PADI

Pengelolaan sumber daya alam pertanian diharapkan memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak dan tidak menjadi kendala pelestarian alam terutama dalam system pengelolaan lingkungan. Tanaman padi (Oriza sativa. L) merupakan sumber daya alam yang sifatnya renewable atau yang terbarukan karena dapat melakukan reproduksi dan memiliki daya regenerasi (pulih kembali). Padi sebagai tanaman budidaya yang merupakan sumber makanan pokok masyarakat Indonesia, selalu menjadi prioritas utama dalam budidaya dan pengembangan serta dalam peningkatan produksinya, yang cenderung terus meningkat karena ledakan penduduk dan perkembangan teknologi. Lingkungan tanaman padi merupakan suatu ekosistem darat berupa pesawahan, dimana suatu ekosistem darat yang digenangi air pada periode tertentu. Dalam prosesnya sebagai produk yang dikonsumsi sebagai makanan pokok, padi diproses dengan melakukan proses penggilingan sehingga menjadi beras dan selanjutnya dimasak menjadi nasi. Dalam proses penggilingan padi menjadi beras, ada produk-produk sampingan yang berupa limbah yang bila dibiarkan atau dikelola secara kurang bijaksana akan merugikan manusia karena terjadinya pencemaran lingkungan ekosisitem tersebut dan juga pencemaran udara akibat pembakaran limbah tersebut. Limbah dalam proses penggilingan padi yang terbesar adalah sekam padi, biasanya diperoleh sekam sekitar 20 – 30 % dari bobot gabah, hasil lainnya dedak antara 8 – 12 %. Sekam dengan persentase yang tinggi tersebut dapat menimbulkan problem lingkungan. Agar sumber daya alam dapat bermanfaat dalam waktu yang panjang maka diperlukan kebijaksanaan dalam pemanfaatan sumber daya alam yang ada agar dapat lestari dan berkelanjutan dengan menanamkan sikap serasi dengan lingkungan. Seputar Padi Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah, Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, Vietnam. Terdapat 25 spesies Oryza, yang dikenal adalah O. sativa dengan dua subspesies yaitu Indica (padi bulu) yang ditanam di Indonesia dan Sinica (padi cere). Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan. Varitas unggul nasional berasal dari Bogor: Pelita I/1, Pelita I/2, Adil dan Makmur (dataran tinggi), Gemar, Gati, GH 19, GH 34 dan GH 120 (dataran rendah). Varitas unggul introduksi dari International Rice Research Institute (IRRI) Filipina adalah jenis IR atau PB yaitu IR 22, IR 14, IR 46 dan IR 54 (dataran rendah); PB32, PB 34, PB 36 dan PB 48 (dataran rendah). Beras merupakan makanan sumber karbohidrat yang utama di kebanyakan negara Asia. Negara-negara lain seperti di benua Eropa, Australia dan Amerika mengkonsumsi beras dalam jumlah yang jauh lebih kecil daripada negara Asia. Selain itu jerami padi dapat digunakan sebagai penutup tanah pada suatu usaha tani. Pusat penanaman padi di Indonesia adalah Pulau Jawa (Karawang, Cianjur), Bali, Madura, Sulawesi, dan akhir-akhir ini Kalimantan. Pada tahun 1992 luas panen padi mencapai 10.869.000 ha dengan rata-rata hasil 4,35 ton/ha/tahun. Produksi padi nasional adalah 47.293.000 ton. Pada tahun itu hampir 22,5 % produksi padi nasional dipasok dari Jawa Barat. Dengan adanya krisis ekonomi, sentra padi Jawa Barat seperti Karawang dan Cianjur mengalami penurunan produksi yang berarti. Produksi padi nasional sampai Desember 1997 adalah 46.591.874 ton yang meliputi areal panen 9.881.764 ha. Karena pemeliharaan yang kurang