KENAIKAN PENDERITAAN DAN KEMISKINAN KARENA BBM

ALDI EL GUSTIAN1) 1)Direktur IPB Social Politic Centre (ISPC) Pemerintah akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) per 1 April nanti. Meskipun besaran kenaikan belum ditentukan, pemerintah sudah menentukan kisarannya: Rp1.500 hingga Rp2.000 per liter. Alasan formal Pemerintah SBY, menyesuaikan dengan kenaikan harga minyak dunia yang berada di atas US$ 100 per barrel. Secara teori, kalau minyak dunia seharga itu, berarti Pemerintah harus menaikkan subsidi BBM untuk rakyat. Subsidi ini kalau kebanyakan, dan berjalan dalam tempo lama, bisa “menjebol” APBN. Namun yang menjadi masalah berat di negeri kita, kenaikan BBM itu merupakan signal pertanda kenaikan penderitaan dan kemiskinan. Mengapa begitu? Karena sudah menjadi kultur kaum pebisnis dan pedagang di Indonesia; mereka akan serentak menaikkan harga-harga (barang dan jasa) begitu ada kenaikan harga BBM. Termasuk biaya transportasi. Ini sudah otomatis naik. Secara jelas pemerintah memberikan alasan ingin menaikkan harga BBM, dengan alasan kenaikan subsidi BBM? Alasannya, karena proporsi APBN kita 60 % untuk biaya gaji PNS, Polri, dan TNI. Jadi sebagian besar untuk kebutuhan “belanja rutin”. Kalau misalnya pos subsidi BBM semakin membengkak, maka gaji sekitar 6 juta orang (PNS, Polri, dan TNI) itu akan dikorbankan. Padahal kita tahu, dukungan terbesar bagi Pemerintahan SBY muncul dari sektor orang-orang ini. Jadi disini ada unsur politik-nya, yaitu mengamankan Pemerintahan, dengan mengamankan dukungan PNS, Polri, dan TNI. Adapun 30 % APBN itu dipecah-pecah untuk segala macam sektor kebutuhan, termasuk pembangunan jalan-jembatan (infrastruktur), operasional departemen, dukungan ke daerah-daerah, pendidikan, dll. Sedangkan 8-10 % APBN, bersifat sisa-sisa. Sedangkan proporsi untuk subsidi BBM sendiri hanya sekitar 8 % dari nilai APBN per tahun. Dengan proprorsi seperti di atas, maka APBN Indonesia selalu dalam keadaan “tidak sehat” atau “rentan”. Alasan logisnya, 60 % APBN untuk gaji para PNS, Polri, dan TNI. Jadi seolah hakikat RI itu hanya menggaji para PNS dan angkatan tersebut. Mengapa Pemerintah tidak menambah hutang saja untuk mencukupi biaya APBN? Saat ini saja nilai hutang Pemerintah sekitar 1800 triliun rupiah (di awal Pemerintahan SBY sekitar 1250 triliun rupiah). Untuk membayar hutang ini, 10 % nya saja senilai 180 triliun setiap tahun. Sedangkan nilai subsidi BBM per tahun 250 triliun. Kebijakan LIBERALISASI ekonomi di segala sektor, perlahan tapi pasti membuat bengkak belanja APBN. Dan akhirnya para birokrat kesusahan sendiri. Efek dari rencana kenaikan harga BBM ini menyebar ke seluruh sektor kehidupan dan berdampak sistemik. Lebih lagi, yang paling terkena imbas adalah sektor ekonomi, sosial dan budaya, baik ekonomi makro maupun ekonomi mikro yang sektoral. Efek rencana kenaikan BBM terhadap sektor ekonomi makro akan dirasakan dengan meningkatnya inflasi. Darmin Nasution (Gubernur Bank Indonesia) menyatakan jika rencana kenaikan BBM 1 April mendatang disahkan, maka inflasi per April 2012 ini akan mencapai angka 7,1 bahkan 7,8%. Berdasarkan data yang direlease Bank Indonesia per Februari 2012 inflasi mencapai 3,56% Artinya, kenaikan BBM ini akan menaikkan angka inflasi mencapai lebih dari 4% atau dua kali lipat dari angka inflasi sebelumnya. Kenaikan inflasi ini pun pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Berkaca