diand

Pemilihan umum 2004 lain, karena bisa memilih presiden dan wakil presiden
serta anggota DPR-MPR dan DPD secara langsung". Alangkah senangnya. Untuk
rakyat biasa yang penuh dengan sangka-baik, ini bisa berarti bahwa siapapun
presiden terpilih nanti, dia adalah presidennya rakyat, bukan presidennya
partai berkuasa apalagi presidennya oligarki Suhartoisme. Meskipun begitu,
ada beberapa soal yang kelihatannya masih juga belum akan mendapatkan jalan
keluar dengan pemilihan umum yang serba baru ini. Bahkan kita sudah bisa
pertanyakan dari sekarang, apakah syarat-syarat politik yang akan
dihasilkannya nanti (adanya pimpinan negara dan awak dari badan-badan
perwakilan) mampu menjawab soal-soal genting tersebut, dan dengan demikian
menjadi titik tolak dari sebuah jenis politik yang baru: politik-untuk
rakyat.

Masalah genting yang pertama adalah bahwa kerusakan kepulauan masih
dikemukakan sebagai rusaknya lingkungan alam yang akan bisa diatasi dengan
kepatuhan pada kaidah manajemen, seolah-olah penggusuran, pengungsian dan
proses kehilangan wilayah-hidup dari penduduk pulau bisa dilihat terpisah,
atau bahkan dikesampingkan sama sekali. Sejak pengurusan produksi ekspor di
tangan VOC beralih-rupa menjadi pengerahan politik lewat negara Hindia
Belanda di awal abad ke-XIX, pulau pulau 'India Timur' terus-menerus
mengalami pembongkaran hasil bumi besar-besaran. Perluasan kebun-kebun bahan
industri ekspor dan perluasan ladang-ladang pakan penduduk berlangsung bukan
untuk mempertahankan syarat hidup rakyat dengan tumbuhnya populasi, tapi
justru untuk melancarkan produksi, distribusi dan konsumsi di wilayah
imperium pemilik modal. India-nya Belanda adalah wilayah-keruk dari kerajaan
Belanda hampir di sepanjang abad ke XIX dan empat-puluh tahun pertama abad
ke XX. Dalam peta-peta dan tulisan resmi wilayah kepulauan dituliskan
sebagai "Nederland bagian tropis", yang seharusnya dibaca sebagai gudang
sumber-sumber bahan mentah Nederland di seberang lautan. Lahirnya tradisi
untuk mengeruk apa yang bisa dikeruk dari tiap pulau dan menghisap apa yang
bisa dihisap dari penduduknya dapat dikatakan sebagai kelahiran krisis
sosial ekologis yang meluas sekarang. Kedaulatan politik dan pemerintahan
sendiri yang mengakhiri dan menggantikan negara Hindia Belanda bukanlah
hasil dari dijalankannya fungsi 'dewan rakyat', tingkat keterwakilan yang
lebih baik di dewan rakyat tersebut, atau sebaliknya, karena kesepakatan
politik wakil-wakil kelas-penguasa lokal untuk beraliansi dan mengambil-alih
kepemilikan aset sumber bahan mentah, melainkan akumulasi dari kesadaran dan
gerakan sosial dari orang biasa untuk menolak perlakuan dan status politik
wilayah kepulauan dan manusianya sebagai "kepunyaan atau obyek negara lain".

Urusan kedua, meskipun penciptaan panggung dan peran-peran kontrol dari
drama raksasa itu berlangsung di bawah rejim perluasan modal kolonial, harus
kita akui bahwa gentingnya syarat keselamatan rakyat hari ini merupakan
turunan dari kegagalan penduduknya untuk mengurus kehidupan mereka bersama.
Krisis ekologis di kepulauan Indonesia adalah bagian dari sejarah politik
masyarakatnya-sebuah tampilan 'alami' dari krisis politik rakyat.
Maju-mundurnya tata-kuasa politik di Indonesia ditandai oleh para pelajar
politik Indonesia dengan pemilu 1955 yang berjalan bebas, dan-setelah masa
jeda yang nyaris tak berkesudahan sejak 1957 sampai dengan 1997-pemilu 1999
yang untuk kedua kalinya menjadi 'pesta demokrasi'. Penundaan demokratisasi
sejak beroperasinya rejim Suharto, dalam pembelaan dari para penyokong model
pembangunan dan modernisasi, adalah harga yang harus kita bayar untuk
kemajuan dalam infrastruktur sosial dan industri. Tidak pernah ada
pernyataan resmi dari para sponsor internasional dari pembangunan gaya
Suharto, bahwa kemajuan ekonomi yang disebut-sebut itulah yang seharusnya
digugat. Juru-bicara lapangan dari berbagai sindikat rentenir internasional
untuk negara Indonesia, maupun kelompok-kelompok anjing-pengawas untuk
pemerintahan yang bersih dan benar selalu menekankan prosedur-prosedur
politik yang harus dikoreksi, tetapi hampir tak satupun berbicara tentang
keadilan sosial-ekologis untuk kepulauan sebagai syarat dan tujuan utama
dari pengelolaan ekonomi makro. Seandainya kesehatan sistem-sistem sosial
ekologis lokal/pedesaan menjadi salah satu penunjuk mendasar dari
maju-mundurnya tata-kuasa politik Indonesia, dapat dikatakan bahwa runtuhnya
sistem-sistem sosial ekologis utama di tanah-air terutama dalam dua-puluh
tahun belakangan, menuntut pembongkaran dan pembaruan politik pengurusan
yang lebih mendasar pula. Bagaimana kita bisa memisah-misahkan antara
pembaruan tata-cara pemilihan pengurus negara atau pembaruan distribusi
wewenang Jakarta-Daerah, dengan penciutan wilayah publik, penghapusan
aturan-aturan pro-publik, pengeluaran aturan yang memerintahkan perusakan
sisa-sisa sosio-ekosistem hutan, serta pelelangan obral murah tanpa malu
dari aset-aset publik?

Soal ketiga, barangkali paling memusingkan dari ketiganya, adalah bahwa
agenda penerapan keadilan sosial ekologis belum pernah dirumuskan secara
politis sebagai tujuan bersama dari keaneka-ragaman sosial ekologis.
Percobaan babak pertama untuk mengekspresikan aspirasi "kelompok kami"
masing-masing, terutama segera setelah ketakutan rakyat hilang sejenak di
tahun 1998, seperti kita tahu, menghasilkan pengalaman babak-belur yang
mengenaskan di Maluku, Kalimantan, dan Sulawesi, dan telah melahirkan
berbagai varian dari industri kekerasan atas nama identitas asal-usul, serta
bisnis pengelolaan konflik. Gerakan sosial di Sumatra dan Papua sebaliknya
menjadi sasaran penundukan dengan kekerasan, atas nama ketakutan terhadap
keragaman jati-diri dan aspirasi politik. Pemilihan umum mengajak orang
berlatih memperjuangkan kepentingan kubunya masing-masing. Praktek
sosial-politik apa yang bisa melatih rakyat untuk menyatukan hati dan
mengesampingkan perbedaan asal-usul?

Pertanyaan terakhir di atas tentu saja mengandaikan bahwa di setiap jaman
akan selalu ada kehendak dan nyali kolektif untuk mengatasi kesusahan
bersama. Unsur yang mampu membangkitkannya adalah kepemimpinan rakyat. Pada
saat ini hal yang paling mendekati gagasan kepemimpinan bukanlah tokoh
politik atau pimpinan lembaga resmi dari kepala desa sampai presiden,
melainkan gagasan yang dikerjakan bersama orang kampung. Kepemimpinan di
jaman di mana kita tidak mampu memunculkan pemimpin, adalah praktek sosial
politik yang langsung menjawab masalah gawat yang membingungkan rakyat, bisa
dilihat dan dicontoh dengan cepat oleh orang biasa.

Selama fokus agenda politik belum bergeser dari kepatuhan prosedural pada
sistem politik demokrasi-liberal, menuju kinerja seluruh kelembagaan politik
untuk mengatasi ketiga masalah di atas-miskinnya rumusan krisis sosial
ekologis, belum bangkitnya agenda politik publik untuk mengakhiri
krisis-bukan melunakkan tampilannya, serta politik identitas yang berwatak
kapitalistik, maka selama itu pula pemilihan umum hanya akan menjadi
pasar-malam lima-tahun sekali, yang ongkosnya dibayar dari ijon-ijon politik
yang mahal, dan akhirnya harus ditanggung oleh rakyat banyak sebagai
pemegang karcis atau kartu suara. Yang warga Indonesia sungguh-sungguh
perlukan sekarang tampaknya bukanlah pelatihan bagaimana cara ikut pemilihan
umum, akan tetapi kerja-praktek membangkitkan kesadaran dan gerakan sosial
untuk menolak politik kepartaian beserta pengurusan publik yang memperalat
kampung.

