Perkembangan Moneter (Inflasi) Indonesia

at 5:04 PM Labels: Ekonomi, Pembangunan, Politik Bila ditinjau dalam jangka panjang, sejak kemerdekaan, upaya Pemerintah Indonesia menjaga kestabilan mata uang telah menuju kearah yang lebih baik. Prof. M. Sadli, 2005, mengungkapkan “Inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Sukarno, karena kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent (“kalau perlu uang, cetak saja”). Di zaman Suharto pemerintah berusaha menekan inflasi akan tetapi tidak bisa di bawah 10% setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Presiden Habibie maka fungsi Bank Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah.” Pada tahun 1990-an, Pemerintahan Soeharto juga sebenarnya telah mampu menjaga tingkat inflasi dengan rata-rata di bawah 10%. Hanya saja ketika memasuki masa krisis moneter Indonesia (dan Asia) 1997 Inflasi kembali meningkat menjadi 11,10% dan kemudian melompat menjadi 77,63% pada tahun 1998, di mana saat itu nilai tukar rupiah juga anjlok dari Rp 2.909,- per dolar AS (1997) menjadi Rp 10.014,- per dolar AS (1998). Setelah itu Pemerintahan Habibie melakukan kebijakan moneter yang sangat ketat dan menghasilkan tingkat inflasi yang (paling) rendah yang pernah dicapai yaitu sebesar 2,01% pada tahun 1999. Selanjutnya pada tahun 2000 hingga 2006 Inflasi terus terjadi dengan nilai yang terbilang tinggi, yaitu dengan rata-rata mencapai 10%. Inflasi tahun 2005 dengan nilai sebesar 17,11% adalah inflasi tertinggi pasca krisis moneter Indonesia (1997/1998), tekanan akan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) diperkirakan menjadi faktor utama tingginya inflasi tahun 2005. Tingginya harga minyak di pasar internasional menyebakan Pemerintah berusaha untuk menghapuskan subsidi BBM. Hal tersebut sangat mempengaruhi kondisi makro ekonomi Indonesia mengingat konsumsi BBM mencapai 47.4 % (tahun 2000) dari total konsumsi energi Indonesia. Inflasi dua tahun terakhir bergerak pada angka yang sangat mendekati yaitu 6,60% (2006) dan 6,59% (2007). "Inflasi selama dua tahun terakhir itu hampir sesuai target yang direncanakan, kata Direktur direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Made Sukada ..." (Kapanlagi.com, 2008). Bila saja inflasi yang terjadi pada tahun 2005 dapat diabaikan dengan alasan bahwa BBM sebagai faktor utama yang mempengaruhi inflasi tahun 2005 berada diluar kendali Pemerintah, maka tingkat inflasi dalam 5 tahun terakhir dapat dikatakan cukup terkendali. Pemerintah (pasca reformasi) sepertinya telah berusaha keras menjaga tingkat inflasi, namun berbagai tekanan dari dalam dan luar negeri pasca reformasi (1997) masih sangat tinggi mempengaruhi pergerakan perekonomian Indonesia. Inflasi yang terjadi di Indonesia masih cukup tinggi apabila dibandingkan dengan tingkat inflasi Malaysia dan Thailand yang berkisar 2%, bahkan Singapura yang berada di bawah 1%. Bila sektor-sektor riil dalam negeri tidak dibangkitkan maka upaya di sektor moneter menjaga kestabilan makro ekonomi dalam jangka panjang hanya akan menjadi hal yang sia-sia. Referensi  ..., 2008. Inflasi. Wikipedia Indonesia (http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi ; diakses 5 Februari 2008)  Agus Syarip Hidayat. 