adalah 0. 046 ha/HK. Namun
tenaga pemangkas riil di lapangan pada blok F3 dan E3 lebih rendah dibandingkan
kebutuhan tenaga pemangkas yang dihitung secara teori.
Tabel 10. Kapasitas Kerja Tenaga Pemangkas di Tiga Blok Kebun
Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari
Blok Luas Pangkas
(ptk/hari)
Tenaga Pemangkas
(HK)
Teoritis*) Riil
KapasitasKerja
(ha/HK)
Standar Riil
PM 1
F3
E3
0. 32
0. 66
0. 92
8 8
16 15
23 18
0. 04 0.04
0. 04 0.044
0. 04 0.0508
Jumlah 1. 90 47 41 0. 12 0.1384
Rata-rata 0. 63 16 14 0.04 0.0460
Sumber: Diolah dari Lembar Hasil Kerja Harian (LKHK) Pemeliharaan di
Afdeling Kasomalang, Perkebunan Tambaksari 2008
Ket : *) = Jumlah tenaga pemangkas berdasarkan perhitungan
Pertumbuhan Tunas Setelah Pemangkasan
Gambar 10 menunjukkan pertumbuhan tunas baru setelah pemangkasan
pada blok E2. Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa pemetikan jendangan
dilakukan pada 9 Minggu Setelah Pemangkasan (MSP).
Gambar 10. Pertumbuhan Tunas Setelah Dipangkas
Gambar 11. Pertumbuhan Tinggi Tunas Setelah Pemangkasan pada Blok E2
Penanganan Sisa Pangkasan
Areal pangkasan yang terbuka karena sudah tidak adanya ranting atau
cabang akan meningkatkan penguapan tanah, terjadinya erosi, kelembaban tanah
menurun dan menghambat aktivitas penyerapan air dan hara. Untuk itu
brangkasan sisa pangkasan diusahakan tidak keluar dari areal pangkasan dan juga
bias untuk meningkatkan kadar bahan organik tanah. Tabel 11 menunjukkan
bobot brangkasan sisa pangkasan di 3 blok kebun di Afdeling Kasomalang. Bobot
brangkasan sisa pangkasan di blok F3 memiliki bobot yang paling tinggi dan Blok
E3 memiliki bobot yang paling rendah (Tabel 11).
Tabel 11. Bobot Brangkasan Sisa Pangkasan Beberapa Blok Kebun di
Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari
Blok Tahun
Tanam
Umur Pangkas
(bulan)
Bobot Brangkasan
(kg/pohon)
PM 1
F3
E3
1955
1985
1981
31
35
35
5.8
9.0
2.9
Rata-rata 5.9
Sumber: Hasil Pengamatan
Beres cabang. Beres cabang merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
membereskan sisa pangkasan dengan cara meletakkan cabang atau ranting
pangkasan di gawangan selang beberapa baris tanaman tergantung populasi
tanaman dan banyaknya ranting sisa pangkasan. Sistem ini dilaksanakan pada
blok yang kira-kira aman terhadap pengambilan sisa pemangkasan untuk kebutuhan
masayarakat. Selain itu perlu diperhatikan juga dampaknya terhadap kegiatan
pemeliharaan tanaman dan pemetikan. Beres cabang dilakukan satu Bulan Setelah
Pangkas (1 BSP). Prestasi kerja untuk kegiatan beres cabang ini adalah 0. 14
ha (3. 5 ptk)/HK dengan sistem kerja borongan. Mahasiswa mengikuti kegiatan
beres cabang selama 1 hari dengan prestasi kerja 0. 02 ha (0. 5 patok/HK).
Gosok Lumut. Gosok Lumut merupakan salah satu kegiatan yang
dilakukan setelah pemangkasan, dilaksanakan setelah kegiatan berse regang
selesai (1 BSP). Pada cabang atau ranting bekas pangkasan biasanya tumbuh jeis
paku-pakuan dan lumut sehingga akan mengganggu pertumbuhan tunas baru.
Lumut dibersihkan menggunakan sabut kelapa dengan cara digosok-gosokkan ke
bagian tanaman yang ditumbuhi lumut, sedangkan paku-pakuan diambil dengan
tangan. Prestasi kerja untuk gosok lumut adalah 0. 06 ha(1. 5) ptk/HK dengan
sistem upah borongan. Mahasiswa mengikuti kegiatan gosok lumut selama 1 ghari
dengan prestasi kerja 0. 02 ha (0. 5 patok)/HK
Pemetikan
Pemetikan merupakan kegiatan pengambilan hasil berupa pucuk teh yang
memenuhi syarat olah yang berfungsi membentuk kondisi tanaman agar mampu
berproduksi tinggi secara berkesinambungan (Gambar 12). Pucuk yang dipetik
mengakibatkan tanaman teh kehilangan salah satu alat fotosintesis untuk
pembuatan zat pati yang sangat penting bagi kehidupan dan pertumbuhan
tanaman. Besarnya zat pati yang hilang akibat pemetikan sekitar 7.5%, semakin
kasar pemetikan semakin tinggi kehilangan zat pati. Untuk mengurangi
terganggunya pertumbuhan tanaman akibat pemetikan, diusahakan ketebalan
lapisan daun pemeliharaan (maintenance leaf) sekitar 20 cm sampai dengan 25
cm.
Gambar 12. Kegiatan Pemetikan Menggunakan Gunting
Jenis Pemetikan. Jenis pemetikan yang dilakukan di Perkebunan
Tambaksari khususnya Afdeling Kasomalang adalah pemetikan bentangan atau
pemetikan jendangan, pemetikan produksi dan pemetikan rampasan (gendesan).
Pemetikan bentangan merupakan pemetikan yang dilakukan pada tahap awal
setelah tanaman dipangkas untuk membentuk bidang petik yang lebar dan rata.
Sebenarnya pemetikan bentangan ini sama dengan pemetikan jendangan, hanya
saja di Afdeling Kasomalang jendangan pertama itu disebut dengan bentangan.
Alat yang digunakan namanya jidar dengan ketinggian 75 cm. Pucuk yang dipetik
adalah pucuk yang berada di atas jidar, artinya kalau ketinggian pangkasan 60 cm
berarti pucuk yang tertinggal sekitar 15 cm. Pemetikan bentangan dapat dimulai
bila 25% sampai dengan 30% dari luas areal, pertumbuhan pucuk sudah melebihi
15 cm sampai dengan 20 cm dari luka pangkas. Standar petikan yang dilakukan
pada petikan bentangan adalah petikan medium. Pucuk dari tunas yang mengarah
ke samping (selewer) dan di bawah bidang petik tidak boleh dipetik. Pemetikan
ini dilakukan oleh tenaga pemetik yang terlatih dan terampil di bawah
pengawasan mandor yang khusus untuk pemetikan bentangan ini. Pemetikan
bentangan atau jendangan dilakukan 4 sampai dengan 5 kali dengan rotasi petik
tergantung pertumbuhan pucuk.
Pemetikan produksi adalah pemetikan yang dilakukan setelah lepas
pemetikan jendangan sampai menjelang pemetikan gendesan yang dilaksanakan
secara rutin menurut gilir petik tertentu dengan memperhatikan kesehatan
tanaman. Pemetikan produksi dilakukan secara manual dan menggunakan gunting
petik. Pelaksanaannya diselang-seling antara manual dan gunting tergantung
kondisi pucuk di lapang. Pucuk yang dipanen adalah pucuk yang telah manjing
dan berada di atas bidang petik. Agar pucuk teh yang dipetik tidak rusak, pucuk
teh harus segera dimasukkan ke dalam waring setelah dipetik atau tidak boleh terlalu
banyak dalam kepalan. Pemetikan gendesan adalah pemetikan yang dilakukan
pada tanaman teh yang akan dipangkas dengan cara dipetik habis semua pucuk
yang layak olah tanpa memperhatikan bagian pucuk yang ditinggalkan pada perdu
dan hanya dilakukan satu kali menjelang pemangkasan.
Jenis Petikan. Jenis petikan adalah macam pucuk yang dihasilkan pada
saat pemetikan. Standar pemetikan yang ditetapkan di Perkebunan Tambaksari
adalah petikan medium. Untuk petikan medium pucuk, yang diambil adalah peko
dengan dua daun (p+2), peko dengan tiga daun (p+3), burung dengan satu daun
muda (b+1m) dan burung dengan dua daun muda (b+2m).
Perlengkapan Pemetikan. Perlengkapan yang dibawa pemetik setiap hari
adalah celemek plastik, sarung tangan, gunting petik, waring dan sepatu boot.
Celemek plastik berguna untuk melindungi pemetika agar tidak basah. Sarung
tangan digunakan untuk melindungi tangan pada saat pemetikan. Gunting petik
digunakan sebagai alat bantu untuk memetik. Waring merupakan tempat untuk
menyimpan pucuk yang terbuat dari plastik jala berbentuk segi empat yang ujungujungnya
bisa diikatkan dengan kapasitas 25 kg. Waring di Afdeling Kasomalang
juga digunakan untuk penyimpanan pucuk sementara yang dibawa pemetik berkeliling
kebun pada saat pemetikan. Penggunaan waring ini sering melebihi
kapasitas sehingga pucuk mengalami kerusakan.
Rotasi dan Hanca Petik. Rotasi petik atau gilir petik adalah selang waktu
antara pemetikan sebelumnya dengan pemetikan berikutnya pada suatu blok yang
dinyatakan dalam hari. Perkebunan Tambaksari menetapkan gilir petik kurang
dari 10 hari untuk semua afdeling. Panjang pendek gilir petik ini dipengaruhi oleh
kecepatan pertumbuhan pucuk dan sisa petikan yang ditinggalkan. Kecepatan pertumbuhan
pucuk dipengaruhi oleh cuaca, umur pangkasan, jenis tanaman, ketinggian
tempat dan kondisi kesehatan tanaman. Pada musim hujan pertumbuhan
pucuk akan lebih cepat sehingga gilir petiknya menjadi lebih pendek. Blok yang
umur pangkasnya lebih pendek, gilir petiknya juga pendek. Semakin tinggi letak
kebun maka pertumbuhan pucuknya akan semakin lambat sehingga gilir petik semakin
panjang. Tanaman yangs sehat gilir petiknya akan lebih pendek karena
pertumbuhan pucuk yang lebih cepat.
Hanca petik adalah luas areal yang harus dipetik oleh pemetik dalam satu
hari. Penentuan hanca petik merupakan tanggung jawamb mandor pemetikan.
Biasanya pemetik sudah mengerti hanca masing-masing sehingga mandor tidak
perlu mengatur hanca petik ini setiap hari.