* Tanah Air edisi 5 Maret 2004
DESA MANDIRI GOTONG - ROYONG
Desa adalah unit negara terkecil dan mengandung berbagai kebutuhan layaknya sebuah negara untuk menyejahterakan masyarakatnya. Desa membutuhkan kekuatan dan kesinambungan Ipoleksosbudhankamrata. Oleh karena itu, tidak ada sebuah negara dikatakan sejahtera, apa bila masyarakat desanya tidak sejahtera.
Atas pentingnya posisi desa dalam sebuah Negara dan Daerah sebagai penentu kemajuan Daerah dan Negara, maka Pemda Kabupaten Subang berkepentingan besar untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat desa dalam berbagai bidang pembangunan dengan memfokuskan pembangunan pada penumbuhkembangan desa sesuai dengan arah dan kebijakan pembangunan yang tepat dan benar.
Upaya Pemda Subang untuk memfokuskan pembangunan desa diistilahkan dengan program “Desa Mandiri Gotong Royong” sebagai penjabaran lebih lanjut dari “Rakyat Subang Gotong Royong Subang Maju” yang merupakan sosialisasi penggalian kembali terhadap nilai-nilai semangat gotong royong.
Apa dan bagaimana Desa Mandiri Gotong Royong sengaja tidak dituliskan dalam konsepsi ilmiah layaknya sebuah konsep Pemerintah yang selalu disuguhkan kepada khalayak, melainkan ditulis bak sebuah prosa untuk lebih menjelaskan sebuah “nirwana” desa yang diharapkan oleh semua masyarakat yang mencintai bangsanya, tetapi tentu saja tidak meninggalkan detil eksistensi apa yang disebut dengan desa :
Al kisah tentang sebuah desa yang berada di Kabupaten Lembah Surgawi, bernama Desa Raharja, suatu desa yang aman tentram kertaraharja, repeh, rapih, gemah ripah loh jinawi, sehat lahir dan batin.
Desa itu dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang dipilih langsung oleh rakyat bernama Eep Hidayat, biasa dipanggil Mang Eep. Beban Pak Kades setelah terpilih tidak begitu berat disebabkan kesadaran politik masyarakat di Desa Raharja cukup baik, Panitia Pilkades tidak memungut biaya yang besar kepada para Calon Kades dan masyarakat pun tidak biasa menerima materi dari para calon kades, yang dilihat oleh masyarakat adalah programnya bukan seberapa besar para calon kades memberikan materi kepada masyarakat. Bilik dan kartu suara yang digunakan juga sangat sederhana tetapi tidak mengurangi rasa khidmat masyarakat untuk memilih calon pemimpin di desa tersebut.
Masyarakat di Desa Raharja sangat menyadari, bahwa mengapa banyak para pemimpin di desa yang berada di negara lain lupa dan meninggalkan rakyatnya setelah terpilih menjadi pemimpin, hal itu salah satunya disebabkan dalam Pilkades rakyat dibeli putus, memilih karena diberi sesuatu bukan atas dasar program dan keikhlasan untuk membangun desa.
Berbeda dengan para kepala desa di negara lain yang senantiasa berpenampilan formal dan kaku, Mang Eep, sang Kades, basajan saja, sehari-hari senantiasa memakai pakaian tradisional, kampret dan iket sebagai bentuk kecintaan terhadap budaya bangsa yang semakin hari semakin ditinggalkan oleh masyarakat.
Memakai pakaian seperti itu mulanya tidak cukup mudah di sebuah desa yang sudah terpengaruh oleh kekuatan budaya barat, dibilang kampungan, cepot, dan sebutan lain yang tidak mengenakkan diri. Namun lambat laun masyarakat mulai menyadari akan arti penting penghormatan dan pelestarian terhadap nilai-nilai budaya, karena sesungguhnya budaya mendapat tempat terhormat dalam konstitusi negara, karenanya, barang siapa yang melecehkan budaya bangsa maka sama dengan menghina jati diri bangsanya sendiri.
Kampret dan iket mulai banyak dikenakan masyarakat, bahkan para pemuka agama pun mulai bangga memakai pakaian asli desa tersebut. Karena hampir seluruh masyarakat memakai kampret dan iket, desa tersebut menjadi terkenal dan menarik minat masyarakat dari desa lain dan bahkan negara lain untuk berkunjung ke Desa Raharja.
Di Sekolah Dasar, TK, TPA, dan TKA serta Madratsah yang ada di desa tersebut menggunakan pakaian kampret dan iket sebagai salah satu pakaian seragam sekolah. Maka jadilah Desa Raharja sebagai desa yang berwawasan budaya dan tradisi yang tidak menyimpang dari kaidah keagamaan.
Melihat kekompakkan masyarakat di Desa Raharja, sepertinya seluruh masyarakat di desa tersebut ingin mengatakan kepada Indonesia :
Indonesia
Kami jati dirimu
Engkau tidak akan sirna
dan tidak akan hilang selama ada kami
Indonesia
Tegaklah Engkau berdiri dengan kibaran Merah Putihmu
Yang gagah
Yang berani
Yang suci
Karena kami masih ada dan akan selalu ada!
Suasana tradisisional yang kuat bukan berarti primitif sehingga Desa Raharja terbelakang, sebaliknya Desa Raharja merupakan desa yang maju dalam berbagai bidang pembangunan. Pembentukan karakter masyarakat yang dilakukan oleh sang Kades beserta seluruh stake holder pembangunan di Desa Raharja membuahkan masyarakat yang kuat dalam persatuan dan yang bersatu menjadi kekuatan.
Masyarakat di Desa Raharja terikat menjadi satu dalam pemikiran, satu dalam wawasan, dan satu dalam perasaan, seorang sakit seluruh merasakan kepahitan, bahu membahu dan tolong menolong menjadi ciri mandiri masyarakat di Desa Raharja.
Pada suatu hari Bupati Kabupaten Lembah Surgawi, Drs. Ojang Sohandi, Msi yang biasa dipanggil Kang Ojang, berkunjung ke Desa Raharja untuk mengetahui lebih dekat cerita orang tentang kemandirian masyarakat di Desa Raharja yang sudah menjadi buah bibir masyarakat di Kabupaten Lembah Surgawi bahkan kabarnya sudah sampai ke Istana Negara. Pak Ojang, sang Bupati terkagum-kagum ketika melihat suasana tradisional masyarakatnya, dan lebih terkagum-kagum ketika mendengar sambutan sang Kades yang memaparkan data kependudukan dan data-data lainnya sehingga jelas gambaran keadaan Desa Raharja.
Sang Kades mengetahui pasti tentang berapa jumlah warganya yang lanjut usia, belum mendapat pekerjaan, yang cacat, pedagang, pegawai, dan bahkan jumlah rumah, jumlah industri rumah, dan lain-lain data tentang Desa Raharja. Menurut sang Kades, pendataan dilakukan setiap tahun, sehingga apa bila ada warga pendatang segera diketahui dan langsung dipanggil agar melaporkan maksud dan tujuan datang ke Desa Raharja, apa bila sudah jelas pekerjaanya diperbolehkan tinggal di Desa Raharja, sebaliknya apa bila mencari pekerjaan, sang Kades memperbolehkan menetap selama dua minggu sampai mendapat pekerjaan. Apa bila dalam waktu tersebut belum juga mendapat pekerjaan, maka dipersilakan untuk pulang ke kampung halamannya, biasanya diberikan sumbangan yang dikeluarkan dari dana zakat mal atau infak shadaqah masyarakat.
Bupati, Kang Ojang, tersenyum ketika sang Kades bergurau, ”apa bila Pak Bupati datang menyamar ke Desa Raharja, maka akan segera ketahuan, sehingga tidak bisa dengan leluasa mengetahui kekurangan saya sebagai Kepala Desa.”
Sang Bupati pun balas bergurau, ”saya menyamar bukan untuk mengetahui kekuranganmu wahai kadesku, melainkan untuk memberikan stimulan dana bagi Desa Raharja untuk pendataan yang desamu lakukan setiap tahun, karena keburu ketahuan maka saya tidak jadi memberikan dana tersebut.” Nampaknya keakraban sang Bupati, Kang Ojang, dengan bawahannya merupakan kunci penting semangat sang Kades untuk lebih giat dan rajin serta kreatif dalam membangun desanya.
Makan
Program pertama Desa Raharja adalah makan, artinya setiap warga Desa Raharja tidak boleh ada yang kelaparan. Semua penduduk miskin terdata dengan sempurna, untuk kaum miskin yang masih muda dan kuat bekerja tidak diberikan sumbangan untuk makan kecuali mereka bekerja melakukan sesuatu, bisa membersihkan parit, jalan dan pekerjaan untuk kepentingan umum lainnya. Sedangkan bagi mereka yang lanjut usia dan cacat sehingga tidak bisa lagi bekerja atau bekerja bakti secara fisik, mereka ditugaskan untuk mendo’akan seluruh warga Desa Raharja agar mendapat berkah dan lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa :
Ya Allah, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang
Bukakanlah pintu cahaya agama, iman, ilmu, amal saleh, rizki, kesehatan
Tinggikanlah derajat di sisi-Mu
Dan berikanlah berbagai kebaikan kepada kami semua, seluruh warga Desa Raharja
Semoga seluruh warga Desa Raharja selamat, sukses dan bahagia di dunia maupun di akhirat kelak, amiin.

