PENGARUH SUHU DAN LAMA PROSES MENGGORENG (DEEP FRYING) TERHADAP PEMBENTUKAN ASAM LEMAK TRANS

MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 23-28 Ratu Ayu Dewi Sartika Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia E-mail : ratuayu@ui.ac.id Abstrak Proses menggoreng adalah salah satu cara memasak bahan makanan mentah (raw food) menjadi makanan matang menggunakan minyak goreng. Umumnya, proses ini dilakukan oleh industri pengolahan makanan, restoran, jasa boga, penjual makanan jajanan maupun tingkat rumah tangga. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium yang dilakukan di Laboratorium Gizi Kesehatan Masyarakat FKM-UI serta Laboratorium terpadu IPB, Bogor, pada bulan Desember tahun 2005 sampai Maret 2006. Penelitian dilakukan dengan 2 macam perlakuan (sampel minyak hasil penggorengan singkong dan daging) dengan 4 kali pengulangan setiap perlakuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh menggoreng dengan cara deep frying (suhu tinggi dan jangka waktu lama) serta berulang terhadap pembentukan asam lemak trans. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam lemak yang paling banyak terkandung pada minyak goreng adalah asam oleat (bentuk cis). Asam lemak trans (elaidat) baru terbentuk setelah proses menggoreng (deep frying) pengulangan ke-2, dan kadarnya meningkat sejalan dengan pengulangan penggunaan minyak. Hasil uji korelasi antara asam elaidat (trans) dan asam oleat (cis) menunjukkan asosiasi negatif (r = - 0,8; p = 0,016). Dilihat dari mulai terbentuknya asam lemak trans, maka disarankan untuk menggunakan minyak goreng tidak lebih dari 2 (dua) kali pengulangan. Abstract Influencing of Deep Frying in Forming of Trans Fatty Acid. Frying process is one of the cooking’s techniques using vegetable oil. This process is commonly used in food industry, restaurants, food services, food retail and household scale. This is a laboratory experimental study which performed in laboratory of Public Health Nutrition FKM-UI and Integrated Laboratory IPB, Bogor from December 2005 until March 2006. It was conducted by two (2) type of treatment (used cooking oil ex cassava and meat) with 4 (four) times for each treatment. The objective of this study is to know the influence of frying by using deep frying (frying in high temperature and in a long time) and repeating to trans fatty acid formation in cooking oil. From the result revealed that fatty acid type mostly contained in a fresh cooking oil is oleic acid. Trans fatty acid was formed after second repeating of deep frying and increased in line with the frequent of repeating. Correlation test result had shown that negative association between elaidic acid (trans) and oleic acid (cis) (r = - 0,8; p value = 0.016). In accordance with the beginning of trans fatty acid formation, it would be better to use the cooking oil not more than twice. Keywords: deep frying, trans fatty acid, cooking oil minyak kelapa sawit sebanyak 2 kali (pengambilan 1. Pendahuluan lapisan lemak jenuh) menyebabkan kandungan asam lemak tak jenuh menjadi lebih tinggi [1]. Tingginya Minyak merupakan campuran dari ester asam lemak kandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan minyak dengan gliserol. Jenis minyak yang umumnya dipakai mudah rusak oleh proses penggorengan (deep frying), untuk menggoreng adalah minyak nabati seperti minyak karena selama proses menggoreng minyak akan sawit, minyak kacang tanah, minyak wijen dan dipanaskan secara terus menerus pada suhu tinggi serta sebagainya. Minyak goreng jenis ini mengandung terjadinya kontak dengan oksigen dari udara luar yang sekitar 80% asam lemak tak jenuh jenis asam oleat dan memudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak linoleat, kecuali minyak kelapa. Proses penyaringan [2]. 