pada kenaikan BBM tahun 2005 lalu, peningkatan inflasi akibat kenaikan harga BBM membuat GDP riil Indonesia hanya mengalami sedikit kenaikan dari sebelumnya 0,041 menjadi hanya 0,051. Penyebabnya adalah karena daya jangkau ekonomi masyarakat, semakin rendah dan terlihat dari penurunan jumlah konsumsi rumah tangga. Kemungkinan besar, hal serupa yang terjadi pada 2005 akan kembali dirasakan pada tahun ini. Filosofis Negara Segala hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak adalah tanggungjawab pemerintah untuk menyediakannya kepada rakyat dengan harga yang terjangkau. kenaikan harga BBM karena bertentangan konstitusi UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) dan kebijakan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi yang diatur dalam UU RI No. 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012, Pasal 7 ayat (4), penjelasan Pasal 7 ayat (4), Pasal 7 ayat (6). Kebijakan kenaikan BBM berkaitan dengan pasal 33 UUD 45 yang berisi bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.Ini jelas maksudnya dan tidak ada tawar menawar. Pemerintah wajib menyediakan hal-hal yang menguasai hajat hidup orang banyak mulai dari ketersediaan, harga dan distribusi.Jika ini tidak dilakukan maka pemerintah melanggar konsitutusi. Kalimat “dikuasai negara” yang tertera dalam pasal 33 UUD, jelasnya, mengandung makna bahwa negara dalam hal ini pemerintah diberikan hak untuk menguasai hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang namun hal itu berarti pula bahwa negara/pemerintah memiliki kewajiban untuk menjamin distribusinya agar merata, harga yang terjangkau oleh rakyatnya. Subsidi BBM harus bisa dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Alasan bahwa pemerintah tidak mampu lagi menalangi subsidi BBM karena harga BBM dunia yang tinggi tidak bisa diterima oleh konstitusi. “Harga BBM tidak boleh dilepas dipasar bebas. Tidak boleh apa yang dikuasai negara dilepaskan ke pasar bebas. Jika harga BBM dilepas ke pasar bebas jelas pemerintah dan DPR telah melanggar konsitusi yang sudah ditetapkan bangsa ini. Kalau misalnya diberikan alasan bahwa harga BBM di negara lain mengikuti harga pasar BBM dunia, sehingga kita pun wajib mengikuti hal itu, tetap saja hal itu melanggar konstitusi. Negara lain boleh saja mematok harga BBM sesuai harga pasar, namun negara lain belum tentu memiliki konstitusi seperti negara Indonesia. Kenaikan harga minyak internasional yang mencapai USD 110/barel sedangkan APBN 2012 menetapkan asumsi harga Indonesia Crude Price (ICP) sebesar USD90/barel. Jika alasan karena APBN sekita pemerintah menyerahkan harga minyak ke mekanisme pasar, dan bukan dikelola dan ditentukan sendiri sesuai amanat konstitusi. Dimisalkan harga pasaran BBM di dunia, sepuluh ribu/liter, namun ternyata warga negara kita hanya mampu membeli BBM seharga Rp 4000,00, maka negara harus menutup kekurangan tersebut yang dinamakan subsidi. Di negara tetangga harganya Rp 10 ribu mengikuti harga dunia, itu tidak masalah. Itu juga tidak ada hubungannya karena negara lain tidak memiliki UUD seperti UUD yang diterapkan Indonesia. kenaikan bisa dihindari dengan menejemen anggaran yang baik. Subsidi BBM tetap dibutuhkan sesuai dengan amanat konstitusi. Konstitusi tidak pernah memerintahkan pemerintah untuk sekadar mematuhi pasar. Karena itu, alasan menaikkan harga BBM karena mengikuti kenaikan