Dana untuk Program Makan diambil dari zakat mal, sumbangan umat beragama, dan infaq shadaqah masyarakat serta pengumpulan beras jempitan setiap hari yang diadministrasikan dan dipertanggungjawabkan secara rapih dan benar oleh kelompok masyarakat yang tergabung dalam Bank Amal Ibadah (KAIDAH) Desa Raharja.
Melihat kebersamaan dan gerakan KAIDAH Desa Raharja yang sangat bermanfaat, maka Bupati, Kang Ojang, memberikan stimulus setiap tahun sebanyak 1 ton beras. Semua dana yang terkumpul digunakan untuk berbagai keperluan amaliyah di luar Program Infrastruktur dengan mengutamakan Program Makan.
Kesehatan
Setelah tidak ada satu orang pun masyarakat Desa Raharja yang kelaparan dengan Program Makannya, dilanjutkan dengan Program Kesehatan yaitu program yang sangat penting bagi kehidupan, sehat bisa bekerja, sehat bisa beraktifitas, sehat bisa mencari uang, dan sehat adalah harta yang tidak ternilai, ”dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat!”
Setiap pagi dan sore masyarakat di Desa Raharja selalu membersihkan halaman rumahnya, dan di setiap rumah tersedia tempat sampah organik, pelastik dan kertas sehingga tidak ada sampah yang dibuang ke sungai dan ke tempat-tempat lain yang mengakibatkan sampah bertumpuk dan menimbulkan bau dan penyakit serta pemandangan yang tidak indah.
Masyarakat di Desa tersebut mahir membuat pupuk organik untuk pertanian baik untuk penyubur tanaman maupun untuk pembasmi hama, tidak heran kalau padi, sayuran dan buah-buahan di desa tersebut menggunakan pupuk organik yang sangat bermanfaat bagi kesehatan.
Plastik dikumpulkan setiap satu minggu sekali dan masyarakat sudah bisa memilah mana plastik yang berguna dan yang harus dimusnahkan, demikian juga untuk jenis kertas. Setelah dipilah, sampah-sampah itu dijual dan dananya digunakan untuk usaha pemuda mandiri, sebagian diberikan kepada Bank Amal Ibadah (KAIDAH) Desa Raharja untuk kegiatan sosial yang diatur oleh KAIDAH.
Setiap satu minggu sekali diadakan kerja bakti gotong royong untuk membersihkan tempat-tempat umum, dan bila musim hujan tiba biasa diadakan gotong royong penanaman pepohonan untuk kenyamanan, keindahan, kesehatan dan kelestarian alam. Di Desa tersebut tidak ada air kotor yang tergenang dan menjadi sarang nyamuk dan tidak ada sedikit pun tempat tumbuh namuk yang biasa bertelor di genangan air bersih yang terdapat pada kaleng bekas atau barang bekas lainnya.
Lingkungan umum dan rumah serta halamannya yang bersih dan indah membuat masyarakat menjadi sehat ditambah kesadaran ber KB, rutin datang ke Pos Yandu bagi ibu hamil dan yang mempunyai balita, mengikuti kegiatan senam mingguan dan jalan santai bulanan yang tidak hanya diikuti oleh kalangan muda mlainkan diikuti juga oleh kalangan lansia yang sehat-sehat.
Dalam hal makanan dan minuman, masyarakat sudah menyadari bahaya makanan dan minuman yang mengandung bahan pengawet dan zat pewarna, mereka tidak membiasakan diri memakan makanan dan meminum minuman instan melainkan senantiasa memperhatikan makanan sehat sederhana yang mereka buat sendiri atau yang dibuat para penjaja makanan. Mereka juga mengetahui, bahwa makanan yang mengandung lemak berlebih harus selalu dihindari.
Kebiasaan banyak meminum air putih yang sudah dimasak telah membudaya pada masyarakat Desa Raharja, sang Kades mengadakan gerakan banyak meminum air putih masak. Tentu saja mereka juga mengetahui pasti, bahwa tidak baik bagi kesehatan kalau menahan kencing karena akan mengakibatkan penyakit yang tidak ringan. Karena itu banyak minum dan tidak menahan kencing telah menjadi kebiasaan baik masyarakat di Desa Raharja.
Kebiasaan merokok? Masyarakat Desa Raharja tidak ada satu orang pun yang mempunyai kebiasaan merokok, meraka menyadari bahwa asap rokok yang diisap akan mengakibatkan penyakit yang tidak ringan. Karena bahaya merokok diketahui persis, maka masyarakat di Desa Raharja tidak biasa mengguyonkan merokok seolah-olah bermanfaat bagi apa pun.
Dilaporkan oleh Kepala Desa Raharja, bahwa untuk menguatkan dan mempertahankan tingginya derajat kesehatan masyarakat, maka dibentuklah Forum Masyarakat Peduli Kesehatan, ”Merekalah Pak Bupati, para relawan Desa Raharja sebagai para pahlawan kesehatan masyarakat, bekerja tanpa pamrih dan tanpa mengenal lelah, hasilnya mereka juga sehat dan kalau sehat banyak yang biasa dilakukan.”
Karena kebiasaan memelihara kesehatan dengan baik, derajat kesehatan masyarakat meningkat dan rata-rata lama hidup menjadi lebih panjang dibandingkan desa-desa lainnya, ”wah...wah...pantas Pak Kades kelihatan fit dan masyarakatnya juga sehat-sehat, semangat lagi,” ungkap Bupati bangga dan tanyanya kepada Pak Kades, ”apakah masih ada unggas yang berkeliaran dan tidak terurus?”
Ditanya seperti itu, Pak Kades agak malu, karena luput dari perhatian dirinya, ”kesalahan saya Pak Bupati, Insyaallah secepatnya akan dimusyawarahkan dengan Forum Masyarakat Peduli Kesehatan dan masyarakat” jawab Pak Kades konsisten.
”Satu lagi Pak Kades, apakah masyarakat di Desa Pak Kades masih suka berombong-rombongan menjenguk orang sakit di Rumah Sakit? Dan masih biasa tidur di Rumah Sakit bergeletakan?” Tanya Bupati sangat serius.
”Maap Pak Bupati, kelalaian saya,” lagi-lagi Pak Kades konsisten dengan kekurangannya.
Ekonomi
Tingginya derajat kesehatan masyarakat dan kesadaran besar tentang pentingnya memelihara keehatan berpengaruh besar terhadap taraf kehidupan ekonomi masyarakat, semisal, apa bila di sebuah desa ada 1.000 orang perokok dan masing-masing hanya menghabiskan 6 batang rokok seharga Rp. 3.000,00, maka sebulan masyarakat di desa tersebut menghabiskan Rp. 90.000.000,00, yang berarti setahun Rp. 1.080.000.000,00 (Satu Milyar Delapan Puluh Juta Rupiah). Belum ditambah membeli makanan yang mengandung bahan pengawet dan zat pewarna atau hal-hal yang kurang berguna.
Apa bila membeli hal-hal yang kurang berguna ditambahkan termasuk biaya berobat karena kurangnya kesadaran memelihara kesehatan, maka jumlah uang yang dikeluarkan masyarakat jauh di atas Rp. 1.500.000.000,00 (Satu Milyar Lima Ratus Juta Rupiah) per tahunnya.
Masyarakat di Desa Raharja mengetahui persis, bahwa untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat dimulai dengan meninggalkan pengeluaran uang yang dianggap kurang berguna seperti merokok dan membeli hal-hal yang kurang berguna. Hal tersebut bisa mengurangi putaran uang di Desa Raharja.
Selain itu bangga dengan produk sendiri yang dibuat di desa sendiri merupakan upaya peningkatan ekonomi yang strategis, sebaliknya banyak menjual produksi desa sendiri ke luar desa akan sangat berpengaruh positif terhadap peningkatan taraf ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat di Desa Raharja termasuk anak-anak bangga dengan produksi makanan, minuman dan lain-lain yang dibuat sendiri di Desa Raharja serta sudah pada menyadari bahwa kekuatan ekonomi diukur oleh uang masuk dan uang ke luar, apa bila uang masuk jauh lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran, maka secara ekonomi dapat dikatakan meningkat dan sejahtera.
Karakter ekonomi masyarakat seperti itu tanpa disadari telah menumbuhkan kesejahteraan bagi masyarakat di Desa Raharja, apa lagi setelah terbentuk Lumbung Ekonomi Desa (LED) yang telah mampu membangun kesadaran yang tingi kepada masyarakat untuk memaksakan diri menabung sehingga lambat laun telah menjadi kebiasaan.
Pak Bupati bangga karena Desa Raharja sudah mampu menciptakan Program LED sebagai antisipasi terhadap program Pemerintah tentang ekonomi kerakyatan yang senantiasa mengalami kegagalan, sebagai lembaga ekonomi desa, LED telah mendapat kepercayaan penuh dari Bank Jabar dan telah menjadi wadah perbankan masyarakat yang profesional—sedangkan biasanya program ekonomi kerakyatan yang digulirkan Pemerintah jauh dari sifat profesional.
Mengingat keberhasilan Desa Raharja dalam mengembangkan LED, Bupati kemudian berjanji akan memberikan stimulan setiap tahun baik berupa dana hibah maupun subsidi bunga 1 % bagi LED yang berupaya menambah pinjaman modal kepada Bank untuk meringankan pembayaran. Program Bupati tersebut jelas disambut baik masyarakat di Desa Raharja.
Selain hal-hal di atas, pilar dasar ekonomi adalah pemeliharaan infrastruktur. Terpeliharanya infrastruktur bisa mencegah banjir, longsor, mencegah kejadian-kejadian bencana yang diakibatkan ulah manusia dan hal tersebut akan sangat berpengaruh positif terhadap kekuatan ekonomi, sebaliknya jika terjadi bencana yang disebabkan oleh ulah tangan manusia, akan sangat berpengaruh buruk terhadap derajat ekonomi masyarakat. Karena hal di atas, infrastruktur di Desa Raharja terpelihara dengan baik melalui kesadaran masyarakat yang tinggi terhadap pentingnya pemeliharaan infrastruktur.
Setelah hal-hal di atas dilaksanakan dengan baik, baru kemudian masyarakat di Desa Raharja mulai menghitung berapa yang didapat dari bekerja dan apa yang bisa dilakukan untuk menghasilkan uang halal. Ketauhidan, semangat, bekerja keras, kreatif, rajin, inovatif, berjuang tanpa mengenal lelah dan putus asa menjadi karakter atau ciri mandiri kekuatan ekonomi masyarakat di Desa Raharja.
Pendidikan
Karakter ekonomi masyarakat Desa Raharja yang kuat, tangguh dan menjungjung tinggi kebersamaan dan semangat untuk membangun ekonomi masyarakat se desa berbuah kesejahteraan ekonomi. Derajat ekonomi masyarakat yang tinggi membuat kesadaran warga untuk menyekolahkan putera puteri mereka semakin kuat.
Memang dalam berbagai program Pemerintah secara bertahap menyediakan pendidikan murah bahkan gratis, tetapi ongkos jalan anak baik untuk biaya transportasi maupun jajan serta kebutuhan ekstra lainnya jauh lebih besar dibandingkan dengan Sumbangan Biaya Pendidikan. Beberapa kalangan masyarakat yang mempunyai kekuatan ekonomi, justru memilih sekolah yang memasang tarif cukup mahal.
Dikaitkan dengan tingkat ekonomi, bukan persoalan murah dan gratisnya, melainkan terjangkau atau tidaknya, bisa terjangkau bila mempunyai kekuatan ekonomi, walaupun gratis tapi kalau biaya transportasi dan kesehariannya tidak terjangkau, sekolah gratis akan banyak ditinggalkan oleh kalangan ekonomi lemah, kecuali Pemerintah menjamin asrama dan makan minumnya bagi yang miskin.
Bahwa oleh karena itu, kekuatan ekonomi masyarakat memegang peranan penting dalam dunia pendidikan. Kondisi masyarakat di Desa Raharja yang telah mempunyai derajat ekonomi cukup tinggi, dalam menyekolahkan anak-anaknya sudah tidak terpengaruh dengan gratis atau tidaknya menyekolahkan anak, kalaupun kemudian murah dan bahkan gratis, bagi masyarakat Desa Raharja, biaya yang ada digunakan untuk menambah kualitas pendidikan putera-puterinya.
Sekolah Dasar dibangun secara gotong royong dan diperhatikan setiap tahunnya. SD bukan hanya dijadikan sekolah umum melainkan siangnya dijadikan Sekolah Madratsah, sehingga seluruh anak SD yang ada di Desa Raharja secara otomatis menjadi murid Sekolah Madratsah. Kebersamaan dunia pendidikan umum dan keagamaan ditandai dengan kewajiban anak SD untuk mengikuti pendidikan Sekolah Madratsah. Pada beberapa tempat di desa lain, SD tidak boleh digunakan sekolah agama, akibatnya banyak anak-anak usia SD tertinggal pendidikan keagamannya. Sedangkan bagi anak-anak di bawah usia SD, ada yang menimba ilmu di Taman Pendidikan Al Qur’an, TKA, PAUD, dan TK.
Untuk memperhatikan dunia pendidikan di Desa Raharja, atas dasar musyawarah dengan masyarakat, Kepala Desa membentuk Forum Masyarakat Peduli Pendidikan yang bertugas untuk memantau dan memperhatikan anak-anak usia sekolah, mulai hal-hal kecil seperti pembinaan makan minumnya agar tidak mengandung bahan pengawet dan zat pewarna, pembentukan karakter anak agar mencintai produksi sendiri, drop out, dan menghimpun dana peduli pendidikan masyarakat untuk tujuan membantu anak-anak sekolah yang kurang beruntung di Desa Raharja.
Karena manfaat kinerja Forum Masyarakat Peduli Pendidikan yang sangat besar bagi peningkatan dunia pendidikan dengan menampilkan kemandirian pendidikan secara gotong royong, Pak Bupati menjadi sangat tertarik, ”ini! Ini! Yang dibutuhkan oleh negara. Pak Kades, saya akan siapkan dana untuk stimulan bagi pembangunan sekolah yang ada di desa ini, dan stimulan bagi Sumbangan Peduli Pendidikan, saya senang, Desa Raharja dibantu bukan karena miskin dan malas, melainkan karena berprestasi dan penuh semangat dalam bekerja keras!” Tandas Pak Bupati bangga.
Infrastruktur
Program Infrastruktur yang pertama dilakukan oleh masyarakat di Desa Raharja adalah Program Pemeliharaan Infrastruktur yang sudah ada dengan terlebih dahulu menumbuhkembangkan pengetahuan masyarakat tentang arti penting infrastruktur bagi kehidupan dan masa depan Desa Raharja, baik untuk saat ini maupun untuk anak cucu pada masa mendatang.
Masyarakat di Desa Raharja mengetahui persis, bahwa kalau mempunyai sawah atau kebun di pinggir jalan, bukan mengikis jalan sehingga menjadi berkurang lebarnya, melainkan memundurkan sawahnya atau pagar kebunnya sehingga jalan menjadi lebih lebar dan terpelihara. Masyarakat pun mengetahui persis, apa bila melempar rumput atau kotoran lain dari ladang atau sawahnya ke pinggir jalan akan mengakibatkan bahu jalan menjadi lebih tinggi dibandingkan jalan, sehingga berpengaruh terhadap keruksakan jalan terutama pada musim hujan yang berakibat jalan tergenangi air. Demikian pula, tidak membuat pagar rumah menjorok ke jalan umum yang mengakibatkan penyempitan jalan, sebaliknya memberikan sebagian tanahnya untuk perluasan jalan umum.
Tanggul-tanggul sungai dipelihara dengan baik, tidak ada satu orang pun yang berani dan tidak merasa malu mendirikan bangunan atau membuat ladang sawah di atas tanggul sungai. Mereka mengetahui pasti bahwa air hujan tidak berkurang setiap tahunnya, dan kalau kondisi tanggul mengecil karena digunakan bangunan atau sawah ladang, maka akan mengakibatkan tanggul jebol yang akan merugikan banyak orang dan dirinya sendiri.
Di Desa Raharja, mereka yang mempunyai sawah senantiasa memberikan sebagian tanahnya untuk dibuatkan parit agar pada musim hujan bisa menampung air hujan dan dapat mengurangi air bah apa bila datang sewaktu musim hujan.
Ada itu pun satu dua orang yang tidak mengetahui akibat buruk membuang rumput ke bahu jalan, mengikis tebing jalan umum yang terletak di pinggir sawah, membuat bangunan dan bercocok tanam di atas tanggul, membuat pagar rumah menjorok ke jalan umum, bahkan berladang sawah di sungai ketika musim kering. Tetapi mereka segera menyadari perbuatan yang salah tersebut dan mengembalikan semua itu kepada semula tanpa harus mendapat ganti rugi Pemerintah karena mereka melakukan kesalahan bukan dianjurkan Pemerintah melainkan kesalahan dirinya sendiri.
Kades Desa Raharja menerangkan kepada sang Bupati, bahwa tidak ada seorang pun warga Desa Raharja yang mencuri kayu di hutan, sebaliknya setiap tahun biasa menanam pepohonan di hutan untuk kelestarian alam, kecuali mengambil ranting-ranting yang sudah patah dan lapuk, dan tidak ada seorang pun warga Desa Raharja yang membabat hutan bakau di pinggir laut untuk dijadikan tambak dan ladang pertanian, semua dipelihara dengan baik.
Sang Bupati sangat terharu mendengar dan melihat kesadaran warga Desa Raharja dalam melaksanakan Program Pemeliharaan Infrastruktur, sehingga sang Bupati berjanji akan memberikan stimulan kepada desa-desa yang melakukan Program Pemeliharaan Infrastruktur sebagaimana yang dilakukan Desa Raharja. Kemudian sang Bupati tersenyum karena tergambar masa depan yang lebih baik bagi anak cucu warga Desa Raharja, ”kalau seluruh desa seperti ini maka Indonesia tidak akan menangis lagi,” gumam sang Bupati.