23 24 MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 23-28 Isomer geometris terbentuk apabila ikatan rangkap cis (struktur bengkok) terisomerisasi menjadi konfigurasi trans (struktur lebih linier) yang secara termodinamik sifatnya lebih stabil daripada cis, seperti asam oleat menjadi asam elaidat [3]. Bentuk isomer trans lebih menyerupai asam lemak jenuh daripada asam lemak tak jenuh. Secara kimiawi, konfigurasi asam lemak tak jenuh trans mengikat atom hidrogen secara berseberangan (opposite), sedangkan bentuk cis sebaliknya [4]. Terdapat 2 (dua) cara proses menggoreng, yaitu pan frying dan deep frying. Menggoreng cara deep frying membutuhkan minyak dalam jumlah banyak sehingga Gambar 1. Struktur Kimia dari Cis-Asam Lemak Tak Jenuh (Asam Oleat), Trans-Asam Lemak Tak bahan makanan dapat terendam seluruhnya di dalam Jenuh (Asam Elaidat) Dibandingkan dengan minyak. Proses menggoreng adalah suatu proses Asam Lemak Jenuh (Asam Stearat) [9] persiapan makanan dengan cara memanaskan bahan makanan di dalam ketel yang berisi minyak [2]. Inner Zone, or Core Menurut Puspitasari, pembentukan asam lemak trans dalam makanan diperoleh pada saat pemanasan selama Outer Zone Surface pengolahan minyak (refinery) [3,5] Secara umum, Outer Zone, or Crust makanan yang digoreng mempunyai struktur yang sama yaitu lapisan permukaan (outer zone surface), lapisan Gambar 2. Basic Structure of Deep Fried Foods [2,6] tengah (outer zone/crust) dan lapisan dalam (inner zone/core). Lapisan bagian dalam dari makanan (core) masih mengandung air. Lapisan tengah makanan (crust) akan mengubah bentuk cis menjadi trans. Fennema menyebutkan bahwa pada suhu 25oC, reaksi oksidasi adalah bagian luar makanan yang merupakan hasil dehidrasi pada saat digoreng [2]. terhadap asam oleat (C18:1 cis) akan menghasilkan 2 (dua) senyawa radikal intermediate yaitu cis dan trans Minyak yang diserap untuk mengempukkan crust [6]. Selama ini belum pernah dilakukan penelitian untuk makanan, sesuai dengan jumlah air yang menguap pada mengetahui pengaruh penggorengan dengan cara deep saat menggoreng. Jumlahnya yang terserap tergantung frying (suhu tinggi dan pengulangan) terhadap dari perbandingan antara lapisan tengah dan lapisan pembentukan asam lemak trans, mengingat preferensi dalam. Semakin tebal lapisan tengah maka semakin konsumen terhadap makanan gorengan di Indonesia banyak minyak yang akan terserap. Lapisan permukaan termasuk tinggi, sementara kekhawatiran tentang merupakan hasil reaksi Maillard (browning non adanya pengaruh metabolik dari lemak trans khususnya enzimatic) yang terdiri dari polimer yang larut, dan yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskular telah tidak larut dalam air serta berwarna coklat kekuningan. bermunculan. Biasanya senyawa polimer ini terbentuk bila makanan jenis gula dan asam amino, protein dan atau senyawa 2. Metode Penelitian yang mengandung nitrogen digoreng secara bersamaan [6]. Disain penelitian adalah uji eksperimental laboratorium dengan 2 (dua) macam perlakuan (minyak hasil Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak penggorengan singkong dan daging) dan 4 (empat) kali tak jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan suhu 100oC pengulangan dengan suhu 200°C. Penelitian dilakukan atau lebih, asam lemak jenuh pun dapat teroksidasi. di laboratorium Gizi Kesehatan Masyarakat FKM-UI Oksidasi pada penggorengan suhu 200oC menimbulkan serta laboratorium terpadu IPB, Bogor. kerusakan lebih mudah pada minyak dengan derajat ketidakjenuhan tinggi, sedangkan hidrolisis mudah Bahan, alat dan cara kerja: a) Sampel yang digunakan terjadi pada minyak dengan asam lemak jenuh rantai dalam penelitian ini adalah minyak goreng komersil panjang [7,8]. merk ’B’ yang diperoleh dari supermarket, serta bahan makanan yang digoreng adalah singkong dan daging Dalam kehidupan sehari-hari, asam lemak trans yang dipotong dengan ukuran/porsi seperti yang dijumpai dalam berbagai produk pangan lemak nabati dijajakan oleh pedagang makanan (50 gram); b) Bahan yang dihidrogenasi seperti margarin, shortening, biskuit kimia yang digunakan adalah larutan standar, larutan atau kue-kue. Proses hidrogenasi yang terjadi selain NaOH dalam metanol, larutan BF3, larutan NaCl jenuh, menghasilkan jumlah lemak jenuh lebih banyak, juga Na2SO4 anhidrat dan heksana. 