Pelaksanaan Pemetikan. Pemetikan dimulai pada pukul 06.00 pagi
sampai selesai tergantung kondisi pucuk di lapang. Pemetik melakukan pemetikan
mulai dari pinggir kebun menuju tempat penimbangan. Pemetik harus bersyaf berada
pada setiap baris teh. Selama pemetikan berlangsung, pucuk dimasukkan ke
dalam waring yang digendong oleh pemetik. Apabila waring tersebut sudah penuh
maka pemetik memindahkan pucuk ke waring yang lainnya untuk disimpan.
Untuk penyimpanan pucuk sebelum penimbangan di kebun, pucuk harus
diletakkan di tempat yang teduh untuk mencegah pucuk layu akibat sinar
matahari.
Pemetikan secara manual harus dilakukan dengan ditaruk dengan kedua
belah tangan. Pucuk yang diambil adalah pucuk yang sudah manjing dan berada
diatas bidang bidang petikan. Pemetik tidak boleh memetik pucuk yang berada di
bawah bidang petik ataupun di samping bidang petik. Pemetikan dengan gunting
dilakukan pada tanaman TP3 atau tanaman yang memasuki umur pangkas 24
sampai dengan 36 bulan. Mandor harus selalu berada di belakang pemetik
bergerak dari ujung ke ujung barisan untuk memeriksa bekas petikan, cara kerja
pemetik dan ketelitian pemetik serta kualitas pucuk.
Kapasitas Pemetik. Kapasitas pemetik adalah bobot pucuk yang mampu
dipetik oleh seorang pemetik dalam satu hari kerja. Kapasitas pemetik ini bisa berubah-
ubah setiap harinya menurut kondisi pucuk, cuaca, keterampilan pemetik,
dan populasi tanaman. Sedangkan kapasitas standarnya adalah 42 sampai dengan
47 kg (Basic Yield), yang ditentukan dengan cara mengalikan target produksi
bulan ini dengan jumlah total pemetik satu afdeling kemudian dibagi dengan Hari
Kerja Efektif (HKE) selama 1 bulan.
Penimbangan Pucuk Basah di Kebun. Sebelum penimbangan pucuk
harus disortir terlebih dahulu oleh pemetik agar tidak ada pucuk yang tidak layak
olah yang terbawa (ngirab) dibawah pengawasan mandor. Sebelum ditimbang pucuk
dimasukkan ke dalam waring sack yang disediakan oleh pabrik dengan isian
maksimal 25 kg. Penimbangan dilakukan setelah kegiatan pemetikan selesai dan
bisa dilakukan 1 sampai dengan 2 kali tergantung banyaknya pucuk (Gambar 13).
Gambar 13. Kegiatan Penimbangan Pucuk Basah di Kebun
Pengangkutan Pucuk ke Pabrik. Kondisi pucuk sejak dipetik sampai ke
pabrik harus dalam keadaan mulus dan segar agar dapat menghasilkan kualitas
tinggi. Oleh karena itu diperlukan penanganan pengangkutan pucuk yang baik.
Truk pengangkut pucuk harus bersih dengan kapasitas standar maksimal 2 500 kg
atau disesuaikan dengan jenis dan kapasitas truk. Pengangkutan pucuk basah dari
kebun ke pabrik harus sesegera mungkin dan setelah sampai di pabrik harus
segera dibongkar untuk mencegah kerusakan pucuk.
Proses Pengolahan Teh Hitam CTC
Perkebunan Tambaksari memiliki dua pabrik pengolahan yang terletak di
Afdeling Tambaksari dan Afdeling Bukanagara. Sistem pengolahan yang
dilakukan adalah sistem pengolahan teh hitam CTC (Crushing, Tearing dan
Curling). Kegiatan pengolahan yang dilaksanakan meliputi penerimaan pucuk dari
kebun, pelayuan, penggilingan, fermentasi, pengeringan, sortasi dan pengepakan.
Pabrik pengolahan teh yang terletak di Afdeling Tambaksari menggunakan bahan
bakar dari kayu karet yang diperoleh dari Perkebunan Karet Cikumpay dan limbah
sawit yang diperoleh dari pabrik pengolahan sawit di Banten. Perbandingan
pemakaiannya adalah 70 : 30. Untuk pengolahan 700 kg pucuk basah diperlukan
700 kg kayu karet dan limbah sawit. Hal ini dilakukan untuk penghematan biaya
pengolahan karena harga bahan bakar yang semakin meningkat. Pembelian bahan
bakar untuk pengolahan menghabiskan sekitar 20% dari seluruh total biaya
pengolahan.
Penulis mengikuti kegiatan pengolahan ini selama satu minggu, kegiatan
yang diikuti antara lain penerimaan pucuk dan penimbangan, analisis petik dan
pucuk, pelayuan, penggilingan, fermentasi, pengeringan, sortasi dan pengepakan.
Penerimaan Pucuk dan Penimbangan. Penimbangan pucuk basah
dilakukan dua kali, penimbangan pertama dilakukan di kebun dengan tujuan untuk
mengetahui berat pucuk yang dihasilkan. Penimbangan kedua dilakukan pabrik
dengan tujuan utnuk mengetahui selisih timbangan kebun dengan penimbangan di
pabrik. Penimbangan di pabrik dilakukan di jembatan timbang dengan kapasitas
menimbang 15 000 kg dan minimum menimbang 300 kg. Meskipun sebelum
pucuk diangkut dari kebun telah dilakukan penimbangan tetapi seringkali terjadi
kesalahan dalam proses penimbangan tersebut seperti kelebihan atau kekurangan
bobot atau sering juga orang-orang kebun melakukan kecurangan dengan
menyiramkan air ke pucuk sehingga pada saat penimbangan di kebun pucuk
menjadi lebih berat. Penentuan selisih timbang dilakukan menurut kesepakatan
orang kebun dengan pihak pabrik. Di Pabrik Pengolahan Tambaksari selisih
timbang ditetapkan sebesar 10 kg.
Analisis Petik dan Pucuk. Untuk mengevaluasi pelaksanaan pemetikan
setiap hari, baik cara pemetikan, bekas petikan maupun hasilnya, perlu dilakukan
analisis pemetikan yang terdiri dari analisis petik dan analisis pucuk. Analisis
petik dan pucuk dilakukan setiap hari oleh bagian pabrik dengan mengambil
sekitar 1 kg pucuk basah dari masing-masing kemandoran. Kemudian dari 1 kg
pucuk tersebut diambil 100 g pucuk basah untuk dianalisis.
Analisis petik atau antik adalah pengelompokan pucuk berdasarkan rumus
petiknya. Kegunaan analisis petik adalah untuk menilai ketepatan pelaksanaan kebijakan
pemetikan dan kondisi tanaman. Yang termasuk antik adalah pucuk
dengan rumus petik p+1, p+2, p+3 dan bm (burung muda). Standar analisis petik
di Pabrik Tambaksari adalah 60%.
Analisis pucuk atau ancuk adalah pengelompokkan pucuk hasil petikan
kedalam dua golongan yaitu memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Standar
untuk ancuk adalah 70%. Yang termasuk ancuk adalah hasil antik dan bagianbagian
muda yang diambil dari petikan kasar. Tujuan dari analisis pucuk adalah
untuk mengevaluasi jenis petikan dan mutu pucuk yang merupakan dasar pendugaan
mutu hasil olahan.
Pelayuan. Proses pelayuan merupakan tahap awal dari pengolahan teh.
Dalam proses ini perlu dijaga kelembaban, panas dan udara yang berada di sekitar
pucuk. Pucuk diangkut ke bak pelayuan menggunakan monorail dengan dua
warna kursi yaitu hijau untuk pucuk basah dari kebun dan kuning untuk pucuk
layu. Tujuan dari proses pelayuan ini adalah untuk menurunkan kadar air dari
80% menjadi 69-70%, menghilangkan air embun yang menempel di permukaan
daun dan melenturkan daun untuk mempermudah proses penggilingan. Pada
proses pelayuan ini terjadi perubahan fisik dan kimia pada pucuk teh. Perubahan
fisik ditandai dengan keadaan daun teh yang lemas dan mudah digulung.
Perubahan kimia ditandai dengan meningkatnya aktivitas enzim, terurainya
protein menjadi asam amino bebas dan meningkatnya kandungan kafein sehingga
menimbulkan aroma yang harum.
Setiap hari jumlah pucuk basah yang diterima oleh bagian pelayuan ratarata
sekitar 20 ton. Bagian pelayuan memiliki 17 bak pelayuan (Withering
Through/ WT) dengan kapasitas 1 800 kg untuk masing-masing WT. Kegiatan
pelayuan ini dibagi kedalam tiga tahap yaitu pembeberan pucuk, pelayuan dan
turun layu. Sekitar 5 sampai dengan 10 menit sebelum pucuk dibeberkan, WT
diberi udara segar dengan menyalakan fan. Proses pembeberan dilakukan terhadap
pucuk basah yang sudah ditimbang yang dihamparkan di bak pelayuan (Gambar
14). Ketebalan pucuk yang dibeberkan di WT adalah 40 cm. Kegiatan
pembeberan ini menghabiskan waktu sekitar 25 samapi dengan 30 menit.
Kemudian dilakukan proses pelayuan menggunakan udara dengan kecepatan 20
kubik feet/menit/kg. Proses ini berlangsung selama 14 jam tapi terkadang ada
yang kurang dan lebih dari waktu tersebut. Pelayuan yang lebih dari 14 jam
disebabkan karena kondisi pucuk yang terlalu basah. Untuk kondisi ini proses
pelayuan dilakukan selama 18-20 jam. Apabila WT sudah tidak bisa lagi
menampung pucuk basah dari pabrik maka pucuk yang belum mencapai waktu
pelayuan 14 jam sudah diturun layukan. Kadang kala pucuk sering ditumpuk di
bak pelayuan melebihi kapasitas bak yaitu bisa mencapai 3-4 ton, apabila WT
tidak bisa menampung pucuk basah dari kebun lagi. Selama proses pelayuan,
dilakukan proses pembalikan setelah 7 jam jam agar hasil pelayuan merata.
Setelah kadar air yang dikehendaki ini tercapai maka pucuk akan segera
diturunlayukan (Gambar 15). Pekerjaan yangn dilakukan di pelayuan ini dibagi ke
dalam 3 shift dengan waktu untuk masing-masing shift sekitar 7 jam.
Gambar 14. Kegiatan Pembeberan
Gambar 15. Kegiatan Turun Layu
Penggilingan. Pucuk teh yang sudah mengalami proses pelayuan dengan
kadar air 69% sampai dengan 70% akan masuk ke dalam ruangan penggilingan
untuk digiling. Proses penggilingan ini bertujuan untuk mencampur zat-zat yang
ada di dalam daun sehingga memungkinkan terjadinya reaksi oksidasi enzimatis,
mengecilkan bentuk daun dan membentuk jeli yang lengket sehingga
menghasilkan bentuk butir-butir khas teh hitam CTC . Kelembaban di ruang
giling diusahan sekitar 90% dengan suhu standar 18o C sampi dengan 23o C
menggunakan Humidifier (pengkabut). Alat ini dinyalakan 60 menit sebelum
proses penggilingan dimulai. Selain itu ruang giling juga dilengkapi dengan
Exhaust fan yang berfungsi untuk menghisap udara-udara kotor yang berada di
dalam rung giling.