harga di pasar internasional adalah pengabaian secara sadar atas tugas konstitusional pemerintah. Komite Aliasi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) bahkan merelease 10 negara dengan harga BBM termurah, yaitu: 1. Venezuela : Rp 585/liter 2. Turkmenistan : Rp 936/liter 3. Nigeria : Rp 1.170/liter 4. Iran : Rp 1.287/liter 5. Arab Saudi : Rp 1.404/liter 6. Lybia : Rp 1.636/liter 7. Kuwait: Rp 2.457/liter 8. Qatar : Rp 2.575/liter 9. Bahrain : Rp 3.159/liter 10.Uni Emirat Arab : Rp 4.300/liter Alasan pemerintah menaikan harga BBM adalah karena naiknya harga minyak dunia. Alasan ini sesungguhnya pengakuan bahwa Indonesia sebagai sebuah negara telah kehilangan prinsip dasar sebuah negara, yaitu kedaulatan untuk mengatur negaranya dan memberikan yang terbaik bagi rakyatnya. Negara yang memiliki kedaulatan tentunya akan menolak ketika negara lain mengatur berapa harga satu liter BBM yang nantinya akan menentukan berapa harga sepiring nasi, sebutir telur, segelas susu yang harus dibeli rakyatnya. Ketika negara lain melalui kontrol harga BBM menentukan berapa gizi, protein dan vitamin yang dimakan rakyat maka sekali lagi kedaulatan negara itu sudah hilang. Ekonomi Mikro Selain dampak pada sektor ekonomi makro, recana kenaikan BBM ini juga akan mempengaruhi sektor ekonomi mikro. Sektor ekonomi mikro yang kebanyakan dari aktornya adalah rakyat kecil tersebut akan paling merasakan dampak kenaikan ini. Salah satunya adalah terhadap kegiatan transportasi dan angkutan barang. Sektor transportasi mungkin adalah salah satu sektor yang paling merasakan langsung pil pahit kenaikan BBM ini. Mengingat sampai saat ini BBM masih merupakan bahan bakar utama transportasi Indonesia. Kenaikan BBM juga berpengaruh terhadap membengkaknya biaya operasional nelayan selama melaut. Hasil dilapang menunjukan harga BBM sekarang, nelayan cukup kesulitan karena cuaca yang tidak menentu dan hasil tangkapan tidak menentu. Kalau BBM naik, tentu biaya operasional naik juga. Jika BBM naik maka biaya beban kami akan naik juga, dan harga ikan pun pasti ikut naik. Menurut data Badan Pengembangan dan Pengkajian Teknologi (BPPT), penggunaan BBM pada transportasi Indonesia sampai tahun 2014 nanti mencapai 95% yang terdiri dari bensin (gasoline) dan solar. Adapun sisanya adalah bahan bakar gas (BBG) dan sedikit sekali biofuel. Kenaikan harga BBM ini tentunya akan menaikkan biaya transportasi, khususnya tarif angkutan. Kepastian kenaikan tarif angkutan ini sudah dikonfirmasi langsung oleh Ketua Organda yang mengatakan bahwa akibat kenaikan BBM ini, tarif angkutan akan dinaikkan mencapai 35% bahkan bisa lebih dari itu. Kenaikan tarif angkutan ini memang tidak dapat dihindari lagi, apalagi harga perawatan dan suku cadang juga pasti akan mengalami kenaikan. Ironisnya, pengguna transportasi masal dan angkutan sebagian besarnya adalah rakyat kecil. Kenaikan tarif angkutan ini juga ikut dirasakan oleh para petani, produsen kecil, home industry dan pedagang pasar tradisional. Pasalnya, akomodasi dan aktivitas perdagangan mereka sehari-harinya dilakukan dengan menggunakan transportasi masal dan angkutan barang. Jika transportasi utama para petani, produsen, dan pedagang ini naik, maka opsi yang akan mereka lakukan adalah menekan biaya produksi atau menaikkan harga jual barang dagangan mereka. Namun, opsi pertama dengan menekan biaya produksi rasanya hampir sulit, bahkan