Privatisasi Air Menimbulkan Kerusakan Lingkungan
HTI-Press. Adanya privatisasi air ini menimbulkan kerusakan lingkungan yang begitu parah. “Terjadi kerusakan keseimbangan lingkungan di daerah hulu,” kata Untung Bahtiar Redaktur Politik HU Radar Bogor saat berbicara dalam Fokus Group Discussion yang digelar DPD II Hizbut Tahrir Indonesia Bogor, Sabtu (23/08/08).
“Ada sekitar 36 perusahaan sekala kecil dan sedang yang hilir mudik tiap hari mengangkut air pegunungan bertangki-tangki di bawa ke Jakarta dan kota-kota di jawa barat lainnya. Ini belum perusahaan air kemasan multinasional yang mengambil air pegunungan namun ijinnya langsung ke pemprov Jabar,” imbuh Pak Untung.
Menurut beliau, akar masalah dari krisis air di Bogor saat ini karena kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap masalah tersebut. Eksploitasi air bawah tanah oleh perusahaan-perusahaan tanpa adanya reklamasi yang menyebabkan sumur-sumur warga di sekitarnya menjadi kering, katanya.
Sementara itu, Direktur Teknik PDAM Tirta Pakuan Bogor, Bapak Hendri mengaku PDAM sebagai BUMD yang diharapakan mampu menyediakan kebutuhan air bersih bagi warga bogor mengalami beberapa kendala. Hingga saat ini menurutnya, PDAM baru bisa melayani 47 persen dari total penduduk Bogor.
“PDAM hanya sebagai operator, dan yang bertanggung jawab terhadap PDAM adalah pemerintah,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa diantara kendala PDAM selama ini adalah dari pendanaan. Oleh karenanya, PDAM mencari sumber-sumber pendanaan yang mudah dengan bunga kecil.
“Salah satu sumber peminjaman dana adalah dari Bank Dunia karena bunganya relatif rendah,” imbuhnya lagi.
Masih menurut beliau, kendala yang lain adalah masalah ketersediaan air. Selama ini PDAM mengambil sumber air dari 3 mata air. Selebihnya, sebagian besar dari air permukaan.
“Itulah mengapa ketika hujan, justru PDAM selalu kekurangan air. Karena air permukaannya keruh tercampur lumpur. Susah untuk dijernihkan,” ujarnya. Di sisi lain, air tanah saat ini sedang mengalami krisis, sehingga sulit untuk melakukan pengembangan dan mendapatkannya. (dh/bgr/li)

Cetak halaman ini
Artikel ini diposting pada tanggal 26 August 2008 pukul 15:01 pada kategori News Dalam Negeri. Anda dapat melacak post ini melalui RSS 2.0 feed. Anda dapat meninggalkan komentar, atau lacak balik pada situs anda.
« Sesepuh Bogor: Privatisasi Air Harus Dicabut!
Hanya Sistem Khilafah, Wahai Kaum Muslim, yang Bisa Menyelesaikan Penodaan terhadap Keyakinan Anda! »
2 komentar untuk “Privatisasi Air Menimbulkan Kerusakan Lingkungan”
1. boejang pintu :
28 August 2008 pada 11:09
BEGITULAH KALO HIDUP DIBAWAH SISTEM BUATAN MANUSIA
MASALAH AIR AJA SULIT…kalo mau minum hrs ada duit!
INSYA ALLAH DENGAN SYARIAH DAN KHILAFAH ISLAM
PERMASALAHAN TERSEBUT DAPAT DIATASI.
Ayo Kita Perjuangkan Tegaknya Syariah dan Khilafah.
2. indri :
5 March 2009 pada 15:14
memang hidup dimasa yang serba mau jadi paling terkaya seperti ini menderitanya
mereka rela menukar kemiskinan yang meraja lela hanya demi kepentingan mereka sendiri
menindas orang-orang yang lemah