Setelah masuk ke dalam ruang giling pucuk layu akan mengalami
pengayakan menggunakan Green Leaf Shifter (GLS) yang berfungsi untuk
memisahkan pucuk layu dari kotoran-kotoran seperti biji-bijian, daun-daunan,
kerikil dan lain-lain. Pucuk layu yang telah bersih melalui Conveyor BLC akan
dibawa ke Barbora Leaf Conditioner (BLC) untuk diperkecil ukurannya. Suhu teh
pada BLC adalah 24o C samapai dengan 26o C. Proses penggilingan akan
dilanjutkan oleh Triplex CTC (Crushing, Tearing and Curling) yang terdiri dari
tiga mesin yang disebut dengan CTC I, CTC II, dan CTC III untuk memotong,
merobek dan menggulung sehingga diperoleh partikel yang dikehendaki. Mesin
CTC I memiliki ukuran TPI 8 dengan suhu 30o C sampai dengan 32o C, mesin
CTC II memiliki ukuran TPI 10 dengan suhu 32o C sampai dengan 34o C dan
mesin CTC III memiliki ukuran TPI 10 dengan suhu 34o C sampai dengan 36o C.
Kapasitas giling masing-masing mesin sama yaitu 700 sampai dengan 750 kg/jam.
Fermentasi. Proses fermentasi ini sudah dimulai sejak awal penggilingan
merupakan proses oksidasi senyawa polifenol dengan bantuan enzim polifenol
oksidasi. Proses ini terjadi di Fermenting Unit (FU) yang berlangsung selama
kurang lebih 80 sampai dengan 90 menit. Teh yang berasal dari mesin CTC III
akan dihamparkan di FU menggunakan spiral yang berfungsi untuk melebarkan
hamparan teh, kemudian teh masuk ke dalam sumgkup yang berfungsi untuk
mendinginkan pucuk teh. Suhu awal pada Fermenting Unit adalah 31o C sampai
dengan 33o C, suhu tengah 28o C sampai dengan 30o C dan suhu akhir 26o C
sampai dengan 28o C. Suhu akhir yang terlalu tinggi yaitu sekitar 29o C sampai
dengan 30o C akan mengakibatkan hasil akhir teh menjad berwarna merah. Untuk
mengatasinya maka waktu fermentasi harus dipercepat. Tanda-tanda proses
fermentasi sudah selesai adalah perubahan warna dari hijau menjadi coklat,
perubahan aroma, perubahan rasa dan perubahan suhu menjadi lebih dingin. Jika
waktu oksidasi enzimatisnya kurang maka akan terjadi under fermentation
sehingga dihasilkan warna yang masih hijau, rasa yang mentah dan aromanya
kurang. Sedangkan jika oksidasi enzimatisnya terlalu lama maka akan terjadi over
fermentation yang menghasilkan warna tua dan aromanya hilang.
Pengeringan. Butiran teh yang telah mengalami proses fermentasi akan
masuk ke dalam Fluid Bed Dryer (FBD) untuk dikeringkan. Tujuan dari proses
pengeringan ini adalah untuk menghentikan proses oksidasi enzimatis dan
menurunkan kadar air teh dari 86% menjadi 2. 5% sehingga menyebabkan daya
simpan teh semakin lama. Kapasitas FBD sekitar 200 sampai dengan 240 kg/jam
dengan kecepatan alir FBD 12 menit. Suhu inlet yang dibutuhkan di ruangan
pengeringan 100o C sampai dengan 120o C dan suhu outletnya 80o C sampai
dengan 100o C. Kelemahan penggunaan FBD untuk pengeringan teh adalah
mengeluarkan debu yang banyak sedangkan keuntungannya yaitu keringan teh
tidak langsung terkena udara lembab dan panas.
Sortasi Kering. Proses sortasi bertujuan untuk memisahkan teh kering
menjadi beberapa grade berdasarkan ukuran fraksi. Sortasi teh pada dasarnya
merupakan upaya untuk memperoleh teh hitam yang seragam baik ukuran, bentuk
maupun berat disamping teh tersebut harus bersih dari kotoran. Karena sifat
bubuk teh higroskopis, maka perlu penanganan yang cepat (sortasi yang pendek)
serta menjaga ruang sortasi agar selalu dalam keadaan kering dimana kelembaban
relatif maksimum 70%.
Proses sortasi dilakukan setelah teh keluar dari mesin pengering FBD
menuju Midletone untuk memisahkan bahan dari ukuran yang terlalu besar dan
memisahkan berdasarkan berat jenis, bahan yang lolos dari ayakan dilanjutkan ke
sortasi berikutnya sedangkan bahan yang tertahan dipisahkan untuk dihancurkan
kembali menjadi ukuran yang kecil dan disortasi ulang. Teh yang sudah lolos
disortasi lagi dengan vibrex I dan II untuk memisahkan bubuk teh dari tulang serat
dan kotoran lainnya. teh yang tidak lolos dari mesin vibrex akan dipisahkan lagi
berdasarkan berat jenisnya dengan menggunakan theewan. Teh yang keluar dari
vibrex disortasi dengan cason berdasarkan ukuran dan sekaligus menentukan jenis
mutu produk. Mesin cason yang digunakan memiliki beberapa ukuran mesh yaitu
mesh 10, mesh 12, mesh 16, mesh 18, mesh 24 dan mesh 36. Setelah disortasi teh
ditimbang menurut mutu yang dihasilkan kemudian dengan menggunakan V Belt
Conveyor, teh dimasukkan dan disimpan dalam peti miring (teabin ).
Perkebunan Tambaksari menghasilkan teh jenis BP1 (Broken Pekoe 1),
PF1 (Pekoe Fanning 1), PD (Pekoe Dust), Dust1, dan Fann (Fanning) yang
termasuk teh mutu I; FNGS2 (Fingers 2) dan Dust2 yang termasuk teh mutu II;
BM (Burung Muda) dan Pluff termasuk mutu III. Teh mutu I setelah diseduh lama
kelamaan rasanya tetap sama sedangkan teh mutu II lama kelamaan akan
bertambah pahit. Contoh hasil sortasi kering pengolahan pucuk basah 18 165 kg
pada tanggal 30 Maret 2008, hasil petikan pada tanggal 29 Maret 2008:
Tabel 12. Hasil Sortasi Kering Pengolahan Pucuk Basah Menjadi Teh
Kering di Pabrik Tambaksari
Jenis Teh Bobot (kg)
BP
PF
PD
Dust 1
Fann
Dust II
FNGS
507
560
432
379
663
658
365
Jumlah 3 564
Sumber: Pabrik Teh Tambaksari 2008
Berdasarkan Tabel 12 bisa dilihat bahwa dari 18 165 kg pucuk basah bisa
dihasilkan 3 564 kg teh kering dengan jenis yang berbeda.
Pengepakan. Pengepakan merupakan tahap terakhir dalam proses
pengolahan yang dilakukan dengan tujuan agar teh lebih tahan lama, melindungi
produk dari kerusakan, tidak tercemar atau terkontaminasi oleh kondisi sekitarnya,
agar lebih mudah diangkut, memudahkan dalam penyimpanan dan pemasaran.
Teh yang sudah disimpan dalam peti miring dimasukkan ke dalam teabulker
untuk mencampurkan teh agar diperoleh campuran yang seragam saat
pengemasan produk.
Pengepakan dilakukan menggunakan alat teapacker dengan kapasitas 52
kg sampai 65 kg/kemasan. Bahan pengemas yang digunakan yaitu paper sack dan
karung. Teh yang dikemas dengan paper sack merupakan teh untuk ekspor
sedangkan yang dikemas dengan karung untuk dipasarkan di dalam negeri. Paper
sack yang digunakan diimpor langsung dari Kenya dengan ukuran 113 cm × 20
cm × 77 cm. Keunggulan paper sack buatan Kenya adalah lebih tebal, di
dalamnya ada alumunium foil dan permukaannya lebih kasar. Setelah teh
dimasukkan ke dalam paper sack kemudian ditimbang dan dilakukan
penggojlokan untuk menyeragamkan ukuran ketinggian sack. Kemudian sack
disusun sebanyak 20 sack untuk 1 chop dan disungkup dengan plastik yang
berukuran 173 cm × 123 cm mencapai ketinggian maksimal 2. 15 m (2 m sack
dan 0. 15 m pallet). Chop diliit dengan strapping band dengan panjang 32
m/pallet.
Untuk pemasaran dalam negeri, pengemasan dilakukan menggunakan
karung. Di dalam karung dilapisi binder berupa plastik biasa. 1 chop untuk karung
terdiri dari 40 karung tetapi tidak disungkup dengan platik. Ukuran karung yang
digunakan yaitu 109 cm × 75 cm × 30 cm.
Aspek Manajerial
Sinder Afdeling
Sinder Afdeling merupakan kepala afdeling yang bertugas membantu
Administratur dalam mengelola dan mengawasi afdelingnya masing-masing setiap
hari dengan dibantu oleh Mandor Besar dan Mandor. Tugas Sinder Afdeling
dalam mengelola kebunnya meliputi Planning, Organizing, Actuating,
Controlling dan Evaluating (POACE). Planning dilaksanakan pada saat
pembuatan RKB dan menetukan kegiatan mana yang harus diprioritaskan. Setelah
itu Sinder afdeling bertugas mengatur (organizing) kegiatan-kegiatan yang ada
agar dapat berjalan sesuai dengan ya ng direncanakan. Untuk pelaksanaan
(actuating) Sinder Afdeling mendelegasikan kepada bawahannya. Akan tetapi
Sinder Afdeling tetap melakukan pengawasan (controlling) terhadap semua
kegiatan yang dilaksanakan di afdeling. Terakhir Sinder Afdeling melakukan
evaluasi (evaluating) pada semua kegiatan yang sudah dilaksanakan. Selain itu
Sinder Afdeling juga mempunyai kewajiban untuk menjaga/menata ketertiban
lingkungan, baik dari segi kebersihan dan keamanan emplasemen tempat Sinder
yang bersangkutan berdomisili, maupun menciptakan kerukunan dan
keharmonisan masyarakat lingkungan sekitarnya dan urusan-urusan keluar
afdeling.