tidak mungkin dilakukan. Mengingat kondisi ekonomi petani, produsen rumahan, dan pedagang kecil yang jauh dari ketercukupan. Menekan biaya produksi artinya menekan pula jumlah komoditi yang akan mereka jual. Dengan demikian, hal tersebut juga akan mengurangi penerimaan mereka. Akhirnya, opsi menaikkan harga jual tidak lagi dapat ditolak. Kenaikan harga BBM, akan membuat terjadinya pemangkasan daya beli kebutuhan pokok. Dengan menurunnya daya beli kebutuhan pokok tersebut maka akan mendorong kenaikan inflasi. Sementara dari sisi pendapatan masyarakat tidak meningkat. "Inflasi akan semakin tinggi, mengingat bukan saja harga BBM naik, tapi TDL dan angkutan umum juga akan naik. Kenaikan harga ini akan menyerang ke bahan-bahan pokok sehari-hari seperti beras, gula, telur, cabai, dan bahan sembako lainnya. Melambungnya harga kebutuhan pokok ini bahkan sudah terjadi sebelum rencana kenaikan BBM ini disahkan oleh DPR. Di berbagai daerah di tanah air, harga-harga bahan kebutuhan pokok di pasar tradisional terus merambah naik, seperti harga telur yang sudah naik mencapai Rp 2.000/kg, beras yang mencapai Rp 6.000/kg, dan cabai yang bahkan di sebagian daerah di Indonesia mengalami kenaikan sebesar 100%. Kondisi melambungnya harga-harga bahan kebutuhan pokok ini akan sangat dirasakan oleh masyarakat kecil, mengingat sebagian besar komoditi yang dijual oleh para petani, produsen, dan pedagang tersebut akan dijual di pasar tradisional. Akibatnya, pasar tradisional pasca kenaikan BBM ini tidak lagi akan bersahabat dengan masyarakat, mengingat harga-harga yang tidak lagi terjangkau. Daya beli masyarakat tentu akan melemah karena menurunnya daya jangkau ekonomi mereka untuk membeli barang pokok untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Jangankan untuk mengkonsumsi 2100 kalori per hari seperti standar kriteria garis kemiskinan per hari, mengkonsumsi nasi sebagai sumber karbohidrat pun akan sangat sulit bagi rakyat miskin. Sementara, kompensasi yang rencananya akan diberikan pemerintah kepada rakyat sebesar Rp 150.000/bulan justru malah ditolak oleh rakyat karena mereka lebih memilih harga BBM tidak naik. Kompensasi hanya dinikmati 8 bulan, sementara dampak kenaikan BBM bisa berbulan bahkan sepanjang tahun berjalan. Jika daya beli masyarakat menurun akibat kenaikan harga kebutuhan pokok tersebut, maka pihak yang secara langsung paling dirugikan adalah produsen, penjual, dan berdampak langsung pada pendapatan mereka. Parahnya, jika kemudian mereka harus menutup usaha mereka akibat kerugian yang tidak lagi dapat ditutupi. Begitu luasnya dampak dari kenaikan BBM ini, bahkan sampai menyentuh unit terendah dari struktur republik ini. Ironisnya, dengan kondisi yang akan terjadi nanti, pemerintah justru melepas tangan dan menganggap situasi baik-baik saja dan berjalan sesuai dengan keteraturan. Padahal, rakyat kecil yang seharusnya dilindungi oleh konstitusi dan negara lah yang akan menjadi korban atas kebijakan sepihak ini. Jika pemerintah tetap menaikkan harga BBM, itu artinya pemerintah melawan negara dan melawan konstitusi, dan yang paling penting melumpuhkan pilar ekonomi kerakyatan, yaitu pasar tradisional. Lalu kemana mereka berlindung dan berharap ekonomi kerakyatan akan bertumbuh? Jelas bahwa kenaikan BBM hanya menjadi 'pelemah' struktur tatanan ekonomi masyarakat kecil!.

Komentar

Recommended Posts

randomposts

Postingan Populer