Terus terang, mengaitkan gejala-gejala alam dengan tanda2 awal kiamat (saya menerjemahkan term "kiamat" yang anda maksud adalah kiamat kubro, akhir dunia,
yang tidak semata akhir Bumi saja) itu sungguh di luar kemampuan saya. Ilmu agama saya cethek, ngajinya cuman Qur'an, buku2 yang dibaca hanya terjemahan. Memang pernah beberapa kali ceramah, tapi itu semata karena 'todongan' orang. Maka dari itu mohon maaf kalo imel ini juga saya forwardkan ke beberapa pihak yang lebih punya kapasitas untuk menjawab, seperti Bpk. H. Abdillah salah satu cendekia Muhammadiyah yang berdomisili di Malang, Bpk. H. AR Sugeng Riyadi, ustadz Pondok modern As-Salam Pabelan Surakarta, dan juga pada Bpk. H. Rovicky Dwi Putrohari, sang ahli ilmu bumi dengan background religius kuat dan berkedudukan di Kuala Lumpur.
Saya pribadi tidak sependapat dengan pendapat adanya gejolak magma yang berjama'ah di perut bumi Indonesia, sebab yang menampakkan peningkatan aktivitas sebenarnya hanya gunung itu-itu saja. Mengutip data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, pada
Juli 2006 peningkatan aktivitas (kode status : waspada-awas) hanya terjadi di Merapi, Anak Krakatau, Semeru, Soputan, Lokon, Talang, Ibu, Dukono dan Karangetang. Pada Juli 2007 ini Gunung Gamkonora (Halmahera) dan Batutara (NTT) ditambahkan ke dalam daftar, sementara gunung Ibu dieliminasi (karena sudah turun menjadi aktif normal). Gunung2 yang lain statusnya aktif normal, alias biasa-biasa saja. Jika gunung2 api lain di luar daftar itu menunjukkan peningkatan aktivitas, terutama gunung2 yang lama 'tidur' seperti Sumbing-Sindoro-Merbabu-Lawu di Jawa Tengah atau kompleks Wilis-Anjasmoro di Jawa Timur, maka barulah bisa dikatakan ada anomali.
Beberapa gunung api dikenal mempunyai periode letusan pendek. Merapi misalnya, ia mempunyai periode letusan 3 - 4 tahun dan tiap kali meletus memakan waktu 0,5 -
1 tahun, dengan tipe letusan efusif (leleran) dimana ia lebih dulu 'membangun' kubah lava untuk kemudian melongsorkannya sedikit demi sedikit sebagai awan panas. Karangetang, Soputan, Lokon dan Talang meletus secara eksplosif (ledakan) namun tipenya letusan
vulkano lemah sehingga kolom debu-nya hanya mencapai ketinggian maksimum 1 km dari puncaknya. Sementara Semeru, dia memang punya sifat letusan yang khas karena selalu berulang secara periodik dalam waktu yang pendek (kalo tidak salah adalah karakter
Strombolian), namun tipe letusannya juga vulkano lemah sehingga tinggi kolom debu yang dihembuskannya pun tidak > 1 km. Semua tipe letusan ini memiliki energi yang kecil.
Anak Krakatau juga demikian. Memang dalam sejarahnya gunung ini punya riwayat letusan2 paroksimal (besar-besaran) yang ultraplinian, hingga sanggup menghembuskan kolom debunya ke ketinggian 30 km.
Letusan paroksimal terakhir (Agustus 1883) membuat tubuh gunung musnah dan menyisakan kaldera berdiameter 7 km dengan energi letusan yang sungguh luar biasa,
mencapai angka 400 megaton TNT atau 20.000 kali lebih kuat dibanding bom Hiroshima. Namun sejak kelahirannya
(1930) hingga sekarang, aktivitas Anak Krakatau adalah tipe vulkano lemah dengan energi yang kecil, sehingga tidak berdampak jauh.
Letusan gunung api juga dipengaruhi oleh kejadian gempa, karena gempa mampu menghasilkan perubahan tekanan (stress change) baik secara statik maupun dinamik dalam dapur magma, dan secara umum diketahui stress change sebesar 10 kPa adalah ambang batas untuk memicu letusan. Pola ini nampak jelas pada Merapi 2006 (yang dipicu gempa Yogya) dan Talang 2005 (yang dipicu rentetan gempa megathrust Sumatra-Andaman, gempa megathrust Simeulue-Nias dan gempa Mentawai).
Memang saat ini ada pendapat sedang terjadi plate reorganisation pasca gempa megathrust Sumatra-Andaman 2004 (26 Des 2004, yang melahirkan tsunami besar itu) dan disusul gempa megathrust Simeulue-Nias 2005 (28 Maret 2005), sehingga gempa2 bermunculan di mana2 di Indonesia dan sebagai dampaknya banyak gunung api terpengaruh.
Namun saya pribadi tidak sepenuhnya sependapat, sebab gempa-gempa megathrust di zona subduksi Sumatra memiliki periode ulang 200-an tahun dan waktu kejadiannya berbeda-beda, tidak serempak. Misalnya saja di area Nias - Mentawai. Megathrust di Nias
terjadi pada 1861 dan 2005 lalu. Sementara di Mentawai megathrustnya terjadi pada 1797 dan 1883. Sulit untuk mengatakan bahwa dari tahun 1797 - 1861 - 1883 (hampir 100 tahun) terjadi plate reorganisation sementara berselang 1 abad lebih kemudian (yakni 2004 dan 2005) juga muncul megathrust di Simeulue serta Nias, yang diselingi oleh gempa 7,7 Mw di Nias (1935) dan kelak sekitar 2030 (rentang waktu probabilitasnya antara 2010 - 2050 dengan interval konfidensi 95 %) gempa megathrust di Mentawai bakal berulang. Polanya nampak bersambung terus menerus bukan? Itu baru di Sumatra saja, belum memperhitungkan skenario2 gempa megathrust yang terjadi di Jawa dan Indonesia timur. Dan plate reorganisation, dalam pendapat saya, mungkin sulit terjadi/teramati pada umur yang sangat singkat (~100 tahun) berdasar skala waktu geologi.
Dalam pendapat saya, yang terjadi justru karena ada terlalu banyak zona subduksi dan patahan geser di Indonesia yang sudah 'matang' karena sudah mengandung cukup banyak energi hasil desakan lempeng dan oleh posisinya yang 'terkunci' (locked, ngancing dlm bhs
Jawanya) pada bidang batuan yang dihadapinya. Pada kondisi seperti ini sebuah usikan kecil (perturbasi) entah dari konjungsi/oposisi Bulan ataupun gempa lain yang berdekatan sudah cukup menjadi pemicu lepasnya energi ini dan muncullah gempa.
Kembali ke letusan gunung, jika dibandingkan, volume erupsi gunung2 di Indonesia dalam (katakanlah) 50 tahun terakhir ini boleh dikata tidak ada apa-apanya dibanding letusan Harrat Rahat di dekat Madinah (Saudi Arabia) pada 26 Juni 1256 dan berlangsung selama 52 hari kemudian. Letusan ini mengeluarkan lava basalt sebanyak 500 juta meter kubik (!) - bandingkan dengan Merapi 2006 yang 'hanya' 8 juta meter kubik – dan mengalir hingga 23 km ke utara dari sumbernya dan nyaris saja menenggelamkan kota suci Madinah dalam
lautan bara karena tinggal berjarak 8 km dari Masjid Nabawi. Bapak-bapak yang sudah menunaikan ibadah haji mungkin sudah pernah menyaksikan sisa letusan ini, yang terhampar dalam bentuk perbukitan tandus memanjang kehitaman di timur Madinah. Kalo tidak salah ada yang mengaitkan ungkapan "munculnya api di tanah Hijaz" sebagai salah satu tanda2 kiamat (dalam sebuah hadits) dengan letusan ini. Meski, sekali lagi, menelaah hal ini sungguh diluar kemampuan saya.
Wassalamu'alaikum...
Komitmen untuk melestarikan lingkungan hidup adalah komitmen yang harus dipunyai oleh manusia demi kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Petani Merbabu menyadari hal ini karena pada saat berdirinya PPM, petani telah merasakan dampak merugikan dari kerusakan alam gunung Merbabu. Kekeringan berkepanjangan telah menjadikan ancaman bagi aktivitas pertanian dan aktivitas sehari-hari masyarakat Merbabu. Gundulnya hutan telah mengakibatkan sulitnya mencari kayu bakar dan kayu bangunan.Atas dasar pengalaman pahit itulah, setelah tergabung menjadi PPM, petani merbabu meneguhkan komitmen bersama untuk melakukan konservasi alam gunung Merbabu. Dalam memahami permasalahan lingkungan di Merbabu, PPM dibantu oleh Bp. Frans Taolin dari Elpaf Jakarta sehingga didapatlah rumusan sebagaimana tertulis dalam tulisan beliau. (download)