intensif, hasil padi gogo hanya 1-3 ton/ha, sedangkan dengan kultur teknis yang baik hasil padi sawah mencapai 6-7 ton/ha. JENIS-JENIS PADI •Padi Gogo Di beberapa daerah tadah hujan orang mengembangkan padi gogo, suatu tipe padi lahan kering yang relatif toleran tanpa penggenangan seperti di sawah. Di Lombok dikembangkan sistem padi gogo rancah, yang memberikan penggenangan dalam selang waktu tertentu sehingga hasil padi meningkat. •Padi rawa Padi rawa atau padi pasang surut tumbuh liar atau dibudidayakan di daerah rawa-rawa. Selain di Kalimantan, padi tipe ini ditemukan di lembah Sungai Gangga. Padi rawa mampu membentuk batang yang panjang sehingga dapat mengikuti perubahan kedalaman air yang ekstrem musiman. •Padi Pera Padi pera adalah padi dengan kadar amilosa pada pati lebih dari 20% pada berasnya. Butiran nasinya jika ditanak tidak saling melekat. Lawan dari padi pera adalah padi pulen. Sebagian besar orang Indonesia menyukai nasi jenis ini dan berbagai jenis beras yang dijual di pasar Indonesia tergolong padi pulen. •Padi Ketan Ketan (sticky rice), baik yang putih maupun merah/hitam, sudah dikenal sejak dulu. Padi ketan memiliki kadar amilosa di bawah 1% pada pati berasnya. •Padi Wangi Padi wangi atau harum (aromatic rice) dikembangkan orang di beberapa tempat di Asia, yang terkenal adalah ras Cianjur Pandanwangi (sekarang telah menjadi kultivar unggul) dan rajalele. Kedua kultivar ini adalah varietas javanica yang berumur panjang. Negara produsen padi terkemuka adalah Republik Rakyat Cina (31% dari total produksi dunia), India (20%), dan Indonesia (9%). Namun hanya sebagian kecil produksi padi dunia yang diperdagangkan antar negara (hanya 5%-6% dari total produksi dunia). Thailand merupakan pengekspor padi utama (26% dari total padi yang diperdagangkan di dunia) diikuti Vietnam (15%) dan Amerika Serikat (11%). Indonesia merupakan pengimpor padi terbesar dunia (14% dari padi yang diperdagangkan di dunia) diikuti Bangladesh (4%), dan Brazil (3%). Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Menurut Provinsi, 2009 Provinsi Luas Produktivitas Produksi Panen (Ha) (Qu/Ha) (Ton) 1. Nanggroe Aceh D. 356.705 43,18 1.540.405 2. Sumatera Utara 772.927 44,89 3.469.529 3. Sumatera Barat 436.086 47,25 2.060.320 4. R i a u 161.735 35,64 576.412 5. J a m b i 153.990 41,64 641.202 6. Sumatera Selatan 742.129 41,28 3.063.561 7. Bengkulu 125.110 38,41 480.606 8. Lampung 547.040 46,57 2.547.516 9. Bangka Belitung 7.182 27,31 19.617 10. Riau Kepulauan 149 29,66 442 11. D.K.I. Jakarta 1.660 51,63 8.570 12. Jawa Barat 1.873.318 56,69 10.620.613 13. Jawa Tengah 1.683.897 55,38 9.326.123 14. D.I. Yogyakarta 146.082 55,95 817.300 15. Jawa Timur 1.837.004 59,01 10.839.308 16. Banten 367.507 50,54 1.857.323 17. B a l i 144.288 58,64 846.075 18. Nusa Tenggara Barat 372.974 49,92 1.861.781 19. Nusa Tenggara Timur 194.611 30,62 595.872 20. Kalimantan Barat 405.317 31,26 1.267.211 21. Kalimantan Tengah 204.555 26,94 551.013 22. Kalimantan Selatan 504.527 39,89 2.012.400 23. Kalimantan Timur 153.100 38,35 587.206 24. Sulawesi Utara 114.217 47,88 546.825 25. Sulawesi Tengah 220.195 45,58 1.003.598 26. Sulawesi Selatan 840.853 49,23 4.139.492 27. Sulawesi Tenggara 107.453 38,95 418.487 28. Gorontalo 46.213 52,27 241.557 29. Sulawesi Barat 72.337 47,79 345.697 30. Maluku 20.234 38,2 77.292 31. Maluku Utara 13.606 34,32 46.694 32. Papua Barat 11.984 35,69 