2005. Konsumsi BBM dan Peluang Pengembangan Energi Alternatif. INOVASI Online (http://io.ppi-jepang.org/article.php?id=103 ; diakses 8 Februari 2008)  M Sadli, Prof. 2005. Pertumbuhan ekonomi tidak bisa dipaksakan. Kolom Pakar (http://kolom.pacific.net.id/ind/prof_m._sadli/artikel_prof_m._sadli/pertumbuhan_ekonomi_tidak_bisa_dipaksakan.html ; diakses 5 Februari 2008)  ..., 2008. Inflasi Indonesia Stabil 6,59%. Kapanlagi.com (http://www.kapanlagi.com/takeoverAd.html?http://www.kapanlagi.com/h/0000210383.html ; diakses 8 Februari 2008) INFLASI SEBAGAI SEBAB TERJADINNYA KETIDAK STABILAN MONETER Posted on 20 April 2008 by Abdul Majid Inflasi merupakan salah satu penyebab terjadinya ketidak stabilan moneter Karena dapat mempengaruhi arus uang dan arus yang bereda. Untuk lebih lengkapnya akan dibahas secara rinci dibawah ini. a. Perkembangan Inflasi di Indonesia •Perkembangan yang berulang menimpa perekonomian kita mencapai puncaknya dengan “tiga angka” pada masa 100 Menteri dan memberikan gambaran klasik dengan berlakunya teori kuantitas uang. Pada masa orde baru, inflasi memasuki alam baru akibat langkah-langkah positif yang diambil pemerintah untuk mengatasinya. Defisit APBN yang dulunya merupakan sumber utama kenaikan uang dalam peredaran dapat dialihkan menjadi surplus, walaupun anggaran domestik dari APBN merupakan arus inflasioner yang besar (Oppusunggu, HMT, 1985). •Sejak akhir tahun 1980-an, tingkat inflasi rata-rata per tahun di Indonesia mulai tinggi lagi walaupun beelum pernah mencapai sampaid I atas 10,0%. Selama periode 1993 – 1995 laju inflasi sebagai berikut : 9,8% (1993), 9,2% (1994), 8,6% (1995). Angka ini tertinggi di antara negara-negara ASEAN, misalnya Malaysia: 3,6% (1993), 3,7% (1994), 3,2% (1995). Inflasi di Malaysia, Singapura dan Thailand relatif rendah dan merupakan negara-negara di ASEAN yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak harus dengan laju inflasi yang tinggi pula, seperti halnya yang dialami Indonesia (Tulus, T.H. Tambunan, Dr. 1996). •Laju inflasi selama periode 1997 – 2002 sebagai berikut : 11,1% (1997),, 77,6% (1998), 2,0% (1999). Laju inflasi selama tahun 1998/1999 mencapai 45,9%. Meningkatnya tekanan haarga terutama berasal dari sisi penawaran sebagai akibat depresiasi rupiah yang sangat tajam pada tahun 1997/1998. tiga tahun terakhir laju inflasi : 9,3% (2000), 12,5% (2001) dan turun 10,0% (2002). Kondisi moneter yang stabil menyeabkan tingkat inflasi IHK selama tahun 2002 cenderung menurun hingga 10,03%. (Laporan Tahunan BI, 1997/1998, 1999 – 2002) b. Cara Menghitung Tingkat Inflasi •Sejak April 1979 angka inflasi dihitung oleh Biro Pusat Statistik (BPS) berdasarkan perubahan Indek Harga Konsumen (umum) gabungan 17 kota-kota besar di seluruh Indonesia. Sebelum itu inflasi dihitung berdasarkan Indek Biaya Hidup (umum) kota Jakarta yang meliputi 62 jenis barang dan jasa. Sedang Indeks Harga Konsumen IHK meliputi 115 – 150 jenis barang dan jasa (Widodo, Hg. Suseno Triyanto, 1995). •Sejak April 1989 angka inflasi dihitung berdasarkan perubahan IHK umum gabungan dari 27 kota-kota besar (sesuai jumlah propensi) di seluruh Idnoensia. Jenis bararng dan jasa yang diliput dewasa ini sekitar 400 item, terdiri dari : (1) bahan makanan, (2) makanan jadi, minuman dan rokok, (3) sandang, (4) transportasi