Pada April 2002, PPM bersama Paguyuban Petani di Sabuk Gunung Merbabu dan SPPQT didukung oleh Yayasan Sapta Pratita melakukan Pemetaan Gunung Merbabu. Dari pemetaan ini diketahui bahwa kondisi Gunung Merbabu bagian utara (yang merupakan wilayah PPM) mempunyai kondisi alam yang parah ditandai dengan tipisnya lapisan humus, hutan gundul, tingginya tingkat erosi, sedikitnya satwa liar yang ditemui dan kurang bervariasinya vegetasi tanaman keras.
Program Konservasi Gunung Merbabu kini berhadapan dengan Program Taman Nasional Merapi Merbabu yang dicanangkan oleh Presiden Megawati. Hingga saat ini, PPM memilih untuk tetap memegang dan mengembangkan identifikasi permasalahan lingkungan bersama Bp. Frans Taolin diatas. Dalam rangka itu, dibawah ini, mungkin adalah beberapa langkah kecil dalam program rutin Konservasi Gunung Merbabu:
1. Identifikasi Sejarah Desa berkaitan dengan Perhutani
2. Mengkampanyekan polikultur tanaman lokal untuk hutan rakyat
3. Mengkampanyekan pembenahan terasering dan tanaman penguat teras
4. Mengkampanyekan pengelolaan air
5. Pendampingan partisipasi desa dalam proses Program Taman Nasional Merapi Merbabu
6. Mensosialisasikan keberdayaan masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan rakyat
Magelang, CyberNews. Konservasi kerusakan alam di kawasan Merapi-Merbabu masih belum optimal. Petani masih enggan untuk melakukan penaman pohon di lahan produksi pertaniannya, karena takut penghasilannya berkurang.
Hal itu diungkapkan, Kepala Sumber Daya Alam Dinas Pertanian, Kabupaten Magelang, Heri Purnomo. Menurutnya, sementara ini baru kawasan Lereng Gunung Sumbing yang petaninya mulai menyadari betapa pentingnya konservasi alam.
Di kawasan itu diantara tanaman semusim, kata dia, mulai diselingi dengan tanaman pohon. Meski belum semua lahan telah dikonservasi, minimal petani mulai melakukan aksi tanam pohon.
Dikatakannya, tanah yang memiliki kemiringan 40 derjat harus diwaspadai terjadinya longsor, jika tak ada lagi tanaman pohon untuk menahan air. Memang belum terdata berapa luasan lahan di Gunung Merapi-Merbabu yang tergolong kritis.
Berdasarkan data keseluruhan lahan diwilahnya yang tergolong kritis mencapai 4.882 hektare. Secara berlahan, program penhijauan terus digencarkan untuk mengembalikan lagi fungsi tanah sebagai penahan banjir dan longsor.
''Saya menyadari bahwa konservasi itu terkait dengan kesadaran masyarakatnya. Jika petani masih menginginkan lahan di kemiringan untuk tanaman semusim, saya tak bisa memaksa untuk menanam tanaman pohon,'' katanya.
Menurutnya, bahaya lahan kritis itu jika terletak di dekat daerah pemukiman. Bila terjadi hujan deras dalam intensitas tinggi, bukit atau lereng yang gundul itu terancam longsor.
Lahan yang memiliki kemiringan diatas 25 derajat, lanjut dia, sudah dikategorikan rawan atau kritis. Tinggal melihat kondisinya, apakah terdapat pohon dan tanaman kayu cukup menahan air atau tidak. Selain itu juga tergantung pada jenis tanahnya.
Dalam menanggulangi berbagai kemungkinan bencana itu, pihaknya juga terus melakukan sosialisasi kepada petani agar lahan yang memiliki kemiringan diatas 40 derajat ditanami pohon. Meski tak semuanya ditanami pohon, tapi setidaknya harus rela harus mengurangi sedikit lahan produksi. ''Kalaupun terpaksa digunakan untuk produksi pertanian, harus dibuat terasering dan dipematangnya ditanami tanaman kayu,'' katanya.
Langkah lainnya, lanjut dia, membuat drainase di lahan rawan longsor dan banjir, melalui proyek pembangunan dam penahan, gully plug dan sumur resapan. Semua itu berfungsi menahan gelontoran air dari daerah atas dan menyerap limpahan air.
1. ''Longsor dan banjir itu disebabkan oleh air yang liar. Jika air itu mampu diserap tanaman pohon dan diatur dengan drainase yang bagus akan menjadi jinak dan meminimalisir bencana tersebut,'' katanya.
2. Buana Katulistiwa - Pemerintah menyisihkan sebagian kawasan hutan untuk konservasi dalam rangka melindungi keanekaragaman hayati di dalam hutan. Sayangnya, sekitar 30 persen dari luas 28 ribu hektar areal hutan konservasi itu kini telah rusak.
3. Hutan seluas 28 ribu hektar hutan itu sendiri terdapat di 518 unit hutan konservasi di Indonesia, yang menurut Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Dephut Koes Saparjadi, mengalami kerusakan karena perambahan, penebangan liar, kebakaran hutan, penambangan liar, perburuan dan pemukiman liar.
4. Menurut Koes Saparjadi, pengrusakan hutan konservasi itu akibat lemahnya ka pasitas pengelolaan, kemiskinan, konflik kepentingan dan lemahnya penegakan hukum.
5. Hal itu dikatakan Koes Saparjadi saat penandatanganan kesepakatan bersama (MoU)) pengelolaan Taman Nasional Gunung Merapi dan Merbabu (TNGMM) di Magelang, akhir pekan lalu.
6. Penandatanganan MoU TNGMM dilakukan Dirut Perhutani Transtoto Handadhari dengan Gubernur Jateng Mardiyanto dan Gubernur DI Yogyakarta yang diwakili Asisten Gubernur DI Yogyakarta Sutaryo serta para bupati yang terkait.
7. Sebanyak 518 unit kawasan hutan konservasi di antaranya 58 persen untuk taman nasional (50 buah). Di antara 50 taman nasional itu, dua di antaranya Taman Nasional Gunung Merapi seluas 6.401 hektar di wilayah Kabupaten Sleman, Magelang, Klaten dan Boyolali serta Taman Nasional Gunung Merbabu seluas 5.725 hektar meliputi Kabupaten Semarang, Boyolali dan Magelang.
8. Taman Nasional Gunung Merapi berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.134/Menhut-II/2004. Sedangkan Taman Nasional Gunung Merbabu berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.135/Kpts-II/2004.
9. Kesepakatan bersama yang diteken itu untuk mendukung, menguatkan dan meningkatkan pengelolaan TNGMM sesuai kondisi ekologis, sosial, budaya dan aspirasi masyarakat. (bj)
10. PT Kitadin harus memperbaiki kerusakan alam yang ditimbulkan dari pengoperasian pertambangan batubara di Kalimantan Timur (Kaltim). Langkah itu dapat didahului dengan audit lingkungan dan program corporate social responsibility/CSR (tanggungjawab sosial perusahaan).
11.

Ical Wardhana, direktur eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Timur (Kaltim), menyatakan PT Kitadin harus diaudit pemerintah daerah (Pemda) dari sisi lingkungan dan program corporate social responsibility/CSR (tanggungjawab sosial perusahaan). Persoalan lingkungan yang ditimbulkan perusahaan ini berupa banjir di sekitar 150 ha areal persawahan dan pemukiman masyarakat.

Malahan, gagal panen juga dialami penduduk akibat kehadiran Kitadin. Kejadian ini telah berlangsung empat kali sejak beberapa tahun lalu.

Kerusakan lain juga yang diakibatkan Kitadin adalah sedimentasi sungai alam. Hal ini digunakan bagi irigasi persawahan.

Kitadin, ujar Ical, harus mengembalikan fungsi sungai alam, menata kembali proses pembuangan limbah, merehabilitasi kondisi persawahan masyarakat, mencari jalan keluar polusi berupa debu dan kebisingan. Perusahaan asal Thailand ini mempunyai bidang usaha pertambangan batubara. Mochamad Ade Maulidin ( ademaulidin@wartaekonomi.com )
12. ________________________________________
13. Newer news items:


Gunung Gede-Pangrango adalah satu-satunya gunung yang paling sering di daki di Indonesia, kurang lebih 50.000 pendaki per tahun, meskipun peraturan dibuat seketat mungkin, bisa jadi karena lokasinya yang berdekatan dengan Jakarta dan Bandung. Untuk mengembalikan habitatnya biasanya tiap bulan Agustus ditutup untuk pendaki juga antara bulan Desember hingga Maret. Untuk mengurangi kerusakan alam maka dibuatlah beberapa jalur pendakian, namun jalur yang populer adalah melalui pintu Cibodas.
Mulai 1 April 2002 untuk mengunjungi Taman Nasional Gn.Gede-Gn.Pangrango diberlakukan sistem booking, 3-30 hari sebelum pendakian harus booking dahulu. Jumlah pendaki dibatasi hanya 600 orang per malam, 300 melalui Cibodas, 100 melalui Selabintana, 200 melalui Gunung Putri. Pendaftaran pendaki hanya dilanyani di Wisma Cinta Alam kantor Balai Taman Nasional Gn. Gede-Pangrango pada hari kerja (senen-jumat) pada jam kantor. Pos Cibodas, Gn. Putri dan Salabintana sudah tidak melayani ijin pendakian. Hanya sebagai pos kontrol.

Pemerintah Hindia Belanda menetapkan kawasan hutan seluas 150 km2 di puncak Gunung Gede Pangrango (Kabupaten Cianjur) sebagai suaka alam pada tahun 1889. Pemerintah RI kemudian mengubah status wilayah Gede Pangrango menjadi Taman Nasional pada tahun 1980.

CUACA
Gede Pangrango adalah salah satu tempat di pulau jawa yang terbanyak curah hujannya, rata-rata pertahun mencapai 3.000 hingga 4.200 mm. Musim Hujan dimulai pada bulan Oktober hingga bulan mei dengan curah hujan lebih dari 200 mm setiap bulannya, dan lebih dari 400 mm perbulannya diantara bulan Desember hingga Maret dan taman biasanya ditutup. Taman nasional ini sangat penting untuk menyerap air hujan.

Saat terbaik untuk mengunjungi taman maupun pendakian adalah diantara musim kemarau sekitar juni hingga september, dimana pada saat itu curah hujan turun dibawah 100 mm. Suhu rata-rata berfariasi dari 18ºC di Cibodas hingga kurang dari 10ºC di puncak gunung gede dan pangrango, dengan kelembaban diantara 80% dan 90%. Pada malam hari suhu di puncak gunung bisa mencapai dibawah 5ºC, sehingga bagi setiap pendaki gunung harus membawa jaket tebal. Pendaki juga perlu berhati-hati karena pohon-pohonan mudah tumbang.