42.774 33. Papua 30.004 36,1 108.325 Indonesia 12.668.989 49,38 62.561.146 *) Sumber : Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. http://www.bps.go.id Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Menurut Wilayah, 2009−2011 Uraian 2009 2010 2011 (ARAM III) Perkembangan 2009-2010 2009-2011 Absolut % Absolut % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1.Luas Panen (ha) - Jawa - Luar Jawa - Indonesia 6 093 603 6 789 973 12 883 576 6 358 521 6 894 929 13 253 450 6 192 549 7 031 830 13 224 379 264 918 104 956 369 874 4,35 1,55 2,87 -165 972 136 901 -29 071 -2,61 1,99 -0,22 2.Produktivitas (ku/ha) - Jawa - Luar Jawa - Indonesia 57,24 43,47 49,99 57,21 43,65 50,15 55,14 44,42 49,44 -0,03 0,18 0,16 -0,05 0,41 0,32 -2,07 0,77 -0,71 -3,62 1,76 -1,42 3. Produksi (ton) - Jawa - Luar Jawa - Indonesia 34 880 131 29 518 759 64 398 890 36 374 771 30 094 623 66 469 394 34 148 340 31 236 843 65 385 183 1 494 640 575 864 2 070 504 4,29 1,95 3,22 -2 226 431 1 142 220 -1 084 211 -6,12 3,80 -1,63 *) Sumber : Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. http://www.bps.go.id 10 besar negara Produsen padi terbesar dunia (2010) Produsen padi terbesar — 2010 (metrik ton) China 182055140 India 137690000 Indonesia 54151100 Bangladesh 39795600 Vietnam 35832900 Thailand 30291900 Myanmar 27683000 Filipina 14603000 Brazil 13192900 Jepang 11342000 *) Sumber : Organisasi pangan dan pertanian (FAO). http://ww.faostat.fao.org Data Lima Daerah Penghasil Padi Terbesar di Indonesia Kota Produksi (ton/tahun) Indramayu 7.447.075 Karawang 6.681.452 Subang 6.279.037 Sukabumi 4.614.314 Tasikmalaya 4.074.753 Sumber: http://www.litbang.deptan.go.id Potensi sekam bagi bio-energy Sekam padi merupakan lapisan keras yang membungkus kariopsis butir gabah,terdiri dari atas dua belahanyang disebut lemma dan palea yang saling bertautan.Pada proses penggilingan gabah,sekam akan terpisah dari butir beras .Dari proses penggilingan maksimal sekam yang dihasilkan sekitar 20-30%.Sekam dikategorikan sebagain biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri,pakan ternak dan energi Ditinjau dari komposisi kimiawi sekam mengandung : Menurut Suharno (1979) Menurut DTC-IPB Komponen Kandungan ( %) Kadar Air 9.02 Protein Kasar 3.03 Lemak 1.18 Serat Kasar 35.68 Abu 17.71 Karbohidrat kasar 33.71 Komponen Kandungan (%) Karbon ( zat arang) 1.33 Hidrogen 1.54 Oksigen 33.64 silika 16.98 Source :dinas industri dan perdagangan 1. Sekam Industri pengilingan padi yang ada di Indonesia mampu mengolah lebih dari 40 juta ton gabah menjadi beras giling dengan rendemen 66 – 80 persen. Sekam mencapai 20-30 persen dari berat gabah. Bila kondisi ini berjalan sesuai dengan kapasitasnya, terdapat sekam yang dapat mengganggu lingkungan sebesar 8 juta ton. Dari data tahun 2004 BPS memperkirakan jumlah produksi gabah kering giling (GKG) sebanyak 54 juta ton atau setara dengan 33,92 juta ton beras dan sekitar 10,7 juta ton sekam.Data 2008,produksi gabah kering 60juta maka jumlah sekam sekitar 12juta ,dan untuk 2011 produksi 65juta maka akan diperoleh sekam sekitar 23 juta Penggilingan merupakan proses pelepasan sekam dari beras. Karakteristik fisik padi sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran padi menjadi beras putih. Butiran padi yang memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan, atau tidak enak dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut dilepaskan satu demi satu sampai akhirnya didapatkan beras yang dapat dikonsumsi yang disebut beras sosoh atau beras putih. Beras sosoh merupakan hasil utama proses penggilingan padi. Beras sosoh adalah gabungan beras kepala dan beras patah besar. Beras patah kecil atau menir sering disebut sebagai hasil samping karena tidak dikonsumsi sebagai nasi seperti halnya beras kepala dan beras patah besar. Jadi, hasil samping proses penggilingan padi berupa sekam, bekatul, dan menir. Mesin-mesin penggilingan padi berfungsi melakukan pelepasan dan pemisahan bagian-bagian butir padi yang tidak dapat dimakan dengan seminimal mungkin membuang bagian utama beras dan sesedikit mungkin merusak butiran beras. Terdapat dua tahap dalam proses penggilingan yaitu husking dan polishing. Husking adalah tahap melepaskan beras yang menghasilkan beras pecah kulit (brown rice) dari struktur butiran gabah, bagian-bagian yang akan dilepaskan adalah palea, lemma, dan glume keluruhnya bagian tersebut dinamakan kulit gabah atau sekam. Sebagian besar gabah yang dimasukkan ke dalam mesin pemecah kulit (husker) akan terkupas dan masih ada sebagian kecil yang belum terkupas. Butiran gabah yang terkupas akan terlepas menjadi dua bagian, yaitu beras pecah kulit dan sekam. Selanjutnya butiran gabah yang belum terkupas harus dipisahkan dari beras pecah kulit dan sekam untuk dimasukkan kembali ke dalam mesin pemecah kulit. Dari bentuk gabah kering giling sampai menjadi beras sosoh, berat biji padi akan berkurang sedikit demi sedikit selama proses penggilingan akibat dari pengupasan dan penyosohan. Bagian-bagian yang tidak berguna akan dipisahkan sedangkan bagian utama yang berupa berasdipertahankan.Menurut Nugraha et al. (1998), nilai rendemen giling dipengaruhi oleh banyak faktor yang terbagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah faktor yang mempengaruhi rendemen melalui pengaruhnya terhadap mutu gabah sebagai bahan baku dalam proses penggilingan, yang meliputi varietas, teknik budidaya, cekaman lingkungan, agroekosistem, dan iklim. Kelompok kedua merupakan faktor penentu rendemen yang terlibat dalam proses koversi gabah menjadi beras, yaitu teknik penggilingan dan alat/mesin penggilingan. Kelompok ketiga menunjukkan kualitas beras terutama derajar sosoh yang diinginkan, karena semakin tinggi derajat sosoh, maka rendemen akan semakin rendah. 2. Permasalahan Sekam dan Solusinya Padi (Oryza Sativa.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan jagung. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum, sedangkan di Indonesia produksi padi menempati urutan pertama. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Selain sebagai sumber karbohidrat dan makanan pokok, padi juga dapat diambil minyaknya yang berasal dari dedak padi dan sebagai pakan ternak (jerami padi) serta sebagai bahan baku untuk pembuatan bioetanol dari bahan lignocellulose. Hasil dari pengolahan padi dinamakan beras yang merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Sekam padi (Rice Hulls) adalah bagian dari bulir padipadian (serealia) berupa lembaran yang kering, bersisik, dan tidak dapat dimakan, yang melindungi bagian dalam (endospermium dan embrio). Sekam dapat dijumpai pada hampir semua anggota rumput-rumputan (Poaceae), meskipun pada beberapa jenis budidaya ditemukan pula variasi bulir tanpa sekam (misalnya jagung dan gandum). Di Indonesia setiap