KEANEKARAGAMAN AMFIBI DI SITU KADONDONG, DESA KOLEANG, KECAMATAN JASINGA, BOGOR, JAWA BARAT

LAPORAN
GROUP PROJECT RESEARCH


KEANEKARAGAMAN AMFIBI DI SITU KADONDONG, DESA KOLEANG, KECAMATAN JASINGA, BOGOR, JAWA BARAT

Oleh :

Andy Mandala Putra E34090043
Devi Aristyanti E34090056
Safrina Ayu T. E34090106
Arif Setyawan E34090122





DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
LAPORAN
GROUP PROJECT RESEARCH


JUDUL : Keanekaragaman Amfibi di Situ Kadondong, Desa Koleang,
Kecamatan Jasinga, Bogor, Jawa Barat
KELOMPOK : 13 (tiga belas)
KETUA : Andy Mandala Putra E34090043
ANGGOTA : Devi Aristyanti E34090056
Safrina Ayu T. E34090106
Arif Setyawan E34090122


Mengetahui,

Asisten Pembimbing, Dosen Pembimbing,




Insan Kurnia, S.Hut Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc. F
NIP. NIP.








I. JUDUL
KEANEKARAGAMAN AMFIBI DI SITU KADONDONG, DESA KOLEANG, KECAMATAN JASINGA, BOGOR, JAWA BARAT.

II. PENELITI
KETUA : Andy Mandala Putra E34090043
ANGGOTA : Devi Aristyanti E34090056
Safrina Ayu T. E34090106
Arif Setyawan E34090122

III. PEMBIMBING
Dosen : Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc. F
Asisten : Insan Kurnia, S.Hut.
M. Farikin Yanuarefa, S.Hut.

IV. PENDAHULUAN
Situ Kadondong merupakan sebuah situ yang terletak di Desa Koleang, Kecamatan Jasinga, Bogor, Jawa Barat. Sejak pertama kali dibangun pada masa penjajahan Belanda, Situ Kedondong telah difungsikan sebagai wadah penampungan air hujan yang kemudian akan dialirkan ke perkebunan-perkebunan milik Belanda di sekitar situ tersebut.
Saat ini, Situ Kadondong tetap menjadi salah satu sumber air bagi masyarakat Desa Koleang, baik digunakan untuk mengairi kebun maupun untuk mengairi persawahan. Bahkan terkadang dijadikan sebagai tempat untuk mencari ikan oleh beberapa warga sekitar. Keberadaan Situ Kadondong cukup menopang kehidupan warga, apalagi sejak kurang lebih tiga tahun yang lalu, Situ Kadondong mulai dilirik sebagai objek wisata, baik oleh pemerintah daerah dan bahkan oleh masyarakat Desa Koleang sendiri. Namun, jika dilihat kondisinya saat ini, Situ Kadondong banyak mengalami perubahan. Situ yang memiliki luas sekitar 12 ha ini semakin lama semakin mengalami penyurutan air dan di beberapa titik tampak sampah yang tergenang. Beberapa jenis flora di Situ Kadondong semakin mengalami penurunan jumlah, misalnya pada pohon sagu yang merupakan jenis flora asli di Situ Kadondong. Selain flora, satwa pun mengikuti penurunan jumlah, kicauan burung, bajing dan tupai sudah jarang atau bahkan tidak terlihat lagi di dahan-dahan pohon sekitar danau.
Dalam rangka memperbaiki dan mengembalikan kondisi Situ Kadondong, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui kondisi situ, terutama mengenai status pencemarannya untuk kemudian digunakan sebagai dasar dalam menentukan kebijakan perbaikan ekologi Situ Kadondong . Untuk mengetahui status pencemaran di Situ Kadondong dapat digunakan indikator alami, yaitu amfibi dari jenis tetentu. Oleh karena itu perlu diketahui jenis amphibi apa saja yang terdapat di Situ Kadondong (keanekaragamannya) berikut dominasi beberapa jenis amfibi yang dapat dijadikan sebagai indikator pencemaran.
V. TUJUAN
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mempelajari keanekaragaman jenis
amphibi yang ada di Situ Kadondong.
VI. MANFAAT
Maanfaat dilakukannya penelitian ini adalah :
1) sumbangsih terhadap sains dalam hal pengumpulan data terkait jenis amfibi yang terdapat di Situ Kadondong
2) sumbangsih terhadap masyarakat sebagai wacana keadaan umum atau status pencemaran Situ Kadondong agar tingkat kepeduliaan masyarakat terhadap Situ Kadondong semakin meningkat