Kelembabannya sangat tinggi terutama di hutan pada malam hari, namun pada musim kemarau di puncak gunung berubah turun pada malam hari sekitar 30% hingga siang hari naik mencapai 90%.

FAUNA
Tercatat ada 245 jenis burung di taman ini, ketika Junghuhn mendaki Gn.Pangrango pada tahun 1839, merupakan pendaki pertama yang dilakukan oleh orang Eropa, ia menemukan dua badak jawa di dekat puncak gunung (kandang badak) seekor sedang berendam di suatu sungai kecil dan yang lain sedang merumput di pinggir sungai. Sekitar 150 tahun yang lalu juga masih dihuni oleh banteng dan rusa jawa. Pada tahun 1929 masih ada Macan tutul Panthera pardus di Taman Nasional ini, dan tahun 1986 masih tersisa 10, tetapi sekarang sudah tidak ada lagi.

PINTU MASUK TAMAN
Bagi setiap pengunjung wajib minta ijin di pintu masuk taman yang dapat diperoleh di kantor Cibodas. Pengunjung dapat memasuki taman lewat beberapa pintu diantaranya:

Pintu Cibodas (Cianjur) merupakan pintu masuk utama dan kantor pusat taman. Berjarak kira-kira 100 km dari Jakarta / 2,5 jam dengan mobil, 89 km dari Bandung / 2 jam naik mobil. Pintu Gunung Putri (Cianjur) dekat dengan Cibodas dan dapat dijangkau lewat Cipanas atau Pacet. Pintu Selabintana (Sukabumi) berjarak 60 km dari Bogor / 1,5 jam naik mobil, dan 90 km dari Bandung / 2 jam naik mobil. Jalur ini sudah ditutup, karena ada beberapa tempat yang terkena longsor sehingga kita harus merangkak melalui pinggiran jurang dengan tali. Untuk itu diperlukan ijin khusus dan harus dengan pengawalan ranger. Pintu Situgunung (Sukabumi) berjarak 15 km dari Selabintana ke arah Bogor. Jalur menuju puncak Gunung Gede dan Pangrango memiliki jalur yang sangat jelas, kecuali pintu masuk Situgunung.

PERATURAN PENDAKIAN
1. Semua pengunjung wajib membayar tiket masuk taman dan asuransi. Para wisatawan dapat membelinya di ke empat pintu masuk. Ijin khusus diperlukan bagi pendaki gunung atau wisatawan yang dari Cibodas menuju Air terjun Cibeureum melanjutkan ke Air Panas. Wisatawan yang menuju Air terjun Cibeureum lewat Selabintana. Dari perkemahan Bobojong memasuki Taman Nasional lewat Gunung Putri.
2. Bagi para pendaki gunung harus minta ijin ke kantor pusat taman di Cibodas, 3-30 hari sebelum pendakian harus booking dahulu. Jumlah pendaki dibatasi hanya 600 orang per malam.
Jam buka kantor pengurusan ijin:
Senin - Kamis jam 07.30 - 14.30 & Jumat jam 07.30 - 11.00
Pendaki harus menyerahkan photo copy KTP atau Surat ijin Orang Tua bagi yang belum memiliki KTP.
3. Penjaga akan memeriksa barang-barang bawaan dan perijinan.
4. Dilarang membawa binatang ke dalam taman.
5. Dilarang membawa senjata tajam termasuk pisau dan peralatan berburu.
6. Dilarang membawa perlengkapan radio dan bunyi-bunyian ke dalam taman, ijin khusus diperlukan bagi pengguna "walkie-talkie".
7. Dilarang membuat api unggun yang beresiko tinggi penyebab kebakaran hutan.
8. Dilarang mengganggu, memindahkan, atau merusak barang-barang milik taman. Termasuk mencorat-coret batu atau pohon.
9. Dilarang memetik bunga atau mencabut tanaman.
10. Mendakilah mengikuti jalur utama. Memotong jalur dapat merusak taman dan juga sangat berbahaya.
11. Jangan tinggalkan sampah, sangat sulit dan lama untuk membersihkan sampah dan botol-botol di gunung. Bawa kembali semua sampah ke luar taman.
12. Jangan mecemari atau mengotori sungai, pada saat mandi jangan gunakan sabun atau bahan pencemar lainnya.
13. Melapor kembali ke penjaga taman ketika meninggalkan taman dan menyerahkan surat ijin masuk.
14. Dilarang membawa minumam beralkohol ke dalam taman.

KEBUTUHAN MINIMAL
Bagi para pendaki kebutuhan utama yang harus dipenuhi adalah:
1. Perlengkapan minimal pendakian: pakaian hangat, sleeping bag bila ingin menginap di gunung, jas hujan atau pakaian tahan air, perlengkapan obat-obatan.
2. Bawalah bekal makanan dan minuman yang cukup (non-alkohol).
3. Dilarang mendaki sendirian, sedikitnya harus tiga orang dalam suatu kelompok dan sebisa mungkin dibimbing oleh orang yang sudah hafal betul dengan jalurnya.

PINTU CIBODAS & GUNUNG PUTRI
Jalur terbaik adalah melalui Cibodas, karena kita dapat menikmati keindahan satwa dan beberapa tempat menarik seperti Telaga Biru, air terjun Ciberem dan Air Panas. Terutama sekali kita dapat menemukan aliran air sepanjang jalan hingga pos Kandang Badak suatu pos persimpangan jalan antara Gunung Gede dan Pangrango.

Cibodas atau Gunung Putri dapat ditempuh menggunakan kendaraan umum jurusan Jakarta - Bandung. Turun di Cipanas atau pertigaan Cibodas, disambung dengan mobil angkutan kecil jurusan Cipanas - Cibodas, atau Cipanas - Gunung Putri. Selain dikenakan tiket masuk Taman dan Asuransi, pengunjung diwajibkan meninggalkan photocopy Tanda Pengenal dan menunjukkan Tanda pengenal asli.

Melalui Cibodas puncak Gunung Gede dapat ditempuh selama 5 jam dan puncak Gunung Pangrango dapat ditempuh selama 7 jam. Sedangkan melalui Gunung Putri puncak Gunung Gede dapat ditempuh selama 9 jam.

Dari jalur Cibodas, terdapat beberapa pos peristirahatan yang berupa bangunan beratap yang sangat bermanfaat untuk berteduh dan menghangatkan badan. Sebaiknya tidak mendirikan tenda di dalam pos karena mengganggu para pendaki lainnya yang ingin berteduh.

Sebelum pos Kandang Batu kita akan melewati suatu lereng curam yang sangat berbahaya, yang dialiri air panas, pendaki perlu ekstra hati-hati karena sempit dan licin namun banyak pendaki berhenti untuk menghangatkan badan. Sebaiknya tidak berhenti di sini sangat menggangu pendaki lainnya, selain itu sebaiknya menggunakan sepatu, panasnya air sangat terasa bila kita hanya menggunakan sandal.

Mandi di sungai di Pos Kandang Batu ini yang berair hangat sangat menyegarkan badan, menghilangkan capek dan kantuk. Membantu melancarkan aliran darah yang beku kedinginan. Jangan gunakan sabun, odol, shampoo, karena banyak pendaki mengambil air minum di sungai ini. Membuka tenda di Pos ini sangat mengganggu perjalanan pendaki lainnya.

Meninggalkan Pos Kandang Batu kita akan melewati sungai yang kadang airnya deras sehingga hati-hati dengan sendal yang dipakai. Celana panjang mungkin perlu digulung, namun bila air sungai sedang tenang (tidak ada hujan di puncak) kita bisa melompat di atas batu-batu. Mendekati Kandang Badak, kita akan mendengar suara deru air terjun yang cukup menarik dibawah jalur pendakian. Kita bisa memandang ke bawah menyaksikan air terjun tersebut, atau turun ke bawah untuk mandi bila air tidak terlalu dingin.

Bagi pendaki sebaiknya mengisi persediaan airnya di pos Kandang Badak, karena perjalanan berikutnya akan susah memperoleh air. Setelah kandang Badak perjalanan menuju puncak sangat menanjak dan melelahkan disamping itu udara sangat dingin sekali. Disini terdapat persimpangan jalan, untuk menuju puncak Gn.Gede ambil arah ke kiri, dan untuk menuju puncak Gn.Pangrango ambil arah kanan. Persiapan fisik, peralatan dan perbekalan harus diperhitungkan, sebaiknya beristirahat di pos ini dan memperhitungkan baik buruknya cuaca.

Di atas puncak gunung Gede dengan latar belakang gunung Pangrango.
Puncak Gede sangat indah namun perlu hati-hati, kita dapat berdiri dilereng yang sangat curam, memandang ke kawah Gede yang mempesona.
Dibawah lereng-lereng puncak ditumbuhi bunga-bunga edelweis yang mengundang minat untuk memetiknya, hal ini dilarang dan sangat berbahaya. Pada bulan Februari hingga Oktober 1988, terdapat 636 batang yang tercatat telah diambil dari Gunung Gede-Pangrango.

Dari puncak Gede kita bisa kebawah menuju alun-alun SuryaKencana, dengan latar belakang gunung Gumuruh. Terdapat mata air yang jernih dan tempat yang sangat luas untuk mendirikan kemah. Dari sini kita belok ke kiri (timur) bila ingin melewati jalur Gunung Putri, dan untuk melewati jalur Selabintana kita berbelok ke kanan (barat).