tahunnya dapat memproduksi padi (gabah kering) dengan rata – rata 61.377.816,75 ton. Sekam padi merupakan limbah dari proses penggilingan gabah yang memiliki berat 20–30% dari gabah. Maka dari itu salah satu limbah pertanian yang paling melimpah di Indonesia adalah sekam padi. Sekam padi merupakan limbah dari proses penggilingan gabah yang memiliki berat 20–30% dari gabah sekam dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di antaranya: (a) sebagai bahan baku pada industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfural yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri kimia, (b) sebagai bahan baku pada industri bahan bangunan, terutama kandungan silika (SiO2 ) yang dapat digunakan untuk campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, husk-board dan campuran pada industry bata merah, (c) sebagai sumber energi panas pada berbagai keperluan manusia, kadar selulosa yang cukup tinggi dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil.(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian) Seiring meningkatnya produksi padi, timbul masalah baru yaitu berlimpahnya limbah pertanian yang belum dimanfaatkan secara maksimal seperti sekam padi. Dalam proses penggilingan padi, sekam merupakan hasil samping terbesar. Karena sangat banyaknya sekam yang dihasilkan, membuangnya pun membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Selama ini sekam padi hanya menjadi limbah yang belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal dari beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa abu sekam padi banyak mengandung unsure-unsur yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut. a. Pemanfaatan Sekam sebagai Biofuel Tabel 1. Data Target Kapasitas Penyediaan Bioetanol di Indonesia Tahun Kebutuhan Konsumsi Premium Target Produksi 2005 - 2010 5 % 1,48 juta KL 2011 - 2015 10 % 2,78 juta KL 2016 – 2025 20 % 6,28 juta KL (Sumber : ESDM, 2005) Tabel 2. Data Produksi Padi Keterangan Produksi 2006 2007 2008 2009 ratarata Padi (GKG)* 63.637 57.149,5 60.325,9 64.398,9 61.377,8 Sekam padi 19.091,1 17.144,9 18.097,8 19.319,7 18.413,3 Ket : satuan : juta ton *) Gabah Kering (http://www.litbang.deptan.go.id) Dari tabel di atas diperoleh data : • Jumlah Padi (Gabah kering) = 29.096.631 ton/tahun • Rata-rata sekam padi yang dihasilkan = 30 % dari tanaman padi • Maka, jumlah sekam padi yang dihasilkan = 30% x 29.096.631 = 8.728.989,3 ton/tahun • Rata-rata jumlah sisa sekam padi yang belum dimanfaatkan = 20% sekam padi • Jumlah sisa sekam padi yang belum dimanfaatkan = 20% x 8.728.989,3 = 1.745.797,860 ton/tahun Kapasitas Produksi • Kandungan selulosa dalam sekam padi= 42,2 % • Kandungan hemiselulosa dalam sekam padi = 18,47 % (Saumita Banerjee et al, 2009) • Konversi selulosa menjadi glukosa 86% (SSF) • Konversi glukosa menjadi etanol 92,5% (SSF) • Konversi Hemisellulose menjadi Xylose 90 % • Konversi Xilosa menjadi etanol 82-92% (C.N. Hamelinck et al., 2005) Sehingga kapasitas produksi berdasarkan bahan baku dihitung: a. Dari Selulosa Berat selulosa = (% celulosa dari sekam padi x rata-rata sekam padi) = (42,2 % x 1.745.797,860 Ton) = 736.726,697 Ton Reaksi Sakarifikasi : (C6H12O5)n + n H2O n C6H12O6 Konversi : 86% Reaksi Fermentasi : C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2 Konversi : 92,5% b. Dari Hemiselulosa Berat Hemiselulosa = (% hemiselulosa sekam x rata-rata produksi