Sinder Afdeling dibantu oleh Mandor Besar Pemeliharaan menyusun
Rencana Kerja Bulanan (RKB) setiap bulannya. RKB merupakan rencana
kegiatan yang akan dilakukan oleh afdeling dalam satu bulan yang berisi jenis
pekerjaan yang akan dilakukan, waktu pelaksanaan, jumlah tenaga kerja, rasio
upah, volume pekerjaan dan volume bahan. Penyusunan RKB dilakukan
berdasarkan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) untuk satu tahun yang
sudah diperkecil lagi menjadi Permintaan Modal Kerja (PMK) untuk triwulan.
RKAP dan PMK disusun oleh Administratur dan dan dibantu oleh bagian
tanaman dan sinder-sinder termasuk Sinder Kepala, Sinder TUK dan Sinder
Pengolahan, kemudian direvisi dan disetujui oleh Direksi.
Setelah penyusunan selesai, RKB disahkan oleh Sinder Afdeling dan
Sinder Kepala serta disetujui oleh Administratur. Kemudian awal bulan akan
dikeluarkan Surat Perintah Kerja (SPK), kalau SPK belum keluar maka RKB
belum bisa dilaksanakan. Setiap perencanaan dalam RKB yang telah dilaksanakan
akan diperiksa oleh Pemeriksa Intern Kebun (PIK) sebagai pedoman untuk
pengisian Berita Acara Pemeriksaan Hasil Kerja (BAPHK).
Sinder Afdeling dan Mandor Besar selalu melakukan survey dan kontrol
serta memeriksa laporan-laporan kondisi kebun sehingga bisa menentukan
kegiatan pemeliharaan apa yang harus dilakukan untuk masing-masing blok
kebun. Apabila kondisi tanaman dengan bidang petik yang sudah tidak terjangkau
lagi oleh pemetik, maka blok afdeling tersebut harus dipangkas. Setelah itu dalam
RKB, Sinder afdeling dengan dibantu oleh Mandor Besar Pemeliharaan akan
membuat perencanaan blok-blok mana saja yang harus dipangkas, kebutuhan
tenaga kerja, jenis pangkasan, dan dana yang dibutuhkan.
Mandor Besar Pemeliharaan
Mandor pemeliharaan merupakan pembantu Sinder Afdeling yang
bertugas mengurus bagian pemeliharaan kebun dengan dibantu oleh mandormandor
dan bertanggung jawab langsung terhadap Sinder Afdeling. Mandor besar
pemeliharaan bertugas mengkoordinasikan pengawasan pelaksanaan kerja
mandor–mandor dan karyawan bawahannya yang menjadi binaannya. Mandor
Besar juga bertugas untuk mengurus permohonan AU58 untuk pengambilan obat
dan pupuk ke bagian gudang. Pengangkatan menjadi Mandor Besar melalui dua
Surat Keputusan (SK) yaitu Surat Keputusan Pengangkatan Jabatan dan Surat
Keputusan Berkala Kenaikan Upah (tiap tahun) yang isinya tergantung prestasi
kerja dan keputusan pimpinan setempat.
Jenis pekerjaan yang berada dibawah pengawasan Mandor Pemeliharaan
adalah pemangkasan, pemupukan, babad, pengendalian hama dan penyakit serta
pengendalian gulma secara kimia. Pengendalian gulma secara kimia dan
pengendalian hama dan penyakit memilki mandor sendiri sedangkan babad,
pemangkasan dan pemupukan dilaksanakan oleh bagian pemeliharaan umum.
Pekerjaan pemeliharaan semuanya merupakan sistem borongan dengan status
pekerja KHL.
Pekerjaan yang dilakukan oleh mandor besar pemeliharaan mengacu
kepada Rencana Kerja Bulanan (RKB) yang sudah disusun meskipun
pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan atau kondisi kebun. Mandor Besar
pemeliharaan memberikan instruksi kepada mandor-mandor pemeliharaan
mengenai pekerjaan yang harus dikerjakan. Setelah itu mandor pemeliharaan
mengatur pelaksanaan kerja dilapangan antara lain memberikan contoh jenis
pekerjaan yang akan dilaksanakan hari itu, mengatur hanca pekerjaan, mengamati
prestasi tenaga kerja sesuai kondisi lapangan, meluruskan cara maupun hasil kerja
yang salah, memeriksa dan menerima/menolak hasil kerja dan menghentikan/meneruskan
atau mengalihkan pekerjaan yang diakibatkan perubahan cuaca.
Kemudian melakukan pengawasan langsung terhadap kuantitas maupun kualitas
tenaga kerja per hari, cara kerja, kuantitas dan kualitas alat serta barang bahan
yang digunakan dan kuantitas dan kualitas hasil yang dikerjakan sesuai persyaratan
teknis yang telah ditetapkan.
Untuk kegiatan pemangkasan, sesuai dengan RKB maka Mandor Besar
Pemeliharaan memberikan instruksi kepada Mandor Pangkas untuk melakukan
pemangkasan. Sebelumnya dilakukan percontohan yang dihadiri oleh Administratur,
Sinder kepala, Sinder afdeling, Mandor Besar, Mandor dan tenaga
pemangkas dengan mengambil satu tanaman untuk dipangkas di beberapa pinggir
blok. Pembagian hanca dilakukan oleh mandor dan setiap 2 atau 3 hari mandor
akan mengukur hasil pangkasan dan membagi hasil tersebut dengan waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikannya. Hal ini dilakukan untuk menghitung berapa
luas yang bisa dikerjakan oleh tenaga pemangkas dalam satu hari untuk
menentukan upah. Mandor Pangkas harus selalu mengawasi tenaga pemangkas
supaya tidak melakukan kesalahan selama kegiatan pemangkasan berlangsung.
Pengisian Lembar Hasil Kerja Harian (LHKH) dilakukan setiap hari
meliputi jenis pekerjaan yang dilakukan, hasil yang dapat dikerjakan dalam satu
hari tersebut, jumlah tenaga kerja dan absensi pekerja. LKHK diserahkan kepada
JTU Afdeling untuk direkap dalam buku asisten dan sebagai bahan pembuatan
laporan harian di Kantor Induk. Selesai tugas dilapangan, mandor pemeliharaan
kembali ke kantor afdeling untuk melaksanakan pekerjaan lainnya seperti
menyelesaikan administrasi pemeliharaan hari itu, merencanakan kegiatan untuk
besok, saling tukar informasi dengan pekerja lainnya dan mengadakan evaluasi
hasil kerja hari ini terhadap rencana anggaran yang tersedia.
Mandor Besar Pemetikan
Mandor pemeliharaan merupakan pembantu Sinder Afdeling yang
bertugas mengurus bagian pemetikan dengan dibantu oleh mandor-mandor dan
bertanggung jawab langsung terhadap Sinder Afdeling. Mandor Besar bertugas
mengkoordinasikan pengawasan pelaksanaan kerja mandor–mandor dan
karyawan bawahan yang menjadi binaannya. Kendala yang sering dihadapi oleh
Mandor Besar Pemetikan adalah mandor-mandor petik yang tidak mematuhi
aturan yang telah ditentukan dan pemetik yang tidak imeut pada waktu memetik
dan ngirab. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Mandor Besar memberikan
teguran atau pekerja yang melakukan kesalahan tersebut diberi sanksi atau
dipindahkan. Akan tetapi sebelum memberikan sanksi, Mandor Besar sebelumnya
lapor dulu ke Sinder Afdeling karena yang memiliki wewenang untuk
memutuskan tetap Sinder Afdeling.
Mandor Besar Pemetikan bertanggung jawab terhadap pucuk yang
dihasilkan, kalau hasil analisis petik dan analisis pucuk jelek maka bagian
pengolahan akan memberitahukan kepada Mandor Besar. Kemudian Mandor
Besar akan menegur Mandor Petik supaya pengawasan lebih ditingkatkan.
Laporan Mandor Besar kepada Sinder Afdeling setiap harinya meliputi total hasil
pucuk per hari dari keseluruhan mandor dan masalah-masalah yang terjadi di
afdeling.
Perencanaan merupakan hal pertama yang harus dilakukan sebelum
kegiatan pemetikan dilakukan, agar kegiatan pemetikan dapat dilakukan dengan
baik. Perencanaan yang dibuat merupakan perencanaan harian dan bulanan
meliputi jumlah pemetik, cara metik, gilir petik berdasarkan faktor cuaca dan
umur tanaman (TP1 dan TP2 biasanya memiliki gilir petik yang lebih pendek),
kapasitas pemetik, kondisi blok pemetikan, dan asumsi–asumsi (cuaca, hajatan,
hari libur, hari Jum’at, kebijakan dll). Perencanaan ini dibuat oleh mandor
pemetikan berdasarkan hasil pencatatan data hasil monitoring plot hanca contoh
mandor (satu patok) setiap gilir petiknya.
Tanaga kerja pemetik di Perkebunan Tambaksari Khususnya afdeling
Kasomalang berjumlah 195 orang dengan 7 orang Mandor Petik dibawah
pengawasan seorang Mandor Besar Petik. Dua kemandoran tenaga kerja
pemetiknya sudah berstatus Karyawan Harian Tetap (KHT) dengan jam kerja 7
jam/hari, sedangkan lima kemandoran lainnya pemetiknya masih berstatus
Karyawa Harian Lepas (KHL) dengan jam kerja 5 jam/hari. Perbedaan antara
KHT dengan KHL adalah KHT mendapatkan uang sosial disamping upah yang
diberikan berdasarkan hasil kerjanya dan untuk hari Minggu upah tetap
dibayarkan meskipun tidak bekerja. Sedangkan untuk KHL upah yang diberikan
berdasarkan hasil petikan dan THR Pakaian dan Bonus (TPB). Pengangkatan
KHL menjadi KHT dilakukan berdasarkan lama kerja, prestasi dan usia pekerja.
Sistem kerja yang ditetapkan adalah sistem kerja borongan dimana
pemetik diupah berdasarkan hasil pucuk yang dipetiknya. Sedangkan harga pucuk
ditentukan berdasarkan hasil analisis petik dan pucuk serta Basic Yield (BY). BY
dihitung dengan mengalikan target produksi satu bulan dengan jumlah tenaga
pemetik kemudian dibagi Hari Kerja Efektif (HKE) 1 bulan. Sehingga BY per
bulan tidak selalu sama, bergantung pada target produksi bulan itu. Kalau
produksi pucuk sudah melebihi target biasanya BY diperbesar untuk menjaga
kestabilan upah dan pengeluaran perusahaan untuk pembayaran upah. BY yang
diberlakukan di Afdeling Kasomalang adalah 42 sampai dengan 47 kg.
Mandor harus memonitoring kebutuhan tenaga pemetik yang harus
dihitung secara berkala dengan memperhitungkan cuaca, kecepatan pertumbuhan
pucuk, sehingga bisa diketahui lebih dini kekurangan dan kelebihan pemetik.