KELUAR TAMAN MELEWATI SELABINTANA
Minggu pertama bulan Mei 2001 terdapat ribuan pendaki berjejal di pintu Cibodas sepanjang hari membuat petugas kewalahan. Sepanjang jalur dimana ada tempat agak lebar disitu ada pendaki membuat tenda. Bahkan dijalanan para pendaki beristirahat dan tiduran karena sudah tidak ada tempat lagi untuk beristirahat. Kami pun harus berjalan dengan hati-hati karena bisa-bisa menginjak kaki para pendaki yang tidur dijalanan. Tenda - tenda berjejal di Pos Kandang batu dan Pos Kandang Badak, banyak pendaki yang tersesat menuju kawah sebelum Pos Kandang Badak, hal ini mungkin karena banyaknya jalur baru dan banyak pohon tumbang, bukan hanya pendaki baru pendaki yang sudah beberapa kalipun juga tersesat ke kawah.

Alun-alun Suryakencanapun penuh dengan pendaki yang membuat Tenda, tidak seperti biasanya minggu pertama bulan Mei cuaca Gunung Gede saat itu terasa panas baik di sepanjang jalan maupun di puncak gunung. Cuaca dingin dan kabut tidak dijumpai padahal beberapa hari sebelumnya dikabarkan udara sangat dingin hingga puncak gunung diselimuti kristal es.

Dari puncak Gn.Gede Tim kesebelasan Skrekanek berlomba-lomba menuruni lereng puncak menuju Alun-alun Suryakencana, melewati pohon-pohon edelweis. Suasana di alun-alun seperti di tempat wisata perkemahan, banyak pendaki merebahkan badan di rumput sambil berjemur, kebetulan cuaca sedang panas. Setelah beristirahat sejenak ke-11 Tim segela melanjutkan perjalanan.

Dari Alun-alun Suryakencana kebanyakan pendaki berbelok ke kiri menuju jalur Gunung Putri, sedangkan Tim Skrekanek berbelok kanan ke arah barat untuk menuju ke Jalur Selabintana menyusuri alun-alun Suryakencana. Kemudian berbelok kekiri memasuki kawasan hutan di lereng Gn.Gumuruh. Tim Skrekanek sempat salah jalan dengan mengikuti jalur yang menuju puncak Gn.Gumuruh.

Jalur Selabintana memiliki 4 buah pos yang berupa bangunan berteduh yang sudah roboh semua. Pos pertama berada di lereng gunung Gumuruh dekat dengan alun-alun Selabintana. Pos ini merupakan persimpangan antara jalur ke selabintana, alun-alun, dan puncak Gn.Gumuruh. Jalur dari Pos I menuju Pos II curam sekali namun jelas kelihatan meskipun sangat jarang dilewati, kita harus tetap waspada, di beberapa tempat kita harus turun dengan cara merangkak berpegangan batu atau akar.

Mendekati pos ke dua jalur agak landai , di kiri kanan jalur di tumbuhi pohon-pohon besar dengan bentuk yang aneh-aneh yang menimbulkan khayalan dan rasa takut, meskipun cuaca hari itu sangat bagus. Beberapa anggota Tim mulai berbicara ngelantur, tiga orang tim dari Tj. Priuk merasa seolah -olah kami hanya berputar-putar di tempat yang sama, sehingga mereka sempat panik. Asep merasa melihat bangunan rumah besar dan ingin menuju ke sana. Lebih parah lagi Gandhi merasa berada di rumah sendiri dan mengajak kami semua untuk mampir ke rumahnya. Setelah sampai di pos II (dari puncak) kami beristirahat untuk memulihkan kesadaran kembali.

Setengah perjalanan di dekat Pos tiga terdapat air terjun kecil dengan mata air yang jernih dan dingin, kita dapat mengisi perbekalan air kita atau sebaiknya berkemah disini bila sudah sudah sore, karena jalan yang akan kita lalui berikutnya sangat berbahaya, selain sempit menyusuri sisi jurang juga mudah longsor, menikung tajam tertutup oleh semak-semak, bila dalam keadaan gelap atau berkabut sangat berbahaya.

Sebaiknya kita menempuh perjalanan pada pagi atau siang hari dimana matahari terang namun apabila berkabut tetap sangat berbahaya. Jangan berjalan terlalu cepat gunakan tongkat untuk menusuk tanah di depan kita bila jalur tertutup semak. Jaga jarak jangan terlalu jauh dengan pendaki lainnya.

Jalur selanjutnya terputus dan sepertinya hilang. Kita harus menuruni lereng jurang menggunakan tali, yang tidak kelihatan karena tertutup daun-daunan. Kemudian menyusuri tepi jurang yang sangat berbahaya sambil berpegangan tali karena berjalan di atas batuan yang licin dan berair, kita harus menaiki jurang kembali dengan menggunakan tali.

Jalur selanjutnya sudah lebar dan tampak jelas, kita akan melewati jalanan setapak yang agak nyaman tidak terlalu menurun menuju Selabintana. Bagi yang menggunakan sandal gunung sebaiknya mengolesi kaki dan badan dengan air tembakau, karena jalur ini banyak sekali pacetnya. Pos empat berada di dekat selabintana disini terdapat areal perkemahan yang sangat luas, dan
sungai yang jernih.

Masing-masing anggota Tim skrekanek memperoleh kenang-kenangan di tempeli Pacet/lintah lebih dari 10 ekor perorang. Seekor lintah yang menempel di dada Nanang sempat terbawa hingga terminal Sukabumi dan membesar sebesar jempol tangan.

Kami sangat bersyukur karena ke sebelas TIM Skrekanek selamat pulang kembali, sebelumnya seorang pendaki dari Perancis telah terperosok ke jurang di jalur ini meskipun berhasil diselamatkan setelah 4 hari berada di jurang karena membawa handphone satelit.

MISTERI GUNUNG GEDE


Kadangkala pendaki yang berada dikawasan alun-alun Suryakencana, akan mendengar suara kaki kuda yang berlarian, tapi kuda tersebut tidak terlihat wujudnya. Konon, kejadian ini pertanda Pangeran Suryakencana datang ke alun-alun dengan dikawal oleh para prajurit. Selain itu para pendaki kadang kala akan melihat suatu bangunan istana.

Alun-alun Surya Kencana berupa sebuah lapangan datar dan luas pada ketinggian 2.750m dpl yang berada disebelah timur puncak Gede, merupakan padang rumput dan padang edelweiss. Suryakencana adalah nama seorang putra Pangeran Aria Wiratanudatar (pendiri kota Cianjur) yang beristrikan seorang putri jin. Pangeran Suryakencana memiliki dua putra yaitu: Prabu Sakti dan Prabu Siliwangi.

Kawasan Gunung Gede merupakan tempat bersemayam Pangeran Suryakencana. Beliau bersama rakyat jin menjadikan alun2 sebagai lumbung padi yang disebut Leuit Salawe, Salawe Jajar, dan kebun kelapa salawe tangkal, salawe manggar.

Petilasan singgasana Pangeran Suryakencana berupa sebuah batu besar berbentuk pelana. Hingga kini, petilasan tersebut masih berada di tengah alun-alun, dan disebut Batu Dongdang yang dijaga oleh Embah Layang Gading. Sumber air yang berada ditengah alun-alun, dahulu merupakan jamban untuk keperluan minum dan mandi.

Di dalam hutan yang mengitari Alun-alun Surya Kencana ini ada sebuah situs kuburan kuno tempat bersemayam Prabu Siliwangi. Pada masa pemerintahan Prabu Siliwangi yang menguasai Jawa Barat, terjadi peperangan melawan Majapahit. Selain itu Prabu Siliwangi juga harus berperang melawan Kerajaan Kesultanan Banten. Setelah menderita kekalahan yang sangat hebat Prabu Siliwangi melarikan diri bersama para pengikutnya ke Gunung Gede.

Sekitar gunung Gede banyak terdapat petilasan peninggalan bersejarah yang dianggap sakral oleh sebagian peziarah, seperti petilasan Pangeran Suryakencana, putri jin dan Prabu Siliwangi. Kawag Gunung Gede yang terdiri dari, Kawah Ratu, Kawah Lanang, dan Kawah Wadon, dijaga oleh Embah Kalijaga. Embah Serah adalah penjaga Lawang Seketeng (pintu jaga) yang terdiri atas dua buah batu besar. Pintu jaga tersebut berada di Batu Kukus, sebelum lokasi air terjun panas yang menuju kearah puncak.

Eyang Jayakusumah adalah penjaga Gunung Sela yang berada disebelah utara puncak Gunung Gede. Sedangkan Eyang Jayarahmatan dan Embah Kadok menjaga dua buah batu dihalaman parkir kendaraan wisatawan kawasan cibodas. Batu tersebut pernah dihancurkan, namun bor mesin tidak mampu menghancurkannya. Dalam kawasan Kebun Raya Cibodas, terdapat petilasan/ makam Eyang Haji Mintarasa.

Pangeran Suryakencana menyimpan hartanya dalam sebuah gua lawa/walet yang berada di sekitar air terjun Cibeureum. Gua tersebut dijaga oleh Embah Dalem Cikundul. Tepat berada di tengah-tengah air terjun Cibeureum ini terdapat sebuah batu besar yang konon adalah perwujudan seorang pertapa sakti yang karena bertapa sangat lama dan tekun sehingga berubah menjadi batu. Pada hari kiamat nanti barulah ia akan kembali berubah menjadi manusia.

jalur gede pangrango
MENUJU GEDE - PANGRANGO
1 Menuju Cipanas
2 Cipanas - Taman Cibodas ( Pintu Masuk ) 30 mnt
3 Cibodas - Danau Biru 30 mnt
4 Danau Biru - Kandang Batu ( Air Panas ) 2 jam
5 Kandang Batu - Kandang Badak 1,5 jam
6 Kandang Badak - Puncak Gede ( 2.958 Mdpl ) 1 jam
7 Kandang Badak - Puncak Pangrango ( 3.019 Mdpl ) 3 jam
8 Puncak Gede - Alun Alun Suryakencana 30 mnt
sumber : merbabu.com

Komentar

Recommended Posts

randomposts

Postingan Populer