sekam) = 18,47 % x 1.745.797,860 ton = 322.448,865 ton hemi selulosa Reaksi hidrolisis Hemiselulose : (C5H8O4)150 + 150 H2O 150 C5H10O5 Konversi : 90% Reaksi Fermentasi : C5H10O5 n 2 C2H5OH + 2 CO2 Konversi : 82-92 % Dari perhitungan Berdasarkan Konversi Dari Reaksi Diperoleh Kapasitas produksi teoritis total = 415.000 ton/tahun Berdasarkan tabel 1, dengan kapasitas produksi 415.000 ton/tahun diharapkan dapat membantu untuk mencapai target produksi bioetanol tahun 2015. b. Pemanfaatan Sekam sebagai Bahan Bakar Alternatif (Arang Sekam) Sekam memiliki kerapatan jenis bulk density 125 kg/m3, dengan nilai kalori 1 kg sekam padi sebesar 3300 k.kalori dan ditinjau dari komposisi kimiawi, sekam mengandung karbon (zat arang) 1,33%, hydrogen 1,54%, oksigen 33,645, dan Silika (SiO2) 16,98%, artinya sekam dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kimia dan sebagai sumber energi panas untuk keperluan manusia. Kadar selulosa sekam yang cukup tinggi dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil, untuk memudahkan diversifikasi penggunaannya, maka sekam terlebih dahulu melalui proses pembuatan arang sekam kemudian dipadatkan, dibentuk dan dikeringkan, disebut dengan Briket Sekam Padi. Untuk lebih memudahkan diversifikasi penggunaan sekam, maka sekam perlu dipadatkan menjadi bentuk yang lebih sederhana, praktis dan tidak voluminous. Bentuk tersebut adalah arang sekam maupun briket arang sekam. Arang sekam dapat dengan mudah untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar yang tidak berasap dengan nilai kalori yang cukup tinggi. Briket arang sekam mempunyai manfaat yang lebih luas lagi yaitu di samping sebagai bahan bakar ramah lingkungan PROSES PEMBUATAN ARANG SEKAM 1. Sediakan Sekam 2. Membuat bara api dengan kayu kering 3. Setelah membuat bara api kemudian bara api ditutup dengan cerobong pembuat arang sekam. 4. Kemudian cerobong ditutup dengan sekam kering. 5. Sekam sudah sebagian menjadi arang 6. Arang sekam telah jadi dan siap digunakan untuk pembuatan briket arang sekam. PROSES PEMBUATAN BRIKET ARANG SEKAM 1. Cara membuat adonan briket arang sekam, dengan ditambahkan air dan perekat (tanah liat/ tepung kanji). 2. Cara mencetak briket secara manual dengan peralatan yang sederhana berupa bambu berdiameter 10 cm dan tinggi 7 cm sesuai dengan ukuran yang dikehendaki 3. Setelah briket jadi selanjutnya dikeringkan dengan sinar matahari. 4. Setelah briket kering,siap digunakan. Penggunaan briket adalah untuk alternatif lain selain minyak tanah pada tungku/kompor. Dalam pembuatan briket untuk menghasilkan 300 briket arang dibutuhkan sekam kering 500 kg,tanah liat/tepung kanji 25 kg,kayu bakar dan air secukupnya.untuk perbandingan air:tanah liat/kanji (1:4) sebagai perekat, dan perekat:sekam (1:6). Untuk harga sekam kering sekitar Rp50/kg dan bila diolah menjadi arang sekam harganya menjadi hampir Rp150/kg,sedangkan jika di tingkat petani bunga dan petani sayuran harga arang sekam/briket bisa mencapai Rp 700-750/kg Keunggulan briket arang sekam dibandingkan minyak tanah Dalam bentuk briket, arang sekam menjadi lebih padat dan mudah penanganannya. Disamping itu, penggunaannya sebagai bahan bakar akan lebih mudah dan tidak menimbulkan asap jika dipakai memasak,bara yang terbentuk akan lebih tahan lama dan suhu pembakaran lebih tinggi. c. Pemanfaatan Sekam sebagai Pupuk Bokashi adalah pupuk kompos yang dihasilkan dari proses