dan komunikasi, (5) pendidikan rekreasi dan olah raga, (6) perumahan, (7) kesehatan. c. Penyebab Inflasi Secara Umum (1) Cost – Rust Inflation (CP) CPI adalah faktor penyebab inflasi dari sisi penawaran. Selain biaya produksi lainnya, ongkos tenaga kerja juga sering menjadi salah satu penyebab utama CPI, misalnya kenaikan UMR di semua propinsi. (2) Demand – Pull Inflation (DPL) •DPI adalah faktor penyebab inflasi dari sisi permintaan. Menurut teori moneter ekses permintaan ini disebabkan terlalu banyaknya uang beredar (M1) di masyarakat, sedangkan jumlah barang di pasar sedikit. Peningkatan permintaan agregat domestik bisa disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya oleh monetger perbankan dalam bentuk ekspansi kredit atau penurunan suku bunga pinjaman dan deposito. •Sebab lain terjadinya inflasi : a) Imported Inflation (depresiasi Rp…, harga barang LN) b) Administrasi Goods (naiknya harga BBM, tarif listrik) c) Output Gap (Perbedaan output potensial dan aktual) d. Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi (1) Meningkatnya Kegiatan Ekonomi Meningkatnya kegiatan ekonomi mendorong peningkatan permintaan agregat yang tidak diimbangi dengan meningkatnya penawran agregat karena adanya kendala struktural perekonmian. Indikatornya : masih rendahnya kapasitas terpakai sektor industri pengolahan (39% – 51%) dan menurunnya produksi tanaman bahan makanan (sumbangan pada PDB berkurang 1,1%) pada tahun 2001. (2) Kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan Kebijakan pemerintah dalam tahun 2001 menaikkan harga barang dan jasa seperti BBM, listrik, air miinum dan rokok serta menaikkan upah minimum tenaga kerja swasta dan gaji pegawai negeri diperkirakan memberikan tambahan inflasi IHK sebesar 3,83%. (3) Melemahnya Nilai Tukar Rupiah Pengaruh kuat depresiasi nilai tukar rupiah diketahui dari hasik penelitian bank Indonesia, antara lain : •Perilaku harga cenderung mudah meningkat karena pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah •Perilaku harga cenderung sulit untuk turun apabila nilai tukar rupiah menguat, seperti pada bulan Agustus menguat 4,0%, bulan Juli menguat 21,0%, namun harga hanya turun (deflasi) sebesar 0,24%. (4) Tingginya ekspektasi inflasi masyarakat Tingginya inflasi IHK tidak lepas dari pengaruh ekspektasi inflasi oleh produsen dan pedagang serta konsumen. Tingginya ekspektasi inflasi pada produsen dan pedagang sepanjang tahun 2001 terutama dipengaruhi oleh tingginya inflasi tahun 2000 yang mencapai 9,35%. Sedangkan ekspektasi para konsumen terutama dipengaruhi oleh ekspektasi kenaikan harga barang-barang yang dikendalikan pemerintah dan ekspektasi nilai tukar rupiah. (Laporan Bank Indonesia Tahun, 2001). KEBIJAKAN/ TINDAKAN MENGENDALIKAN INFLASI Bank Indonesia telah menempuh berbagai upaya untuk mencapai sasaran inflasi : 1. Menyerap kelebihan likuiditas Untuk meredam melemahnya nilai tukar rupiah terhadap inflasi BI berupa menyerap kelebihan likuiditas melalui instrumen operasi pasar terbuka. 2. Melakukan Sterilisasi Valuta Asing BI melakukan kebijakan pembatasan transaksi rupiah oleh bukan penduduk. 