25 MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 23-28 ketel didiamkan hingga dingin dan dilanjutkan Peralatan yang digunakan adalah: (1) Ketel penggorengan berikutnya. penggorengan terbuat dari aluminium dan pengaduk kayu; (2) Termometer (alat pengukur suhu minyak pada Pengukuran suhu minyak dengan termometer saat menggoreng bahan makanan); (3) Peralatan Gas dimaksudkan untuk menjaga agar suhu minyak konstan, Chromatography (GC) merk Shimadzu GC-17a, 007 dan waktu mulai dihitung jika suhu sudah mencapai series bonded phase fused silica capillary column 200oC (selama 15 dan 30 menit untuk singkong no.020711a. Alat ini untuk memisahkan konfigurasi asam lemak cis dan trans [6]. Komponen dipisahkan sedangkan untuk daging selama 2 menit). Analisis mutu dengan cara diuapkan, dibawa oleh gas inert dan minyak goreng dilakukan di laboratorium, berdasarkan dilewatkan melalui sebuah kolom/fase diam yang parameter kadar asam lemak trans yang terbentuk dan berupa zat padat atau cairan yang tidak mudah kadar asam oleat (cis) dari minyak. menguap yang melekat pada bahan pendukung inert. Jenis kolom: Cyanopropil methyl sil (capillary column); Cara pengukuran asam lemak dalam minyak: dimensi kolom: p = 60 m; Ã` dalam = 0,25 mm, 0,25 î 1⁄4 a. Preparasi sampel (hidrolisis dan esterifikasi). Pertama, sampel minyak ditimbang dalam tabung Film Tickness. bertutup teflon, kemudian ditambahkan 1 ml NaOH Proses menggoreng dimulai dengan memasukkan 0,5 N dalam metanol dan dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit. minyak goreng segar ke dalam ketel penggorengan sebanyak + 1 liter, kemudian ketel dipanaskan hingga Selanjutnya ditambahkan 2 ml BF3 16% dan 5 b. suhu mencapai yang diinginkan yaitu 200oC mg/ml standar internal dan dipanaskan lagi selama (menggunakan alat termometer), kemudian bahan 20 menit. Setelah dingin, ditambahkan 2 ml NaCl makanan digoreng hingga matang dan diupayakan jenuh dan 1 ml heksana. Lapisan heksana sejarang mungkin melakukan pengadukan untuk dipisahkan dan dimasukkan ke dalam tabung yang mengurangi aliran konveksi dalam minyak dan reaksi berisi 0,1 g Na2SO4 anhidrat dan dibiarkan selama oksidasi akibat terjadinya proses aerasi [7, 8]. 15 menit. Fase cair dipisahkan dan diinjeksikan ke kromatografi gas. Identifikasi terhadap komposisi asam lemak dilakukan pada 2 (dua) sampel yaitu minyak hasil gorengan c. Analisis komponen asam lemak, sebagai FAME singkong dan minyak hasil gorengan daging. Faktor dengan alat kromatografi gas, kolom cyanopril yang membedakan adalah pengulangan penggorengan methyl sil (capilary column). Kondisi alat diatur sebagai berikut: dimensi kolom (p = 60 m; Ã` dalam dan lama proses menggoreng. Minyak yang digunakan untuk pengulangan adalah minyak yang sama (tidak = 0,25 mm, 0,25 î 1⁄4 Film Tickness); laju alir N2: 20 diganti dan tidak dilakukan penambahan volume mL/menit; laju alir H2:30 mL/menit; laju alir minyak segar). Waktu yang dipakai untuk menggoreng udara:200 †“ 250 mL/menit; suhu injektor: 200 ÂoC; suhu detektor: 230 ÂoC; suhu kolom: program singkong yaitu: pengulangan pertama dengan waktu temperature (kolom temperatur: awal 190oC diam penggorengan 15 dan 30 menit (sampel A dan B). 