Kekurangan tenaga pemetik dapat dilihat dari kapasitas pemetik yang jauh
melampaui Basic Yield (BY), gilir petik kaboler (pucuk sudah terlewat masa
petiknya),dan pemetikan yang kurang imeut (banyak yang terlewat). Sedangkan
kelebihan tenaga pemetik dapat dilihat dari kapasitas pemetik dibawah BY, pucuk
yang belum manjing banyak yang terambil dan waktu pemetikan relatif cepat.
Mandor mengatur pelaksanaan kegiatan pemetikan mulai dari arah dan
awal lokasi, cara dan tempat penyimpanan, waktu penimbangan, istirahat, jajaran,
pindah hanca, ngirab, cara metik, dan pengangkutan. Pengawasan dilakukan
dengan selalu berdiri di belakang pemetik pada saat pemetikan dilakukan
sehingga setiap saat bisa langsung meluruskan kesalahan yang dilakukan pemetik.
Pada saat penimbangan pucuk mandor selalu mengawasi karena mandor
bertanggung jawab terhadap hasil pucuk yang diperoleh untuk menghitung jumlah
upah para pemetik. Setiap hasil pucuk dari pemetik yang ditimbang dicatat oleh
mandor dalam buku mandor. Selain itu setiap hari mandor juga harus mengisi
Laporan Hasil Kerja Harian (LKHK) yang berisi absensi dan hasil kerja setiap
hari kemudian diserahkan kepada JTU Afdeling untuk direkap dalam buku asisten
dan sebagai bahan pembuatan laporan harian di Kantor Induk
Setelah semua pekerjaan di lapangan selesai, mandor akan kembali ke
kantor afdeling untuk menyelasaikan tugas-tugas lainnya meliputi menyelesaikan
administrasi pemetikan hari itu, merencanakan kegiatan besok hari (produksi,
antik, blok, jumlah angkutan lokasi penimbangan, jumlah pemetik dll), saling
tukar informasi dengan pekerja lainnya di Afdeling dan mengadakan evaluasi
hasil kerja.
PEMBAHASAN
Jenis Pangkasan
Jenis pangkasan adalah bentuk-bentuk pangkasan yang dilakukan pada
tanaman teh. Tipe pemangkasan memberikan ciri secara kualitatif kepada suatu
jenis pemangkasan tentang adanya daun-daun tua yang tersisa di perdu teh setelah
pemangkasan selesai (Sukasman, 1998). Jenis pangkasan yang digunakan di
Kebun Tambaksari khususnya Afdeling Kasomalang adalah pangkasan kepris dan
pangkasan jambul
Pangkasan kepris ialah pangkasan dengan bidang pangkas rata seperti
meja tanpa melakukan pembersihan atau pembuangan ranting. Pangkasan kepris
dilakukan pada ketinggian 60 cm sampai dengan 70 cm dari permukaan tanah.
Pangkasan ini lebih efektif dilakukan pada tanaman yang kondisinya kurang baik.
Pangkasan ini dilaksanakan di blok Pasir Malang 1 pada ketinggian 60 cm.
Pangkasan jambul adalah pangkasan bersih dengan meninggalkan 1
sampai dengan 2 cabang di bagian pinggir perdu. Pangkasan jambul ini hanya
dilaksanakan pada beberapa blok termasuk pada blok F3 dan E3. Hal ini
dilakukan dengan tujuan agar tanaman masih bisa melakukan fotosintesis karena
jenis tanah pada blok tersebut berbatu sehingga menghambat kerja akar. Selain
itu, pangkasan jambul juga dilakukan karena akan memasuki musim kemarau.
Menurut Sukasman (1988), pada pangkasan jambul pertumbuhan tunas lebih kuat
jika dibandingkan dengan pangkasan tanpa jambul. Jumlah daun pada jambul
yang optimal kira-kira 100 daun.
Tinggi Pangkasan
Tinggi pangkasan merupakan ukuran pemangkasan yang bersifat
kuantitatif yang dapat diukur dengan satuan panjang, biasanya cm (Sukasman,
1988). Tinggi pangkasan harus memberikan kesempatan agar tanaman dapat
dipetik dengan mudah dalam jangka waktu sepanjang mungkin. Serendahrendahnya
tinggi pangkasan untuk daerah rendah, sedang maupun tinggi adalah 40
cm dan yang paling tinggi adalah 80 cm. Kurang dari 40 cm akan menyulitkan
pemetik pada saat pemetikan. Pemangkasan yang dilakukan terlalu rendah
mengakibatkan tajuk tanaman memerlukan waktu lama untuk menutup sehingga
menyebabkan pemborosan sumberdaya (cahaya, matahari, air dan udara). Keluhan
yang datang dari pihak kebun pada pemangkasan dengan tinggi 70 cm atau lebih
adalah cepat menimbulkan pucuk burung (Sukasman, 1988).
Pemangkasan yang dilakukan di Afdeling Kasomalang dilakukan pada
ketinggian 50 cm sampai dengan 65 cm. Untuk blok Pasir Malang (PM) 1, F3 dan
E3 pada gilir pangkas sekarang ketinggian standarnya ditetapkan 60 cm dari
permukaan tanah. Pada Tabel 4 dapat dilihat pemangkasan pada blok-blok kebun
di Afdeling Kasomalang tidak selalu sama dengan standar kebun. Perbedaan
ketinggian pangkasan standar dengan hasil pengamatan di blok F3 dan E3
menunjukkan hasil yang berbeda nyata, hal ini disebabkan karena sistem kerja
yang digunakan untuk pemangkasan adalah sistem upah borongan sehingga
tenaga pemangkas lebih memperhatikan kuantitas yang diperoleh dibandingkan
kualitas hasil pangkasan. Sedangkan untuk blok Pasir Malang 1, tinggi
pangkasannya tidak berbeda nyata dengan standar yang ditetapkan.
Luas Areal Pangkasan
Perkebunan Tambaksari tepatnya Afdeling Kasomalang memilki gilir
pangkas 3 tahun sehingga setiap tahun areal yang dipangkas sebesar 33.33% dari
total luas areal Tanaman Menghasilkan (TM). Realisasi luas areal pangkasan
dalam satu tahun tidak selalu sama dengan ketentuan yang ditetapkan sebesar
33.33%. Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata luas areal yang direncanakan
untuk dipangkas setiap tahun di Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari hanya
28.86% sedangkan realisasinya 27.60% (Tabel 5). Hal ini disebabkan oleh
kondisi kebun, faktor iklim, ketersediaan dana dan prioritas pekerjaan yang harus
didahulukan.
Pemangkasan dibagi menjadi dua periode yaitu semester I (Januari-Juni)
dan semester II (September-Desember). Hal ini dilakukan untuk menstabilkan
produksi pucuk harian agar tidak terjadi fluktuasi produksi yang terlalu besar
antara saat flush dan saat minus (musim kemarau) maka perlu diatur areal pangkas
yang tepat. Pada saat flush (semester I) dilakukan pemangkasan dengan areal yang
lebih besar (55%-65%) daripada pemangkasan semester II, sehingga pada waktu
flush produksi tidak terlalu melimpah dan pada waktu kemarau tidak terlalu
sedikit. Pembagian areal pangkas hendaknya diatur menurut blok-blok yang
berekatan secara berturut-turut (Pusat Penelitian Perkebunan Gambung, 1992).
Pertimbangan dilakukannya pangkasan yang lebih luas pada semester I adalah
bahwa musim berpengaruh lebih baik atau musim plus. Jadi walaupun areal
pangkasannya lebih luas. Produksi tidak akan terlalu menurun sebaliknya
pangkasan tersebut sudah bisa dipetik penuh pada musim kemarau (Juli, Agustus,
September). Dengan demikian diharapkan produksi bulanan tidak akan terlalu
besar turun naiknya. Oleh karena itu produksi relatif stabil karena pemangkasan
akan menyebabkan berkurangnya areal produksi. Disamping itu menurut hasil
penelitian mutu teh pada musim kemarau lebih baik dibandingkan pada musim
hujan (Tobroni, 1985).
Waktu Pemangkasan
Waktu pemangkasan adalah waktu yang tepat untuk pelaksanaan
pemangkasan sehingga diperoleh hasil pangkasan yang seoptimal mungkin.
Menurut Sukasman (1988), secara agronomi tanaman dikatakan sehat jika di
dalamnya cukup mengandung hara yang diperlukan untuk tumbuh kembali.
Lingkungan yang mendukung adalah kelembaban tanah dan suhu udara. Untuk
kondisi iklim Indonesia tanaman dalam keadaan sehat adalah pada periode bulan
Maret-Juni dan September-November. Demikian juga periode lingkungan yang
mendukung pertumbuhan. Antara periode Juli-Agustus meskipun tanaman cukup
hara tetapi kondisi lingkungan kering dan panas. Antara bulan Desember-Februari
tanaman dalam keadaan sangat lemah karena terlalu banyak hujan dan kabut.
Waktu pemangkasan di perkebunan Tambaksari khususnya Afdeling
Kasomalang dibagi dalam dua semester yaitu semester I pada bulan Januari- Juni
dan semester II pada bulan September-Desember. Sedangkan pada bulan Juli dan
Agustus tidak dilakukan pemangkasan karena musim kemarau. Akan tetapi
berdasarkan data curah hujan 10 tahun terakhir di Kebun Tambaksari, pada bulan
Juli masih bisa dilakukan pemangkasan karena curah hujan masih cukup (> 60
mm). Pemangkasan pada musim kemarau dapat menyebabkan terbakarnya kulit
cabang yang tadinya terlindung oleh lapisan daun mendadak terkena sinar
matahari langsung. Selain itu persediaan air di dalam tanah dan persediaan
makanan di dalam akar sudah menipis untuk pertumbuhan tunas (Iskandar, 1984).
Alat Pangkas
Alat Pangkas yang digunakan di Perkebunan Tambaksari Khususnya
Afdeling Kasomalang adalah gaet pangkas. Gaet yang digunakan harus dalam
kondisi sangat tajam untuk mencegah adanya luka pangkasan. Untuk itu tenaga
pemangkas selalu membawa batu asahan untuk memelihara ketajaman gaetnya.
Selain gaet dan batu asahan, tenaga pemangkas hendaknya juga menggunakan
tongkat ukur. Tongkat ukur digunakan sebagai patokan ukuran tinggi pangkasan,
namun pada prakteknya di lapang tenaga pemangkas hanya menggunakan lutut
sebagai patokan.