3. Mengurangi ekspektasi inflasi yang tinggi BI menetapkan sasaran inflasi yang rendah pada awal tahun. DIarsipkan di bawah: Tugas Kuliah majidbsz.wordpress.com/.../inflasi-sebagai-sebab-terjadinnya-ketidak-stabilan-moneter/ Hutang LN RI pada saat krisis 97/98 diktehui bahwa hutang LN –bentuk valas- sector swasta jauh melebihi hutang Pemerintah, begitu Asia diterpa krisis, sector moneter dan Perbankan mulai terganggu dengan kurs dollar bergerak dari +/-Rp 2.400 Triwulan III/1997 melonjak mecapai Rp 14.000 lebih, tahun 1998 kita kolap karena beban pembayaran Hutang LN sangat besar, Kecuali Bank Syariah. Bank2 konvensional mengalami rugi besar, karena minus spread, bunga Deposito/Tabungan (antar Bank mencapai puncak 60%-70%/tahun), sementara bunga pinjaman tidak dapat naik, kredit bermacetan, sektor swasta tidak mampu bayar hutang LN dan DN, sektor riil juga boleh dikatakan kolap, perusahaan banyak gulung tikar, pengangguran meraja lela, karyawan dan buruh2 kota nganggur (maaf seribu maaf diberikan pekerjaan membersihkan selokan pun mau yg penting halal), tetapi usaha kecil dan mikro tetap eksis; sector imformal didesa-desa alhamdulillah masih bisa eksis. Jadi menurut saya: “ krisis 1997/1998 pemicu utamanya adalah Pemerintah tidak dapat mengendlikan Hutang LN sektor swasta”. Hutang sektor swasta yg sangat besar tidak terkendali melebihi volume hutang Pemerintah untuk pembiayaan investasi dan konsumtif yang tidak produktif pada real eastat dan perumahan. Selain itu juga para ekonom sudah tidak ambil pusing dengan signal yang dikumandangkan oleh Begawan ekonomi Yth. Alm.Prof.Dr. Sumitro Joyo Hadikusomo bahwa ratio pembayaran Hutang LN telah melampau ambang batas 20% kemudian hingga 40% , hal ini kemungkinan tertidur dalam buaian dengan bunga hutang LN ( 6-8%) sangat murah, jauh lebih murah dari bunga pinjaman DN sebelum krisis 12% - 24% ; dalam situasi dan kondisi demikian itu yth. DPR juga mohon maaf anekdot yang berkembang pada masa-masa itu 4D plus T= datang, duduk, diam , duit dan tidur saat rapat, tidak menunjukkan taringnya. Jadi intinya krisis 1997/1998 adalah kesalahan berjamaah. Saat DPR/MPR bangun tidur, lantas mengobrak abrik UUD ’45 mencari dimana pasal-pasal yang sudah usang, eh …celakanya dianggap biangnya antara lain GBHN, DPA sehingga hilang dari catatan sejarah Bangsa Indonesia. Saya berpandangan lain terhadap GBHN kenapa harus dihilangkan dalam catatan UUD 45 padahal GBHN telah diperkenalkam dan dipelajari secara terbuka baik di Perguruan Tinggi, SMA/SMK, SMP, SD bahkan seluruh lapisan masyarkat Indonesia. Kemudian GBHN dijabarkan dalam program pembangunan lima tahun dengan penekanan skala prioritas strategi pembangunan Indonesia baik jangka pendek, menengah dan Panjang yang dimotori , dan diperkenalkan Presiden kedua kita Yth. Alm. Jend. Soeharto. Beliau mampu mensinergikan kemampuan dari para permbantunya untuk berfikir dan bertindak Bangsa Indonesia secara konseptual dan visoner serta istiqomah terhadap apa yang telah diputuskan bersama, jika anda kurang yakin dengan statement ini tanyakan saja pada para mantan pembantunya yang duduk dalam kabinet. Sudah barang tentu tidak menampikkan segala kekurangannya dalam memimpin Bangsa Indonesia. politik.kompasiana.com/.../memori-krisis-19971998-hilangnya-permata-“gbhn”

Komentar

aimee mengatakan…
Nice Article

Recommended Posts

randomposts

Postingan Populer