15 menit, akhir 2300C diam 20 menit dan rate Pengulangan ke-2 dengan waktu penggorengan 15 dan 100C/menit); ratio = 1:8; inject volum: 1 î 1⁄4L; 30 menit (sampel C dan D). Pengulangan ke-3 dengan waktu penggorengan 15 dan 30 menit (sampel E dan F). linier velocity: 20 cm/sec. Pengulangan ke-4 dengan waktu penggorengan 15 dan Analisis dimulai dari injeksi pelarut (1 ÂμL) ke d. 30 menit (sampel G dan H). dalam kolom untuk memperoleh baseline, kemudian dilanjutkan dengan menginjeksi 5 ÂμL Sedangkan waktu yang dipakai untuk menggoreng campuran standar FAME. Bila semua puncak sudah daging lebih pendek yaitu sekitar 4 menit (dengan 2 kali keluar baru kemudian sampel diinjeksikan pengulangan, masing-masing selama 2 menit), karena sebanyak 5 ÂμL. Waktu retensi dan puncak sampel daging sudah dalam keadaan precooked. Pengulangan diukur untuk masing-masing komponen pertama dengan waktu penggorengan @ 2 menit dibandingkan dengan standar dan dihitung dengan (sampel A’ dan B’). Pengulangan ke-2 dengan waktu cara sebagai berikut: penggorengan @ 2 menit (sampel C’ dan D’). Pengulangan ke-3 dengan waktu penggorengan @ 2 Cx = Ax . R Cs menit (sampel E’ dan F’). Pengulangan ke-4 dengan As waktu penggorengan @ 2 menit (sampel G’ dan H’). keterangan: Jumlah total sampel/minyak perlakuan adalah 16 Cx : Konsentrasi komponen X sampel. Tiap perlakuan terdiri dari 4 (empat) kali Cs : Konsentrasi standar internal pengulangan dan tiap pengulangan sebanyak 2 (dua) Ax : Luas puncak komponen X sampel minyak. Sampel minyak diambil langsung As : Luas puncak standar internal setelah proses penggorengan, kemudian minyak dalam R : Respon 26 MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 23-28 Bentuk isomer dari asam linoleat (cis) adalah asam 3. Hasil dan Pembahasan linolelaidat (C18:2n9t). Pada penelitian ini, tampaknya asam linolelaidat (trans) hanya terdeteksi pada sampel Uji asam lemak trans pada minyak goreng (setelah E’ yaitu sebesar 0,25%b/b. Tetapi pada proses menggoreng singkong). Tabel 1 menunjukkan pengulangan berikutnya tidak lagi terdeteksi adanya kandungan asam oleat pada minyak segar (sebelum jenis asam lemak trans ini. digunakan dalam proses menggoreng) yaitu sebesar 41,35%b/b. Setelah minyak dipakai untuk menggoreng Tabel 1. Hasil Analisis Asam Elaidat dan Asam Oleat singkong terlihat penurunan kadar asam oleat (sampel pada Minyak (Setelah Menggoreng Singkong) A, B dan C), tetapi belum tampak adanya pembentukan dalam Berbagai Pengulangan asam lemak trans. Asam lemak trans baru terbentuk setelah minyak dipanaskan pada pengulangan ke-2 Asam Elaidat Asam dengan waktu 30 menit yaitu sebesar 0,37%b/b (sampel (trans) Oleat (cis) Pengu- Sampel Waktu Suhu (Menit) (°C) (C18:1n9t) (C18:1n9c) D). Jumlah asam lemak trans (elaidat) ini meningkat langan (minyak) b b (% /b) (% /b) sejalan dengan pengulangan ke-3 dan ke-4 serta - 41,35 Minyak baru penambahan waktu menggoreng (sampel E, F, G dan A 15 200 - 37,94 Ke-1 H). B 30 200 - 39,55 C 15 200 - 41,92 Ke-2 D 30 200 0,37 36,16 Reaksi oksidasi terhadap asam oleat (bentuk cis) E 15 200 0,54 37,22 Ke-3 menyebabkan terbentuknya isomer trans (asam elaidat). F 30 200 0,54 36,33 Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan adanya asosiasi G 15 200 0,66 36,59 Ke-4 negatif antara asam elaidat dan asam oleat (r = -0,8; H 30 200 0,73 35,69 Keterangan : - = tidak ada ; (r =- 0,8, p =0,016); asam lemak elaidat p = 0,016), artinya penurunan kadar asam oleat (cis) (λ) = 23,104 (C18:1n9t) diikuti dengan peningkatan kadar asam elaidat (trans). Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa Tabel 2. Hasil Analisis Asam Elaidat dan Asam Oleat pada pengulangan penggunaan minyak goreng kemungkinan Minyak (Setelah Menggoreng Daging Sapi) dapat menyebabkan adanya kandungan asam lemak dalam Berbagai Pengulangan trans pada makanan yang digoreng. Walaupun jenis bahan baku makanan tersebut bukan berasal dari Asam Asam Oleat kelompok ruminansia. Hal ini karena terjadinya Elaidat (cis) Sampel Waktu Suhu (trans) penyerapan minyak oleh bahan makanan selama proses Pengulangan (°C) (C :1 9 ) (C18:1n9c) (minyak) (menit) b penggorengan. (% /b) 18 n t b (% /b) A’ 2 200 - 35,94 Ke-1 Uji asam lemak trans pada minyak goreng (setelah B’ 2 200 0,13 40,72 menggoreng daging sapi). Seperti halnya proses C’ 2 200 0,90 37,08 Ke-2 D’ 2 200 0,85 35,79 menggoreng singkong, asam lemak trans belum E’ 2 200 1,51 27,92 Ke-3 terbentuk saat minyak pertama kali digunakan untuk F’ 2 200 1,17 35,99 menggoreng daging sapi. Kadar asam oleat (bentuk cis) G’ 2 200 1,36 37,81 Ke-4 pada tahap penggorengan awal sebesar 35,94%b/b H’ 2 200 1,20 36,80 Keterangan : - = tidak ada; (r=- 0,14, p=0,736); asam lemak elaidat (sampel A’). Pembentukan asam lemak trans (asam (λ) = 23,104 (C18:1n9t) elaidat) baru terjadi setelah minyak dipanaskan 2 (dua) menit berikutnya yaitu sebesar 0,13%b/b (sampel B’). Jumlah asam elaidat ini meningkat sejalan dengan pengulangan ke-2 dan ke-3 serta menurun pada pengulangan ke-4. Pada sampel E’ terjadi peningkatan kadar asam elaidat yang cukup besar yaitu 1,51% b/b dan kembali menurun pada sampel F’, G’ dan H’. Hasil uji korelasi Pearson antara asam elaidat dan asam oleat menunjukkan bahwa ada asosiasi negatif antara asam elaidat dan asam oleat, walaupun hubungan ini tidak signifikan (r = -0,14; p > 0,05). Peneliti menduga bahwa tidak adanya hubungan antara penurunan asam lemak bentuk cis dan peningkatan asam lemak bentuk trans disebabkan oleh reaksi oksidasi yang tidak saja mengubah bentuk cis menjadi trans, tetapi juga merusak Gambar 1. Hasil Analisis Asam Lemak pada Minyak ikatan isomer trans yang sudah ada. Goreng Menggunakan Gas Chromatography, Kolom Cyanopril Methyl Sil (Capilary Column) 27 MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 23-28 Kadar asam lemak trans yang cenderung turun naik kerusakan minyak diakibatkan oleh proses penggorengan pada suhu tinggi (200-250oC) [2]. pada minyak hasil menggoreng daging, kemungkinan disebabkan asam lemak tak jenuh yang terdapat dalam daging mengalami pemecahan ikatan rangkap (asam Penelitian yang dilakukan oleh Ananta menyebutkan oleat, linoleat dan linolenat) serta terjadi isomerisasi, bahwa semua asam lemak esensial mudah rusak oleh sehingga terlihat kadar asam elaidat (trans) tertinggi reaksi oksidasi dan pemanasan [10]. Pada suhu tinggi, pada sampel E’, diikuti dengan penurunan kadar oleat asam linoleat dapat mengalami polimerisasi serta (terendah). Jadi pembentukan asam lemak trans terbentuk asam lemak rantai pendek [7]. Kerusakan (C18:1n9t dan C18:2n9t) kemungkinan tidak saja berasal minyak setelah proses deep frying tergantung dari jenis dari asam lemak cis pada minyak yang mengalami minyak, mutu minyak goreng segar serta perlakuan isomerisasi, tetapi juga berasal dari asam lemak trans terhadap minyak ulangan. Minyak yang telah rusak yang secara alamiah sudah terdapat dalam daging sapi tidak hanya memberikan efek negatif bagi gizi dan (ruminansia), yang kemudian selama proses kesehatan tetapi juga berdampak pada tekstur dan rasa penggorengan terjadi pelarutan asam lemak trans dari makanan yang dihasilkan [1]. komponen daging yang digoreng tersebut. Daging yang sebelum digoreng mengandung 2,2 %b/b asam elaidat. 4. Kesimpulan Pada saat menggoreng daging, waktu yang dibutuhkan Simpulan. Setelah proses menggoreng dengan cara relatif lebih singkat dibandingkan dengan saat deep frying (suhu tinggi dan waktu yang lama) terlihat menggoreng singkong. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan terbalik antara kadar asam lemak daging tersebut sudah dalam keadaan pre-cooked, elaidat (trans) dan asam oleat (cis) dengan nilai p <0,05. sehingga waktu untuk menjadi matang relatif lebih Pembentukan asam lemak trans terjadi setelah proses pendek [10]. penggorengan minyak pada pengulangan kedua. Proses menggoreng dengan cara deep frying dan Saran. Jika dilihat dari awal terbentuknya asam lemak pengulangan dapat menyebabkan terjadinya isomerisasi trans, sebaiknya proses menggoreng dilakukan dengan geometri dan posisi [2]. Perubahan kecil terhadap suhu api sedang (< 200oC) dan minyak goreng yang pemanasan sangat mempengaruhi proses pembentukan digunakan sebaiknya tidak melebihi 2 (dua) kali isomer geometri dari cis menjadi trans yang lebih stabil, pengulangan. Sebagai kelanjutan dari penelitian ini, hal ini ditandai dengan perubahan kecepatan reaksi dan dapat dilakukan analisa kandungan asam lemak trans energi aktivasi pembentukan isomer [11]. pada produk makanan gorengan dan makanan lainnya yang mengandung trans dan sering dikonsumsi oleh Pada penelitian ini, asam lemak trans yang terbentuk sebagian besar anggota masyarakat. adalah asam elaidat sebagai hasil oksidasi terhadap asam oleat (C18:1 cis). Sedangkan hasil reaksi oksidasi Daftar Acuan asam linoleat (C18:2 cis) adalah campuran konyugasi antara 9- dan 13- diene hydroperoxides kemudian [1] A. Khomsan, Pangan dan Gizi untuk Kesehatan, mengalami isomerisasi geometrik membentuk trans PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, p. 47-53. isomer yaitu asam linolelaidat (C18:2 trans) [6]. [2] S. Ketaren, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, Penerbit Universitas Indonesia, Pemanasan minyak terputus (dipanaskan-didinginkan- Jakarta, 1986, p.61-143. dipanaskan) selama beberapa hari menyebabkan [3] N.N. Puspitasari, Bul.Tek dan Industri Pangan. destruksi makin cepat dan mengalami dekomposisi, bila 1996; 7: 84-94. kemudian didinginkan (malam hari) akan menyebabkan [4] P.A. Mayes, Biosintesis Asam Lemak. Biokimia, dekomposisi pada saat minyak dipanaskan kembali. in: R.K. Murray, D.K. Granner, P.A. Mayes (Eds.), Minyak goreng yang digunakan lebih dari 4 (empat) kali A. Hartono (alih bahasa), Penerbit EGC pemanasan akan mengalami oksidasi (reaksi dengan Kedokteran, Jakarta, 2003, p.217-281. udara) yang ditandai dengan terbentuknya peroksida [5] S. Stender, D. Jorn, The Influence of Trans Fatty [11] . Acids on Health, A Report From The Danish Nutrition Council, 4th ed., The Danish Nutrition, Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak 2003. tak jenuh (memiliki ikatan rangkap), tetapi bila minyak [6] O.R. Fennema (Ed), Food Chemistry, 3rd ed., dipanaskan suhu 100oC atau lebih, asam lemak Marcel Dekker, Inc., New York. USA, 1996. jenuhpun dapat teroksidasi. Proses menggoreng pada [7] G.A. Jacobson, Quality Control of Commercial suhu 200oC lebih memudahkan kerusakan berupa reaksi Deep Fat Frying, Chemistry & Technology of oksidasi terutama pada minyak dengan derajat Deep Fat Frying, Food Technology Symposium, ketidakjenuhan tinggi [5]. Ketaren menyebutkan bahwa 1967, p.42-48. 28 MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 23-28 [8] C.J. Robertson, The Practice of Deep Fat Frying [10] L.D. Joeliani, Skripsi Sarjana, Fakultas Teknologi Chemistry & Technology of Deep Fat Frying, Food Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Indonesia, Technology Symposium 1967 p. 34-36. 1996. [9] T.P. Pantzaris, Palm Oil in Frying, Frying of Food: [11] C.M. Ananta, Skripsi Sarjana, Fakultas Teknologi Oxidation, Nutrient and Non-Nutrient Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Indonesia, Antioxidants, Biologically Active Compounds and 1991. High Temperatures, Boskou and Ibrahim E. (Eds.), Technomic Publishing Company, Inc., Pennsylvania. USA, 1999.

Recommended Posts

randomposts

Postingan Populer