Alat pangkas yang digunakan harus tajam agar batang atau cabang yang
dipangkas tidak pecah atau rusak (Sartika, 2003). Menurut Setyamidjaja (2000),
untuk pemotongan cabang atau ranting yang berukuran lebih kecil dari ibu jari
(diameter < 2 cm), digunakan gaet pangkas sedangkan untuk cabang atau ranting
yang berukuran lebih besar (diameter ≥2 cm) digunakan gergaji pangkas.
Kriteria Saat Pangkas
Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk menentukan kebun layak
untuk dipangkas adalah gilir pangkas, ketinggian bidang petik tanaman,
persentase pucuk burung, dan tingkat produksi tahun sebelumnya. Di Perkebunan
Tambaksari khususnya Afdeling Kasomalang, yang diperhatikan untuk
menentukan apakah blok kebun sudah layak dipangkas adalah umur pangkas dan
ketinggian bidang petik tanaman.
a. Gilir Pangkas
Gilir pangkas ialah jangka waktu antara pemangkasan yang terdahulu
dengan pemangkasan berikutnya pada blok yang sama (Pusat Penelitian
Perkebunan Gambung, 1992). Perkebunan Tambaksari khususnya Afdeling
Kasomalang berada pada ketinggian <800 m dpl yang tergolong ke dalam dataran
rendah sehingga gilir pangkasnya 3 tahun. Akan tetapi realisasinya seringkali
tidak sesuai dengan ketentuan. Sebagai contoh blok F3 dipangkas pada saat umur
pangkas baru 35 bulan (Tabel 6). Hal ini disebabkan oleh ketinggian bidang petik
hampir mencapai 120 cm dan diameter bidang petik yang sudah terlalu lebar
menyebabkan pemetik mengalami kesulitan pada saat pemetikan.
Menurut Sukasman (1988), gilir pangkas yang paling baik untuk daerah
rendah (<800 m dpl) dengan tinggi pangkasan 60 cm sampai dengan 70 cm dan
kenaikan bidang petik rata-rata 15 cm per tahun adalah 2.5 sampai dengan 3
tahun. Tanaman asal biji yang frame (percabangan) dasarnya lebih tinggi
dibandingkan tanaman klonal mungkin daur pangkasnya lebih pendek
dibandingkan tanaman klonal. Untuk daerah sedang (800-1 00 m dpl) dengan
tinggi pangkasan 45 cm sampai dengan 50 cm dan laju kenaikan tinggi bidang
petik 12 cm maka untuk mencapai tinggi bidang petk 120 cm diperlukan gilir
pangkas 4 tahun.
b. Ketinggian Bidang Petik
Tinggi tanaman merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan kebun
sudah layak atau belum untuk dipangkas. Menurut Sukasman (1988), tinggi
tanaman 120 cm merupakan tinggi maksimal untuk ukuran tinggi badan pemetik
di Indonesia (155-165 cm). Jika lebih dari 120 cm maka hasil pucuk rendah
karena bidang petik dalam jangkauan pemetik.
Hasil pengamatan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa meskipun tanaman
belum mencapai ketinggian 120 cm, pemangkasan sudah dilakukan. Tinggi
bidang petik blok E3 lebih rendah dibandingkan blok Pasir Malang 1 meskipun
umur pangkasnya lebih tinggi daripada blok Pasir Malang 1. Blok F3 Tinggi
bidang petiknya lebih tinggi dibandingkan blok E3 mskipun umur pangkasnya
sama. Hal ini disebabkan oleh sering dilakukan keprasan untuk meratakan bidang
petikan yang tidak rata akibat pemetikan yang kurang imeut. Sehingga semakin
lama ketinggian tanaman semakin berkurang dari ketinggian seharusnya.
c. Persentase Pucuk Burung
Pucuk burung adalah pucuk yang mengandung tunas dalam keadaan
dorman sehingga beberapa waktu tidak menghasilkan daun baru. Tanaman yang
sudah mendekati gilir pangkas jumlah pucuk burungnya akan meningkat. Hal ini
disebabkan oleh semakin tingginya persaingan antar pucuk untuk mendapatkan
fotosintat. Pada saat kondisi pucuk burung tinggi maka kadar pati di akar semakin
banyak karena pada saat ini tanaman mengakumulasikan hasil fotosintesisnya di
dalam akar. Apabila persentase pucuk burung mencapai 70% maka pemangkasan
pada areal tersebut dapat dilakukan (Sukasman, 1988).
Hasil pangamatan penunjukkan bahwa di Perkebunan Tambaksari
khususnya Afdeling Kasomalang rata-rata persentase pucuk burung tanaman
yang dipangkas adalah 77.33% (Tabel 8). Blok Pasir Malang 1, F3 dan E3
meskipun belum memasuki gilir pangkas tetapi persentase pucuk burung sudah
lebih dari 70%, hal ini disebabkan oleh pemetikan yang kurang imeut, umur
pangkas yang semakin tua dan pemetik yang selalu meninggalkan pucuk burung
pada saat pemetikan.
d. Tingkat Produksi
Tingkat produksi merupakan salah satu kriteria untuk melakukan
pemangkasan. Pemangkasan akan dilakukan apabila secara ekonomis tanaman
sudah tidak menguntungkan lagi atau sudah terjadi penurunan produksi mancapai
setengah dari produksi pucuk basah pada tahun sebelumnya. Berdasarkan data
produktivitas pucuk basah Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari delapan
tahun terakhir menunjukkan bahawa tanaman sudah dipangkas meskipun
penurunan produktivitas pucuk basah tidak mencapai setengah dari produktivitas
tahun sebelumnya.
Pola produksi tanaman klonal pada tahun-tahun setelah dipangkas sama
dengan pola produksi pada tanaman seedling. Tahun pertama setelah dipangkas
produktivitas mulai meningkat, produktivitas tertinggi diperoleh pada tahun kedua
setelah pangkas dan pada tahun ketiga produktivitas kembali turun (Gambar 1).
Produktivitas pucuk basah tanaman seedling lebih tinggi dari pada tanaman klonal
meskipun umur tanamannya sama. Hal ini disebabkan karena pada umur 1 dan 2
tahun setelah pemangkasan masih terdapat banyak daun muda yang memiliki
kemampuan yang cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis. Sedangkan dengan
semakin tua umur pangkas maka jumlah daun tua akan semakin banyak dengan
kemampuan fotosintesis yang sudah mulai berkurang sehingga pucuk yang
dihasilkan lebih sedikit.
Kerusakan Akibat Pemangkasan
Pemangkasan merupakan salah satu kegiatan pemaliharaan tanaman
menghasilkan yang menentukan produksi tanaman untuk tiga tahun berikutnya.
Oleh karena itu dibutuhkan tenaga pemangkas yang terlatih dan terampil untuk
mencegah tingginya tingkat kerusakan yang terjadi akibat pemangkasan.
Kerusakan cabang akibat pemangkasan bisa juga disebabkan oleh kurang
tajamnya alat yang digunakan.
Hasil pengamatan di Kebun Tambaksari rata-rata persentase kerusakan
cabangnya sekitar 13.46% lebih kecil dari kerusakan cabang akibat pemangkasan
hasil pengamatan Rahadiani (2007) di Unit Perkebunan Tambi yaitu 15. 24%
(Tabel9). Hal ini disebabkan karena tenaga pemangkas kedua perkebunan tersebut
merupakan pekerja yang sudah terampil dan mengerti tentang tata cara
pemangkasan karena sudah lama bekerja sebagai tenaga pemangkas.
Tenaga Pemangkas
Tenaga pemangkas di Perkebunan Tambaksari khususnya Afdeling
Kasomalang adalah karyawan harian lepas. Berdasarkan hasil pengamatan
kapasitas kerja tenaga pemangkas di Afdeling Kasomalang melebihi kapasitas
standar yaitu 0.046 ha/HK (Tabel 10). Sedangkan kapasitas standar yang
ditetapkan oleh perusahaan adalah 0.04 ha/HK. Kapasitas kerja tenaga pemangkas
blok Pasir Malang 1 sama dengan kapasitas standar, sedangkan kapasitas kerja
tenaga pemangkas pada blok F3 dan E3 melebihi standar. Hal ini disebabkan
karena kegiatan pemangkasan merupakan kerja borongan sehingga tenaga
pemangkas lebih mementingkan kuantitas dari pada kualitas hasil pangkasan.
Jumlah tenaga pemangkas riil di lapangan pada blok Pasir Malang 1 sama
dengan jumlah tenaga pemangkas yang dihitung secara teoritis. Sedangkan pada
Blok F3 dan E3 jumlah tenaga pemangkas yang riil di lapangan lebih sedikit
dibandingkan dengan jumlah tenaga pemangkas yang dihitung secara teoritis.
Kekurangan atau kelebihan tenaga pemangkas ini tidak menimbulkan kerugian
bagi perusahaan karena upah dibayar menurut hasil kerja masing-masing tenaga
pemangkas bukan menurut jumlah tenaga kerja.
Penanganan Sisa Pangkasan
Brangkasan sisa pangkasan merupakan hasil dari pertumbuhan selama satu
daur pangkasan yang terdiri dari ranting-ranting, cabang-cabang dan daun tua
yang jumahnya cukup banyak. Menurut teori, bobot brangkasan sisa pangkasan
pada blok E3 seharusnya lebih tinggi karena umurnya lebih tua dibanding
tanaman pada blok F3. Tanaman teh pada blok E3 frekuensi pemangkasannya
lebih besar dibanding tanaman pada blok F3 sehingga tajuk tanamannya
seharusnya lebih lebar dengan bobot yang lebih tinggi. Akan tetapi Tabel 11
menunjukkan bahwa bobot brangkasan tertinggi terdapat pada blok F3 dan yang
terendah di blok E3. Hal ini disebabkan karena daun pemeliharaan pada tanaman
di blok E3 lebih tipis dan banyak terdapat ranting-ranting kecil yang hanya
memiliki sedikit daun.
Tanaman teh pada blok Pasir Malang 1 merupakan tanaman seedling yang
sudah berumur 52 tahun yang memiliki frekuensi pangkasan yang lebih sering
dari pada blok F3 dan E3. Sehingga memiliki bobot brangkasan yang paling tinggi
karena memiliki tajuk yang lebih lebar akibat lebih sering dipangkas. Akan tetapi
hasil pengamatan menunjukkan bahwa bobot brangkasan sisa pangkasannya lebih
kecil dibandingkan blok F3. Hal ini terjadi karena tanaman teh pada blok Pasir
Malang 1 sudah melewati masa produktifnya sehingga kemampuan
fotosintesisnya sudah menurun.