fermentasi atau peragian bahan organik dengan teknologi EM4 (Effective Microorganisms 4). Keunggulan penggunaan teknologi EM4 adalah pupuk organik (kompos) dapat dihasilkan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan cara konvensional. EM4 sendiri mengandung Azotobacter sp., Lactobacillus sp., ragi, bakteri fotosintetik dan jamur pengurai selulosa. Bahan untuk pembuatan bokashi dapat diperoleh dengan mudah di sekitar lahan pertanian, seperti jerami, rumput, tanaman kacangan, sekam, pupuk kandang atau serbuk gergajian. Namun bahan yang paling baik digunakan sebagai bahan pembuatan bokashi adalah dedak karena mengandung zat gizi yang sangat baik untuk mikroorganisme. Pembuatan Bokashi Bahan pembuatan bokashi (jerami, rumput, pupuk hijau, pupuk kandang dan sebagainya) dapat berupa bahan yang sudah kering ataupun masih basah (segar). Bahan yang digunakan: 1. Jerami sebanyak 10 kg (bisa juga rumput atau tanaman kacangan) yang telah dipotong-potong sehingga jerami berukuran panjang sekitar 5-10 cm. 2. Dedak sebanyak 0,5 kg dan sekam sebanyak 10 kg. 3. EM4 sebanyak dua sendok makan (10 ml). 4. Molases atau gula sebanyak dua sendok makan (10 ml) dan air secukupnya. Cara pembuatan : 1. Pertama-tama dibuat larutan dari EM4, molasses/ gula dan air dengan perbandingan 1 ml : 1 ml :1 liter air. 2. Bahan jerami, sekam dan dedak dicampur merata di atas lantai yang kering. 3. Selanjutnya bahan disiram larutan EM4 secara perlahan dan bertahap sehingga terbentuk adonan. Adonan yang terbentuk jika dikepal dengan tangan, maka tidak ada air yang keluar dari adonan. Begitu juga bila kepalan dilepaskan maka adonan kembali mengembang (kandungan air sekitar 30%). 4. Adonan selanjutnya dibuat menjadi sebuah gundukan setinggi 15-20 cm. Gundukan selanjutnya ditutup dengan karung goni selama 3-4 hari. Selama dalam proses, suhu bahan dipertahankan antara 40-50 o C. Jika suhu bahan melebihi 50 o C, maka karung penutup dibuka dan bahan adonan dibolak-balik dan selanjutnya gundukan ditutup kembali. 5. Setelah empat hari karung goni dapat dibuka. Pembuatan bokashi dikatakan berhasil jika bahan bokashi terfermentasi dengan baik. Ciri-cirinya adalah bokashi akan ditumbuhi oleh jamur yang berwarna putih dan aromanya sedap. Sedangkan jika dihasilkan bokashi yang berbau busuk, maka pembuatan bokashi gagal. 6. Bokashi yang sudah jadi sebaiknya langsung digunakan. Jika bokashi ingin disimpan terlebih dahulu, maka bokashi harus dikeringkan terlebih dahulu dengan cara mengangin-anginkan di atas lantai hingga kering. Setelah kering bokashi dapat dikemas di dalam kantung plastik. Penggunaan : Bokashi jerami sangat baik digunakan untuk melanjutkan proses pelapukan mulsa dan bahan organik lainnya di lahan pertanian. Bokashi jerami juga sesuai untuk diaplikasikan di lahan sawah. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1983. Studi Konservasi dan Susut Gabah ke Beras Tingkat Nasional, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Anonim. 2003. http//disperindag-jabar.go.id/?pilih=lihat&id=1078 [diakses pada tanggal 19 mei 2012] Anonim. 2010. Pembuatan Briket Arang Sekam. http://pustaka-pertanian.blogspot.com /2011/12/pembuatan-briket-arang-sekam.html [diakses pada tanggal 19 mei 2012] Wijaya, Karna. 2011. Biofuel dari Sekam. http://pse.ugm.ac.id/?p=329 [diakses pada tanggal 19 mei 2012]

Komentar

Recommended Posts

randomposts

Postingan Populer