VII. TINJAUAN PUSTAKA
7.1 Keanekaragaman Satwa
Keanekaragaman hayati adalah suatu ukuran untuk mengetahui keanekaragaman kehidupan yang berhubungan erat dengan jumlah spesies suatu komunitas. Secara umum, keanekaragaman hayati dibagi menjadi tiga taraf, yaitu keanekaragaman genetik, keanekaragaman spesies, dan keanekaragaman ekosistem.
Berkaitan dengan keanekaragaman, dikenal pula istilah kelangkaan yang merupakan anonimnya. Kelangkaan suatu spesies dapat ditinjau dari aspek kelimpahan, tepatnya intensitas (kerapatan) dan prevalensi (frekuensi kehadiran). Suatu spesies hewan yang prevalensinya tinggi dapat lebih sering dijumpai, sebab daerah penyebarannya luas. Berbeda halnya dengan suatu spesies yang prevalensinya rendah, karena daerah penyebarannya sempit hanya dijumpai pada tempat-tempat tertentu saja. Dengan memperhatikan kedua aspek kelimpahan tersebut maka pengertian spesies umum ataupun spesies langka akan menjadi acuan penting dalam menentukan prioritas pelestarian suatu spesies hewan yang termasuk kategori jarang atau langka.
7.2 Klasifikasi Amfibi
Amfibi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata, yaitu amphi yang berarti dua dan bios yang berarti hidup, sehingga dapat didefinisikan bahwa amphibi adalah hewan yang hidup di dua alam, yaitu daratan dan perairan. Adapun klasifikasi amfibi adalah :
kingdom : Animalia
filum : Chordata
sub filum : Vertebrata
super kelas : Tetrapoda
kelas : Amphibia
7.3 Ciri Umum Amfibi
Secara umum, ciri-ciri amphibi meliputi :
a) bersifat poikiloterm
b) mempunyai struktur gigi yaitu gigi maxilla dan gigi palatum
c) bernafas dengan insang, kulit, dan paru-paru
d) kulit memiliki dua kelenjar, yaitu kelenjar mukosa dan kelenjar berbintil (biasanya beracun)
e) umumnya tidak memiliki cakar dan kuku
f) anggota geraknya anamotis pentadactylus
g) mempunyai sistem pendengaran (saluran tympanum)
7.4 Habitat dan Pola Hidup Amfibi
Secara umum, amfibi tersebar secara merata hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini, dikarenakan iklim Indonesia yang berkategori tropis sehingga sesuai dengan sifat amfibi yang poikiloterm atau berdarah dingin, sifat poikiloterm telah membuat amfibi tidak dapat memproduksi panas sendiri dan membutuhkan panas matahari sebagai sumber panas tubuhnya.
Amfibi di Indonesia dapat dijumpai di berbagai tipe habitat, mulai dari habitat perairan air tawar, areal persawahan, daerah sungai, rawa hingga amfibi yang hidup di pohon. Terkait dengan pola hidupnya, secara umum amfibi hidup di perairan pada tahap awal kehidupannya dan hidup di daratan pada tahap selanjutnya. Namun, pada beberapa jenis amfibi, ada yang hidup di perariran selama hidupnya dan ada pula yang hidup di pohon selama hidupnya.


7.5 Keanekaragaman Amfibi
Keanekaragama amfibi adalah suatu ukuran untuk mengetahui keanekaragaman kehidupan amfibi yang berhubungan erat dengan jumlah spesies suatu komunitas amphibi.
Amfibi tergolong satwa yang cukup berperan dalam menjaga keseimbangan suatu ekosistem. Terganggunya populasi amfibi akan turut mengganngu populasi spesies lain. Misalnya, saat populasi amfibi terganggu maka populasi predator amfibi akan terganggu, atau yang terparah dapat menyebabkan kepunahan bagi predator amfibi tersebut, hal ini sudah tentu akan merusak jaring-jaring makanan yang telah terjalin di alam. Secara garis besar, gangguan populasi amfibi disebabkan oleh aktivitas manusia, terutama disebabkan oleh pencemaran limbah.

VIII. KEADAAN UMUM LAPANGAN
Lokasi penelitian terletak di tengah-tengah Desa Koleang, dikelilingi oleh perkebunan masyarakat dan dekat dengan areal persawahan. Lokasi penelitian memiliki luas sekitar 12 ha dengan sagu (Metroxylon sagu) atau yang oleh masyarakat sekitar lebih dikenal dengan nama kirai sebagai jenis flora asli. Adapun jenis flora lain yang turut tumbuh di bibir danau, antara lain kopo dan talas-talasan. Di Situ Kadondong, satwa yang ada sangat jarang terlihat. Namun, di lokasi penelitian dapat ditemukan beberapa ekor kowak malam kelabu. Berdasarkan informasi warga, di lokasi penelitian dapat terdapat ikan lele dan ikan bawal, bahkan terkadang tak jarang dapat ditemukan beberapa ekor biawak air. Pada beberapa titik di permukaan Situ Kadondong dapat ditemukan sampah yang tergenang.



IX. METODE PRATIKUM
A. Lokasi dan Waktu
Lokasi penelitian adalah Situ Kadondong yang terletak di Desa Koleang, Kecamatan Jasinga, Bogor, Jawa Barat. Lokasi penelitian dikelilingi oleh perkebunan masyarakat dan dekat dengan areal persawahan. Letak Situ Kadondong terbilang jauh dari pemukiman warga Desa Koleang secara keseluruhan, pemukiman terdekat berjarak sekitar setengah kilometer dari Situ Kadondong. Di daerah pinggir Situ Kadondong bagian kiri muka terdapat sebuah rumah pemilik perkebunan pepaya Di Situ Kadondong belum ada penerangan yang memadai.
Penelitian hendak dilaksanakan pada tanggal 11 desember sampai dengan 28 Desember 2010, dengan 4 kali pengamatan. Penelitian akan dilakukan pada malam hari, mulai pukul 20.00 – 22.00 WIB.
B. Alat dan Bahan
Peralatan yang akan digunakan selama penelitian di lapang adalah :
1) Senter
2) Headlamp
3) Plastik specimen/ plastik bening ukuran setengan kilogram
4) Jam/ penunjuk waktu
5) Alat tulis
Alat yang akan digunakan selama pemasukan data adalah :
1) Alat tulis
2) Jangka sorong/meteran (alat ukur panjang)
3) Neraca pegas (alat ukur berat)
4) Buku lapang amfibi
C. Jenis Data
Jenis data yang akan diambil adalah herpetofauna dari kelas amfibi yang meliputi waktu, identifikasi jenis amfibi, jenis kelamin, SVL, bobot, x, y, dan aktivitasnya
D. Metode Pengambilan Data
Jenis data adalah amfibi dengan keanekaragamannya. Pengambilan data dilakukan pada malam hari selama 120 menit dalam setiap penelitian lapang, dimulai pukul 20.00-22.00 WIB, dan penelitian akan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali. Pengambilan data dilakukan dengan metode susur jalan, yaitu metode yang dilakukan dengan cara mengelilingi Situ Kadondong seluas kurang lebih 12 ha secara penuh dengan wilayah jelajah sejauh 10 meter dari bibir danau.
E. Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan mengidentifikasi jenis amfibi yang ditemukan, mengukur bobot tubuh dan SVL-nya, serta menentukan jenis kelaminnya.. Kemudian menghitung jumlah amfibi dari tiap jenis yang ditemukan dan membuat grafik yang membandingkan jenis amfibi yang ditemukan terhadap jumlahnya.






LAMPIRAN
Tabel Inventarisasi Amfibi
NO WAKTU JENIS KELAMIN SVL BOBOT X Y AKTIVITAS KETERANGAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Komentar

Recommended Posts

randomposts

Postingan Populer