Menurut Hainsworth (1972) dalam Rachmiati dan Sri Wibowo (1988),
bobot brangkasan sisa pangkasan berkisar antara 20 - 80 ton/ha yang setara dengan
pupuk NPK sebesar 800 – 2 400 kg. Selain itu menurut hasil penelitian
Angkapradipta (1973) dalam Rachmiati dan Sri Wibowo (1988) diperoleh bahwa
bobot brangkasan sisa pangkasan sebanyak 23 750 kg/ha setara dengan Urea 235
kg + 48 kg TSP + 106 kg ZK. Unsur hara dalam abu daun teh yang terdapat dalam
jumlah yang besar (makro) adalah: kalium 1. 75% - 2. 25 %, 0. 30% - 0. 50% fosfor,
kapur 0. 40% - 0. 50%, magnesium 0. 20%, dan belerang 0. 10% - 0. 30% dari
berat kering. Unsur-unsur mikro yang terkandung adalah Fe 1 500 ppm, Mn 500
ppm – 1000 ppm, B, Zn, serta Cl masing-masing 30 ppm – 50 ppm dan Mo dalam
jumlah sangat sedikit (Setyamidjaja, 2000). Dari hasil penimbangan brangkasan
sisa pangkasan pada tiga blok kebun di Afdeling Kasomalang diperoleh rata-rata
bobot brangkasan 5. 9 kg/ pohon (Tabel 10). Blok E3 yang memiliki rata-rata bobot
brangkasan 2. 9 kg/ pohon (Tabel 10) dengan populasi 12 315 tanaman/ha berarti
bobot brangkasan sisa pangkasannya adalah 35 713. 5 kg/ha. Jumlah tersebut
bisa menjadi sumber dan menambah jumlah unsur hara yang terdapat di dalam
tanah.
Afdeling Kasomalang sisa pangkasan ini sering diambil oleh penduduk
sekitar untuk dijadikan kayu bakar. Dengan diambilnya bahan pangkasan dari
kebun, unsur-unsur hara tanaman yang hilang secara teoritis bisa diganti dengan
pemberian pupuk. Tanaman yang tidak dipupuk sebelum dipangkas dan bahan
pangkasannya dikeluarkan dari kebun dapat menyebabkan penurunan produksi
sebesar 17.4% dibandingkan tindakan sebaliknya (Rachmiati dan Sri Wibowo,
1988).
Pertumbuhan Tunas Setelah Pemangkasan
Gambar 2 menunjukkan pertumbuhan tunas baru setelah pemangkasan
pada blok E2. Perkebunan Tambaksari menetapkan tinggi jendangan 75 cm
artinya pada pemangkasan yang dilakukan dengan ketinggian 60 cm maka
pemetikan jendangan dilakukan saat tunas sudah mencapai ketinggian 15 cm.
Berdasarkan Gambar 2, jendangan sudah bisa dilaksanakan pada 7 MSP.
Sedangkan realisasinya, jendangan baru dilaksanakan pada 9 MSP.
Pertumbuhan tunas baru pada tanaman yang dipangkas tergantung pada
cadangan hara pada cabang-cabang yang ditinggalkan. Menurut Natahaniel (1982)
dalam Sukasman (1988), cadangan hara pada cabang-cabang tersebut dipengaruhi
oleh besarnya cabang atau luas permukaan kulit cabang tersebut. Semakin besar
cabang semakin banyak cadangan haranya. Selain itu, pertumbuhan tunas baru
juga dipengaruhi oleh umur cabang. Semakin tua umur cabang tingkat dormansi
tunas semakin kuat sehingga semakin lama pertumbuhan tunasnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kegiatan magang yang dilakukan di Kebun Tambaksari, PT Perkebunan
Nusantara VIII memberikan manfaat yang cukup banyak. Penulis mengikuti
semua kegiatan yang dilaksanakan di kebun selama menjadi KHL sampai menjadi
pendamping Sinder Afdeling sehingga menambah pengalaman, pengetahuan dan
keterampilan tentang kegiatan teknis di lapang dan kegiatan manajerialnya.
Selain itu penulis juga bisa memahami kalau teori tidak bisa diterapkan secara
total di lapang karena kondisi yang ditemukan di lapang tidak selalu sama.
Kegiatan pemangkasan memerlukan pengelolaan yang baik karena
pemangkasan menentukan produksi untuk tiga tahun berikutnya. Pelaksanaan
pemangkasan yang dilakukan di Kebun Tambaksari belum memenuhi standar
yang ditetapkan. Jenis pangkasan yang dilaksanakan di Kebun Tambaksari adalah
pangkasan kepris dan pangkasan jambul. Tinggi pangkasan pada blok PM1 tidak
berbeda nyata dengan standar yang ditetapkan kebun, sedangkan pada blok F3 dan
E3 berbeda nyata dengan standar tinggi pangkasan yang ditetapkan kebun. Ratarata
luas areal yang direncanakan untuk dipangkas setiap tahun di Afdeling
Kasomalang, Kebun Tambaksari hanya 28. 86% sedangkan realisasinya 27. 60%.
Waktu pemangkasan dibagi menjadi dua semester yaitu semester I (Januari-Juni)
dan semester II (September-Desember). Alat pangkas yang digunakan adalah gaet
pangkas.
Berdasarkan pengamatan tanaman teh di Kebun Tambaksari dipangkas
saat umur pangkas mendekati 3 tahun, rata-rata ketinggian tanaman 109. 6 cm
dengan diameter sebelum pangkas 165. 3 cm, rata-rata persentase pucuk burung
77. 33% dan produktivitas pucuk basah yang sudang berkurang. Prestasi kerja
tenaga pemangkas 0. 046 ha/HK melebihi standar kebun yang hanya sebesar 0. 04
ha/HK. Brangkasan sisa pangkasan sering diambil penduduk sekitar untuk
dijadikan kayu bakar. Rata-rata persentase kerusakan cabang akibat pemangkasan
13. 46%, lebih kecil dari persentase kerusakan cabang di Unit Perkebunan Tambi,
Wonosobo, Jawa Tengah. Pemetikan jendangan dilakukan pada 9 MSP.
Saran
Brangkasan sisa pangkasan sebaiknya tidak keluar dari kebun karena bisa
menjadi sumber unsur hara bagi tanaman. Selain itu sebaiknya brangkasan sisa
pangkasan diletakkan di atas luka pangkasan selama 2 minggu untuk mencegah
luka pangkasan terbakar sinar matahari. Untuk cabang yang berukuran >2 cm
sebaiknya menggunakan gergaji pangkas. Pengawasan harus lebih intensif agar
pekerjaan bisa berjalan lancar dan diperoleh hasil yang baik. Penulis juga
menyarankan agar kegiatan pemeliharaan lebih ditingkatkan agar tanaman bisa
berproduksi lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2006. Statistika Perkebunan
Indonesia: Teh 2003 - 2006. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan.
Departemen Pertanian. Jakarta.
Iskandar. 1984. Pemangkasan Pohon Teh. Wina Guna pt. 26 hal.
PT Perkebunan XI (Persero). 1993. Vademecum Budidaya Teh (Camellia
sinensis). PT Perkebunan XI (Persero). Jakarta. 140 hal.
PT Perkebunan Nusantara VII. 2003. Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Teh.
PTPN VIII. Bandung. 65 hal.
Pusat Penelitian Perkebunan Gambung. 1992. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman
Teh. APPPI-Puslitbun Gambung. Bandung.
Putranto, Siswo. 1978. Perkembangan Teh, Kopi dan Cokelat Internasional. PT
Gramedia. Jakarta. 125 hal.
Rachmiati dan Wibowo. 1988. Pengaruh Bahan Pangkasan dan Dosis Pupuk
Setelah Pemangkasan terhadap Produksi. Prosiding Seminar Pemangkasan
Teh, 12 Desember 1988. Gambung. Hal 87.
Rahadiani, I.O. 2007. Pengelolaan Tanaman Teh (Camellia sinensis (L.) O.
Kuntze) di PT Perkebunan Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah. Skripsi.
Program Studi Agronomi, Faperta. IPB. 77 hal.
Rusmana, H. 2000. Pangkasan. Makalah Kultur Teknis Eksploitasi Tanaman Teh,
14 – 17 November 2000. Perkebunan Rancabali. Bandung. 10 hal.
Sartika, D. 2003. Pengelolaan Pemangkasan Tanaman Teh (Camellia sinensis (L.)
O. Kuntze) Di Perkebunan Rumpun Kemuning PT. Astra Agro Lestari Tbk,
Karang Anyar, Jawa Tengah. Skripsi. Budidaya Pertanian, Faperta, IPB.
Setyamidjaja, D. 2000. Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen Teh. Kanisius,
Yogyakarta. 154 hal.
Sukasman. 1988. Pemangkasan pada Tanaman Teh Menghasilkan. Prosiding
Seminar Pemangkasan Teh, 12 Desember 1988. Gambung. Hal 49-63.
Tobroni dan Suliasih. 1990. Pengaruh tinggi pangkasan dan tinggi jendangan
terhadap kadar pati dalam akar, pertumbuhan pucuk dan hasil tanaman teh.
Simposium Teh V. BPTK Gambung.
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Karyawan Harian
Lapang (KHL) di Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari
PTPN VIII, Subang, Jawa Barat
Tanggal Kegiatan Prestasi Kerja (Satuan HK) Lokasi
Penulis Karyawan Standar
18/02/08
19/02/08
20/02/08
21/02/08
22/02/08
23/02/08
25/02/08
27/02/08
28/02/08
01/03/08
03/03/08
04/03/08
05/03/08
06/03/08
10/03/08
11/03/08
12/03/08
13/03/08
14/03/08
17/03/08
18/03/08
19/03/08
22/03/08
25/03/08
26/03/08
27/03/08
28/03/08
29/03/08
31/03/08
01/04/08
02/04/08
03/04/08
04/04/08
07/04/08
08/04/08
09/04/08
10/04/08
11/04/0
Kunjungan ke kantor
Pemetikan produksi
Pemetikan produksi
Pengendalian gulma manual
Pengendalian gulma kimia
Pengendalian hama dan penyakit
Pemetikan
Persemaian teh
Persemaian teh
Kunjungan ke afdeling lain
Pengamatan 10 HSA
Pengamatan pertumbuhan tunas 3 MSP
Pemupukan akar
Pengendalian gulma kimia
Kunjungan ke Pabrik Tambaksari
Pemetikan Produksi
Gosok lumut
Beres cabang
Pemetikan
Pemangkasan
Pengendalian hama dan penyakit
Pemangkasan
Wawancara dengan Sinder Afdeling
Pengamatan tunas 5 MSP
Pengamatan gulma
Wawancara dengan Mandor Petik
Kunjungan ke Pabrik
Pengepakan (Pabrik)
Kunjungan ke Pabrik
Kunjungan ke Afdeling lain
Pengamatan tunas 7 MSP
Pembeberan (pabrik)
Turun layu (Pabrik)
Penyablonan sack (Pabrik)
Pengepakan (Pabrik)
Pengendalian gulma kimia
Pembagian upah karyawan
Kunjungan ke kantor afdeling
Kunjungan ke Pabrik Bukanagara
Pengendalian hama dan penyakit
Pemupukan daun
Pengendalian gulma manual
Pemetikan
3kg
3.5 kg
0.004 ha
0.02 ha
0.04 ha
2.5 kg
375 polibag
300 polibag
-
-
-
0.2 ha
0.016 ha
-
3 kg
0.02 ha
0.02 a
0.02 ha
1 tanaman
-
-
-
-
-
0.15 chop
-
-
-
174 kg/jam
5 sack
0.125 chop
0.02 ha
-
-
-
0.05 ha
0.05 ha
0.02 ha
2.5 kg
38 kg
36 kg
0.1 Ha
0.36 ha
2ha
0.1 ha
34 kg
42 kg
42 kg
0.12 ha
0.5 ha
2.08 ha
42 kg
500 polibag
500 polibag
-
-
-
0.48 ha
0.5 ha
-
42 kg
0.06 ha
0.14 ha
42 kg
0.04 ha
1.5 ha
0.04 ha
-
-
-
-
-
6 chop
-
-
-
-
-
120 sack
8 chop
0.5 ha
-
-
-
2.08 ha
2.08 ha
0.12 ha
42 kg
Kantor induk
Blok I1
Blok G1
Blok F1
Blok F2
Blok E1
Blok D2
Tas
Tas
Sar
Blok E1
Blok E2
Blok H1
Blok I2
Pabrik
Blok G3
Blok E2
Blok E2
Blok G1
Blok PM 1
Blok G1
Blok PM1
Blok D2
Blok E2
Blok F4
Blok G1
Pabrik
Pabrik
Pabrik
Buk
Blok E2
Pabrik
Pabrik
Pabrik
Pabrik
Blok G2
Kantor afd
Kantor Afd
Pabrik Buk
Blok E1
Blok E1
Blok E2
Blok I2
Tabel Lampiran 2. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping
Mandor/Mandor Besar di Afdeling Kasomalang,
Kebun Tambaksari PTPN VIII, Subang, Jawa Barat
Tanggal Kegiatan Prestasi Kerja Lokasi
Jumlah KHL
yang Diawasi
(Orang)
Luas Areal yang
Dikontrol (ha)
Lama
Kegiatan
(jam)
15/04/08
16/04/08
17/04/08
18/04/08
21/04/08
22/04/08
23/04/08
24/04/08
25/04/08
28/04/08
29/04/08
30/04/08
02/05/08
05/05/08
06/05/08
07/05/08
08/05/08
09/05/08
12/05/08
14/05/08
19/05/08
21/05/08
22/05/08
23/05/08
12/06/08
13/06/08
Pengendalian gulma manual
Pemetikan jendangan
Pemetikan jendangan
Pemetikan produksi
Juru tulis afdeling
Kunjungan ke kantor induk
Pemetikan produksi
Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian gulma kimia
Pemetikan produksi
Pemetikan produksi
Pemetikan jendangan
Pemangkasan
Administrasi afdeling
Pengendalian hama dan penyakit
Pemetikan produksi
Pemupukan daun
Pemangkasan
Pemangkasan
Wawancara dengan Mandor Besar
Pemeliharaan
Pengendalian hama dan penyakit
Pemupukan daun
Pengendalian gulma kimia
Pemupukan akar
Pelayuan
Pembeberan
Pengeringan
Sortasi
Pengepakan
60
25
25
28
-
-
27
4
12
193
193
25
1
-
4
193
4
12
12
-
4
4
12
63
5
7
3
3
8
16.617
16.617
16.617
9.467
-
-
16.561
1.5
15.561
13.214
9.467
16.617
0.04
-
15.561
10.513
15.561
17.452
17452
-
2
2
16.617
13.214
-
-
-
-
-
5
6
6
5
-
-
5
2
5
5
5
5
2
-
5
5
5
5
5
-
5
5
5
5
2
2
2
2
2
Blok E2
Blok E2
Blok E2
Blok E1
Kantor Afdeling
Kantor induk
Blok F4
Blok E3
Blok F4
Blok F2
Blok E1
Blok E2
Blok F3
Kantor Afdeling
Blok F4
Blok I1
Blok F4
Blok F3
Blok F3
Blok F3
Blok G1
Blok G1
Blok E2
Blok F2
Pabrik
Pabrik
Pabrik
Tabel Lampiran 3. Jurnal Harian Magang sebagai Pendamping Sinder
Afdeling Kasomalang, Kebun Tambaksari PTPN
VIII, Subang, Jawa Barat
Tanggal Kegiatan Prestasi Kerja Lokasi
Jumlah Mandor
(orang)
Lama Kegiatan
(jam)
26/05/08
27/05/08
28/05/08
29/05/08
30/05/08
02/06/08
03/06/08
04/06/08
05/06/08
06/06/08
07/06/08
09/06/08
11/06/08
12/06/08
16/06/08
17/06/08
18/06/08
Kontrol kebun (pemetikan)
Kontrol kebun (pengendalian gulma kimia)
Kontrol Kebun (pemetikan)
Kontrol Kebun (pengendalian gulma kimia)
Kontrol kebun (pengendalian hama dan
penyakit)
Kontrol kebun (pengendalian gulma kimia)
Kontrol kebun (pemetikan)
Kontrol kebun (pemupukan daun)
Kontrol kebun (pemangkasan)
Kontrol kebun (pengendalian gulma manual)
Pengambilan data pangkasan
Kontrol kebun (pengendalian gulma manual)
Kontrol kebun (pemetikan)
Administrasi kebun (penyusunan RKB)
Pengumpulan data
Pengumpulan data
Pengumpulan data
7
1
7
1
1
1
7
1
2
2
-
1
7
-
-
-
-
5
5
5
5
2
5
5
2
5
5
-
5
5
-
-
-
-
Blok I2, D3
Blok F1
Blok G1, H1
Blok E2
Blok G3
Blok H1
Blok F1,D3
Blok F1
Blok E3
Blok G3
Blok E3
Blok G2
Blok G1, H1
Kantor Afdeling
Kantor induk
Kantor induk
Kantor induk
Tabel Lampiran 4. Data Hari Hujan dan Curah Hujan 10 Tahun Terakhir di Perkebunan Tambaksari
Bulan 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata
HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH
JAN
PEB
MRT
APR
MEI
JUN
JUL
AGS
SPT
OKT
NOV
DES
12
15
14
18
8
15
8
4
4
11
10
17
422
433
457
522
175
285
298
100
124
279
486
470
10
6
11
18
12
6
6
3
1
16
25
16
387
139
379
320
264
130
70
12
7
310
535
472
17
13
12
16
20
7
2
3
6
15
24
16
429
166
184
452
623
119
47
142
173
321
820
338
21
19
20
20
16
14
9
5
7
21
24
13
589
225
369
344
269
265
92
57
78
641
633
419
26
24
21
15
6
3
6
3
0
3
16
20
721
383
690
337
82
67
112
43
0
18
474
599
21
15
21
15
10
2
0
2
5
17
14
15
236
561
469
176
176
36
0
72
175
295
277
527
20
21
21
10
7
9
5
0
2
4
13
11
278
478
336
448
348
452
40
0
45
26
326
259
12
29
14
16
7
18
8
3
7
14
11
8
206
817
541
496
86
237
172
108
145
171
104
130
16
25
17
20
17
3
0
0
1
0
7
17
580
868
443
370
632
50
0
0
10
0
96
538
16
10
14
16
6
6
2
0
0
0
14
14
486
597
330
690
106
166
8
0
0
0
585
618
17.7
17.7
16.5
16.4
10.9
8.3
5.1
2.56
3.3
11.2
15.8
14.7
433.4
466.7
419.8
415.5
276.1
180.7
83.9
53.4
75.7
206.1
433.6
437
Jumlah 136 4051 130 3025 151 3814 189 3981 143 3526 137 3000 123 3036 147 3213 123 3587 98 3586 138 3481.9
BB 12 9 11 9 7 9 8 11 6 8 9
BK 0 2 1 1 3 2 4 0 2 4 2. 2
Sumber: Kantor Induk Perkebunan Tambaksari 2008
Keterangan: HH = Hari Hujan
CH = Curah Hujan Q = Rata-rata Bulan Kering x 100%
BB = Bulan Basah (>100 mm) Rata-rata Bulan Basah
BK = Bulan Kering (<60 mm)
= 2. 2/9 × 100% = 24. 44%
Tipe Iklim B menurut Scmidth dan Ferguson
Tabel Lampiran 5. Jumlah Pemakaian Pupuk Afdeling Kasomalang,
Kebun Tambaksari 2007
Blok Luas areal
TM
Jumlah
Urea (kg)
(CO(NH2)2)
TSP (kg)
(Ca(H2PO4)3)
KCl (kg) Kieserit (kg)
(CaMgCO3)
E1
E2
E3
F1
F2
F3
F4
I1
I2
D1
D2
D3
PSM1
PSM2
PSM3
G1
G2
G3
H1
11. 00
15. 96
8. 00
16. 23
12. 20
16. 58
14. 71
10. 00
13. 57
4. 09
8. 15
16. 13
4. 43
12. 12
6. 00
17. 05
5. 79
14. 57
17. 06
5000
4900
2500
5000
5550
5150
6700
2750
5650
1300
2650
7350
1350
3750
1900
7700
2650
6600
5500
1000
1450
750
1450
1100
1500
1350
0
0
350
750
1450
400
1100
550
1550
550
1300
1550
1550
1550
750
1550
1700
1550
2050
850
1750
400
800
2250
450
1150
600
2400
800
2050
1700
250
0
200
350
300
0
350
450
1000
100
200
400
0
250
0
800
300
650
400
Jumlah 223. 64 83950 18150 25900 6000
Gambar Lampiran 1. Struktur Organisasi Kebun Tambaksari
Sinder
Afdeling
Kasomalang
Sinder
Afdeling
Bukanagara
Sinder
Afdeling
Tambaksari
Sinder
Afdeling
Sindangsari
Sinder
Afdeling
Palasari
Sinder
Afdeling
Sarireja
Asisten
Sinder
Pabrik
Bukanagara
Sinder
Tata
Usaha
Kebun
Sinder
Pabrik
Tambaksari
Asisten
Sinder
Pabrik
Tambaksari
Asisten
Sinder
TUK
Sinder
Pabrik
Bukanagara
Sinder
Teknik
Asisten
Sinder
Teknik
Administratur
Sinder Kepala Petugas
Tanaman
Juru Tulis
Umum
Tanaman
Petugas
Pemeriksa
Intern Kebun
(PIK)
Juru Tulis
Umum
PIK
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Recommended Posts
randomposts
Postingan Populer
Petikan gitar yang syahdu
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar